Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Sunday, 24 March 2024

Belajar Wabah Virus Nipah di India

 

Pembelajaran pada Wabah Penyakit Virus Nipah di India

 

Sampai dengan pertengahan bulan September 2023, terdapat enam kasus penyakit virus Nipah menyebabkan dua orang meninggal di distrik Kozhikode Negara Bagian Kerala, India. Semua kasus yang telah dikonfirmasi dengan tes laboratorium adalah berusia usia 9 hingga 45 tahun.

 

Kasus pertama tidak diketahui sumber penularannya. Penderita mengalami pneumonia dan sindrom gangguan pernapasan akut. Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit akhirnya meninggal. Lima kasus terkonfirmasi lainnya merupakan kontak dekat kasus pertama, dan ada juga karena kontak dekat di rumah sakit tempat kasus pertama dirawat.

 

Orang meninggal ke dua adalah orang yang menemani pasien lain ke rumah sakit tempat kasus pertama dirawat. Penderita ini juga meninggal setelah mengalami gejala pneumonia terlebih dahulu.

 

Apa itu penyakit virus Nipah?

 

Penyakit virus Nipah adalah penyakit menular yang pertama kali muncul pada babi domestik di Malaysia dan Singapura pada tahun 1998 dan 1999. Nama virus ini berasal dari nama desa di Malaysia tempat pertama peternakan babi tertular. Organisme penyebab penyakit virus Nipah adalah virus RNA dari famili Paramyxoviridae, genus Henipavirus, dan berkerabat dekat dengan virus Hendra penyebab infeksi saluran pernapasan akut pada kuda dan manusia. Hewan yang diserang virus Nipah adalah babi, kuda, kucing, anjing, dan kelelawar buah (Pteropus), kambing burung dan tikus. Tetapi babi menunjukan gejala yang paling jelas. Masa inkubasi penyakit ini antara 4 hingga 14 hari.

 

Virus Nipah merupakan penyakit sangat menular pada babi yang memengaruhi sistem pernapasan dan saraf. Penyakit ini dikenal sebagai porcine respiratory and neurological syndrome (PRES) atau gejala pernapasan babi dan radang otak. Disebut juga barking pig syndrome (BPS) atau sindrom babi menggonggong. Tanda-tanda klinis pada babi tersebut bervariasi tergantung pada umur dan respon masing-masing tubuh hewan terhadap virus. Secara umum angka kematian sebesar 40-75%. Namun angka kesakitan tinggi pada semua kelompok umur.

 

Menular ke manusia

 

Penyakit virus Nipah merupakan zoonosis, bisa menular ke manusia melalui kontak dengan hewan yang terinfeksi seperti kelelawar dan babi. Selain itu, kontak langsung dengan orang yang terinfeksi juga dapat menyebabkan penularan. Penderita penyakit virus Nipah dapat mengalami gejala parah yaitu infeksi saluran pernapasan akut dan radang otak fatal. Salah satu cara penting untuk mengurangi atau mencegah infeksi pada manusia adalah dengan meningkatkan kesadaran tentang faktor risiko dan tindakan pencegahan untuk melindungi diri.

 

Epidemiologi penyakit

 

Penyakit virus Nipah merupakan zoonosis yang ditularkan dari hewan ke manusia melalui hewan yang terinfeksi (seperti kelelawar dan babi) atau makanan yang terkontaminasi dengan air liur, urin, dan kotoran hewan yang terinfeksi. Penyakit ini juga dapat ditularkan langsung dari orang ke orang melalui kontak dekat dengan orang yang terinfeksi.

 

Penyakit virus Nipah pada manusia menyebabkan berbagai gejala klinis termasuk infeksi saluran pernafasan akut dan radang otak fatal. Tingkat kematian akibat wabah di Bangladesh, India, Malaysia, dan Singapura biasanya berkisar antara 40% hingga 100%. Hingga saat ini, belum ada terapi atau vaksin yang efektif untuk penyakit ini.

 

Respon Pemerintah India terhadap Wabah Nipah

 

Pemerintah India melakukan tindaan respon cepat meliputi deklarasi zona penahanan di sembilan desa di distrik Kozhikode dengan pembatasan pergerakan, jarak sosial, dan kewajiban mengenakan masker di ruang publik. Pemerintah membatasi kegiatan besar publik di distrik terserang wabah hingga awal Oktober 2023. Peringatan meningkatkan pengawasan lalu lintas diberlakukan juga ke distrik dan negara bagian tetangga. Menurut National Institute of Virology (NIV), Pune, virus yang ditemukan di Kerala telah diidentifikasi sebagai Genotipe India atau I-Genotype yang mirip dengan strain virus Nipah ditemukan di Bangladesh

 

Respon Kesehatan Masyarakat

 

Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Keluarga, Pemerintah Negara Bagian Kerala, dengan dukungan dari Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Keluarga, Pemerintah India, dan lembaga-lembaganya; Dewan Penelitian Medis India (ICMR), Institut Virologi Nasional (NIV), Pune, dan Institut Epidemiologi Nasional, Chennai telah melakukan tindakan respon sebagai berikut:

 

Koordinasi Tim: Beberapa tim multi-disiplin pusat dimobilisasi oleh Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Keluarga, Departemen Penelitian Kesehatan serta Departemen Peternakan. Mereka mendukung pemerintah negara bagian dan distrik dalam melakukan tindakan pengendalian dan mitigasi. Sebanyak 19 komite utama dibentuk dan ditugaskan untuk melakukan berbagai tindakan respon meliputi surveilans, pengujian sampel, pelacakan kontak, transportasi pasien, manajemen kasus, logistik dan pasokan, pelatihan dan peningkatan kapasitas, komunikasi risiko dan keterlibatan masyarakat, dukungan psikososial dan peternakan. Ruang kendali dengan pusat panggilan diaktifkan di distrik tersebut untuk mengoordinasikan kegiatan tanggap darurat.

 

Surveilans dan penelusuran kontak: Sebagai bagian dari kegiatan surveilans berbasis masyarakat, surveilans aktif dari rumah ke rumah dilakukan oleh otoritas kesehatan distrik di zona isolasi yang diumumkan. Sebanyak 53.708 rumah telah disurvei pada 27 September 2023. Pada hari itu juga, 1.288 kontak termasuk kontak berisiko tinggi telah diidentifikasi dan dikarantinakan. Disertai latihan petugas lanjutan sedang berlangsung. Semua kontak berisiko tinggi dilakukan uji lab. Zona penahanan diumumkan di sembilan desa di distrik Kozhikode dengan pembatasan pergerakan, jarak sosial, dan kewajiban mengenakan masker di ruang publik.

 

Pengujian laboratorium: Pengujian laboratorium terhadap kasus yang diduga serta sampel lingkungan dan hewan dilakukan di laboratorium jaringan Laboratorium Penelitian Virus dan Diagnostik Regional di Government Medical College (GMC), Kozhikode; Lab BSL-3 Seluler Dewan Penelitian Medis India (ICMR); Unit lapangan NIV di Alappuzha serta NIV, Pune. Hingga akhir September 2023, tidak ada sampel lingkungan/hewan, termasuk kelelawar yang positif mengidap virus Nipah.

 

Kesiapan fasilitas kesehatan: Unit gawat darurat diperlengkapi untuk menangani setiap kasus yang dicurigai dan merespon keadaan darurat. Ruang isolasi dan unit perawatan intensif (ICU) selalu siap untuk menangani kasus-kasus suspek, jika diperlukan. Negara telah mengalokasikan ruang isolasi, tempat tidur ICU, dan ventilator untuk meningkatkan kapasitas bila diperlukan. Kasus-kasus yang diduga dan dikonfirmasi ditangani di fasilitas kesehatan yang ditunjuk. Untuk transportasi pasien dikerahkan ambulans khusus.

 

Pencegahan dan pengendalian infeksi: Pemerintah Negara Bagian melaksanakan pelatihan bagi petugas kesehatan tentang pencegahan dan pengendalian infeksi (IPC). Persediaan alat pelindung diri (APD) yang memadai tersedia bagi petugas kesehatan dan praktik IPC dipatuhi dan diaudit secara ketat.

 

Manajemen logistik: Persediaan APD, obat-obatan dan logistik lain yang diperlukan dalam jumlah yang memadai disediakan oleh Pemerintah Negara Bagian.

 

Pengelolaan jenazah: Pengaturan dibuat untuk pemindahan dan pengelolaan jenazah oleh Pemerintah Negara Bagian sesuai dengan protokol standar dan kewaspadaan IPC.

 

Komunikasi risiko dan keterlibatan masyarakat: Pendidikan informasi dan kegiatan komunikasi melalui berbagai cara termasuk siaran pers reguler. Selanjutnya juga dipublikasikan spot audio dan byte video oleh dokter ahli. Strategi penanganan infodemik saat ini diterapkan dengan tindakan tegas terhadap berita hoax. Call center untuk memberikan layanan psikososial juga didirikan oleh Pemerintah Negara Bagian.

 

Sektor Kesehatan Hewan: Sampel kelelawar, kotoran hewan, dan buah-buahan yang setengah dimakan dikumpulkan pada pertengahan bulan September dari desa tempat tinggal kasus pertama, di hutan seluas 121 hektar yang merupakan rumah bagi beberapa spesies kelelawar. Semua sampel dinyatakan negatif virus Nipah.

 

Tindakan respon kesehatan masyarakat dilaksanakan sesuai dengan pedoman yang dikembangkan oleh Pemerintah Negara Bagian dan Pemerintah India dengan dukungan dari WHO dan mitra selama wabah virus Nipah tahun 2018 di negara bagian Kerala.

 

Penilaian Risiko WHO

 

Ada catatan terkait jumlah kasus dan Case Fatality Rate (CFR) pada wabah yang pernah terjadi di India. Case Fatality Rate (CFR) adalah jumlah orang yang meninggal dunia dari total orang yang sakit. Wabah terakhir yang sedang berlangsung merupakan wabah keenam di India sejak tahun 2001, ketika wabah pertama dilaporkan di kota Siliguri, Benggala Barat (66 kasus, CFR: 68%). Selanjutnya, lima wabah telah dilaporkan di Distrik Nadia, Benggala Barat (5 kasus; CFR: 100%), Kozhikode dan Malappuram, Kerala pada tahun 2018 (23 kasus; CFR: 91%), Ernakulum, Kerala pada tahun 2019 (satu kasus yang selamat) dan Kozhikode, Kerala pada tahun 2021 (satu kasus, CFR: 100%).

 

Faktor-faktor berikut mungkin berkontribusi terhadap risiko yang terkait dengan wabah:

• Paparan kasus pertama dalam wabah ini masih belum diketahui;

• Keberadaan populasi kelelawar yang dilaporkan mengandung virus Nipah berpotensi menjadi sumber infeksi;

• Tingkat kematian kasus yang dilaporkan tinggi (33,3%), jumlah kontak yang tinggi; dan

• Tidak adanya terapi dan vaksin khusus virus Nipah.

 

Saran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)

 

Dengan tidak adanya vaksin atau pengobatan berlisensi yang tersedia untuk virus Nipah, satu-satunya cara untuk mengurangi atau mencegah infeksi pada manusia adalah dengan meningkatkan kesadaran terhadap faktor risiko dan mendidik masyarakat tentang tindakan yang dapat diambil untuk mengurangi paparan terhadap penyakit virus Nipah. Manajemen kasus harus fokus pada pemberian tindakan perawatan suportif kepada pasien. Perawatan suportif intensif dianjurkan untuk mengobati komplikasi parah saluran pernapasan dan saraf. Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) kepada masyarakat harus fokus pada beberapa butir penting antara lain sebagai berikut:

 

Mengurangi risiko penularan dari kelelawar ke manusia

 

Sebagai reservoir alami, kelelawar buah (Pteropus) tidak menunjukkan gejala, namun virus ditemukan pada saliva, urin, semen dan fesesnya. Untuk mengurangi risiko, jus buah yang baru dipetik harus direbus, dan buahnya harus dicuci bersih dan dikupas sebelum dikonsumsi. Buah-buahan dengan tanda-tanda gigitan kelelawar sebaiknya dibuang. Area dimana kelelawar Pteropus diketahui bertengger harus dihindari. Risiko penularan internasional melalui buah atau produk buah yang terkontaminasi urin atau air liur kelelawar Pteropus terinfeksi dapat dicegah dengan mencuci buah hingga bersih dan mengupasnya sebelum dikonsumsi.

 

Mengurangi risiko penularan dari hewan ke manusia

 

Infeksi alami pada hewan peliharaan telah terjadi pada peternakan babi, kuda, dan kucing peliharaan dan liar. Sarung tangan dan pakaian pelindung lainnya harus dipakai saat menangani hewan sakit dan selama prosedur penyembelihan dan pemusnahan. Sebisa mungkin, masyarakat harus menghindari kontak dengan babi yang terinfeksi. 

Di daerah endemik, ketika membangun peternakan babi baru, harus mempertimbangkan keberadaan kelelawar Pteropus di daerah tersebut. Kandang dan pakan babi harus dilindungi dari kelelawar. Sampel yang diambil dari hewan yang diduga terinfeksi virus Nipah harus ditangani oleh personel dokter hewan terlatih yang bekerja di laboratorium dengan perlengkapan yang sesuai.

 

Mengurangi risiko penularan dari manusia ke manusia

 

Kontak fisik yang dekat dan tidak terlindungi dengan orang yang terinfeksi virus Nipah harus dihindari. Mencuci tangan secara teratur sebaiknya dilakukan setelah merawat atau menjenguk orang sakit. Petugas kesehatan yang merawat pasien suspek atau terkonfirmasi infeksi, atau mereka yang menangani spesimennya, termasuk staf terlatih yang bekerja di laboratorium yang dilengkapi peralatan yang sesuai, harus selalu menerapkan kewaspadaan standar pencegahan dan pengendalian infeksi serta kewaspadaan kontak dan droplet ketika memberikan perawatan di rumah sakit. Praktik pemakaman yang aman diperlukan untuk semua kasus yang dikonfirmasi dan diduga terinfeksi virus Nipah.

 

Saran Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (WOAH)

 

Biosekuriti yang baik adalah kunci untuk mencegah infeksi pada hewan peliharaan. Salah satu tindakan biosekuriti yang paling penting bagi daerah yang terkena dampak adalah dengan mengurangi kemungkinan kontak dengan hewan yang rentan dengan reservoir kelelawar. Di daerah yang terinfeksi, babi dan kuda harus dijauhkan dari perkebunan pohon buah-buahan, dan buah-buahan yang mungkin pernah bersentuhan dengan kelelawar tidak boleh diberikan kepada hewan.

Dokter hewan dan pemelihara hewan harus tetap waspada, ketika menemui hewan suspek atau terkonfirmasi penyakit harus melaporkannya kepada Otoritas Veteriner. Karena tidak ada pengobatan atau vaksin khusus untuk melawan virus Nipah, maka pemberantasan bergantung pada deteksi dini dan pemusnahan hewan terinfeksi dan berisiko tertular. Tempat penguburan hewan yang terinfeksi harus didesinfeksi.

 

Kesimpulan

 

Indonesia harus berusaha sekuat tenaga untuk mencegah dan menangkal masuknya virus Nipah India ini ke Indonesia termasuk mengetatkan pengawasan di gerbang-gerbang kedatangan internasional.

Indonesia bersiap-siap membuat rencana kontinjensi untuk menghadapi ancaman virus Nipah India ini masuk ke Indonesia.

Kedua upaya diatas dilakukan dengan pendekatan one health yaitu upaya kolaboratif dari berbagai disiplin ilmu yang bekerja secara lokal, nasional, dan global, untuk mencapai kesehatan yang optimal bagi manusia, hewan, dan lingkungan.

 

SUMBER

Pudjiatmoko. Pembelajaran pada Wabah Penyakit Virus Nipah di India. Pangan News 30 Oktober 2024. https://pangannews.id/berita/1698650510/pembelajaran-pada-wabah-penyakit-virus-nipah-di-india

Penanganan Rabies dengan One Health

Perlukah Pengendalian dan Pemberantasan Rabies dengan Pendekatan One Health ?

 

Sebagai salah satu zoonosis paling mematikan yang kita ketahui, rabies masih membunuh sekitar 59.000 orang setiap tahun di dunia. Penyakit ini mengindikasikan betapa beratnya beban kesehatan yang ditanggung oleh masyarakat. Namun penyakit ini 100% dapat dicegah jika kita mengatasinya melalui pendekatan One Health, yaitu upaya kolaboratif dari berbagai disiplin ilmu yang bekerja secara lokal, nasional, dan global, untuk mencapai kesehatan yang optimal bagi manusia, hewan, dan lingkungan.

 

Merujuk Kementerian Pertanian RI, saat ini ada 26 provinsi yang menjadi endemis rabies. Sementara, hanya 11 provinsi yang bebas rabies, yaitu Provinsi Kepulauan Riau, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Papua Barat, Papua, Papua Selatan, Papua Tengah dan Papua Pegunungan. Dengan Roadmap Eliminasi Rabies Nasional 2030, pemerintah berupaya membebaskan provinsi tertular secara bertahap.

 

Kebijakan nasional Kementerian Pertanian dalam pengendalian dan pemberantasan rabies adalah mempertahankan wilayah bebas rabies dan membebaskan daerah tertular secara bertahap dengan strategi fokus pada (1) Vaksinasi massal yang berkelanjutan di dukung eliminasi tertarget, (2) Komunikasi, Informasi dan Edukasi, (3) Pengawasan lalu lintas, dan (4) Kontrol populasi.

 

KLB Rabies di Kabupaten TTS dan Sikka

 

Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) dinyatakan kejadian luar biasa (KLB) Rabies oleh Bupati TTS tanggal 30 Mei 2023. Pada Rabu (31/5/2023), jumlah kasus orang yang dilaporkan digigit anjing 72 orang, dengan satu orang meninggal dunia. Namun dalam kurun waktu kurang dari enam bulan pada Rabu (8/11/2023) kasus gigitan anjing telah melonjak menjadi 1.774 orang. Sudah sembilan korban gigitan anjing rabies yang meninggal dunia. Pada saat ini semua kecamatan atau 32 kecamatan di TTS sudah terpapar rabies. Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), juga telah ditetapkan KLB rabies sejak 16 Mei 2023 menyusul tingginya kasus gigitan hewan penular rabies (HPR), khususnya anjing, di wilayah itu.

 

Virus rabies biasanya ditularkan melalui gigitan hewan penular rabies terutama anjing. Di banyak daerah, anjing liar merupakan hewan yang paling dapat menyebarkan rabies ke manusia. Begitu seseorang mulai menunjukkan tanda dan gejala rabies, penyakit ini hampir selalu mengancam nyawa penderita. Penanganan KLB Rabies di Kabupaten TTS dan Kabupaten Sikka NTT harus ditingkatkan dengan melibatkan lintas sektor agar kasus rabies pada anjing menurun menuju nol. Dengan penuh harap masyarakat kembali hidup sehat dan tentram di wilayah bebas rabies.

 

Dengan One Health menuju Nol Kematian

 

Bisakah satu sektor mengeliminasi rabies dengan kerja sendiri ? Tentu tidak. Pandemi COVID-19 dan konsekuensi dalam jangka panjang telah menyadarkan kita bersama bahwa satu sektor saja tidak dapat mengatasi ancaman zoonosis secara efisien. Namun ketika penyakit ini dikendalikan secara bersama-sama melibatkan semua sektor ternyata Indonesia bisa keluar dari Pandem COVID-19.

 

Kita tahu bahwa kesehatan hewan, manusia, dan lingkungan secara intrinsik saling berhubungan. Kesehatan hewan dapat berdampak pada kesehatan manusia. Jadi kita perlu bersama-sama melindugi kesehatan semua orang. Dalam kasus rabies yang diperantarai anjing, hanya dengan respon lintas sektor yang terkoordinasi akan memungkinkan jumlah kematian manusia akibat rabies menjadi nol. Hari rabies sedunia ke 16 tahun lalu bertema 'One Health, Zero Death' bertujuan untuk menegaskan kembali pesan ini kepada masyarakat luas. Kita harus terus berjuang melawan Rabies dengan pendekatan 'One Health untuk menuju nol kematian pada manusia.

 

Hanya sekali gigitan seekor anjing gila dapat menginfeksi seseorang. Anjing merupakan penyebab 99% kasus rabies pada manusia melalui gigitan. Oleh karena itu penting membatasi paparan manusia terhadap rabies dengan mengatasi asal penyakit yaitu dari hewan. Menerapkan vaksinasi masal anjing secara serentak, mengedukasi pemilik anjing dan meningkatkan kesadaran terhadap solusi yang tepat. Semua tindakan pengendalian rabies memerlukan pendekatan komprehensif dan menyeluruh.

 

Kerja sama para tenaga profesional kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat sangat penting. Hal ini tidak hanya memberikan dampak positif bagi penghidupan dan perekonomian masyarakat, tetapi juga membangun pondasi bagi sistem kesehatan lebih kuat agar dapat memiliki kapasitas merespon terhadap ancaman zoonosis selain rabies.

 

One Health untuk semua

 

Membangun respon yang terkoordinasi untuk melawan rabies akan menjadi contoh pengendalian penyakit zoonosis lainnya. Kini saatnya kita bekerja bersama dengan tujuan sama yaitu “Menargetkan nol kematian pada manusia akibat rabies pada tahun 2030”. Kita tidak hanya fokus pada upaya yang diperlukan di sektor kesehatan hewan. Namun tindakan penting diperlukan dari sektor lainnya, seperti sektor kesehatan masyarakat dalam memberikan akses ke perawatan medis pasca gigitan pada manusia. Terutama di daerah pedesaan dengan akses edukasi kesehatan sangat terbatas. Tempat seperti ini merupakan wilayah 80% kasus rabies pada manusia.

 

Meskipun kita memiliki kelengkapan untuk menghentikan penularan rabies melalui anjing, namun sangat penting menyediakan vaksin berkualitas tinggi baik untuk hewan maupun manusia. Dalam rangka mencapai eleminasi rabies, kita masih menghadapi kesulitan dalam mengoordinasikan dan mengelola sumber daya untuk pengendalian dan penanggulangan penyakit ini. Kendala ini agar menjadi perhatian kita bersama untuk mencari solusinya.

 

Rabies masih beredar di dua pertiga negara-negara di seluruh dunia. Daerah endemik Rabies bertahan di wilayah dengan penduduk berpenghasilan rendah. Wilayah ini jarang menjadi target sistem surveilans rabies. Akibatnya, keberadaan penyakit, beban sosial dan ekonomi yang terkait seringkali sangat diremehkan. Pada gilirannya, masalah ini diabaian oleh lembaga pembuat kebijakan dan pendanaan.

 

Eliminasi rabies diprioritaskan

 

Eliminasi rabies atau mengenolkan kematian manusia akibat rabies yang ditularkan melalui anjing menjadi prioritas. Pendanaan dalam pengendalian rebies menawarkan kesempatan memperkuat sistem kesehatan masyarakat lebih luas. Dan meningkatkan pemerataan akses pelayanan kesehatan kepada semua masyarakat. Rabies merupakan contoh yang sangat jelas tentang bagaimana penerapan One Health di semua jenjang yang berkontribusi di tingkat dunia sehingga lebih mampu mencegah, memprediksi, mendeteksi dan merespon ancaman kesehatan dengan baik. Akhirnya dapat meningkatkan status kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan.

 

Melalui kerjasama Quadripartite One Health, yang dibentuk oleh Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Organisasi Dunia untuk Kesehatan Hewan (WOAH), telah berkolaborasi untuk mendorong perubahan yang diperlukan dalam memitigasi dampak tantangan kesehatan global saat ini dan masa depan. Dengan tujuan mendukung negara-negara yang menghadapi ancaman kesehatan global, diluncurkan Rencana Aksi Bersama Satu Kesehatan (OH JPA).

 

Kerangka kerja tersebut bergantung pada pendekatan One Health dalam memperkuat kolaborasi, komunikasi, pembangunan kapasitas dan koordinasi secara merata di semua sektor yang terkait. Terutama untuk mengatasi masalah kesehatan pada antarmuka manusia-hewan-lingkungan. Hal ini ditujukan untuk mendukung kegiatan Forum Bersatu Melawan Rabies, yang ditetapkan pada tahun 2020 oleh FAO, WHO dan WOAH. Forum ini menyatukan pemerintah, produsen vaksin, peneliti, LSM, dan mitra pembangunan dengan tujuan mempercepat dan menerapkan pendekatan One Health untuk pengendalian rabies.

 

Mengenolkan kematian manusia akibat rabies yang ditularkan melalui anjing merupakan salah satu prioritas yang diidentifikasi dalam OH JPA. Negara-negara di seluruh dunia dihimbau untuk berperan serta melakukan tindakan yang diperlukan guna memastikan respon One Health yang terkoordinasi terhadap penyakit zoonosis mematikan ini. Rabies memang masih dapat berakibat fatal, namun sangat bisa dicegah. Hanya diperlukan upaya terpadu lintas sektor untuk memastikan kematian rabies pada manusia menjadi nol.

 

Berbagi peran para profesional

 

Beberapa ruang lingkup pemeran para profesional dalam praktik One Health yang utama adalah sebagai berikut. Dokter menangani isu kesehatan manusia, dan epidemiologi penyakit pada manusia. Dokter hewan menggeluti isu kesehatan hewan dan keamanan pangan, dan epidemiologi penyakit pada hewan. Ahli kesehatan masyarakat bekerja dalam isu kesehatan komunitas, strategi pencegahan penyakit, epidemiologi, dan pengetahuan tentang penyakit menular. Ahli epidemiologi menangani epidemiologi, pengontrolan penyakit, surveilans, dan desain kuesioner. Ilmuwan kemargasatwaan menghadapi ekologi kemargasatwaan dan zoologi.

 

Kemudian, ahli kesehatan lingkungan bertugas menilai kontaminasi lingkungan, sumber penyakit, dan perubahan faktor-faktor lingkungan. Ahli komunikasi melakukan komunikasi risiko, interaksi dengan media, dan keterlibatan dengan komunitas. Ahli logistik mengatur logistik dalam merespon kejadian luar biasa. Spesialis bidang teknologi informasi menggunakan teknologi informasi, dan melakukan analisis data, penyimpanan data dan penyebaran data. Ilmuwan social menyelami dinamika budaya dan kelompok yang memengaruhi risiko, penularan atau pencegahan. Dan perlu dilibatkan juga beberapa pakar lainnya untuk memperkuat tim One Health.

 

Kementerian/lembaga dan Pemerintah Daerah melakukan upaya kolaboratif dengan melibatkan para pakar tersebut di atas bekerjasama secara lokal, nasional, dan global untuk mencapai Indonesia bebas Rabies tahun 2030.

 

Kesimpulan

 

Upaya pengendalian dan pemberantasan rabies melalui pendekatan One Health diperlukan agar dapat dilakukan kolaborasi antara sektor kesehatan manusia, hewan dan lingkungan sehingga dapat membebaskan rabies di setiap wilayah secara efisien.

Dalam rangka pengendalian Rabies di daerah KLB yang sedang berlangsung saat ini, Kemenko PMK, Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, dan Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/kota serta istansi terkait lainnya harus berkolaborasi dan berbagi peran nyata dalam pengendalian dan pemberantasan Rabies dengan menapaki perjalanan “Roadmap Eliminasi Rabies Nasional 2030”.

 

SUMBER:

Pudjiatmoko. Perlukah Pengendalian dan Pemberantasan Rabies dengan Pendekatan “One Health” ? Pangan News 23 November 2023.