Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Monday, 19 January 2009

Kajian Potensi Pasar Buah Tropis di Jepang

Dalam rangka pengamatan produk ekspor berpotensi dari Indonesia di Jepang, KJRI Osaka telah melakukan kajian potensi pasar produk buah tropis di Jepang bagian barat.

Metoda kajian dilakukan dengan cara menyebar 250 buah angket kepada responden dari kalangan pengusaha dan investor serta masyarakat Jepang bagian barat yang sering melakukan wisata ke luar negeri. Angket didistribusikan melalui beberapa Institusi Jepang yang terpercaya yaitu Osaka Chamber of Commerce and Industry (OCCI), Kobe Chamber of Commerce and Industry (KCCI), Japan External Trade Organization (JETRO), Kankeiren (Federasi Ekonomi Kansai) serta Asosiasi Persahabatan di Wilayah Jepang Barat.

Hasil kajian secara ringkas dapat diutarakan sebagai berikut:

1. Dari hasil kajian ini dapat diketahui bahwa sebagian besar responden telah terbiasa dan menggemari buah-buahan impor sehingga mereka dapat menyebutkan nama buah dan negara pengekspornya seperti Pisang, Mangga dan Nanas berasal dari Indonesia, Pilipina, Meksiko, Taiwan dan Ekuador, Apel dan Kiwi diimpor dari China, Kiwi dan anggur dimasukkan dari Australia serta Durian dan Manggis dikirim dari Thailand.

2. Produk buah-buahan yang paling banyak disukai masyarakat Jepang wilayah Barat adalah buah Mangga. Responden yang menyukai buah Mangga sebanyak 127 orang dari 250 responden, atau 50,8%. Urutan ke dua ditempati penggemar buah pisang sebanyak 34,4%, sedangkan yang ke tiga penggemar buah Nanas sebanyak 12,8%.

3. Kesukaan reponden terhadap cara penyajian buah-buahan tersebut, dari 176 responden terdapat 115 orang (65,3%) menyukai buah yang disajikan dalam bentuk segar tanpa diolah atau diproses. Responden yang menyukai buah olahan atau dipotong agar mudah dimakan sebanyak 23,3%, sedangkan yang menyukai buah kalengan sebanyak 6,3%.

4. Ketika ditanya tentang keinginannya mengimpor buah dari Indonesia, dari 123 responden terdapat 103 orang / perusahaan (83,7%) menyatakan keinginannya mengimpor buah-buahan dari Indonesia dengan alasan karena rasanya enak, harganya murah, bermutu baik, banyak jenisnya, jarak pengiriman dekat, tidak tumbuh di Jepang, aman bagi kesehatan, banyak manfaatnya, khas tropis dan unik.

5. Berhubungan dengan hambatan ekspor buah Indonesia ke Jepang dari 119 responden terdapat 22 orang (18%) mengkhawatirkan lalat buah dan biaya kirim, 21 orang (17,6%) khawaitir akan kandungan pestisida dan 13 orang (10,9%) khawatir buahnya tidak segar lagi.

6. Dari 250 responden, terdapat responden yang pernah mengkonsumsi buah-buahan Indonesia yaitu mangga sebanyak 66 orang (26,40%), pisang 16,4% dan manggis 14,40%.

Sumber : Laporan Kajian KJRI Osaka

Pasar Induk Produk Pertanian Jepang

1. Alur Distribusi Produk Pertanian


a. Produk pertanian dari petani dikumpulkan di Koperasi Petani atau dijual kepada Pembeli Perantara atau dikirim langsung ke Pasar Induk.
b. Koperasi dan Pembeli Perantara mengirim produk pertanian ke Pasar Induk. Produk impor asal luar negeri dikirim ke pasar Induk oleh Importir.
c. Di Pasar Induk, produk pertanian yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri dilelang kepada calon pembeli yang tercatat resmi (berotoritas). Pembeli berotoritas (penjual perantara) mengajukan penawaran tertinggi mengikuti sistem yang berlaku di Pasar Induk setempat.
d. Penjual perantara menjual komoditas pertanian kepada pedagang Eceran dan Supermarket.
e. Konsumen membeli komoditas pertanian ini dari pedagang pengecer atau supermarket.


2. Fungsi Pasar Induk produk Pertanian


a. Pasar induk sebagai tempat pengumpulan produk pertanian dari dalam maupun luar negeri.
b. Pasar Induk merupakan tempat untuk menentukan harga yang adil memalui lelang atau kesepakatan langsung antara penjual induk dan pembeli dalam partai besar.
c. Tempat pendistribusian produk pertanian yang efektif dan efisien, karena dengan system ini distribusi produk pertanian menjadi lebih cepat dan ekonomis.
d. Proses pembayaran lebih cepat karena terikat oleh peraturan perundangan.
e. Dapat dikelola informasi jumlah dan harga barang secara harian sehingga dapat memprediksi pasokan dan kebutuhan dalam jangka waktu tahunan.
f. Tempat menginspeksi keamanan pangan untuk menjamin kesehatan konsumen.


3. Fasilitas Pasar Induk Produk Pertanian


a. Sistem informasi jumlah dan harga komoditas.
b. Sistem dan peralatan pelelangan produk pertanian yang dilakukan secara elektronik.
c. Gudang penyimpanan, Cold Storage, alat angkut dalam pasar dan transportasi luar pasar.
d. Sistem monitoring keamanan pangan yang ketat, kwalitas produk pertanian diinspeksi secara rutin.
e. Kios-kios penjual perantara yang jumlahnya cukup banyak.


4. Peran Pemerintah dalam Pasar Produk Pertanian


a. Pemerintah Daerah membangun kontruksi fisik Pasar. Di Tokyo terdapat 11 Pasar Induk.
b. Pasar Induk dikelola oleh perusahaan pengelola Pasar Induk, yang membayar sewa kepada Pemerintah Daerah.
c. Pemerintah Daerah menetapkan regulasi yang berhubungan dengan Pasar Induk, penjual induk dan pembeli berotoritas serta keamanan konsumen.
d. Sesuai regulasi pengelola pasar induk menerima komisi yang nilainya tergantung komoditasnya, 9,5% untuk bunga, 8,5% untuk sayuran, 7,0% untuk buah-buahan, 5,5% untuk produk perikanan, 3,5% untuk daging.


5. Kasus Impor dalam Pasar Induk


a. Negara ekportir utama produk pertanian ke Jepang yang dilelang di Pasar Induk adalah China, Amerika Serikat, Korea, Taiwan, Thailand, New Zeland, Australia, Kanada, Philipina, Belanda.
b. Peluang untuk Indonesia adalah Mangga, Manggis, Pisang, Ubi jalar, Talas Satoimo, Edamame, Okura, Jahe dan Produk sayuran beku Terong dsb.
c. Agar dapat mudah masuk pasar induk, produsen Indonesia mesti sudah berhubungan dengan penjual induk di Jepang yang tercatat di pasar Induk. Memasuki pasar Induk melalui jalur mereka, kita tidak dapat masuk langsung karena pembeli dan penjual di Pasar Induk ini diberikan otoritas/sertifikat yang terikat regulasi.

Sunday, 18 January 2009

Manisan Jahe Kering Masuk Pasar Jepang

Jepang sudah mengimpor manisan jahe kering dari salah satu negara di Asia Tenggara. Pada tanggal 17 Januari 2009 manisan jahe tersebut tampak dijual di sebuah supermarket di Meguro Tokyo. Ketika diamati ketebalan jahe manisan ini sekitar 3 - 4 mm. Jahe kering ditaburi dengan gula pasir, rasanya cukup enak. Mirip manisan pala yang di jual di Bogor. Manisan ini dikemas oleh perusahaan di Jepang, pada plastik tertulis asal negara eksportirnya, tanggal kadaluarsa 11 Maret 2009, cara penyimpanan dan terdapat tanda bahwa kemasan dan kertas labelnya dapat didaur ulang. Dalam satu kemasan plastik yang beratnya 150 gram dipasang bandrol harga 298 yen. Jadi harga per kilogramnya sekitar 1987 yen atau sekitar 200.000 rupiah. Biar harganya lumayan mahal tapi cocok dikonsumsi ketika musim dingin seperti sekarang ini untuk penghangat tubuh.

Saturday, 17 January 2009

JFIR's Recommendation for Japan's Strategy for its Agriculture in the Globalized World

The Policy Council of the Japan Forum on International Relations (JFIR) has completed its one year long deliberation on its Policy Recommendation on the theme of “Japan’s Strategy for its Agriculture in the Globalized World”. Following its presentation of the recommendations, signed by the 99 members of the Council, to Prime Ministers Taro Aso, the Policy Council of JFIR held a Press Conference to announce its publication of the recommendations on January 2009 in Tokyo. The initial briefing was conducted in Japanese by Mr. Ito Kenichi President of JFIR and Prof. Honma Masayoshi Head of the Task Force for the Recommendations.

The 31st Policy recommendations of The Policy Council, The Japan Forum on International Relations.


I. Key Concepts to Change the Structure of Japan’s Agriculture

1. Regard Japanese Agriculture as Growing Industry and Make it Target the world markets.
2. Establish 21st-Century Food Production Base Area to Ensure a Stable Food Supply.
3. Integrate Plans for Farmland Use within Plans for the Effective Use of the Total National Land Base.
4. Use Agriculture to Revitalize Local Economies.
5. Abolish Policies that Reduce Rice Acreage.
6. Implement Food Security Policy from Two Perspectives: a Stable, Daily Supply of Food, and a Possible Severe Food Shortage due to Emergency Conditions in Japan.
7. Open Japan’s Agriculture to the World.

II. Mid- to Long-Term Measures

8. Assemble 1.5 Million hectares of Land into 10,000 Core Farms in Food Production Base Areas Measuring about 100 hectares each.
9. Designate the Food Production Base Areas as Special Economic Zones for Deregulated Farming.
10. Establish Financing Policies to Encourage Production, and Forgive the Loans of Highly Effective Farm Managers.
11. Introduce Land Use Planning that Emphasizes Optimal Use of Farm Land and the Surrounding Environment.
12. Compile Road Maps Showing a move toward Eliminating Rice Production Quotas and Increasing Annual Rice Production to 12 million tons.
13. Establish with in the Prime Minister’s Office a Pan-Ministerial Organization Responsible for the Economic Security of the Japanese People.
14. Use Japan’s Agricultural Technologies to Help Eliminate Food Problems in the World.

III. Key Measures for Urgent Needs

15. Assemble Large Blocks of Farmland Rapidly, by Helping Farmers Transfer Ownership of Their Land by Retiring Early.
16. Develop Agriculture-Commerce-Industry Partnerships to Create New Employment Opportunities in Farming Villages.
17. Establish Tax- and Donation-based Mechanisms to support the Employment of Retirees and the Establishment of Multifunctional farming.
18. Assist in the Training of Professionals, Especially Young Professionals, Who Will Promote Agricultural Exports.
19. Establish a Market for Transfer of Production Quotas, as an Essential Step toward Eliminating Rice Acreage Reduction Measures.
20. Accept 50,000 Foreign Farmlands under a Government-regulated Program.
21. Show Leadership in Guiding WTO Agricultural Negotiation to a successful Conclusion.