I.
GAMBARAN
UMUM
A.
LATAR BELAKANG
Pada
tahun 2018 Asian Games XVIII telah
diselenggarakan di Indonesia.
Pertandingan ASEAN Games terdiri dari berbagai macam cabang olah raga,
termasuk cabang lomba ketangkasan berkuda (Equestrian)
yang telah diselenggarakan bertempat di Jakarta International Equestrian Park Pulomas (JIEPP). Indonesia telah
membuat sistem EDFZ seperti halnya negara-negara lain yang pernah
menyelenggarakan ASEAN Games. Indonesia sebagai negara penyelenggara telah
membuat sistem Equine Disease Free Zone
(EDFZ).
Untuk
menjaga keberlangsungan kesehatan kuda-kuda yang bertanding di EDFZ maka
dipersyaratkan bahwa kuda-kuda
yang berasal
dari luar negeri ketika masuk ke wilayah NKRI harus bebas dari 16 penyakit hewan menular strategis
sesuai pedoman
OIE. Enambelas
penyakit yang dimaksud adalah
sebagi berikut: (1) African Horse
Sickness/AHS; (2) Contagious
Equine Metritis; (3) Dourine; (4) Equine
Encephhalomyelitis; (5) Equine
Infectious Anemia (EIA) ; (6) Equine
Influenza; (7) Equine
Piroplasmosis; (8) Equine
Herpesvirus (Equine Rhinopneumonitis); (9) Equine
Arteritis Virus; (10) Glanders; (11) Venezuelan
Equine Encephalomyelitis; (12) Strangles; (13) Japanese Encephalitis;
(14) Surra; (15) West Nile Fever;
(16) Vesicular
Stomatitis.
Strangles merupakan salah satu
penyakit yang dipersyaratkan pada daftar penyakit tersebut di atas. Tulisan ini dibuat untuk menjadi bahan Komunikasi, Informasi dan
Edukasi (KIE) kepada
para pemangku kepentingan dalam menjaga kesehatan kuda untuk mencegah tertular penyakit
Strangles.
Strangles adalah infeksi saluran pernapasan atas yang mudah menular (kontagius akut) pada kuda yang ditunjukan
adanya inflamasi mukopurulen pada hidung dan mukus membran pharyngeal, disertai
dengan abses dari daerah limpoglandula yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus equi (S. equi). Penyakit ini bisa menyebar ke bagian tubuh lain.
B. ETIOLOGI
Strangles disebabkan oleh bakteri Streptococcus equi (S. equi). Jika kejadian
berlangsung dalam waktu lama maka dapat diperoleh biakan murni yang berasal
dari eksudat hidung atau nanah lesi.
Bakteri bersifat Gram positif coccus. Streptococcus equi lebih resisten
pada keadaan panas dibanding spesies lain dari grup Streptococcus, namun dapat mati dengan perebusan hingga suhu 70 oC
selama 10 menit.
Bakteri dalam eksudat purulen juga resisten terhadap
desinfektan dan pengeringan, sehingga bakteri ini digolongkan dalam
Lancefield’s grup C.
C. EPIDEMIOLOGI
- Spesies
Rentan
Spesies rentan
terhadap penyakit Strangles pada umumnya adalah bangsa kuda (equidae)
- Pengaruh
Lingkungan
Umumnya terjadi
pada perubahan musim panas ke musim hujan, demikian pula sebaliknya dari musim
hujan ke musim panas.
- Sifat
Penyakit
Angka morboditas
mendekati 100% pada daerah terserang, sedangkan mortalitas relatif kecil, yaitu
kurang dari 2%.
- Cara
Penularan
Penularan terjadi
pada sumber infeksi, yaitu cairan hidung (discharge) dari hewan yang
terinfeksi, yang mencemari pakan, tempat minum dan lapangan penggembalaan.
- Faktor
Predisposisi
Kuda dari segala
umur dapatterinfeksi penyakit ini, namun kuda yang masih muda dan yang sudah
tua lebih rentan. Kuda muda lebih mudah
terserang karena diduga sistem kekebalan tubuh belum sempurna, dan akibat belum
pernah terpapar penyakit ini sebelumnya.
Pada kuda tua umumnya sistem kekebalan tubuh melemah, sehingga mudah
terserangnya penyakit.
- Distribusi
Penyakit
Penyakit
Strangles terjadi hampir di seluruh dunia, terutama di negara dengan populasi
kuda tinggi. Pada beberapa negara
penyakit ini menjadi sangat penting terutama yang memiliki kuda untuk angkatan
perang, peternakan kuda, kuda lomba, kuda polo dan sekolah mengendarai kuda. Di Indonesia penyakit ini sering juga terjadi
terutama pada daerah dengan populasi kuda tinggi, seperti Sumatera Barat dan
Sulawesi Selatan.
D. PENGENALAN PENYAKIT
1.
Gejala
klinis
Setelah melewati
masa inkubasi 4-8 hari, penyakit berkembang dengan cepat disertai demam (39,5°C - 40,5 °C selama 2-3 hari), diikuti oleh satu atau
lebih dari gejala berikut: anorexia, depresi, keluarnya cairan hidung serous yang
dengan cepat berubah menjadi copius dan purulen, gejala pharingitis dan
laryngitis, kuda sering mengalami regurgitasi melalui lubang hidung, serta
terdengar batuk lembab, kesakitan dan sangat mudah terangsang. Pembesaran kelenjar getah
bening di bawah rahang dan / atau di bagian
tenggorokan. Kuda menunduk untuk mengurangi rasa
sakit pada tenggorokan.
Kasus Strangles dapat berkembang hingga
timbul gejala-gejala kolik, demam, dan / atau
penurunan berat badan dengan atau tanpa riwayat penyakit Strangles sebelumnya atau adanya paparan bakteri. Kuda dengan purpura hemorrhagica dapat mengalami
edema kepala, dan / atau kaki; dan pembuluh darah yang pecah atau memar pada
selaput lendir mulut, mata dan hidung. Tanda-tanda tambahan dapat meliputi demam, depresi berat, dan
otot kejang.
Tingkat keparahan gejala klinis dalam
kasus purpura hemorrhagica berkisar
dari ringan hingga yang dapat menimbulkan kematian.
2. Pathologi
Pada kasus yang
fatal, secara patologi ditemukan pernanahan yang meluas pada organ dalam,
terutama hati, linpa, paru, pleura, pembuluh darah vena besar dan peritoneum. Selain itu juga ditemukan abses pada
limfoglandula mesenterika.
- Diagnosa
Strangles
ditandai dengan infeksi sakuran pernapasan bagian atas yang disertai cairan
hidung purulen, dan pembengkakan limfoglandula daerah tenggorokan.
Sampel yang diperoleh dari cairan discharge atau cairan yang keluar dari
mukosa hidung, abses
limfoglandula
submaxilaris dan pharyangealis,
bilasan tenggorokan atau bilasan kantong guttural bisa digunakan untuk diagnosis dengan kultur bakteri dalam waktu 48 jam. Kantong guttural
adalah divertikula besar dari saluran eustachius yang
menghubungkan faring dengan telinga tengah.
Polymerase
chain reaction
(PCR) untuk identifikasi
DNA bakteri S. equi bisa digunakan untuk diagnosis pada hari yang sama.
Kuda tidak mengeluarkan bakteri hingga 72 jam
sejak timbulnya demam, sehingga diagnosis pasti sering tidak dapat ditentukan
pada periode awal stelah infeksi.
Peningkatan jumlah sel
darah putih, dikombinasikan dengan anemia (jumlah sel darah merah rendah) dan
protein tinggi (penanda inflamasi) bisa
menunjukkan penyakit bakteri sebelum terjadi pengeluaran bakteri (bacterial sedding)
tetapi tidak
spesifik untuk Strangles.
- Diagnosa Banding
Pada tahap dini
Strangles dapat dikacaukan dengan beberapa penyakit berikut :
a.
Equine Viral Rhinopneumosilis
b.
Equine Viral Arthritis
c.
Equine Influenza
d.
Infeksi Stretococcus zooepidemicus
Namun pada semua
penyakit yang disebutkan di atas tidak disertai pembesaran limfoglandula.
- Pengambilan dan Pengiriman Spesimen
Bahan pemeriksaan
adalah cairan discharge atau cairan yang keluar dari mikosa hidung, atau abses
limfoglandula submaxilaris dan pharyangealis.
Dikirim ke laboratorium dalam keadaan segar untuk isolasi dan
identifikasi bakteri atau dari nekropsi hewan mati.
E. PENGENDALIAN PENYAKIT
1. Pengobatan
Pada abses yang
baru, dapat dilskukan pengompresan, sednagkan pada abses yang lama (tukak)
dilakukan drainase. Pengobatan dilakukan
dengan penisilin, sulfametazine, trimethroprim, dan sulfadiazine. Dosis penisilin adalah 2.500 – 10.000 IU/kg
bobot badan selama 4-5 hari.
Tujuan pengobatan adalah
untuk mengendalikan
penyebaran penyakit dan menghilangkan infeksi serta memberikan kekebalan tubuh terhadap penyakit. Kasus
yang komleks
membutuhkan perawatan suportif (seperti makanan lunak, tempat tinggal yang baik, penghangatan dan anti-inflamasi) dan drainase abses. Kuda yang sakit mungkin diperlukan
pemberian
antibiotik
seperti penisilin tergantung
pada derajat dan lamanya demam dan beratnya gejala. Kuda yang sakit parah biasanya membutuhkan pemberian
antibiotik selama rata-rata
2 bulan. Kuda dengan purpura hemorrhagica
biasanya selain diberikan antibiotik
juga
perlu diberikan kortikosteroid untuk menurunkan reaksi hipersensitif.
Limfoglandula yang membesar
kadang-kadang menyumbat jalan napas, sehingga membutuhkan trakeostomi darurat.
Ketika limfoglandula
mengalir ke kantong guttural, pembilasan berulang dapat dilakukan
melalui endoskopi atau kateter. Pengangkatan dengan peralatan endoskopi atau
pembedahan dapat dilakukan untuk menghilangkan
nanah yang telah kering.
Pengobatan lokal kantong guttural
dengan campuran antibiotik penisilin - gelatin dapat dilakukan setelah pengangkatan bahan di
dalam kantong guttural.
2. Pencegahan
Disarankan
vaksinasi jika ada sejumlah kuda yang terinfeksi. Vaksinasi dilakukan berulang 2-3 kali, dengan
meningkatkan dosis selang waktu 10-14 hari.
Diharapkan pada vaksinasi ke 3 telah diperoleh perlindungan yang
memadai, kemudian diulang setiap 12 bulan.
3. Pengendalian dan Pemberantasan
Kuda penderita
diasingkan segera, kemudian diberikan desinfektan terhadap alat, kandang, dan
barang lain yang mungkin tercemar.
BIOSEKURITI UNTUK MENCEGAH PENULARAN PENYAKIT
• Mengisoasi kuda baru selama tiga minggu
sebelum dimasukkan
ke kompartemen kuda.
• Mengisolasi kuda yang demam dengan gejala
Strangles.
• Memisahkan penggunaan paku atau peralatan antara kuda yang sakit dengan kuda sehat lainnya.
• Melakukan pemeriksaan suhu rektal dua kali
sehari terhadap semua
kuda dalam area tertular (wabah)
untuk mengidentifikasi kasus baru.
• Menghentikan masuk dan
keluarnya kuda
ke dan dari peternakan saat terjadi kasus Strangles.
• Melakukan desinfeksi ember tempat air setiap hari.
• Menjaga kebersihan dan sanitasi
dengan ketat
di tempat kuda berada untuk mengurangi penyebaran
penyakit.
Idealnya, tiga sampel bilasan tenggorokan diperoleh dari
kuda yang sembuh
dan setiap kuda yang bersentuhan dengan kuda yang sakit dengan interval sekitar seminggu dan kemudian diuji terhadap S. equi dengan PCR dan kultur bakteri. Teridentifikasinya bakteri S. equi pada kuda yang sudah sembuh
kembali secara
klinis berarti kantung guttural telah
mempertahankan infeksi. Ddilakukan pemeriksaan dengan menggunakan endoskopi kantong guttural terlihat nanah atau keropeng kering (chondroids) yang mengandung bakteri.
Sejumlah kecil kuda akan kembali sehat dari Strangles
tetapi terus mengeluarkan bakteri
dari kantong guttural, hal ini bisa menyebabkan wabah di peternakan terulang kembali. Deteksi "pembawa bakteri" ini (bakteri S. equi di kantong guttural) melalui endoskopi dan PCR dan dilanjutkan
dengan pengobatan
sangat penting untuk mencegah terjangkitnya kembali penyakit ini di peternakan.
Perlu tidaknya vaksinasi harus diskusikan dengan dokter
hewan dan ditetapkan dengan
rekomendasi
dokter hewan. Vaksinasi tidak memberikan kekebalan 100% terhadap infeksi S. equi. Vaksinasi tidak dianjurkan
selama atau dalam dua tahun dari wabah Strangles
karena bisa meningkatkan risiko purpura hemorrhagica.
PROGNOSA
Kasus infeksi saluran pernapasan atas
klasik memiliki prognosis baik sampai dengan sangat
baik dengan perawatan suportif yang tepat. Kasus Strangles dan purpura hemorrhagica memiliki prognosis yang sedang hingga baik
dengan pemberian antibiotik dan terapi antibiotik - kortikosteroid.
II.
PEMBAHASAN
1. ASPEK
PATOGENESIS YANG PENTING DALAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT
• Shedding
bakteri biasanya belum dimulai sampai satu atau dua hari setelah timbulnya
demam, sehingga memungkinkan untuk mengisolasi kasus baru sebelum dapat
menularkan infeksi.
• Shedding
bakteri melalui hidung berlangsung selama 2-3 minggu pada sebagian besar hewan.
Kuda dapat menular selama setidaknya 6 minggu setelah kotoran purulennya
mengering. Infeksi kantong guttural yang persisten dapat menyebabkan penumpahan
intermiten selama bertahun-tahun.
• Data-data lapangan dan penelitian telah mendukung kesimpulan bahwa
tingkat keparahan penyakit berkorelasi dengan dosis dan frekuensi infeksi.
2. ASPEK PENULARAN
Kuda dengan kasus strangles dan telah sehat kembali
(pulih)
merupakan sumber infeksi S. equi baru
untuk kuda rentan yang ditularkan melalui
pelepasan purulen dari limfoglandula, hidung, dan mata. Penularan infeksi S. equi terjadi ketika terdapat
pemindahan
langsung atau tidak langsung dari tempat pembuangan
purulen ini antara kuda yang terkena kepada kuda rentan. Penularan langsung melalui kontak kuda ke kuda,
yang terjadi melalui perilaku sosial kuda normal yang biasa dilakukan pada kontak kepala-ke-kepala dan
hidung-ke-hidung. Penularan tidak langsung terjadi dengan adanya kontaminasi kandang, sumber air,
peralatan makan atau makanan, paku, dan peralatan lainnya seperti pakaian dan
peralatan penanganan
kuda dan dokter hewan serta melalui spesies hewan lainnya.
Sekarang telah diketahui bahwa penularan yang
berasal dari hewan sehat dari luar mungkin lebih penting daripada penularan
purulen dari kuda yang sakit untuk
memulai terjangkitnya wabah
baru atau kambuhnya
ternak yang sebelumnya terkena. Hal ini
karena sumber infeksi tidak jelas.
Beberapa kuda yang dalam masa inkubasi penyakit ini secara fisik tampak sehat dan berpotensi
menularkan penyakit. Dengan
berkembangnya penyakit kemudian akan
memperlihatkan gejala klinis Strangles.
Diasumsikan bahwa sekresi hidung merupakan
sumber infeksi pada hewan ini. Yang juga penting adalah kuda yang kembali
sehat organismenya akan terus terlindungi meskipun telah pulih gejala klinisnya. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan bahwa semua kuda yang
sudah sehat kembali mungkin berpotensi menularkan penyakit selama setidaknya 6 minggu
setelah melepaskan purulen kering.
Pada kuda yang sudah sehat dari luar dan kuda carrier kemungkinan bisa terjadi pelepasan S. equi secara berkala untuk periode
yang lama setelah sembuh kembali dan tanpa komplikasi. Kuda-kuda ini umumnya disebut
subklinis S. equi carrier jangka panjang, dan ada
bukti kuat bahwa kuda-kuda ini dapat menjadi sumber penyakit baru atau berulang
pada kelompok kuda yang dikelola dengan baik.(8, 17) Tindakan
pengendalian Strangales yang efektif memerlukan
deteksi dini,
pemisahan hewan,
dan perawatan hewan carrier (18,
19, 20)
Sekuensing genom lebih dari
200 isolat S. equi telah memberikan
gambaran global tentang keragaman genetiknya.(21, 22) Ketahanannya dalam kantung guttural
telah terbukti mendorong terjadi diversifikasi
genomnya (S1).(21, 23)
Epidemiologi yang kompleks
Dalam kebanyakan kasus, isolat wabah
sangat klonal, konsisten dengan pengenalan dan penularan lanjutan dari satu
sumber.(21,
23) Namun,
dalam beberapa kasus, baik hewan pembawa strangles aktif maupun persisten bisa diidentifikasi dari kuda
yang ditempatkan di kandang yang sama selama wabah. Bukti untuk ketahanan S. equi yang mengarah ke kasus klinis
baru diamati setelah analisis genom dari isolat setelah pulih kembali dari berbagai wabah besar.(21)
Ketahanan
S. Equi di lingkungan alam
S. equi tetap dapat hidup dalam
air selama 4-6 minggu tetapi tidak dalam tinja atau tanah. Meskipun literatur yang lampau mengklaim kelangsungan
hidup yang diperpanjang dalam pengaturan laboratorium, 24 studi terbaru menggunakan
skenario dunia nyata menunjukkan kematian cepat (1-3 hari) dari bakteri pada kandang dan tanah. (25)
S. equi sensitif terhadap bakteriosin
dari bakteri lingkungan dan tidak tahan hidup di lingkungan flora tanah lainnya.
3. ASPEK DIAGNOSA
Uji
Lab terhadap Darah
Uji lab terhadap darah dapat bervariasi. Leukositosis
ditandai dengan neutrofilia dapat
ditemukan pada hitung darah lengkap. Hiperfibrinogenemia
dapat menunjukkan infeksi S. equi
ketika memeriksa indeks kasus. Perlu dilakukan pengujian tambahan yang spesifik
terhadap S. equi. (26 27)
Sampling
Sensitivitas dan spesifisitas
pengujian tergantung pada tahap infeksi, lokasi anatomi dari mana sampel
diambil, teknik pengambilan sampel, dan pengujian yang digunakan. (28 –
32) Pengambilan sampel
dari kelenjar getah bening yang membesar atau abses merupakan sampel yang tepat untuk konfirmasi infeksi S. equi; meskipun apusan nasofaring yang
dibasahi, serta pencucian kantong nasofaring dan guttural juga dapat
digunakan. S. equi dengan cepat menyerang kelenjar getah bening kuda yang
terinfeksi dan sering tidak diisolasi dari usap hidung atau sapuan yang diambil
selama tahap awal penyakit. Oleh karena itu, kultur nasal negatif atau tes PCR
tidak menunjukkan tidak adanya infeksi S.
equi — terutama jika tanda-tanda klinis menunjukkan sebaliknya.
4. ASPEK PENCEGAHAN
Karantina dan
Seleksi
Membatasi paparan terhadap bakteri masih merupakan metode
terbaik untuk mencegah infeksi S. equi.
Langkah-langkah biosekuriti harus mencakup: karantina dan seleksi semua kuda pendatang baru, desinfeksi
yang tepat dan pembersihan peralatan yang berpotensi menularkan, dan pelatihan para perawat kuda tentang kebersihan.
Karantina yang tepat dapat menjadi
tantangan di peternakan di mana sering terjadi lalu-lintas kuda selama musim kawin, balap, atau
pertunjukan. Kuda pendatang
baru harus diisolasi setidaknya selama 3 minggu. Skrining tambahan untuk yang subklinis dengan endoskopi
kantong guttural, kultur bakteri, dan pengujian PCR harus
menjadi bagian dari program skrining. Jika hewan diketahui tidak divaksinasi
dan tinggal di negara di mana ada akses ke uji serologi SEQ_2190 dan SeM gabungan,
skrining dapat dilaksanakan seperti yang dijelaskan sebelumnya pada bagian
"Serologi".(42)
Pengendalian
Wabah
Pada awal dugaan wabah, sejarah
terperinci harus dikumpulkan dari pemilik kuda, manajer peternakan kuda, dan perawat kuda. Pertanyaan yang berkaitan
dengan riwayat perjalanan, praktik manajemen, dan riwayat vaksin adalah
penting. Fasilitas harus dievaluasi dengan pemilik atau manajer untuk
mendiskusikan dan mengembangkan rencana yang logis dan praktis. Tujuannya harus
mencakup identifikasi dan pemisahan kuda yang terinfeksi untuk mencegah
penyebaran infeksi lebih lanjut, termasuk mengidentifikasi pembawa S. equi subklinis dan kepatuhan terhadap
undang-undang setempat tentang pelaporan dan pembatasan lalu-lintas kuda.
Pada saat
ini belum ada
konsensus tentang penggunaan vaksin untuk mencegah S. equi. Hal ini
karena
keterbatasan pada geografis, pengalaman yang
bervariasi, kurangnya efikasi
yang telah dibuktikan saat ini, dan kemampuan
DIVA (Perbedaan antara hewan yang terinfeksi dari Hewan yang divaksinasi)
dengan menggunakan uji
diagnostik terbaru.
VAKSINASI
Vaksin
Antigen Protein-M
Pada saat ini vaksin dari ekstrak
antigen protein-M yang dimurnikan telah tersedia di Amerika Serikat, 5
StrepvaxII, yang bisa menimbulkan respons antibodi pada serum 7-10 hari kemudian. (15)
Kuda dalam uji coba perlu diberikan 3 dosis vaksin dengan interval 3 minggu.
Vaksinasi ulang dilakukan setahun sekali. Booster
tambahan pada usia 6 bulan direkomendasikan untuk anak kuda ketika pemberian
vaksinasi dimulai pada usia kurang dari 3 bulan. Kuda betina yang hamil dapat
divaksinasi sebulan sebelum tanggal kelahiran
anaknya. Meskipun mempunyai potensi menimbulkan antibodi terhadap Se-M, namun
efikasi vaksin protein-M dalam studi lapangan tampaknya belum sukses.
Dilaporkan beberapa minggu setelah booster
terakhir terdapat penurunan
tingkat gejala klinis hanya sebesar 50%.
(43) Pada kuda yang divaksin timbul reaksi yang merugikan yaitu rasa sakit dan abses di tempat suntikan
dan kadang-kadang menimbulkan kasus purpura
hemorrhagica.
Vaksin Hidup
yang Dilemahkan
Vaksin intranasal hidup yang
dilemahkan, (6) Pinnacle IN, harus diberikan hanya pada hewan yang tidak
demam, hewan harus sehat. Vaksin ini diberikan 2 kali
pada interval 2-3 minggu. Dianjurkan dilakukan vaksinasi ulang setiap
tahun. Cara aplikasi intranasal harus
sedemikian rupa sehingga jumlah vaksin yang cukup bisa mencapai tonsil faring dan lingual.
Masalah keamanan termasuk virulensi
residual dengan pembentukan abses mandibula dan kadang-kadang kasus vaskulitis yang
dimediasi imun (purpura). Karena vaksin mengandung S. equi hidup, kontaminasi yang tidak
disengaja pada tempat injeksi akan mengakibatkan pembentukan abses di
lokasi-lokasi tersebut. Karena alasan itu, idealnya
tidak ada vaksinasi lain yang diberikan bersamaan. Tidak ada data yang tersedia
tentang efek pemberian vaksin intranasal secara bersamaan. Vaksinasi dengan
vaksin live intranasal yang dimodifikasi tidak direkomendasikan pada anak kuda
yang berumur kurang dari 1 tahun karena risiko penyakit klinis yang signifikan
(demam dan pembesaran kelenjar getah bening) dan peningkatan pelepasan strain
vaksin. (44) Penghapusan genetik telah memberikan cara yang andal
dari mengidentifikasi vaksin dari jenis liar yang menggunakan karakteristik
koloni dan PCR. (46),
(47) Vaksin hidup tidak boleh digunakan selama wabah kecuali pada
kuda yang tidak diketahui kontak dengan hewan yang terinfeksi atau terpapar.
Tidak ada data yang dipublikasikan untuk menunjukkan bahwa vaksinasi dalam
menghadapi paparan merusak, tetapi ada risiko penularan S. equi yang ganas dan
liar ke kuda lain saat mereka divaksinasi. Kuda yang telah menerima vaksin
intranasal dapat dites positif menggunakan PCR hingga 6 minggu.
Deteksi
Karier yang terinfeksi dengan S. equi
Secara keseluruhan rata-rata 10% kuda
dalam wabah strangles mengalami kegagalan nyata dari mekanisme drainase
nasofaring mengakibatkan empiema GP persisten. (17, 18) Laporan
studi baru-baru ini dari 108 kasus strangles diketahui bahwa 25 dari 62 (40%)
kasus ≥ 40 hari setelah diagnosis awal positif dengan kultur atau uji PCR
sampel nasofaring. Durasi rata-rata yang positif adalah 60 hari (kisaran 40-75
hari).(27) Patologi nasofaring yang terkait dengan S. equi dapat bertahan secara subklinis
selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.(8, 9, 17) Deteksi
empyema kantong nasofaring dengan atau tanpa chondroid setelah strangle paling
baik dicapai dengan penilaian visual langsung dari kedua kantongnya menggunakan
endoskopi.
Uji kultur dan PCR sampel gabungan yang dikumpulkan melalui
kateter steril yang melewati saluran biopsi endoskopi direkomendasikan untuk
memperkuat pemeriksaan visual karena infeksi dapat terjadi tanpa memperlihatkan
perubahan patologi. Diagnosis empyema nasofaring dengan atau tanpa chondroid
juga dapat dilakukan dengan radiografi daerah nasofaring, meskipun perubahan
mungkin tidak terlihat dalam semua kasus.
Identifikasi, pengobatan, dan menyingkirkan
karier S. equi telah terbukti efektif
dalam memberantas infeksi dalam suatu peternakan. (18, 20) S. equi telah bisa dikultur dari sampel
percutaneous langsung dari nasofaring meskipun ini tidak dianjurkan karena
tingginya risiko cedera pada struktur anatomi yang penting di bagian tersebut.
Treatment
Hewan Karier
yang terinfeksi S. equi
Metode treatment empyema kantong nasofaring tergantung pada konsistensi
dan volume bahan dalam kantong. Lavage berulang dari kantong berisi nanah
melalui kateter yang kaku atau berdiam di dalam menggunakan saline isotonik
atau cairan polyionic yang disertai dengan penurunan kepala selanjutnya untuk
memungkinkan drainase atau penggunaan pompa hisap yang melekat pada endoskop,
membantu menghilangkan nanah. Bantu sedasi dalam pelaksanaan endoskopi dan
memfasilitasi drainase bahan siram dari kantong selokan dengan menurunkan
kepala kuda.
Pemberian
benzilpenisilin sistemik topikal dan dalam jangka aktu yang cukup (10 hari) tampaknya bisa meningkatkan tingkat
keberhasilan pengobatan. Verheyen et al (20) telah melaporkan metode pemberian
campuran gelatin / penisilin.
Biosekuriti
Perhatian khusus yang harus dilakukan dengan langkah-langkah
biosekuriti selama wabah Strangle
dalam
rangka
mencegah penularan S. equi secara tidak
langsung dari kuda tertular (termasuk karier subklinis) ke hewan yang rentan.
Personil dan peralatan khusus harus cukup tersedia.
Kotoran dan sisa pakan dari hewan tertular harus dikomposkan di lokasi yang
terisolasi.
Penting untuk mendisinfeksi secara baik pada semua fasilitas dan
peralatan yang berpotensi terkontaminasi. Permukaan harus dibersihkan dengan
deterjen terlebih dahulu untuk
menghilangkan bahan organik, dibilas dan kemudian direndam dalam cairan
desinfektan yang sesuai yang digunakan sesuai dengan pedoman pabrik dan
dibiarkan kering. Penggunaan sistem tekanan tinggi bisa menimbulkan risiko
aerosolisasi bakteri. (55)
Permukaan kayu pada kandang membutuhkan waktu
pengeringan yang cukup sebelum dilakukan
pengecatan. Penggantian dengan bahan
baru pada kandang merupakan
alternatif yang paling tepat. Meskipun tidak ada bukti untuk kelangsungan hidup
S. equi yang berkelanjutan di padang
rumput, akan tetapi
peralatan yang
digunakan untuk menampung hewan tertular harus diistirahatkan selama beberapa minggu
setelah hewan dipindahkan untuk memungkinkan denaturasi S. equi melalui efek pengeringan dan sinar matahari langsung.
Paparan sinar matahari langsung telah terbukti bermanfaat, karena S. equi terbukti bertahan kurang dari 24
jam pada permukaan kayu, karet, dan logam ketika berada di bawah sinar matahari
langsung.(25)
Kipas angin (Van) kandang kuda harus dibersihkan dan
didesinfeksi setelah setiap kali digunakan. Kandang harus dibuka setelah
pembersihan / desinfeksi untuk memungkinkan waktu kontak yang cukup dengan
desinfektan dan idealnya melalui pengeringan permukaan secara menyeluruh.
Streptococcus
spp.,
termasuk S. equi, relatif rentan
terhadap desinfeksi. Beberapa produk yang biasa digunakan antara lain
hipoklorit (terutama pemutih rumah tangga), senyawa amonium kuaterner, (9)
senyawa fenolik, (10) kalium peroksimonosulfat, (11) dan
hidrogen peroksida. (12) Senyawa klorin dan amonium kuaterner tidak
aktif dengan adanya bahan organik, oleh karena itu sangat penting untuk
membersihkan permukaan secara menyeluruh terlebih dahulu. Pemutih encer dan
rendaman kaki yang terkontaminasi oleh puing organik dengan cepat menjadi tidak
aktif. (56)
Risiko
Zoonosis
Kasus infeksi S. equi pada manusia yang lemah telah dilaporkan, tetapi jarang
terjadi karena S. equi sangat mudah
diadaptasikan. (57,
58, 59, 60) Petugas kandang hewan, perawat hewan, praktisi veteriner,
patolog, dan petugas pos mortem harus berhati-hati untuk menghindari
kontaminasi dari kuda tertular, terutama untuk menghindari kontaminasi melalui
pernafasan dan oral dari bahan yang mengandung nanah.
III.
REKOMENDASI
1.Pengaturan
pengendalian dan penanggulangan penyakit yang disebabkan Streptococcus equi pada kuda harus mengacu pada perkembangan sains
dan pendapat para pakar yang telah dipublikasikan yang meliputi tanda-tanda
klinis, patogenesis, epidemiologi, pengobatan, komplikasi, dan pengendalian
terhadap Strangle.
2.Pengaturan
pengendalian dan penanggulangan penyakit yang disebabkan Streptococcus equi pada kuda harus: (a) mengacu pada teknologi pembuatan
vaksin terbaru, (b) pentingnya vaksinasi dalam program pengendalian dan
pencegahan penyakit, (c) dianjurkan untuk memfasilitasi pemberantasan hewan
terinfeksi di daerah endemik sambil tetap menjaga kekebalan kelompok ternak
dengan aman.
3.Perlu
menekankan peningkatan pengetahuan terkait pada: (a) cara memperoleh kekebalan
dan (b) penanganan
karier Strangle
dalam penularan penyakit.
4.Perlu
mempertimbangkan "Gold Standard"
untuk mendeteksi adanya infeksi dengan menggunakan teknologi terbaru dalam diagnosis
secara serologis dan uji deteksi antigen seperti PCR serta penerapannya dalam
pengendalian dan pencegahan wabah.
5. Perlu
ditegakan pentingnya penggunaan antibiotik secara bijaksana pada kuda yang
terkena strangles.
6.Perbedaan
antara respon imun terhadap paparan primer dan berulang dari hewan yang
terinfeksi subklinis dan respon yang diinduksi oleh vaksinasi juga perlu
dikembangkan.
IV. DAFTAR
PUSATAKA
1. Pusterla N, Kass PH, Mapes S,
et al. Surveillance programme for important
equine infectious respiratory pathogens in the USA. Vet Rec 2011;169:12 [
2. Waller AS. New perspectives for the diagnosis, control, treatment, and
prevention of strangles in horses. Vet Clin North Am Equine Pract 2014;30:591–607.
3. Judy CE, Chaffin MK, Cohen
ND. Empyema of the guttural pouch (auditory
tube diverticulum) in horses: 91 cases (1977–1997). J Am Vet Med Assoc 1999;215:1666–1670.
4. Timoney JF, Kumar P. Early pathogenesis of equine Streptococcus equi infection (strangles). Equine Vet J 2008;40:637–642.
5. Mukhtar MM, Timoney JF. Chemotactic response of equine polymorphonuclear leucocytes
to Streptococcus
equi . Res Vet Sci 1988;45:225–229.
6. Timoney JF, Suther P, Velineni
S, Artiushin C. The antiphagocytic activity
of SeM of Streptococcus
equirequires capsule. J Equine Sci 2014;25:53–56.
7. Chanter N, Newton JR, Wood JLN, et al. Detection of strangles carriers. Vet Rec 1998;142:496
8. Newton JR, Wood JLN, Dunn KA,
et al. Naturally occurring persistent and
asymptomatic infection of the guttural pouches of horses with Streptococcus equi . Vet Rec 1997;140:84–90.
9. Newton JR, Wood JLN, Chanter
N. Strangles: Long term carriage of Streptococcus equi in horses. Equine Vet Educ 1997;9:98–102.
10. Galán JE, Timoney JF. Mucosal nasopharyngeal immune response of the horse to protein
antigens of Streptococcus
equi . Infect Immun 1985;47:623–628.
11. Todd TG. Strangles. J Comp Path Therap 1910;23:212–229.
12. Hamlen HJ, Timoney JF, Bell
RJ. Epidemiologic and immunologic
characteristics of Streptococcus
equi infection in foals. J Am Vet Med Assoc 1994;204:768–775.
13. Timoney JF, Qin A, Muthupalani
S, et al. Vaccine potential of novel surface
exposed and secreted proteins of Streptococcus equi . Vaccine 2007;25:5583–5590.
14. Sheoran AS, Sponseller BT,
Holmes MA, et al. Serum and mucosal antibody
isotype responses to M‐like protein (SeM)
of Streptococcus
equi in convalescent and vaccinated horses. Vet Immunol Immunopathol 1997;59:239–251.
15. Galán JE, Timoney JF. Molecular analysis of the M protein of Streptococcus equi and cloning and expression of the M protein gene in Escherichia coli . Infect Immun 1987;55:3181–3187.
16. Ladlow J, Scase T, Waller
A. Canine strangles case reveals a new host
susceptible to infection with Streptococcus equi . J Clin Microbiol 2006;44:2664–2665.
17. Newton JR, Wood JLN,
DeBrauwere MN, et al. Detection and treatment of asymptomatic carriers of Streptococcus equi following strangles outbreaks in the UK. Equine Infectious
Diseases VIII: Proceedings of the Eighth International Conference, Dubai, March
1998.
18. Newton JR, Verheyen K, Talbot
NC, et al. Control of strangles outbreaks by
isolation of guttural pouch carriers identified using PCR and culture of Streptococcus equi . Equine Vet J 2000;32:515–526.
19. Fintl C, Dixon PM, Brazil TJ,
et al. Endoscopic and bacteriological
findings in a chronic outbreak of strangles. Vet Rec 2000;147:480
20. Verheyen K, Newton JR, Talbot
NC, et al. Elimination of guttural pouch
infection and inflammation in asymptomatic carriers of Streptococcus equi . Equine Vet J 2000;32:527–532.
21. Harris SR, Robinson C, Steward
KF, et al. Genome specialization and decay of
the strangles pathogen, Streptococcus equi, is driven by
persistent infection. Genome Res 2015;25:1360–1371.
22. Clabby BJ. A short history of the Royal Army Veterinary Corps. Proc R Soc Med 1976;69:93–96.
23. Holden MT, Heather Z, Paillot
R, et al. Genomic evidence for the evolution
of Streptococcus
equi: Host restriction, increased virulence, and genetic exchange with
human pathogens. PLoS Pathog2009;5:e1000346.
24. Jorm LR. Laboratory studies on
the survival of Streptococcus
equi subspecies equi on
surfaces In: Plowright W, editor; , Rossdale PD, editor; , Wade JF, editor. ,
eds. Proceedings of Equine Infectious Diseases VI. Newmarket, UK: R & W Publications Ltd; 1992:39–43.
25. Weese JS, Jarlot C, Morley
PS. Survival of Streptococcus equi on surfaces in an outdoor environment. Can Vet J 2009;50:968–970.
26. Hamlen HJ, Timoney JF, Bell
RJ. Hematologic parameters of foals during a
strangles epizootic. Equine Vet Sci 1992;12:86–92.
27. Duffee LR, Stefanovski D,
Boston RC, et al. Predictor variables for and
complications associated with Streptococcus equi subsp equi infection
in horses. J Am Vet Med Assoc 2015;247:1161–1168.
28. Boyle AG, Boston RC, O'Shea K,
et al. Optimization of an in vitro assay to
detect Streptococcus
equisubsp. equi . Vet Microbiol 2012;159:406–410.
29. Lindahl S, Baverud V, Egenvall
A, et al. Comparison of sampling sites and
laboratory diagnostic tests for S. equi subsp. equi in horses
from confirmed strangles outbreaks. J Vet Intern Med 2013;27:542–547.
30. Webb K, Barker C, Harrison T,
et al. Detection of Streptococcus equi subspecies equi using a triplex qPCR
assay. Vet J 2013;195:300–304.
31. Boyle AG, Rankin SC, Duffee L,
et al. Streptococcus
equi detection PCR assay for equine nasopharyngeal and guttural
pouch wash samples. J Vet Intern Med 2016;30:276–281.
32. Boyle AG, Stefanovski D,
Rankin SC. Determining optimal sampling site
for Streptococcus
equi subsp equi carriers using loop‐mediated isothermal amplification. BMC Vet Res 2017;13:75.
33. Holland RE, Harris DG, Monge
A. How to control strangles infections on the
endemic farm. Proc Am Assoc Equine Pract 2006;52:78–80.
34. Boyle AG. Streptococcus equi subspecies equi infection (strangles)
in horses. Compend Contin Educ Vet 2011;33:E1–E7.
35. Timoney JF, Artiushin
SC. Detection of Streptococcus equi in equine nasal swabs and washes by DNA amplification. Vet Rec 1997;141:446–447.
36. Baverud V, Johansson SK, Aspan
A. Real‐time PCR for detection and
differentiation of Streptococcus
equi subsp. equi and Streptococcus equi subsp. zooepidemicus . Vet Microbiol 2007;124:219–229.
37. Heather Z, Holden MT, Steward
KF, et al. A novel streptococcal integrative
conjugative element involved in iron acquisition. Mol Microbiol 2008;70:1274–1292.
38. Davidson A, Traub‐Dargatz JL, Magnuson R, et al. Lack of correlation between antibody titers to fibrinogen‐binding protein of Streptococcus equi and
persistent carriers of strangles. J Vet Diagn Invest2008;20:457–462.
39. Boyle AG, Sweeney CR, Kristula
M, et al. Factors associated with likelihood
of horses having a high serum Streptococcus equi SeM‐specific antibody titer. J Am Vet Med Assoc 2009;235:973–977.
40. Boyle AG, Smith MA, Boston RC,
Stefanovski D. A case‐control study developing a model for predicting risk factors for
high SeM‐specific antibody titers after natural outbreaks of Streptococcus
equi subsp equi infection in horses. J Am Vet Med Assoc 2017;250:1432–1439.
41. Piche CA. Clinical observations on an outbreak of strangles. Can Vet J 1984;25:7–11
42. Robinson C, Steward KF, Potts
N, et al. Combining two serological assays
optimises sensitivity and specificity for the identification of Streptococcus equi subsp. equi exposure. Vet J 2013;197:188–191.
43. Hoffman AM,Staempfli HR,Prescott
JF, Viel L. Field evaluation of a commercial
M protein vaccine against Streptococcus equi infection
in foals. Am J Vet Res 1991;52:589–595
44. Borst LB, Patterson SK, Lanka
S, et al. Evaluation of a commercially
available modified‐live Streptococcus equi subsp equi vaccine in ponies. Am J Vet Res 2011;72:1130–1138.
45. Cursons R, Patty O, Steward
KF, Waller AS. Strangles in horses can be
caused by vaccination with Pinnacle I. N. Vaccine 2015;33:3440–3443.
46. Livengood JL, Lanka S, Maddox
C, Tewari D. Detection and differentiation of
wild‐type and a vaccine strain of Streptococcus equi ssp. equi using pyrosequencing. Vaccine 2016;34:3935–3937.
47. Lanka S, Borst LB, Patterson
SK, Maddox CW. A multiphasic typing approach
to subtype Streptococcus
equi subspecies equi . J Vet Diagn Invest 2010;22:928–936.
48. Jacobs AA, Goovaerts D,
Nuijten PJ, et al. Investigations towards an
efficacious and safe strangles vaccine: Submucosal vaccination with a live
attenuated Streptococcus
equi . Vet Rec 2000;147:563–567.
49. Kemp‐Symonds J, Kemble T, Waller A. Modified live Streptococcus equi (‘strangles’)
vaccination followed by clinically adverse reactions associated with bacterial
replication. Equine Vet J 2007;39:284–286.
50. Thompson RN, McNicholl
BP. Needlestick and infection with horse
vaccine. BMJ Case Rep Aug2010;26:pii:bcr1120092444.
51. Guss B, Flock M, Frykberg L,
et al. Getting to grips with strangles: An
effective multi‐component recombinant
vaccine for the protection of horses from Streptococcus equi infection. PLoS Pathog2009;5:e1000584.
52. INTERVACC. Available at: http://intervacc.com. Accessed January 26, 2017.
53. Kelly C, Bugg M, Robinson C,
et al. Sequence variation of the SeM gene
of Streptococcus
equi allows discrimination of the source of strangles outbreaks. J Clin Microbiol 2006;44:480–486.
54. Perkins JD, Schumacher J,
Kelly G, et al. Standing surgical removal of
inspissated guttural pouch exudate (chondroids) in ten horses. Vet Surg 2006;35:658–662.
55. California Department of Food
and Agriculture. Available at: https://www.cdfa.ca.gov/AHFSS/Animal_Health/pdfs/Biosecurity_Toolkit_Full_Version.pdf. Accessed 30 January, 2017.
56. Dwyer R. Environmental disinfection to control equine infectious
diseases. Vet Clin North Am2004;20:531–542.
57. Elsayed S, Hammerberg O,
Massey V, et al. Streptococcus
equi subspecies equi (Lancefield group C)
meningitis in a child. Clin Microbiol Infect 2003;9:869–872.
58. Popescu GA, Fuerea R, Benea
E. Meningitis due to an unusual human
pathogen: Streptococcus
equisubspecies equi . South Med J 2006;99:190–191.
59. Parmar J, Winterbottom A,
Cooke F, et al. Endovascular aortic stent
graft infection with Streptococcus
equi: The first documented case. Vascular 2013;21:14–16.
60. Breiman RF, Silverblatt
FJ. Systemic Streptococcus equi infection in a horse handler––A case of human strangles. West J Med 1986;145:385–386.
61. Ramey D. Does early antibiotic use in horses with “strangles” cause
metastatic Streptococcus
equibacterial infections? Equine Vet Educ 2010;19:14–15.
62. Erol E, Locke SJ, Donahoe JK,
et al. Beta‐hemolytic Streptococcus spp. from
horses: A retrospective study (2000–2010). J Vet Diagn Invest 2012;24:142–147.
63. Johns IC, Adams EL. Trends in antimicrobial resistance in equine bacterial
isolates: 1999–2012. Vet Rec 2015;176:334
64. 64; Bade D, Portis E, Keane C,
et al. In vitro susceptibility of ceftiofur against Streptococcus equisubsp zooepidemicus and subsp equi isolated
from horses with lower respiratory disease in Europe since 2002 Vet Ther 2009;10:E1–E10.
65. Bade D, Sibert G, Hallberg J,
et al. Ceftiofur susceptibility of Streptococcus equi subsp zooepidemicusisolated from horses in North America between 1989 and 2008 Vet Ther 2009;10:E1–E7.
66. McClure S, Sibert G, Hallberg
J, et al. Efficacy of a 2‐dose regimen of a sustained release ceftiofur suspension
in horses with Streptococcus equi subsp. zooepidemicus bronchopneumonia. J Vet Pharmacol Ther 2011;34:442–447.
67. Christmann U, Pink C. Lessons learned from a strangles outbreak on a large
Standardbred farm. Eq Vet Educ 2015 2017;29:138.
68. Feary DJ, Hyatt D, Traub‐Dargatz J, et al. Investigation
of falsely reported resistance of Streptococcus equi subsp. zooepidemicus isolates
from horses to trimethoprim‐sulfamethoxazole. J Vet Diagn Invest 2005;17:483–486.
69. Fey K, Schmid P. Susceptibility of bacterial isolates from the equine
respiratory tract to trimethoprim, sulfadoxine, sulfadimethoxine and
combinations of these compounds. Tierarztl Prax 1995;23:148–154.
70. Ensink JM, Smit JA, Van
Duijkeren E. Clinical efficacy of
trimethoprim/sulfadiazine and procaine penicillin G in a Streptococcus equi subsp. zooepidemicus infection
model in ponies. J Vet Pharmacol Therap 2003;26:247–252.
71. Sweeney CR, Whitlock RH, Meirs
DA, et al. Complications associated
with Streptococcus
equiinfection on a horse farm. J Am Vet Med Assoc 1987;191:1446–1448
72. Ford J, Lokai MD. Complications of Streptococcus equi infection. Equine Pract 1980;4:41–44.
73. Kaplan NA, Moore BR. Streptococcus equi endocarditis, meningitis and panophthalmitis in a mature
horse. Equine Vet Educ 1996;8:313–316.
74. Finno C, Pusterla N, Aleman M,
et al. Streptococcus
equi meningoencephalomyelitis in a foal. J Am Vet Med Assoc 2006;229:721–724.
75. Whelchel DD, Arnold CE,
Chaffin MK. Subscapular lymph node
abscessation as a result of metastatic Streptococcus equi subspecies equi infection:
An atypical presentation of bastard strangles in a mare. Equine Vet Educ 2009;21:131–134.
76. Meijer MC, Weeren PR,
Rijkenhuizen AB. Streptococcus
equi in the fetlock joint of a mature horse. Equine Vet Educ 2001;13:72–74.
77. Caniglia CJ, Davis JL, Schott
HC, et al. Septic funiculitis caused by Streptococcus equi subspecies equiinfection with associated
immune‐mediated haemolytic anaemia: Septic funiculitis with secondary
IMHA. Equine Vet Educ 2014;26:227–233.
78. Berlin D, Kelmer G, Steinman
A, Sutton GA. Successful medical management
of intra‐abdominal abscesses in 4 adult horses. Can Vet J 2013;54:157–161.
79. Pusterla N, Whitcomb MB,
Wilson WD. Internal abdominal abscesses
caused by Streptococcus
equisubspecies equi in 10 horses in
California between 1989 and 2004. Vet Rec 2007;160:589–592.
80. Spoormakers TJ, Ensink JM,
Goehring LS, et al. Brain abscesses as a
metastatic manifestation of strangles: Symptomatology and the use of magnetic
resonance imaging as a diagnostic aid. Eq Vet J2010;35:146–151.
81. Pusterla N, Watson JL,
Affolter VK, et al. Purpura haemorrhagica in
53 horses. Vet Rec 2003;153:118–121.
82. Dujardin CL. Multiple small‐intestine
intussusceptions: A complication of purpura hemorrhagica in a horse. Tijdschr Diergeneeskd 2011;136:422–426.
83. Kaese HJ, Valberg SJ, Hayden
DW, et al. Infarctive purpura hemorrhagica in
five horses. J Am Vet Med Assoc 2005;226:1893–1898.
84. Sponseller BT, Valberg SJ,
Tennent‐Brown B, Foreman JH, Kumar
P, Timoney JF. Severe acute
rhabdomyolysis in 4 horses associated with Streptococcus equi subspecies equi infection. J Am Vet Med Assoc 2005;227:1800–1807.
85. Durward‐Akhurst SA, Valberg SJ. Immune‐mediated muscle diseases of the horse. Vet Pathol2017;55:68–75.
86. Valberg SJ, Bullock P,
Hogetvedt W, et al. Myopathies associated
with Streptococcus
equi infections in horses. Proc Am Assoc Equine Pract 1996;42:292–293.
87. Durward‐Akhurst SA, Finno CJ, Barnes N, et al. Major histocompatibility complex I and II expression and
lymphocytic subtypes in muscle of horses with immune‐mediated myositis. J Vet Intern Med2016;30:1313–1321.
88. Lewis SS, Valberg SJ, Nielsen
IL. Suspected immune‐mediated myositis in horses. J Vet Med2007;21:495–503.
89. Bergsten G, Pesson S. Studies
on the ECG in horses with acute strangles. Proceedings of the 1st International
Conference on Equine Infectious Diseases. Bryans JT, ed. University of Kentucky
Press, KY; 1966;76–78.
No comments:
Post a Comment