Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Thursday 10 October 2019

PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN STRANGLES PADA KUDA



I.     GAMBARAN UMUM
A.  LATAR BELAKANG 

Pada tahun 2018 Asian Games XVIII telah diselenggarakan di Indonesia.  Pertandingan ASEAN Games terdiri dari berbagai macam cabang olah raga, termasuk cabang lomba ketangkasan berkuda (Equestrian) yang telah diselenggarakan bertempat di Jakarta International Equestrian Park Pulomas (JIEPP). Indonesia telah membuat sistem EDFZ seperti halnya negara-negara lain yang pernah menyelenggarakan ASEAN Games. Indonesia sebagai negara penyelenggara telah membuat sistem Equine Disease Free Zone (EDFZ).

Untuk menjaga keberlangsungan kesehatan kuda-kuda yang bertanding di EDFZ maka dipersyaratkan bahwa kuda-kuda yang berasal dari luar negeri ketika masuk ke wilayah NKRI harus bebas dari 16 penyakit hewan menular strategis sesuai pedoman OIE.  Enambelas penyakit yang dimaksud adalah sebagi berikut: (1) African Horse Sickness/AHS; (2) Contagious Equine Metritis; (3) Dourine; (4) Equine Encephhalomyelitis; (5) Equine Infectious Anemia (EIA) ; (6) Equine Influenza; (7) Equine Piroplasmosis; (8) Equine Herpesvirus (Equine Rhinopneumonitis); (9) Equine Arteritis Virus; (10) Glanders; (11) Venezuelan Equine Encephalomyelitis; (12) Strangles; (13) Japanese Encephalitis; (14) Surra; (15) West Nile Fever; (16) Vesicular Stomatitis.

Strangles merupakan salah satu penyakit yang dipersyaratkan pada daftar penyakit tersebut di atas.  Tulisan ini dibuat untuk menjadi bahan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) kepada para pemangku kepentingan dalam menjaga kesehatan kuda untuk mencegah tertular penyakit Strangles.

Strangles adalah infeksi saluran pernapasan atas yang mudah menular (kontagius akut) pada kuda yang ditunjukan adanya inflamasi mukopurulen pada hidung dan mukus membran pharyngeal, disertai dengan abses dari daerah limpoglandula yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus equi (S. equi). Penyakit ini bisa menyebar ke bagian tubuh lain.

B. ETIOLOGI

Strangles disebabkan oleh bakteri Streptococcus equi (S. equi).  Jika kejadian berlangsung dalam waktu lama maka dapat diperoleh biakan murni yang berasal dari eksudat hidung atau nanah lesi.

Bakteri bersifat Gram positif coccus.  Streptococcus equi lebih resisten pada keadaan panas dibanding spesies lain dari grup Streptococcus, namun dapat mati dengan perebusan hingga suhu 70 oC selama 10 menit.

Bakteri dalam eksudat purulen juga resisten terhadap desinfektan dan pengeringan, sehingga bakteri ini digolongkan dalam Lancefield’s grup C.

C. EPIDEMIOLOGI

  1. Spesies Rentan
Spesies rentan terhadap penyakit Strangles pada umumnya adalah bangsa kuda (equidae)

  1. Pengaruh Lingkungan
Umumnya terjadi pada perubahan musim panas ke musim hujan, demikian pula sebaliknya dari musim hujan ke musim panas.

  1. Sifat Penyakit
Angka morboditas mendekati 100% pada daerah terserang, sedangkan mortalitas relatif kecil, yaitu kurang dari 2%.

  1. Cara Penularan
Penularan terjadi pada sumber infeksi, yaitu cairan hidung (discharge) dari hewan yang terinfeksi, yang mencemari pakan, tempat minum dan lapangan penggembalaan.

  1. Faktor Predisposisi
Kuda dari segala umur dapatterinfeksi penyakit ini, namun kuda yang masih muda dan yang sudah tua lebih rentan.  Kuda muda lebih mudah terserang karena diduga sistem kekebalan tubuh belum sempurna, dan akibat belum pernah terpapar penyakit ini sebelumnya.  Pada kuda tua umumnya sistem kekebalan tubuh melemah, sehingga mudah terserangnya penyakit.

  1. Distribusi Penyakit
Penyakit Strangles terjadi hampir di seluruh dunia, terutama di negara dengan populasi kuda tinggi.  Pada beberapa negara penyakit ini menjadi sangat penting terutama yang memiliki kuda untuk angkatan perang, peternakan kuda, kuda lomba, kuda polo dan sekolah mengendarai kuda.  Di Indonesia penyakit ini sering juga terjadi terutama pada daerah dengan populasi kuda tinggi, seperti Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan.

D. PENGENALAN PENYAKIT

1.     Gejala klinis

Setelah melewati masa inkubasi 4-8 hari, penyakit berkembang dengan cepat disertai demam (39,5°C - 40,5 °C selama 2-3 hari), diikuti oleh satu atau lebih dari gejala berikut: anorexia, depresi, keluarnya cairan hidung serous yang dengan cepat berubah menjadi copius dan purulen, gejala pharingitis dan laryngitis, kuda sering mengalami regurgitasi melalui lubang hidung, serta terdengar batuk lembab, kesakitan dan sangat mudah terangsang. Pembesaran kelenjar getah bening di bawah rahang dan / atau di bagian tenggorokan.  Kuda menunduk untuk mengurangi rasa sakit pada tenggorokan.

Kasus Strangles dapat berkembang hingga timbul gejala-gejala kolik, demam, dan / atau penurunan berat badan dengan atau tanpa riwayat penyakit Strangles sebelumnya atau adanya paparan bakteri. Kuda dengan purpura hemorrhagica dapat mengalami edema kepala, dan / atau kaki; dan pembuluh darah yang pecah atau memar pada selaput lendir mulut, mata dan hidung. Tanda-tanda tambahan dapat meliputi demam, depresi berat, dan otot kejang. Tingkat keparahan gejala klinis dalam kasus purpura hemorrhagica berkisar dari ringan hingga yang dapat menimbulkan kematian.

2.      Pathologi

Pada kasus yang fatal, secara patologi ditemukan pernanahan yang meluas pada organ dalam, terutama hati, linpa, paru, pleura, pembuluh darah vena besar dan peritoneum.  Selain itu juga ditemukan abses pada limfoglandula mesenterika.

  1. Diagnosa
Strangles ditandai dengan infeksi sakuran pernapasan bagian atas yang disertai cairan hidung purulen, dan pembengkakan limfoglandula daerah tenggorokan.

Sampel yang diperoleh dari cairan discharge atau cairan yang keluar dari mukosa hidung, abses limfoglandula submaxilaris dan pharyangealis, bilasan tenggorokan atau bilasan kantong guttural bisa digunakan untuk diagnosis dengan kultur bakteri dalam waktu 48 jam.  Kantong guttural adalah divertikula besar dari saluran eustachius yang menghubungkan faring dengan telinga tengah.

Polymerase chain reaction (PCR) untuk identifikasi DNA bakteri S. equi bisa digunakan untuk diagnosis pada hari yang sama.

Kuda tidak mengeluarkan bakteri hingga 72 jam sejak timbulnya demam, sehingga diagnosis pasti sering tidak dapat ditentukan pada periode awal stelah infeksi.  

Peningkatan jumlah sel darah putih, dikombinasikan dengan anemia (jumlah sel darah merah rendah) dan protein tinggi (penanda inflamasi) bisa menunjukkan penyakit bakteri sebelum terjadi pengeluaran bakteri (bacterial sedding) tetapi tidak spesifik untuk Strangles.

  1. Diagnosa Banding
Pada tahap dini Strangles dapat dikacaukan dengan beberapa penyakit berikut :
a.    Equine Viral Rhinopneumosilis
b.    Equine Viral Arthritis
c.    Equine Influenza
d.    Infeksi Stretococcus zooepidemicus

Namun pada semua penyakit yang disebutkan di atas tidak disertai pembesaran limfoglandula.

  1. Pengambilan dan Pengiriman Spesimen
Bahan pemeriksaan adalah cairan discharge atau cairan yang keluar dari mikosa hidung, atau abses limfoglandula submaxilaris dan pharyangealis.  Dikirim ke laboratorium dalam keadaan segar untuk isolasi dan identifikasi bakteri atau dari nekropsi hewan mati.

E.  PENGENDALIAN PENYAKIT

1.    Pengobatan

Pada abses yang baru, dapat dilskukan pengompresan, sednagkan pada abses yang lama (tukak) dilakukan drainase.  Pengobatan dilakukan dengan penisilin, sulfametazine, trimethroprim, dan sulfadiazine.  Dosis penisilin adalah 2.500 – 10.000 IU/kg bobot badan selama 4-5 hari.

Tujuan pengobatan adalah untuk mengendalikan penyebaran penyakit dan menghilangkan infeksi serta memberikan kekebalan tubuh terhadap penyakit. Kasus yang komleks membutuhkan perawatan suportif (seperti makanan lunak, tempat tinggal yang baik, penghangatan dan anti-inflamasi) dan drainase abses.  Kuda yang sakit mungkin diperlukan pemberian antibiotik seperti penisilin tergantung pada derajat dan lamanya demam dan beratnya gejala. Kuda yang sakit parah biasanya membutuhkan pemberian antibiotik selama rata-rata 2 bulan. Kuda dengan purpura hemorrhagica biasanya selain diberikan antibiotik juga perlu diberikan kortikosteroid untuk menurunkan reaksi hipersensitif.

Limfoglandula yang membesar kadang-kadang menyumbat jalan napas, sehingga membutuhkan trakeostomi darurat. Ketika limfoglandula mengalir ke kantong guttural, pembilasan berulang dapat dilakukan melalui endoskopi atau kateter. Pengangkatan dengan peralatan endoskopi atau pembedahan dapat dilakukan untuk menghilangkan nanah yang telah kering. Pengobatan lokal kantong guttural dengan campuran antibiotik penisilin - gelatin dapat dilakukan setelah pengangkatan bahan di dalam kantong guttural.

2.    Pencegahan

Disarankan vaksinasi jika ada sejumlah kuda yang terinfeksi.  Vaksinasi dilakukan berulang 2-3 kali, dengan meningkatkan dosis selang waktu 10-14 hari.  Diharapkan pada vaksinasi ke 3 telah diperoleh perlindungan yang memadai, kemudian diulang setiap 12 bulan.

3.    Pengendalian dan Pemberantasan

Kuda penderita diasingkan segera, kemudian diberikan desinfektan terhadap alat, kandang, dan barang lain yang mungkin tercemar.

BIOSEKURITI UNTUK MENCEGAH PENULARAN PENYAKIT

Mengisoasi kuda baru selama tiga minggu sebelum dimasukkan ke kompartemen kuda.
Mengisolasi kuda yang demam dengan gejala Strangles.
Memisahkan penggunaan paku atau peralatan antara kuda yang sakit dengan kuda sehat lainnya.
Melakukan pemeriksaan suhu rektal dua kali sehari terhadap semua kuda dalam area tertular (wabah) untuk mengidentifikasi kasus baru.
Menghentikan masuk dan keluarnya kuda ke dan dari peternakan saat terjadi kasus Strangles.
Melakukan desinfeksi ember tempat air setiap hari.
Menjaga kebersihan dan sanitasi dengan ketat di tempat kuda berada untuk mengurangi penyebaran penyakit.

Idealnya, tiga sampel bilasan tenggorokan diperoleh dari kuda yang sembuh dan setiap kuda yang bersentuhan dengan kuda yang sakit dengan interval sekitar seminggu dan kemudian diuji terhadap S. equi dengan PCR dan kultur bakteri. Teridentifikasinya bakteri S. equi pada kuda yang sudah sembuh kembali secara klinis berarti kantung guttural telah mempertahankan infeksi. Ddilakukan pemeriksaan dengan menggunakan endoskopi kantong guttural terlihat nanah atau keropeng kering (chondroids) yang mengandung bakteri. Sejumlah kecil kuda akan kembali sehat dari Strangles tetapi terus mengeluarkan bakteri dari kantong guttural, hal ini bisa menyebabkan wabah di peternakan terulang kembali. Deteksi "pembawa bakteri" ini (bakteri S. equi di kantong guttural) melalui endoskopi dan PCR dan dilanjutkan dengan pengobatan sangat penting untuk mencegah terjangkitnya kembali penyakit ini di peternakan.

Perlu tidaknya vaksinasi harus diskusikan dengan dokter hewan dan ditetapkan dengan rekomendasi dokter hewan. Vaksinasi tidak memberikan kekebalan 100% terhadap infeksi S. equi. Vaksinasi tidak dianjurkan selama atau dalam dua tahun dari wabah Strangles karena bisa meningkatkan risiko purpura hemorrhagica.

PROGNOSA

Kasus infeksi saluran pernapasan atas klasik memiliki prognosis baik sampai dengan sangat baik dengan perawatan suportif yang tepat. Kasus Strangles dan purpura hemorrhagica memiliki prognosis yang sedang hingga baik dengan pemberian antibiotik dan terapi antibiotik - kortikosteroid.


II. PEMBAHASAN


1.  ASPEK PATOGENESIS YANG PENTING DALAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT
   Shedding bakteri biasanya belum dimulai sampai satu atau dua hari setelah timbulnya demam, sehingga memungkinkan untuk mengisolasi kasus baru sebelum dapat menularkan infeksi.
   Shedding bakteri melalui hidung berlangsung selama 2-3 minggu pada sebagian besar hewan. Kuda dapat menular selama setidaknya 6 minggu setelah kotoran purulennya mengering. Infeksi kantong guttural yang persisten dapat menyebabkan penumpahan intermiten selama bertahun-tahun.
   Data-data lapangan dan penelitian telah mendukung kesimpulan bahwa tingkat keparahan penyakit berkorelasi dengan dosis dan frekuensi infeksi.

2.  ASPEK PENULARAN
Kuda dengan kasus strangles dan telah sehat kembali (pulih) merupakan sumber infeksi S. equi baru untuk kuda rentan yang ditularkan melalui pelepasan purulen dari limfoglandula, hidung, dan mata. Penularan infeksi S. equi terjadi ketika terdapat pemindahan langsung atau tidak langsung dari tempat pembuangan purulen ini antara kuda yang terkena kepada kuda rentan. Penularan langsung melalui kontak kuda ke kuda, yang terjadi melalui perilaku sosial kuda normal yang biasa dilakukan pada kontak kepala-ke-kepala dan hidung-ke-hidung. Penularan tidak langsung terjadi dengan adanya kontaminasi kandang, sumber air, peralatan makan atau makanan, paku, dan peralatan lainnya seperti pakaian dan peralatan penanganan kuda dan dokter hewan serta melalui spesies hewan lainnya.

Sekarang telah diketahui bahwa penularan yang berasal dari hewan sehat dari luar mungkin lebih penting daripada penularan purulen dari kuda yang sakit untuk memulai terjangkitnya wabah baru atau kambuhnya ternak yang sebelumnya terkena.  Hal ini karena sumber infeksi tidak jelas.

Beberapa kuda yang dalam masa inkubasi penyakit ini secara fisik tampak sehat dan berpotensi menularkan penyakit. Dengan berkembangnya penyakit kemudian akan memperlihatkan gejala klinis Strangles. Diasumsikan bahwa sekresi hidung merupakan sumber infeksi pada hewan ini. Yang juga penting adalah kuda yang kembali sehat organismenya akan terus terlindungi meskipun telah pulih gejala klinisnya.  Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan bahwa semua kuda yang sudah sehat kembali mungkin berpotensi menularkan penyakit selama setidaknya 6 minggu setelah melepaskan purulen kering.

Pada kuda yang sudah sehat dari luar dan kuda carrier kemungkinan bisa terjadi pelepasan S. equi secara berkala untuk periode yang lama setelah sembuh kembali dan tanpa komplikasi. Kuda-kuda ini umumnya disebut subklinis S. equi carrier jangka panjang, dan ada bukti kuat bahwa kuda-kuda ini dapat menjadi sumber penyakit baru atau berulang pada kelompok kuda yang dikelola dengan baik.(8, 17) Tindakan pengendalian Strangales yang efektif memerlukan deteksi dini, pemisahan hewan, dan perawatan hewan carrier (18, 19, 20)
Sekuensing genom lebih dari 200 isolat S. equi telah memberikan gambaran global tentang keragaman genetiknya.(21, 22) Ketahanannya dalam kantung guttural telah terbukti mendorong terjadi diversifikasi genomnya (S1).(21, 23)

Epidemiologi yang kompleks 

Dalam kebanyakan kasus, isolat wabah sangat klonal, konsisten dengan pengenalan dan penularan lanjutan dari satu sumber.(21, 23) Namun, dalam beberapa kasus, baik hewan pembawa strangles aktif maupun persisten bisa diidentifikasi dari kuda yang ditempatkan di kandang yang sama selama wabah. Bukti untuk ketahanan S. equi yang mengarah ke kasus klinis baru diamati setelah analisis genom dari isolat setelah pulih kembali dari berbagai wabah besar.(21)

Ketahanan S. Equi di lingkungan alam

S. equi tetap dapat hidup dalam air selama 4-6 minggu tetapi tidak dalam tinja atau tanah. Meskipun literatur yang lampau mengklaim kelangsungan hidup yang diperpanjang dalam pengaturan laboratorium, 24 studi terbaru menggunakan skenario dunia nyata menunjukkan kematian cepat (1-3 hari) dari bakteri pada kandang dan tanah. (25) S. equi sensitif terhadap bakteriosin dari bakteri lingkungan dan tidak tahan hidup di lingkungan flora tanah lainnya.

3. ASPEK DIAGNOSA

Uji Lab terhadap Darah

Uji lab terhadap darah dapat bervariasi.  Leukositosis ditandai dengan neutrofilia dapat ditemukan pada hitung darah lengkap.  Hiperfibrinogenemia dapat menunjukkan infeksi S. equi ketika memeriksa indeks kasus. Perlu dilakukan pengujian tambahan yang spesifik terhadap S. equi. (26 27)

Sampling

Sensitivitas dan spesifisitas pengujian tergantung pada tahap infeksi, lokasi anatomi dari mana sampel diambil, teknik pengambilan sampel, dan pengujian yang digunakan. (28 – 32) Pengambilan sampel dari kelenjar getah bening yang membesar atau abses merupakan sampel yang tepat untuk konfirmasi infeksi S. equi; meskipun apusan nasofaring yang dibasahi, serta pencucian kantong nasofaring dan guttural juga dapat digunakan.  S. equi dengan cepat menyerang kelenjar getah bening kuda yang terinfeksi dan sering tidak diisolasi dari usap hidung atau sapuan yang diambil selama tahap awal penyakit. Oleh karena itu, kultur nasal negatif atau tes PCR tidak menunjukkan tidak adanya infeksi S. equi — terutama jika tanda-tanda klinis menunjukkan sebaliknya.

4.  ASPEK PENCEGAHAN
Karantina dan Seleksi

Membatasi paparan terhadap bakteri masih merupakan metode terbaik untuk mencegah infeksi S. equi. Langkah-langkah biosekuriti harus mencakup: karantina dan seleksi semua kuda pendatang baru, desinfeksi yang tepat dan pembersihan peralatan yang berpotensi menularkan, dan pelatihan para perawat kuda tentang kebersihan.

Karantina yang tepat dapat menjadi tantangan di peternakan di mana sering terjadi lalu-lintas kuda selama musim kawin, balap, atau pertunjukan. Kuda pendatang baru harus diisolasi setidaknya selama 3 minggu. Skrining tambahan untuk yang subklinis dengan endoskopi kantong guttural, kultur bakteri, dan pengujian PCR harus menjadi bagian dari program skrining. Jika hewan diketahui tidak divaksinasi dan tinggal di negara di mana ada akses ke uji serologi SEQ_2190 dan SeM gabungan, skrining dapat dilaksanakan seperti yang dijelaskan sebelumnya pada bagian "Serologi".(42)

Pengendalian Wabah

Pada awal dugaan wabah, sejarah terperinci harus dikumpulkan dari pemilik kuda, manajer peternakan kuda, dan perawat kuda. Pertanyaan yang berkaitan dengan riwayat perjalanan, praktik manajemen, dan riwayat vaksin adalah penting. Fasilitas harus dievaluasi dengan pemilik atau manajer untuk mendiskusikan dan mengembangkan rencana yang logis dan praktis. Tujuannya harus mencakup identifikasi dan pemisahan kuda yang terinfeksi untuk mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut, termasuk mengidentifikasi pembawa S. equi subklinis dan kepatuhan terhadap undang-undang setempat tentang pelaporan dan pembatasan lalu-lintas kuda.

Pada saat ini belum ada konsensus tentang penggunaan vaksin untuk mencegah S. equi. Hal ini karena keterbatasan pada geografis, pengalaman yang bervariasi, kurangnya efikasi yang telah dibuktikan saat ini, dan kemampuan DIVA (Perbedaan antara hewan yang terinfeksi dari Hewan yang divaksinasi) dengan menggunakan uji diagnostik terbaru.

VAKSINASI

Vaksin Antigen Protein-M

Pada saat ini vaksin dari ekstrak antigen protein-M yang dimurnikan telah tersedia di Amerika Serikat, 5 StrepvaxII, yang bisa menimbulkan respons antibodi pada serum 7-10 hari kemudian. (15) Kuda dalam uji coba perlu diberikan 3 dosis vaksin dengan interval 3 minggu. Vaksinasi ulang dilakukan setahun sekali. Booster tambahan pada usia 6 bulan direkomendasikan untuk anak kuda ketika pemberian vaksinasi dimulai pada usia kurang dari 3 bulan. Kuda betina yang hamil dapat divaksinasi sebulan sebelum tanggal kelahiran anaknya. Meskipun mempunyai potensi menimbulkan antibodi terhadap Se-M, namun efikasi vaksin protein-M dalam studi lapangan tampaknya belum sukses. Dilaporkan beberapa minggu setelah booster terakhir terdapat penurunan tingkat gejala klinis hanya sebesar 50%. (43) Pada kuda yang divaksin timbul reaksi yang merugikan yaitu rasa sakit dan abses di tempat suntikan dan kadang-kadang menimbulkan kasus purpura hemorrhagica.

Vaksin Hidup yang Dilemahkan

Vaksin intranasal hidup yang dilemahkan, (6) Pinnacle IN, harus diberikan hanya pada hewan yang tidak demam, hewan harus sehat.  Vaksin ini diberikan 2 kali pada interval 2-3 minggu. Dianjurkan dilakukan vaksinasi ulang setiap tahun.  Cara aplikasi intranasal harus sedemikian rupa sehingga jumlah vaksin yang cukup bisa mencapai tonsil faring dan lingual.

Masalah keamanan termasuk virulensi residual dengan pembentukan abses mandibula dan kadang-kadang kasus vaskulitis yang dimediasi imun (purpura).  Karena vaksin mengandung S. equi hidup, kontaminasi yang tidak disengaja pada tempat injeksi akan mengakibatkan pembentukan abses di lokasi-lokasi tersebut.  Karena alasan itu, idealnya tidak ada vaksinasi lain yang diberikan bersamaan. Tidak ada data yang tersedia tentang efek pemberian vaksin intranasal secara bersamaan. Vaksinasi dengan vaksin live intranasal yang dimodifikasi tidak direkomendasikan pada anak kuda yang berumur kurang dari 1 tahun karena risiko penyakit klinis yang signifikan (demam dan pembesaran kelenjar getah bening) dan peningkatan pelepasan strain vaksin. (44) Penghapusan genetik telah memberikan cara yang andal dari mengidentifikasi vaksin dari jenis liar yang menggunakan karakteristik koloni dan PCR. (46), (47) Vaksin hidup tidak boleh digunakan selama wabah kecuali pada kuda yang tidak diketahui kontak dengan hewan yang terinfeksi atau terpapar. Tidak ada data yang dipublikasikan untuk menunjukkan bahwa vaksinasi dalam menghadapi paparan merusak, tetapi ada risiko penularan S. equi yang ganas dan liar ke kuda lain saat mereka divaksinasi. Kuda yang telah menerima vaksin intranasal dapat dites positif menggunakan PCR hingga 6 minggu.

Deteksi Karier yang terinfeksi dengan S. equi

Secara keseluruhan rata-rata 10% kuda dalam wabah strangles mengalami kegagalan nyata dari mekanisme drainase nasofaring mengakibatkan empiema GP persisten. (17, 18) Laporan studi baru-baru ini dari 108 kasus strangles diketahui bahwa 25 dari 62 (40%) kasus ≥ 40 hari setelah diagnosis awal positif dengan kultur atau uji PCR sampel nasofaring. Durasi rata-rata yang positif adalah 60 hari (kisaran 40-75 hari).(27) Patologi nasofaring yang terkait dengan S. equi dapat bertahan secara subklinis selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.(8, 9, 17) Deteksi empyema kantong nasofaring dengan atau tanpa chondroid setelah strangle paling baik dicapai dengan penilaian visual langsung dari kedua kantongnya menggunakan endoskopi.

Uji kultur dan PCR sampel gabungan yang dikumpulkan melalui kateter steril yang melewati saluran biopsi endoskopi direkomendasikan untuk memperkuat pemeriksaan visual karena infeksi dapat terjadi tanpa memperlihatkan perubahan patologi. Diagnosis empyema nasofaring dengan atau tanpa chondroid juga dapat dilakukan dengan radiografi daerah nasofaring, meskipun perubahan mungkin tidak terlihat dalam semua kasus.

Identifikasi, pengobatan, dan menyingkirkan karier S. equi telah terbukti efektif dalam memberantas infeksi dalam suatu peternakan. (18, 20) S. equi telah bisa dikultur dari sampel percutaneous langsung dari nasofaring meskipun ini tidak dianjurkan karena tingginya risiko cedera pada struktur anatomi yang penting di bagian tersebut.

Treatment Hewan Karier yang terinfeksi S. equi

Metode treatment empyema kantong nasofaring tergantung pada konsistensi dan volume bahan dalam kantong. Lavage berulang dari kantong berisi nanah melalui kateter yang kaku atau berdiam di dalam menggunakan saline isotonik atau cairan polyionic yang disertai dengan penurunan kepala selanjutnya untuk memungkinkan drainase atau penggunaan pompa hisap yang melekat pada endoskop, membantu menghilangkan nanah. Bantu sedasi dalam pelaksanaan endoskopi dan memfasilitasi drainase bahan siram dari kantong selokan dengan menurunkan kepala kuda.

Pemberian benzilpenisilin sistemik topikal dan dalam jangka aktu yang cukup (10 hari) tampaknya bisa meningkatkan tingkat keberhasilan pengobatan. Verheyen et al (20) telah melaporkan metode pemberian campuran gelatin / penisilin.

Biosekuriti

Perhatian khusus yang harus dilakukan dengan langkah-langkah biosekuriti selama wabah Strangle dalam rangka mencegah penularan S. equi secara tidak langsung dari kuda tertular (termasuk karier subklinis) ke hewan yang rentan. Personil dan peralatan khusus harus cukup tersedia. Kotoran dan sisa pakan dari hewan tertular harus dikomposkan di lokasi yang terisolasi.

Penting untuk mendisinfeksi secara baik pada semua fasilitas dan peralatan yang berpotensi terkontaminasi. Permukaan harus dibersihkan dengan deterjen terlebih dahulu untuk menghilangkan bahan organik, dibilas dan kemudian direndam dalam cairan desinfektan yang sesuai yang digunakan sesuai dengan pedoman pabrik dan dibiarkan kering. Penggunaan sistem tekanan tinggi bisa menimbulkan risiko aerosolisasi bakteri. (55)

Permukaan kayu pada kandang membutuhkan waktu pengeringan yang cukup sebelum dilakukan pengecatan. Penggantian dengan bahan baru pada kandang merupakan alternatif yang paling tepat. Meskipun tidak ada bukti untuk kelangsungan hidup S. equi yang berkelanjutan di padang rumput, akan tetapi peralatan yang digunakan untuk menampung hewan tertular harus diistirahatkan selama beberapa minggu setelah hewan dipindahkan untuk memungkinkan denaturasi S. equi melalui efek pengeringan dan sinar matahari langsung. Paparan sinar matahari langsung telah terbukti bermanfaat, karena S. equi terbukti bertahan kurang dari 24 jam pada permukaan kayu, karet, dan logam ketika berada di bawah sinar matahari langsung.(25)

Kipas angin (Van) kandang kuda harus dibersihkan dan didesinfeksi setelah setiap kali digunakan. Kandang harus dibuka setelah pembersihan / desinfeksi untuk memungkinkan waktu kontak yang cukup dengan desinfektan dan idealnya melalui pengeringan permukaan secara menyeluruh.

Streptococcus spp., termasuk S. equi, relatif rentan terhadap desinfeksi. Beberapa produk yang biasa digunakan antara lain hipoklorit (terutama pemutih rumah tangga), senyawa amonium kuaterner, (9) senyawa fenolik, (10) kalium peroksimonosulfat, (11) dan hidrogen peroksida. (12) Senyawa klorin dan amonium kuaterner tidak aktif dengan adanya bahan organik, oleh karena itu sangat penting untuk membersihkan permukaan secara menyeluruh terlebih dahulu. Pemutih encer dan rendaman kaki yang terkontaminasi oleh puing organik dengan cepat menjadi tidak aktif. (56)

Risiko Zoonosis

Kasus infeksi S. equi pada manusia yang lemah telah dilaporkan, tetapi jarang terjadi karena S. equi sangat mudah diadaptasikan. (57, 58, 59, 60) Petugas kandang hewan, perawat hewan, praktisi veteriner, patolog, dan petugas pos mortem harus berhati-hati untuk menghindari kontaminasi dari kuda tertular, terutama untuk menghindari kontaminasi melalui pernafasan dan oral dari bahan yang mengandung nanah.

III. REKOMENDASI

1.Pengaturan pengendalian dan penanggulangan penyakit yang disebabkan Streptococcus equi pada kuda harus mengacu pada perkembangan sains dan pendapat para pakar yang telah dipublikasikan yang meliputi tanda-tanda klinis, patogenesis, epidemiologi, pengobatan, komplikasi, dan pengendalian terhadap Strangle.
2.Pengaturan pengendalian dan penanggulangan penyakit yang disebabkan Streptococcus equi pada kuda harus: (a) mengacu pada teknologi pembuatan vaksin terbaru, (b) pentingnya vaksinasi dalam program pengendalian dan pencegahan penyakit, (c) dianjurkan untuk memfasilitasi pemberantasan hewan terinfeksi di daerah endemik sambil tetap menjaga kekebalan kelompok ternak dengan aman.
3.Perlu menekankan peningkatan pengetahuan terkait pada: (a) cara memperoleh kekebalan dan (b) penanganan karier Strangle dalam penularan penyakit.
4.Perlu mempertimbangkan "Gold Standard" untuk mendeteksi adanya infeksi dengan menggunakan teknologi terbaru dalam diagnosis secara serologis dan uji deteksi antigen seperti PCR serta penerapannya dalam pengendalian dan pencegahan wabah.
5. Perlu ditegakan pentingnya penggunaan antibiotik secara bijaksana pada kuda yang terkena strangles.
6.Perbedaan antara respon imun terhadap paparan primer dan berulang dari hewan yang terinfeksi subklinis dan respon yang diinduksi oleh vaksinasi juga perlu dikembangkan.

IV. DAFTAR PUSATAKA
1. Pusterla N, Kass PH, Mapes S, et al. Surveillance programme for important equine infectious respiratory pathogens in the USAVet Rec 2011;169:12 [
2. Waller AS. New perspectives for the diagnosis, control, treatment, and prevention of strangles in horsesVet Clin North Am Equine Pract 2014;30:591–607.
3. Judy CE, Chaffin MK, Cohen ND. Empyema of the guttural pouch (auditory tube diverticulum) in horses: 91 cases (1977–1997)J Am Vet Med Assoc 1999;215:1666–1670.
4. Timoney JF, Kumar P. Early pathogenesis of equine Streptococcus equi infection (strangles)Equine Vet J 2008;40:637–642.
5. Mukhtar MM, Timoney JF. Chemotactic response of equine polymorphonuclear leucocytes to Streptococcus equi Res Vet Sci 1988;45:225–229.
6. Timoney JF, Suther P, Velineni S, Artiushin C. The antiphagocytic activity of SeM of Streptococcus equirequires capsuleJ Equine Sci 2014;25:53–56. 
 7. Chanter N, Newton JR, Wood JLN, et al. Detection of strangles carriersVet Rec 1998;142:496
8. Newton JR, Wood JLN, Dunn KA, et al. Naturally occurring persistent and asymptomatic infection of the guttural pouches of horses with Streptococcus equi Vet Rec 1997;140:84–90.
9. Newton JR, Wood JLN, Chanter N. Strangles: Long term carriage of Streptococcus equi in horsesEquine Vet Educ 1997;9:98–102. 
10. Galán JE, Timoney JF. Mucosal nasopharyngeal immune response of the horse to protein antigens of Streptococcus equi Infect Immun 1985;47:623–628. 
11. Todd TG. StranglesJ Comp Path Therap 1910;23:212–229. 
12. Hamlen HJ, Timoney JF, Bell RJ. Epidemiologic and immunologic characteristics of Streptococcus equi infection in foalsJ Am Vet Med Assoc 1994;204:768–775.
13. Timoney JF, Qin A, Muthupalani S, et al. Vaccine potential of novel surface exposed and secreted proteins of Streptococcus equi Vaccine 2007;25:5583–5590.
14. Sheoran AS, Sponseller BT, Holmes MA, et al. Serum and mucosal antibody isotype responses to Mlike protein (SeM) of Streptococcus equi in convalescent and vaccinated horsesVet Immunol Immunopathol 1997;59:239–251.
15. Galán JE, Timoney JF. Molecular analysis of the M protein of Streptococcus equi and cloning and expression of the M protein gene in Escherichia coli Infect Immun 1987;55:3181–3187.
16. Ladlow J, Scase T, Waller A. Canine strangles case reveals a new host susceptible to infection with Streptococcus equi J Clin Microbiol 2006;44:2664–2665. 
17. Newton JR, Wood JLN, DeBrauwere MN, et al. Detection and treatment of asymptomatic carriers of Streptococcus equi following strangles outbreaks in the UK. Equine Infectious Diseases VIII: Proceedings of the Eighth International Conference, Dubai, March 1998.
18. Newton JR, Verheyen K, Talbot NC, et al. Control of strangles outbreaks by isolation of guttural pouch carriers identified using PCR and culture of Streptococcus equi Equine Vet J 2000;32:515–526.
19. Fintl C, Dixon PM, Brazil TJ, et al. Endoscopic and bacteriological findings in a chronic outbreak of stranglesVet Rec 2000;147:480
20. Verheyen K, Newton JR, Talbot NC, et al. Elimination of guttural pouch infection and inflammation in asymptomatic carriers of Streptococcus equi Equine Vet J 2000;32:527–532.
21. Harris SR, Robinson C, Steward KF, et al. Genome specialization and decay of the strangles pathogen, Streptococcus equi, is driven by persistent infectionGenome Res 2015;25:1360–1371. 
22. Clabby BJ. A short history of the Royal Army Veterinary CorpsProc R Soc Med 1976;69:93–96.
23. Holden MT, Heather Z, Paillot R, et al. Genomic evidence for the evolution of Streptococcus equi: Host restriction, increased virulence, and genetic exchange with human pathogensPLoS Pathog2009;5:e1000346. 
24. Jorm LR. Laboratory studies on the survival of Streptococcus equi subspecies equi on surfaces In: Plowright W, editor; , Rossdale PD, editor; , Wade JF, editor. , eds. Proceedings of Equine Infectious Diseases VI. Newmarket, UK: R & W Publications Ltd; 1992:39–43. 
25. Weese JS, Jarlot C, Morley PS. Survival of Streptococcus equi on surfaces in an outdoor environmentCan Vet J 2009;50:968–970. 
26. Hamlen HJ, Timoney JF, Bell RJ. Hematologic parameters of foals during a strangles epizooticEquine Vet Sci 1992;12:86–92. 
27. Duffee LR, Stefanovski D, Boston RC, et al. Predictor variables for and complications associated with Streptococcus equi subsp equi infection in horsesJ Am Vet Med Assoc 2015;247:1161–1168.
28. Boyle AG, Boston RC, O'Shea K, et al. Optimization of an in vitro assay to detect Streptococcus equisubsp. equi Vet Microbiol 2012;159:406–410.
29. Lindahl S, Baverud V, Egenvall A, et al. Comparison of sampling sites and laboratory diagnostic tests for S. equi subsp. equi in horses from confirmed strangles outbreaksJ Vet Intern Med 2013;27:542–547.
30. Webb K, Barker C, Harrison T, et al. Detection of Streptococcus equi subspecies equi using a triplex qPCR assayVet J 2013;195:300–304. 
31. Boyle AG, Rankin SC, Duffee L, et al. Streptococcus equi detection PCR assay for equine nasopharyngeal and guttural pouch wash samplesJ Vet Intern Med 2016;30:276–281. 
32. Boyle AG, Stefanovski D, Rankin SC. Determining optimal sampling site for Streptococcus equi subsp equi carriers using loopmediated isothermal amplificationBMC Vet Res 2017;13:75. 
33. Holland RE, Harris DG, Monge A. How to control strangles infections on the endemic farmProc Am Assoc Equine Pract 2006;52:78–80. 
34. Boyle AG. Streptococcus equi subspecies equi infection (strangles) in horsesCompend Contin Educ Vet 2011;33:E1–E7.
35. Timoney JF, Artiushin SC. Detection of Streptococcus equi in equine nasal swabs and washes by DNA amplificationVet Rec 1997;141:446–447.
36. Baverud V, Johansson SK, Aspan A. Realtime PCR for detection and differentiation of Streptococcus equi subsp. equi and Streptococcus equi subsp. zooepidemicus Vet Microbiol 2007;124:219–229.
37. Heather Z, Holden MT, Steward KF, et al. A novel streptococcal integrative conjugative element involved in iron acquisitionMol Microbiol 2008;70:1274–1292. 
38. Davidson A, TraubDargatz JL, Magnuson R, et al. Lack of correlation between antibody titers to fibrinogenbinding protein of Streptococcus equi and persistent carriers of stranglesJ Vet Diagn Invest2008;20:457–462.
39. Boyle AG, Sweeney CR, Kristula M, et al. Factors associated with likelihood of horses having a high serum Streptococcus equi SeMspecific antibody titerJ Am Vet Med Assoc 2009;235:973–977.
40. Boyle AG, Smith MA, Boston RC, Stefanovski D. A casecontrol study developing a model for predicting risk factors for high SeMspecific antibody titers after natural outbreaks of Streptococcus equi subsp equi infection in horsesJ Am Vet Med Assoc 2017;250:1432–1439.
41. Piche CA. Clinical observations on an outbreak of stranglesCan Vet J 1984;25:7–11
42. Robinson C, Steward KF, Potts N, et al. Combining two serological assays optimises sensitivity and specificity for the identification of Streptococcus equi subsp. equi exposureVet J 2013;197:188–191.
43. Hoffman AM,Staempfli HR,Prescott JF, Viel L. Field evaluation of a commercial M protein vaccine against Streptococcus equi infection in foalsAm J Vet Res 1991;52:589–595
44. Borst LB, Patterson SK, Lanka S, et al. Evaluation of a commercially available modifiedlive Streptococcus equi subsp equi vaccine in poniesAm J Vet Res 2011;72:1130–1138.
45. Cursons R, Patty O, Steward KF, Waller AS. Strangles in horses can be caused by vaccination with Pinnacle I. NVaccine 2015;33:3440–3443.
46. Livengood JL, Lanka S, Maddox C, Tewari D. Detection and differentiation of wildtype and a vaccine strain of Streptococcus equi ssp. equi using pyrosequencingVaccine 2016;34:3935–3937.
47. Lanka S, Borst LB, Patterson SK, Maddox CW. A multiphasic typing approach to subtype Streptococcus equi subspecies equi J Vet Diagn Invest 2010;22:928–936.
48. Jacobs AA, Goovaerts D, Nuijten PJ, et al. Investigations towards an efficacious and safe strangles vaccine: Submucosal vaccination with a live attenuated Streptococcus equi Vet Rec 2000;147:563–567.
49. KempSymonds J, Kemble T, Waller A. Modified live Streptococcus equi (‘strangles’) vaccination followed by clinically adverse reactions associated with bacterial replicationEquine Vet J 2007;39:284–286.
50. Thompson RN, McNicholl BP. Needlestick and infection with horse vaccineBMJ Case Rep Aug2010;26:pii:bcr1120092444. 
51. Guss B, Flock M, Frykberg L, et al. Getting to grips with strangles: An effective multicomponent recombinant vaccine for the protection of horses from Streptococcus equi infectionPLoS Pathog2009;5:e1000584. 
52. INTERVACC. Available at: http://intervacc.com. Accessed January 26, 2017.
53. Kelly C, Bugg M, Robinson C, et al. Sequence variation of the SeM gene of Streptococcus equi allows discrimination of the source of strangles outbreaksJ Clin Microbiol 2006;44:480–486. 
54. Perkins JD, Schumacher J, Kelly G, et al. Standing surgical removal of inspissated guttural pouch exudate (chondroids) in ten horsesVet Surg 2006;35:658–662.
55. California Department of Food and Agriculture. Available at: https://www.cdfa.ca.gov/AHFSS/Animal_Health/pdfs/Biosecurity_Toolkit_Full_Version.pdf. Accessed 30 January, 2017.
56. Dwyer R. Environmental disinfection to control equine infectious diseasesVet Clin North Am2004;20:531–542.
57. Elsayed S, Hammerberg O, Massey V, et al. Streptococcus equi subspecies equi (Lancefield group C) meningitis in a childClin Microbiol Infect 2003;9:869–872.
58. Popescu GA, Fuerea R, Benea E. Meningitis due to an unusual human pathogen: Streptococcus equisubspecies equi South Med J 2006;99:190–191.
59. Parmar J, Winterbottom A, Cooke F, et al. Endovascular aortic stent graft infection with Streptococcus equi: The first documented caseVascular 2013;21:14–16.
60. Breiman RF, Silverblatt FJ. Systemic Streptococcus equi infection in a horse handler––A case of human stranglesWest J Med 1986;145:385–386. 
61. Ramey D. Does early antibiotic use in horses with “strangles” cause metastatic Streptococcus equibacterial infections? Equine Vet Educ 2010;19:14–15. 
62. Erol E, Locke SJ, Donahoe JK, et al. Betahemolytic Streptococcus spp. from horses: A retrospective study (2000–2010)J Vet Diagn Invest 2012;24:142–147.
63. Johns IC, Adams EL. Trends in antimicrobial resistance in equine bacterial isolates: 1999–2012Vet Rec 2015;176:334
64. 64; Bade D, Portis E, Keane C, et al. In vitro susceptibility of ceftiofur against Streptococcus equisubsp zooepidemicus and subsp equi isolated from horses with lower respiratory disease in Europe since 2002 Vet Ther 2009;10:E1–E10.
65. Bade D, Sibert G, Hallberg J, et al. Ceftiofur susceptibility of Streptococcus equi subsp zooepidemicusisolated from horses in North America between 1989 and 2008 Vet Ther 2009;10:E1–E7.
66. McClure S, Sibert G, Hallberg J, et al. Efficacy of a 2dose regimen of a sustained release ceftiofur suspension in horses with Streptococcus equi subsp. zooepidemicus bronchopneumoniaJ Vet Pharmacol Ther 2011;34:442–447.
67. Christmann U, Pink C. Lessons learned from a strangles outbreak on a large Standardbred farmEq Vet Educ 2015 2017;29:138. 
68. Feary DJ, Hyatt D, TraubDargatz J, et al. Investigation of falsely reported resistance of Streptococcus equi subsp. zooepidemicus isolates from horses to trimethoprimsulfamethoxazoleJ Vet Diagn Invest 2005;17:483–486.
69. Fey K, Schmid P. Susceptibility of bacterial isolates from the equine respiratory tract to trimethoprim, sulfadoxine, sulfadimethoxine and combinations of these compoundsTierarztl Prax 1995;23:148–154.
70. Ensink JM, Smit JA, Van Duijkeren E. Clinical efficacy of trimethoprim/sulfadiazine and procaine penicillin G in a Streptococcus equi subsp. zooepidemicus infection model in poniesJ Vet Pharmacol Therap 2003;26:247–252.
71. Sweeney CR, Whitlock RH, Meirs DA, et al. Complications associated with Streptococcus equiinfection on a horse farmJ Am Vet Med Assoc 1987;191:1446–1448
72. Ford J, Lokai MD. Complications of Streptococcus equi infectionEquine Pract 1980;4:41–44.
73. Kaplan NA, Moore BR. Streptococcus equi endocarditis, meningitis and panophthalmitis in a mature horseEquine Vet Educ 1996;8:313–316. 
74. Finno C, Pusterla N, Aleman M, et al. Streptococcus equi meningoencephalomyelitis in a foalJ Am Vet Med Assoc 2006;229:721–724.
75. Whelchel DD, Arnold CE, Chaffin MK. Subscapular lymph node abscessation as a result of metastatic Streptococcus equi subspecies equi infection: An atypical presentation of bastard strangles in a mareEquine Vet Educ 2009;21:131–134. 
76. Meijer MC, Weeren PR, Rijkenhuizen AB. Streptococcus equi in the fetlock joint of a mature horseEquine Vet Educ 2001;13:72–74. 
77. Caniglia CJ, Davis JL, Schott HC, et al. Septic funiculitis caused by Streptococcus equi subspecies equiinfection with associated immunemediated haemolytic anaemia: Septic funiculitis with secondary IMHAEquine Vet Educ 2014;26:227–233. 
78. Berlin D, Kelmer G, Steinman A, Sutton GA. Successful medical management of intraabdominal abscesses in 4 adult horsesCan Vet J 2013;54:157–161. 
79. Pusterla N, Whitcomb MB, Wilson WD. Internal abdominal abscesses caused by Streptococcus equisubspecies equi in 10 horses in California between 1989 and 2004Vet Rec 2007;160:589–592.
80. Spoormakers TJ, Ensink JM, Goehring LS, et al. Brain abscesses as a metastatic manifestation of strangles: Symptomatology and the use of magnetic resonance imaging as a diagnostic aidEq Vet J2010;35:146–151.
81. Pusterla N, Watson JL, Affolter VK, et al. Purpura haemorrhagica in 53 horsesVet Rec 2003;153:118–121.
82. Dujardin CL. Multiple smallintestine intussusceptions: A complication of purpura hemorrhagica in a horseTijdschr Diergeneeskd 2011;136:422–426.
83. Kaese HJ, Valberg SJ, Hayden DW, et al. Infarctive purpura hemorrhagica in five horsesJ Am Vet Med Assoc 2005;226:1893–1898.
84. Sponseller BT, Valberg SJ, TennentBrown B, Foreman JH, Kumar P, Timoney JF. Severe acute rhabdomyolysis in 4 horses associated with Streptococcus equi subspecies equi infectionJ Am Vet Med Assoc 2005;227:1800–1807.
85. DurwardAkhurst SA, Valberg SJ. Immunemediated muscle diseases of the horseVet Pathol2017;55:68–75.
86. Valberg SJ, Bullock P, Hogetvedt W, et al. Myopathies associated with Streptococcus equi infections in horsesProc Am Assoc Equine Pract 1996;42:292–293. 
87. DurwardAkhurst SA, Finno CJ, Barnes N, et al. Major histocompatibility complex I and II expression and lymphocytic subtypes in muscle of horses with immunemediated myositisJ Vet Intern Med2016;30:1313–1321. 
88. Lewis SS, Valberg SJ, Nielsen IL. Suspected immunemediated myositis in horsesJ Vet Med2007;21:495–503.
89. Bergsten G, Pesson S. Studies on the ECG in horses with acute strangles. Proceedings of the 1st International Conference on Equine Infectious Diseases. Bryans JT, ed. University of Kentucky Press, KY; 1966;76–78.


No comments: