Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Saturday, 31 May 2008

G-8 Environment Ministers Meeting di Kobe 24-26 Mei 2008

G-8 Environment Ministers Meeting telah diselenggarakan di Kobe dari tanggal 24 sampai dengan 26 Mei 2008. Pertemuan ini diketuai oleh Dr. Ichiro Kamoshita, Minister of Environment, Jepang, dengan dihadiri oleh segenap perwakilan negara anggota G-8 dan Outreach berjumlah total 18 negara, termasuk Indonesia. Pertemuan ini dihadiri pula oleh perwakilan lembaga-lembaga regional/internasional antara lain Global Environment Facility (GEF), GLOBE, International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), United Nation Environment Programme (UNEP), World Bank, Secretariat of Basel Convention dan Secretariat of UNFCCC.

Menteri Lingkungan Hidup Jepang Dr. Ichiro Kamoshita selaku pimpinan sidang pada pembukaan menyampaikan bahwa masalah lingkungan yang dihadapi oleh komunitas internasional saat ini telah mendorong setiap negara untuk lebih meningkatkan upayanya pada setiap level baik nasional, regional maupun global, serta menekankan pentingnya kerjasama internasional dalam pelaksanaannya. Masalah lingkungan juga merupakan salah satu tema utama yang akan dibahas dalam Pertemuan tingkat Kepala Negara/Pemerintahan G-8 di Toyako, Hokkaido, yang dijadwalkan pada tanggal tanggal 7-9 Juli 2008. Karenanya, hasil pertemuan tingkat menteri di Kobe ini akan menjadi bahan masukan untuk Pertemuan tingkat Kepala Negara/Pemerintahan G-8 di Toyako, Hokkaido tersebut.

Tiga tema utama yang dibahas dalam pertemuan adalah climate change , biodiversity dan Reduce, Reuse & Recycle (3Rs).

Hasil-hasil pembahasan pertemuan G-8 dan Outreach countries antara lain:

1. Climate Change
a. Pentingnya transisi ke low carbon societies guna mencapai tujuan jangka panjang menuju realisasi tujuan akhir UNFCCC. Dalam hal ini, negara-negara maju harus berada di lini depan dalam upaya mengurangi reduksi emisi global hingga separuh pada tahun 2050. Guna mencapai low carbon societies, seluruh negara perlu melakukan inovasi dalam gaya hidup, pola konsumsi dan produksi, serta infrastruktur sosial, disamping inovasi teknologi;
b. Upaya kerjasama antara negara-negara maju dengan negara-negara berkembang, antara lain meliputi alih teknologi, dukungan finansial dan pengembangan kapasitas guna meningkatkan aktivitas mitigasi dan adaptasi di negara-negara berkembang. Dalam hal mitigasi, diakui perlunya penggunaan carbon markets dan public-private partnership (PPP), serta mekanisme pendanaan yang mendukung;
c. Dalam hal negosiasi kerangka pasca 2012, diakui pentingnya menyelesaikan proses negosiasi sejalan dengan Bali Action Plan selambat-lambatnya Desember 2009. Dalam hal penetapan mid-term target yang efektif, diperlukan komitmen dan langkah nyata oleh negara-negara maju, serta langkah nyata oleh negara-negara berkembang. Dalam hal ini, masih terdapat negara-negara yang memperlihatkan keenganannya untuk memberikan komitmennya secara jelas dan pasti, contohnya AS. Sebaliknya, negara-negara Eropa terutama Jerman memperlihatkan kesan kesiapannya;
d. Terdapat dukungan luas untuk menindaklanjuti hasil pertemuan ini yang dikenal sebagai “Kobe Initiative”, antara lain pengembangan jaringan internasional dalam low carbon societies, analisa potensi bottom-up sectoral mitigation, peningkatan co-benefit dalam kebijakan terkait, dan dukungan pengembangan kapasitas bagi negara-negara berkembang untuk penemuan-untuk dan pengumpulan data berdasarkan measurablity, reportability, and verifiability.

2. Biodiversity
a. Pentingnya langkah-langkah peningkatan biodiversity lebih lanjut, termasuk pengembangan dan implementasi Rencana Aksi dan Strategi Biodiversity Nasional guna mencapai target biodiversity 2010;
b. Perlunya pelaksanaan pendekatan ilmiah dalam aktivitas riset biodiversity, termasuk proses monitoring, penilaian (assesment), dan penyediaan informasi;
c. Dalam hal pemanfaatan biodiversity secara berkelanjutan, diakui pentingnya merealisasikan konservasi biodiversity dan pengelolaan sumber alam secara berkelanjutan di alam sekunder seperti Satoyama di Jepang, termasuk lahan pertanian dan ekosistem di sekitarnya;
d. Pentingnya menanggulangi masalah illegal logging yang dipandang membawa kerugian besar terhadap biodiversity dan emisi tinggi gas rumah kaca. Dalam kaitan ini, diakui pula perlunya tindakan efektif baik dari negara pengimpor maupun pengekspor untuk tidak memasukkan illegal logged timber dari/ke pasar internasional;
e. Penekanan perlunya peningkatan keterlibatan seluruh aktor sosial termasuk aktor sektor swasta dalam memfasilitasi konservasi dan pemanfaatan biodiversity secara berkelanjutan;
f. Penekanan bahwa climate change mempunyai dampak besar terhadap biodiversity, bahkan kehidupan manusia. Karenanya, perlu perhatian terhadap keterkaitan climate change dan biodiversity;
g. Terdapat kesepakatan atas “Kobe Call for Action for Biodiversity” termasuk Satoyama Initiative yang diusulkan Jepang, guna upaya lebih lanjut mengatasi tantangan dalam hal biodiversity.

3. 3Rs
a. Diakui perlunya peningkatan langkah-langkah 3Rs dan resource productivity guna mencapai pembangunan secara berkelanjutan di negara-negara G-8 dan yang lainnya. Selain penanganan sampah secara tepat dan proses recycle (daur ulang), prioritas utama juga diletakkan pada reduksi sampah. Salah satu upaya misalnya mengurangi penggunaan disposable plastic bags. Negara-negara G-8 dan non G-8 mengakui keterkaitan kuat antara peningkatan pengelolaan sampah secara tepat dan 3Rs, dengan upaya reduksi emisi gas rumah kaca;
b. Dalam upaya pengembangan kapasitas guna mencapai pengelolaan sampah secara tepat di negara-negara berkembang, diakui perlunya kerjasama lebih lanjut antara 3R Initiative dan Basel Convention;
c. Diakui pula pentingnya dukungan teknik dan finansial mencapai pengembangan kapasitas dalam pelaksanaan 3Rs di negara-negara berkembang;
d. Terdapat kesepakatan terhadap Kobe 3R Action Plan dan melaporkan perkembangannya di tahun 2011. Jepang telah meluncurkan “New Action Plan towards a Global Zero Waste Society”, yang diharapkan dapat mendorong kerjasama internasional lebih lanjut berdasarkan spirit Kobe 3R Action Plan.

Secara umum, pertemuan berjalan dengan lancar dan efektif. Seluruh delegasi, baik G-8 maupun Outreach countries, termasuk Indonesia, mendapat kesempatan untuk menyampaikan pandangannya terhadap ketiga isu yang dibahas, yaitu biodiversity, 3Rs dan climate change. Satu hal yang menarik terjadi di persidangan adalah terdapatnya perubahan format pertemuan atas kesepakatan bersama G-8 dan Outreach countries. Awalnya pertemuan senantiasa menggunakan format dimana negara anggota G-8 yang mendapat kesempatan memberikan pandangan mereka, diikuti dengan Outreach countries, dan lembaga-lembaga regional/internasional terkait. Namun, hal ini kemudian berubah dan kesempatan berbicara diberikan kepada partisipan siapa saja, tanpa memperhatikan urutan sebagaimana sebelumnya. Hal ini di sisi lain juga memperlihatkan kesan bahwa masalah lingkungan sudah sedemikian mendesaknya sehingga pembahasan dan proses negosiasi harus cepat dilakukan dan kesempatan menyampaikan pendapat saat ini terbuka bagi siapa saja atau negara mana saja yang memberikan perhatiannya terhadap masalah lingkungan.

Terdapatnya beberapa hal yang menjadi pending issues, utamanya persoalan sharing burden and balanced responsibility dalam upaya reduksi emisi gas rumah kaca, serta kepastian negara-negara maju untuk menetapkan mid-term target reduksi emisi masing-masing. Hal ini antara lain juga menyiratkan bahwa masih terdapat perbedaan pandangan/posisi antar negara-negara maju yang tergabung dalam G-8 dan Outreach countries, termasuk Indonesia. Dari pembahasan, terkesan bahwa di satu sisi, beberapa negara maju seperti Jerman dan Perancis, memperlihatkan kesiapannya dalam upaya pencapaian/realisasi target reduksi emisi dalam jangka panjang maupun jangka menengah. Namun di sisi lain, AS masih memperlihatkan keenganannya untuk memberikan komitmen utamanya dalam hal penentuan mid-term target reduksi emisi.

Jepang sebagai tuan rumah sekaligus pimpinan sidang nampaknya berusaha mengambil peran termasuk dengan meluncurkan Kobe Initiative. Akan tetapi posisi Jepang terlihat lebih di tengah dan “kurang” berhasil mendorong negara maju lainnya, khususnya AS, dalam hal penentuan mid-term target reduksi emisi. Sebaliknya, posisi Outreach countries yang dimotori oleh Afrika Selatan, China, Brazil dan India serta Indonesia, berusaha keras mendorong negara-negara maju agar menunjukkan komitmennya dalam upaya realisasi target reduksi emisi. Hasil pertemuan di Kobe, termasuk pending issues ini, kiranya akan disampaikan dan dibahas dalam G-8 Summit di Hokkaido, bulan Juli 2008 mendatang.

Friday, 30 May 2008

Seminar Coalition for Africa Rice Development

– Toward a Green Revolution in Africa -

1. Seminar Coalition for Africa Rice Development Toward a green revolution in Africa diselenggarakan tanggal 29 Mei 2008 Pasifico Yokohama, Yokohama. Penyelenggara utamanya adalah NEPAD, AGRA, FASID dan JICA dan disponsori oleh Ministry of Agriculture, Forestry and Fisheries (MAFF). Seminar ini merupakan bagian dari Forth Tokyo International Conference on African Development (TICAD IV).

2. Dengan latar belakang isu kekurangan bahan makanan dan kenaikan harga makanan di dunia seminar diselenggarakan dengan tujuan: a) Menetapkan pentingnya perbaikan produktivitas pertanian menuju pengembangan sosial, pertumbuhan ekonomi, dan penurunan kemiskinan di Afrika; b) Mempertimbangkan kemungkinan sebuah revolusi hijau padi dan pengembangan pedesaan, terutama melalui peningkatan produksi padi secara cepat.

3. Agendanya meliputi : Opening Remarks, Key Note Speech, “Launching of : Coalition for African Rice Development”, Messages from Vietnam, Togo, World Bank, UNDP, AfDB and IRRI/WARDA; Panel Discussion: Toward a rice Green Revolution in Africa.

4. ”Coalition for African Rice Development” (CARD) merupakan insiatif strategi dalam rangka membantu usaha-usaha negara Afrika meningkatkan produksi berasnya, dan juga berperan sebagai kelompok konsultasi donor bilateral maupun multilateral. CARD juga menjadi wadah organisasi regional dan internasional bekerja sama dengan negara Afrika penghasil beras. Anggotanya pada saat ini adalah AGRA, NEPAD, FARA, WARDA, IRRI, JIRCAS dan JICA. Sasaran CARD adalah meningkatkan produksi beras dua kali lipat di Sub-Sahara Africa dalam waktu sepuluh tahun, dari 14 juta ton per tahun menjadi 28 juta ton per tahun.

5. Mr. Masatoshi Wakabayashi Menteri Pertanian Jepang dalam sambutan tertulisnya menyebutkan MAFF Jepang juga akan aktif berpartisipasi dalam “Coalition for African Rice Development”. Jepang akan membantu sebaik-baiknya dalam peningkatan keahlian, ketrampilan dan sumber daya manusia untuk mencapai sasaran berupa peningkatan produksi padi menjadi dua kali lipat di Afrika selama 10 tahun ini. Pendekatan konkrit dalam usaha peningkatan produksi beras, sangat penting mengimplementasikan penelitian dan pengembangan bidang pembibitan padi termasuk varietas NERICA, desiminasi teknologi penanaman padi, peningkatan fasilitas irigasi dan pengembangan sumber daya manusia.

6. Mr. Kenzo Oshima, Senior Vice President, JICA dalam presentasinya menyampaikan tujuan seminar ini adalah untuk Launching inisiatif multi-stake holder bidang pertanian di Afrika yang dinamakan “Coalition for African Rice Development” disingkat CARD. Organisasi yang berperan dalam launching ini adalah Alliance for a Green Revolution (AGRA) yang diwakili oleh Dr. Namanga Ngongi dan Forum for Agricultural Research in Africa (FARA) diwakili oleh Dr. Mothly Jones. Tiga hal yang perlu diperhatikan CARD dalam menjalankan tugasnya adalah: a) Peningkatan produksi padi yang menyebabkan kenaikan keuntungan para petani padi sehingga dapat mengantarkan ketahanan pangan dan peningkatan pendapatan petani; b) CARD ini harus respek terhadap prinsip kepemilikan dan kepemimpinan Afrika; c) Inisiatif pembangunan pedesaan dan peningkatan taraf hidup petani. Jepang sendiri akan meningkatkan bantuannya melalui ODA ke Afrika, direncanakan jumlahnya menjadi dua kali lipat dalam 5 tahun mendatang sampai dengan 2012.

7. Duta Besar Ambassador O. Wiloughby, Acting CEO, NEPAD Secretariat pada Key Note Speech menekankan : a) Pemimpin Afrika telah sepakat bekerjasama melalui NEFAD untuk melihat visi CAADP terealisir; b) NEFAD sebagai salah satu program African Union, akan meneruskan bekerja lebih dekat dengan AUC yang saling menguntungkan dalam implementasi CAADP; c) Pemerintah Jepang diundang untuk bergabung dengan NEPAD dan AUC dalam implentasi dan intervensi nyata yang telah diidentifikasi pada level negara maupun komunitas regional; d) Empat hal yang harus dipertimbangkan adalah: program produktivitas pertanian; program fasilitasi perdagangan produk pertanian; program tatalaksana pencegahan bencana alam; dan pendanaan sektor pertanian.

8. Prof. Kojiro Otsuka dari FASID pada Key Note Speech yang berjudul Fundamental Strategy for African Agricultural Development menyimpulkan : a) Panen padi di Afrika dengan hasil dua kali lipat dapat dicapai dengan cara peningkatan produktivitas padi 50% dan peningkatan area panen padi 33% (1,5x1.33 = 2.0); b) Dengan keberhasilan penanaman padi dapat menjadi model Green Revolution untuk tanaman lain.

9. Pesan tertulis dari Mr. Bui Ba Bong, Vice Minister of Agriculture and Rural Development Vietnam menyebutkan Vietnam 20 tahun yang lalu masih sebagai Negara pengimpor beras, tetapi sejak 1989 Vietnam telah menjadi Negara pengekspor beras kedua di dunia dengan volume ekspor 4 – 4,5 jutan ton beras setiap tahun. Vietnam telah memperoleh bantuan internasional untuk pengembangan pertanian termasuk sektor beras. Pada saat ini lebih dari 80% sawah padi dapat irigasi yang cukup dan petani dapat menanam padi 2 kali setahun bahkan bisa 3 kali setahun. Rata-rata produksinya sekitar 5 ton per ha dan dibeberapa tempat pada musim kering bisa mencapai 8 ton beras per ha. Melalui land reform dan pengembangan teknologi pertanian Vietnam telah dapat mencukupi kebutuhan beras dalam negeri dan telah dapat mengekspor ke beberapa Negara di Asia dan Afrika. Vietnam akan meningkatkan kerjasama teknik dalam peningkatan produksi beras dengan negara-negara Afrika. Dr. Karen Brooks, Sector Manager dari World Bank menyampaikan perlu digalakannya kerjasama selatan-selatan dan World Bank siap membantu projek-projek pertanian terutama untuk perluasan area tanaman padi. Mr. Kossi Messan Ewovor Pimpinan WARDA mengutarakan bahwa dua puluh satu anggota West Africa Rice Development Association (WARDA) dan 15 pusat Kelompok Konsultasi pada Penelitian Pertanian Internasional secara resmi ditetapkan menjadi ”Coalition for African Rice Development"(CARD).

10. Diskusi Panel dengan Judul “Toward a rice Green Revolution in Africa” yang dimoderatori Prof. Kejiro Otsuka, FASID menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut: a) World Bank akan membantu projek berhubungan dengan Teknologi pertanian untuk peningkatan produksi pangan, World Bank akan membantu pembangunan infrasturktur irigasi, pembiayaan penelitian bidang pertanian, dan bantuan peningkatan pembangunan agribisnis; b) FARA mengemukakan perlu dibangun struktur penelitian bidang pertanian di Afrika dengan cara pengembangan African Rice Research Center; Peningkatan taraf hidup para petani; CARD dipacu untuk meningkatkan produksi tanaman pangan; c) IRRI/WARDA mendorong program implementasi tekonologi bercocok tanam dalam rangka peningkatan produksi padi dengan dititikberatkan pada peningkatan kwalitas bibit, perbaikan varietas, tatalaksana pertanahan, praktek agronomi, tatalaksana pengairan, dan penanganan pasca panen; Perkiraan biaya untuk capacity buliding sekitar 22,8 juta US dolar selama 5 tahun; d) AGRA mengungkapkan perlunya usaha mengantisipasi tantangan biodiversity; rencana Program for Africa’s Seed System (PASS) dengan dana 10 juta US dolar; serta Soil Health Initiative dengan dana 180 juta US dollar.

Tuesday, 27 May 2008

Ikan Kurisi untuk bahan surimi

Ikan Kurisi di Jepang biasa diolah menjadi Surimi.

Ikan Kurisi mempunyai nama internasional Threadfin Bream.

Klasifikasi ikan Kurisi adalah sebagai berikut:

Ordo : Percomorphi

Subordo : Percoidea

Famili : Nemipteridae

Genus : Nemipterus

Spesies : Nemipterus nematophorus

Thursday, 22 May 2008

Agricultural Trade Policy of China

I. Features and market developments

1. China has evolved into an industrialized economy in which the contribution of agriculture to GDP continues to decline; it fell from 13.4% in 2004 to 11.7% in 2006. At the same time, employment in the sector dropped slightly, from 42.7% in 2004 to 39.9% in 2006 (latest year for which data were available). Consequently, labour productivity in agriculture is barely one fifth of the level in the rest of the economy, with the result that average rural incomes have fallen further behind the urban average, thus contributing to the widening gap between rural and urban living standards. Low labour productivity in agriculture reflects, inter alia, its high labour intensity and the lack of mechanization. To raise labour productivity in agriculture, and therefore farm incomes, rural areas need to be further developed, farms mechanized, and more labour (especially surplus) shifted from agriculture to industry and services, where labour productivity and therefore earnings are on average much higher.

2. Against this background, the rural reform process has continued, and the Government intends to continue the reform to improve farmers' welfare and mitigate rural-urban disparities under the Eleventh Five-Year Plan (2006-10), which calls for the creation of a "new socialist countryside". To facilitate the movement of labour, in 2006, the State Council promulgated Certain Opinions on Solving the Problems of Rural Workers, which called for the integration of the urban and rural labour markets. According to the opinions, all regions and departments concerned would have to eliminate any discriminatory regulations and restrictions in regard to hiring rural workers in urban areas, and remove the administrative approvals and administrative fees charged to enterprises employing rural workers.

3. In general, the land tenure system, by which the State owns all land, remains unchanged. However, China's Property Law of 2007 formalizes the individuals' right to use the land. Under the law, farmland continues to be owned by village collectives, which extend contracts to individual households, but the law clarifies rural dwellers’ rights and provides firmer legal guarantee of their land tenure rights. According to the authorities, at present the majority of peasants have rural land tenure certificates, which grant them long-term guaranteed rights to exploit agricultural land.

4. In 2005, crops accounted for 50.8% of total agriculture production, while livestock and fisheries accounted for 32.2% and 10.4%, respectively. Even though grain continues to be China's most important crop, there has been a shift in production from the traditional staples (i.e. rice and wheat) to corn and to other more profitable crops such as fruits and vegetables. This is in line with China's comparative advantage, the change in economic policies, which allows farmers to choose what they plant, and also a response to changes in demand for food as incomes increase in China. There has also been a shift in focus from food to feed in line with changes in food consumption patterns, with demand shifting from staple products, to meat and other animal products. Output of meat increased from 61.3 million tonnes in 2000 to 80.5 million tonnes in 2006 (72.4 in 2004); milk production increased during the same period, from 11.2 million tonnes to 33.0 million tonnes. These changes in turn stimulated demand for feed grains, including corn.

5. Exports of agricultural products grew by 13.3% and imports by 14.3% in 2006. However, the contribution of agriculture to total trade (i.e. exports plus imports) continued to decline, reflecting an increase in trade in other areas. China is a net importer of agricultural products: imports of agricultural raw materials grew by 21.5% in 2006. Imports of cotton, China's second most important agricultural import after oil-bearing crops (mainly soybeans), continued to show impressive growth in 2006 (more than 50%). China is the world's largest producer and importer of cotton. In 2006, some 20% (22% in 2004) of China's agricultural imports originated in the United States. Fish and horticultural products, China's major agricultural export products, which in 2006 accounted for 27.5% and 27.3% of total agricultural exports respectively, have also grown substantially since 2004 by 35% and 45.2%. China's major market for agricultural exports continues to be Japan, which accounts for 26.3% of total agricultural exports.


II. Policy objective and administration


(a) Policy formulation, and institutional and legal framework

6. There seem to have been no changes to the institutions that formulate and implement agricultural policies. At least 16 institutions are in charge of agriculture-related issues; coordination amongst these agencies is difficult because their functions often overlap.

7. The main laws regulating the sector do not seem to have changed since 2004. A new law was recently enacted to ensure the quality and safety of agricultural products, protect public health and promote the development of agriculture and the rural economy. However, specific decrees, notices and regulations are issued by the State Council and other administrative bodies of the Central Government on a yearly basis to implement specific policies.

(b) Policy objectives

8. The Government's key objective in the agriculture sector, as announced in the Eleventh Five-Year Plan, is to build a "new socialist countryside". This will involve, inter alia, a substantial increase in financial support for agriculture and rural development aimed at increasing farmers' incomes (Note.1). The plan also calls for the establishment of a mechanism for the industrial sector to support agriculture, and for cities to support the countryside. However, the traditional objectives of attaining food security and of maintaining a stable domestic production to protect farmers' interests have not been dropped.

Note. 1: Objectives for agriculture in China's 11th Five-Year (2006-10) Plan

The key objective of the 11th Five-Year Plan as regards agriculture is to "build a new socialist countryside". The policies outlined in the plan are aimed at promoting agricultural development and raising farmers' incomes, by:

Increasing productivity in the agriculture sector through: better land management; improving the quality of livestock, poultry and aquatic products; introduction of modern production technologies; improving extension services; and reform of the rural circulation system.

Increasing farmers' incomes through: the development of agric-industry; trade promotion; better managed agricultural enterprises; the creation of co-operatives; a further increase in subsidies for grain, for cultivating improved crop strains, and for purchasing agricultural machinery and tools; and the elimination of any remaining fees or charges imposed on farmers.

Improving services in rural areas through: increased investment in basic infrastructure to ensure an adequate supply of water, availability of paved roads, electrification of rural China, telephone and internet access, and creation of a rural healthcare system.

Improving farmers education through: enforcing the nine-year compulsory education in rural areas; elimination of tuition and incidental fees; and training for farmers.
Increasing public and private investment in rural areas through: an increase in transfers from the central to local governments; and the development of an appropriate, stable, and effective financial system so that private funds can flow into agriculture.

Deepening overall rural reform through: improvement of the household contract responsibility system; reform of public institutions at the town and townships levels; and improvement of fiscal management systems at the county and township levels.

(Source: 11th Five-Year (2006-10) Plan)
.

9. In 2004, China entered a new era in its approach to agricultural policy, as it began to subsidize rather than tax agriculture. China introduced direct subsidies to farmers, began to phase out agricultural taxes, started subsidizing seed and machinery purchases, and increased spending on rural infrastructure. The new policies reflect China’s new view of agriculture as a sector that has lagged behind. During 2005 and 2006, exemptions of the agricultural tax were extended through the whole of China and finally eliminated, while subsidies were made more widely available.


III. Policy instruments


(a) Border measures


Measures affecting imports


10. Agricultural products (WTO definition) are, with the exception of some poultry parts (HS 07), subject to ad valorem applied tariff rates. The average applied MFN tariff on agricultural products (WTO definition) has not changed since 2005, it remains at 15.3%, the same level as the average bound tariff rate. Tariffs on grain (33.9%), sugar (29.9%) and tobacco (26.9%) still benefit from higher than average protection. Lower tariffs continue to apply to crops in which China has an apparent comparative advantage, such as fruits and animal products.

11. Imports of agricultural products are subject to VAT. The rate levied on agricultural products remains at 13%, 4 percentage points lower than the general VAT rate. Agricultural products produced and sold directly by small-scale farmers are still exempt from VAT.

12. In 2007 tariff-rate quotas (TRQ) applied to grains, sugar, wool, cotton and some fertilizers, covering 45 tariff lines at the eight-digit level (down from 55 lines in 2005). In 2006, China eliminated the TRQs on vegetable oils (HS Chapter 15 soybean oil, palm oil, and rapeseed oil) implementing a tariff only arrangement instead. Imports under TRQs, with the exception of sugar and cotton, remain low and quotas are generally unfilled.

13. The quota allocation process is unchanged and is still managed by the same agencies.

14. The Government still has some influence on imports (and exports) through the state-trading system, which remains in place to ensure the stable supply and price of specific products. Agricultural products subject to state trading comprise grains (corn, rice, and wheat), sugar, tobacco, and cotton. Trade of vegetable oils was liberalized in 2006 when the Tress were removed. Chemical fertilizers are still subject to state trading. With the exception of tobacco, the aforementioned commodities are also subject to TRQs. China's TRQ system includes criteria for allocating part of the quota to a state-trading enterprise (STE) and part to a private enterprise; however, a substantial amount of the quota is still allocated to STEs and remains largely unchanged since 2005. Imports of tobacco remain under state monopoly.

15. Agricultural imports remain subject to licences and import prohibitions. Automatic licensing is in place to monitor imports; non-automatic import licences are to fulfil China's international obligations and to administer TRQs. Goods imported under TRQs are subject to non-automatic licensing. Automatic licensing covers some meat products, edible oils, and tobacco products (33 tariff lines at eight-digit level). The general import prohibition maintained under Article XX, which applied to products such as opium and ivory, has been extended to include, inter alia, human hair and bones. A number of agricultural imports, including meat products, raw hides and skins, plants used to make pharmaceuticals and perfumes, molasses, beverages (mineral water, alcohol and spirits), and yarn waste (46 lines at the eight-digit level) are not granted bonded status to be used as inputs for exports under "processing trade".


Measures affecting exports


16. In 2007, bones and horn–cores, powder, and waste thereof (HS 0506) and raw hides and skins of goats (HS 4103.1010) continued to be subject to export taxes of 40% and 20%, respectively. Deglutinated bones (HS 0506.9090) were subject to an interim export duty rate of 0% for 2007.

17. The agricultural exports subject to state trading are cotton, rice, maize, and tobacco. These products are still subject to export quotas; part of these quotas, with the exception of tobacco, can also be exported by private enterprises, with approval. The requirements for an enterprise to obtain approval were not made available to the Secretariat. State trading for exports is in place to ensure a stable domestic supply of strategic commodities and in turn ensure price stability.

18. In 2007, general export prohibitions applied to eight agricultural products. Some 22 agricultural products (22 lines at the HS 8-digit level) including products of animal origin, beverages (e.g. mineral water and alcoholic spirits), raw fur skins, and silk-worm cocoons if processed "under processing trade" may not be exported. According to the authorities, these prohibitions are in place to reduce exports of products using large amounts of raw materials, low value added goods, or energy-intensive and polluting products.

19. China continues to impose global (i.e. irrespective of destination) and destination-specific export quotas. It seems that the agricultural products subject to export quotas remain largely unchanged since the last review; in 2007, global export quotas applied to cotton, grains (maize, rice, and wheat) and tea, some of which are still subject to state trading. Destination-specific quotas remain in place for exports of live cattle, live swine, and live chicken to the Special Administrative Regions of Hong Kong and Macao. Non-automatic licences are used to distribute these quotas. Other exports, including meat products (31 tariff lines at the HS eight-digit level) are subject to automatic licensing for statistical purposes.

20. China has notified to the WTO that it did not maintain or introduce any export subsidies during 2004-06.

21. Exporters of agricultural products are entitled to VAT rebate at the time of exportation; rebates vary according to commodity and are often lower than the statutory VAT rate, which results on a levy on exports. The VAT on agricultural goods is 13%, but the "usual" export rebate rate for agricultural goods is 5%. Export rebates for products containing agricultural inputs were increased in 2007 from 5% or 11% to 13% as to promote the use of agricultural products.

(b) Internal measures

Taxation

22. China started to gradually phase out agricultural taxes in 2004. Since then, four taxes levied on agricultural products have been eliminated: the Agriculture Tax was eliminated in January 2006; the Special Agricultural Tax was replaced by a new tax, which is only levied on tobacco leaves, the Animal Husbandry Tax and the Animal Slaughtering Tax were eliminated in 2005 and 2006, respectively. At present, the taxes levied on agricultural products are the tobacco leaf tax (20% of the purchase price for tobacco leaves), the VAT (13%), the deed tax (levied when a land contract is transferred), and the tax on the use of cultivated land or farmland occupation tax (levied when arable land is used for non-agricultural purposes).

23. Most of the fees and charges levied on farmers at the sub-provincial level have also been removed. Since 2006, farmers have only had to pay fees for water and electricity; village levies are still in place but are being reviewed. Total levy collection in 2006 amounted to Y 20 billion, down from Y 43.5 billion in 2004.

24. Agricultural taxes were a major source of revenue for local governments. Thus, to ensure that governments at county and township levels continue to have a stable source of revenue, transfers from the Central Government have increased as compensation for lower sub-national tax revenues. Data provided by the authorities indicate that in 2006, the Central Government transferred Y 75.1 billion to local governments, of which Y 41.9 billion was to compensate for the removal of the Agriculture Tax and the Special Agriculture Tax. There have also been transfers from the provincial and county levels to the townships. The tax reform has been successful: local governments have not had to impose fees to compensate for their reduced fiscal revenues, due to the efforts by governments at the different levels in regards to local public finance. However, despite the removal of most taxes and fees related to agriculture, tax collection in the sector has continued to rise, reaching Y 108.4 billion in 2006 up from Y 90.2 billion in 2004.

25. According to the authorities, the agricultural tax reform has created a fairer tax regime by reducing "farmers' burden", which in turn promotes the creation of a "harmonious society", and have also translated into an increase in farmers' disposable incomes. The latter is in turn expected to stimulate investment in the sector, and consumption.

Support to agriculture

26. China has made no notifications to the WTO Agriculture Committee regarding the support given to the agriculture sector during the period under review; however, some agricultural support programmes were included in China's latest notification to the Committee on Subsidies and Countervailing Measures (Chapter III(4)(i) and (ii)). Support for agriculture has increased since 2004: total expenditure increased from Y 236 billion in 2004 to Y 317 billion in 2006, the latest year for which such data were available. Support includes resources for agricultural production and for capital construction, science and technology promotion funds, and rural relief funds. Expenditures on a "price subsidy" also increased from Y 79.6 billion in 2004 to Y 138.8 billion in 2006.

27. Direct subsidies for grain producers were introduced nationwide in 2004. As this programme is administered at the provincial level, the amount of the subsidies, the standards, and the procedures for granting the subsidies vary across the country. In 2006, the total direct grain subsidy amounted to Y 14.2 billion up from Y 11.6 billion in 2004. The authorities believe that these subsidies have contributed to an increase in grain production and to narrowing the income gap between urban and rural areas. However, it would appear that they have had only a minor impact on production and rural incomes. Moreover, it is difficult to assess the overall impact of these programmes since they are applied in different ways in the different provinces and regions.

28. Since 2004, subsidies have also been available to purchase improved crop strains, agricultural machinery, and tools. In order to increase mechanization, the subsidy to purchase agricultural machinery and tools amounted to Y 800 million in 2006 (up from Y 300 million in 2005). According to the authorities, in 2006, an additional subsidy (Y 12 billion) was granted for grain producers to be "compensated" for price increases of diesel, fertilizer, and other inputs.

29. The State Council's No. 1 Document (2005) stated that China would continue to directly subsidize grain producers, increase subsidies to farmers to purchase improved crop strains, agricultural machinery, and tools, and follow a minimum purchase price policy for rice and wheat in major producing areas. In its 2007 No. 1 Document, the State Council reiterated its support for the agriculture sector.


Price controls and marketing


30. China has progressively liberalized the price of agricultural goods; however, the price of some commodities remains controlled and others are still considered "important reserve materials" and thus subject to some sort of price control. It seems that as of 2007, centrally set government prices apply only to tobacco, and a minimum procurement price scheme remains in place for rice and wheat in major producing areas.

31. China has liberalized most agricultural markets, but the Government still intervenes to stabilize the market, when deemed necessary. As a result, some controls continue in the marketing of cotton, grain, and tobacco. China's tobacco industry is still subject to a state monopoly, with strict controls over production, marketing, and trade of tobacco products. While the circulation of cotton has been substantially liberalized, it is still subject to controls. For instance, in 2005 the NDRC issued a circular to strengthen the administration of the cotton market, regulating market access and prohibiting any further increase of cotton processing, in order to stabilize prices. In addition, a cotton reserve system appears to have been put in place. Purchases of cotton for the reserve are financed by the Agricultural Development Bank of China (ADBC).

32. In June 2004, China announced regulations designed to liberalize grain markets by reducing the state's dominant role. The regulations seem to result from a steady rollback of the monopoly power of state-owned grain bureau over several years. However, the regulations stipulate that the Government can intervene in grain markets when prices are rising rapidly, and that government departments are responsible for ensuring that grain supply and demand is balanced. Thus, it would appear that the governors' grain responsibility system, established in 1995, is still in place. Central and local authorities maintain grain reserves to ensure food security. Local grain bureaux, in consultation with central or local governments, try to stabilize markets by buying or selling as needed.

(Source: Trade Policy Review Body of WTO, 16 April 2008)

Tuesday, 20 May 2008

Call for Abstracts for Oral and Poster Presentations

Symposium on Agriculture, Science and Technology (SAST) 2008

June 21, 2008

Tokyo University of Agriculture

Theme of Symposium:


Optimizing National Resources Utilization to Strengthen Indonesia’s International Competitiveness: Agricultural,Environmental, Scientific and Technological Perspectives

Introduction:

Indonesia is blessed with great natural resources that have to be managed for the national development. However, it seems that such natural resources are not yet managed optimally to give a significant contribution for the economic development and national welfare. Meanwhile, as a country with rich of the natural resources, Indonesia has a great opportunity to play important roles in international level. Considering this situation, effective strategies formulated based on latest research findings and innovative ideas are absolutely required for optimal management of the natural resources.

The Symposium on Agriculture, Science and Technology (SAST) 2008, which is organized by the Indonesian Agricultural Sciences Association (IASA) Japan Chapter and the Indonesian Students Association (ISA) Kanto Chapter, is intended to facilitating scientists, researchers and practitioners to present their research findings, exchange ideas and discuss recent issues related to the natural resources management in Indonesia.

This symposium is follow up of the previous symposia that have been held at The Republic of Indonesia School in Tokyo (1997 and 1998), Tokyo University of Agriculture and Technology (1999); Chiba University (2000), The University of Tokyo (2001), Tsukuba University (2002) and Tokyo University of Agriculture (2005).

Objectives:

The aims of the SAST-2008 are as follows:

1. To provide an interdisciplinary forum with stimulating academic atmosphere for scientists, researchers and students to present their research findings, share ideas and discuss various issues and latest knowledge related to the natural and human resources management in Indonesian.

2. To systematically synthesize the presented research findings and ground breaking ideas that could be used to formulate relevant recommendations and strategies for the Indonesian government and related policy makers in optimizing the natural and human resource managements in Indonesia.

Time and Venue:

Date : Saturday, June 21, 2008
Place : Media Hall of 4th floor at First Building of Tokyo
University of Agriculture, 1-1-1 Sakuragaoka, Setagaya-ku, Tokyo 156-8502, Japan.

Participants and the Areas of Interest:

It is expected that Indonesian students currently studying agriculture or related fields will comprise a significant part of the whole main participants of the Symposium. Besides them, the Symposium greatly welcomes participations from Indonesian and Japanese individuals and organizations whose works, interest, and concerns are related to Indonesian agriculture directly and indirectly. These might include participation from the members of Indonesian and Japanese scientific communities, both Indonesian and Japanese press, relevant Indonesian and Japanese organizations, both governmental and non-governmental.

In order to simplify the organization of ideas, concepts, and knowledge, the main interest of the symposium is divided into several key themes as follows:

1.Science, Technology, and Information

2.Humanities (Sociology, Anthropology and Cultural Studies)

3.Economics, Management, and Policies Studies

4.Bio-production and Ecological Studies

5.Life Sciences and Biomedicine


Language:

English will be the official language used throughout the symposium.
No translation facilities will be provided.

Deadlines of call for Abstract and Posters:
Deadline for submission of abstracts (including abstract of poster):
Saturday, May 31st, 2008 (by 8 P.M)
Original Posters submission:
Saturday, June 7th, 2008

Registration fee:
Fee : ¥1,000 (including program booklet, lunch and certificate)
Payment : Receptionist of SAST-2008 (during registration time)



Guide to Authors:

Abstract:

1. It should be written in English. Please use 12 pt Times New Roman font, left/right margins 2.5 cm on letter-sized paper (left justification).

2. Type title in bold. Leave a blank line.

3. Type name(s) of the author(s). Place an underline(_) on the name
of the person presenting the paper. Use superscript numbers to indicate affiliation(s). Leave a blank line.

4. Following the appropriate superscript, type author(s) address (es). Include company/institution, city, province/state, postal zip code and country. Include the E-mail address of the corresponding authors as the line. Leave another blank line.

5. Type text, single spaced in one paragraph. An informative abstract should contain a short description of your work with all the elements to define your aims and the results to readers. An abstract should contain the following key points (maximum 5 keywords). Abstract should be no more than 250 words. Please try to have it reviewed by a colleague before submission.

6. Save in Microsoft Word format if possible. Use your last name and initial as the file name (e.g. nasrul_pradana.doc).

7. Submitted manuscripts will be subjected to peer review ensuring the highest possible scientific quality.

Poster:

1. The size of the poster should not exceed 70 cm x 100 cm.
2. Display boards and fixing materials will be provided.

Contact address:

Inquires regarding abstract and poster should be sent to:
The Secretariat SAST-2008 (SAST_2008@yahoo.com)
Mr. Tatang Sopian (General Secretary of SAST-2008)
Visit the official website of SAST-2008 at:
http://ppikanto.org/index.php?option=com_content&task=view&id=69&Itemid=51



Wassalamualaikum Wr. Wb.

Best regards,
Organizing Committee
General Chairperson

Muhamad Nasrul Pradana

Muhamad Nasrul Pradana ( ƒ_ƒi)
Graduate School ofAgriculture
Department of International Bio-Business
Laboratory of Bio-Business Management
Tokyo University of Agriculture
Sakuragaoka Dorm, 201-2B
3-9-37 Sakuragaoka, Setagaya-ku
Tokyo 156-0054 Japan

Tel. +81-3-5450-9759 ( Home )
+81-90-8503-0275 ( Mobile )

Saturday, 17 May 2008

Indonesia pengekspor ikan hias nomor empat

Indonesia memiliki 253 spesies ikan hias yang melebihi dari negara-negara lain, seperti Singapura, Philipina, Thaliand, Sri Langka, Kenya, Ethiopia, Hawai, Puerto Rico. Spesies ikan hias di Indonesia adalah famili Chaetodontidae yang terdiri dari Chaetodon Solaris, Falcula, Trifasciatus, Vegaburdus, Kleini, Melamatus, Refflesii; famili Euxiphpopidae (Angel Fish) meliputi Euxiphpopodaenavachus (Angel Plama), Xanthomatapon (Angel Napoleon) dan famili Amphiprionidae meliputi Ephippium dan Ocellaris serta dari famili Labridae terdiri dari Thalassomma lunare, Cirrhilabuss cyanoleura, Hippocampus sp.

Lain halnya dengan yang dari sungai air tawar berasal dari Kalimantan, Sumatera, Jawa, Bali, Sulawesi dan Papua. Sekalipun belum banyak spesies yang ditemukan, tetapi baru sekitar 62 spesies yang berhasil dikembangkan dan diekspor. Demikian pula untuk spesies seperti Scelorophages Formasus (Super Red Arowana). Melanataenia (Rainbow), Glassolepis (Red Rainbow), sejak tahun 1990 sudah berhasil dibudidayakan.

Ada lebih dari 240 species jenis ikan hias air tawar diimpor dari beberapa negara dan sudah berhasil dibudidayakan, antara lain Discus, Neon Tetra, Cardinal Tetra, Red Nose, Blue Lamp, Thropheus dan lain-lain. Pusat terbesar budidaya antara lain Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Jambi, Jawa, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan dan Papua.

Jumlah produksi Ikan Hias Air Tawar Indonesia 70 juta per tahun dengan 48 ribu pembudidaya ikan diseluruh Indonesia. Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan, potensi ikan hias Indonesia mencapai 4.500 species atau 60% dari total dunia, dan baru sekitar 300-500 jenis ikan hias yang diekspor, sedangkan yang dibudidayakan sekitar 50 jenis.

Tahun 2004 Indonesia menempati peringkat 4 dunia. Nilai ekspor ikan hias Indonesia 12,6 juta US dollar. Negara pengekspor ikan hias tertinggi adalah Singapura dengan nilai 41,4 juta US dollar, diikuti Malaysia dan Czech Republic dengan nilai masing-masing sebesar 17,6 US dollar dan 13,3 US dollar (sumber dari OFI 2004). Pada tahun yang sama Jepang merupakan negara pengimpor ikan hias nomor dua dengan nilai 25,6 US dollar. Urutan pertama ditempati Amerika Serikat dengan nilai 39,6 juta US dollar.

Perlu kita cermati mengapa Singapura dapat menempati posisi teratas, lebih tinggi dari Indonesia. Mungkinkah hal ini terjadi karena permasalahan seperti manajemen, teknis budidaya maupun riset dan teknologi?

Sumber : No. 30/PDSI/IV/2008

Wednesday, 14 May 2008

Berkunjung ke Imperial Stock Farm

Setiap tahun diundang perwakilan dari berbagai negara untuk mengunjungi Imperial stock Farm. Pada tanggal 12 Mei 2008 kami berkesempatan hadir memenuhi undangan tersebut. Imperial stock Farm terletak di Takanezawa-machi, Shioya-gun, Prefektur Tochigi sekitar 110 km disebelah utara Tokyo. Ketinggian tanahnya 145 m diatas permukaan air laut. Pemandangannya indah, udaranya sejuk, menentramkan hati seperti tampak pada gambar 1 dari atas.











Sejarahnya, pada tahun 1875 Kementerian Dalam Negeri mendirikan sebuah peternakan di Prefektur Chiba untuk memelihara kambing dan pembibitan peternakan. Pada tahun 1885 Peternakan tersebut secara resmi pengelolaannya dipindahkan menjadi dibawah Kementerian Rumah Tangga Kaisar dan diberi nama Shimosa Imperial Stock Farm pada tahun 1888. Pada tahun 1969 Peternakan tersebut dipindahkan ke lokasi sekarang karena lokasi lama (Chiba) dibangun bandara internasional baru.











Total luas tanah Imperial stock Farm 252 ha yang terdiri dari 134 ha padang rumput, 66 ha hutan dan 52 ha bangunan dan jalan. Garis besar kegiatannya adalah a) Pembibitan dan pemeliharaan kuda, sapi perah, babi, kambing, ayam broiler dan layer dan burung pegar Jepang; b) Produksi berbagai jenis hasil peternakan seperti susu, keju, yogurt, daging, telur, ham, bacon, sosis dsb; c) Produksi rumput kering; d) Produksi bermacam-macam sayur-sayuran seperti tomat, lettuce, bawang, kentang, wortel dsb.











Pada saat kunjungan dipertunjukan Horo-hiki (Gambar 2, 3 dan 4 dari atas). Horo-hiki adalah satu dari kebudayaan tradisional Jepang. Pertunjukan diperankan oleh dua orang yang menunggang kuda dengan mengenakan pakaian upacara tradisional Jepang. Pertunjukan ini dilakukan pada waktu-waktu khusus yang diselenggarakan sejak pertengahan zaman Edo di abad 18. Horo atau pita ular-ular terbuat dari kain sutera panjangnya 10 meter dengan diameter 55 cm. Kuda berpasangan, penunggangnya membawa pita ular-lar dengan warna yang berbeda. Satu berwarna hijau dan putih yang menggambarkan musim semi sedangkan pasangannya berwarna merah dan putih menggambarkan musim gugur.

Pelajaran dipetik dari Imperial Stock Farm ini adalah Jepang negara industri besar sedunia kaisarnya telah mengutamakan pentingnya pertanian sejak 123 tahun yang lalu, dan dipertahankan hingga kini.

Tuesday, 13 May 2008

Angsa di Hokkaido mati disebabkan H5N1

Pada tanggal 10 Mei 2008, pemerintah Hokkaido telah mengumumkan bahwa angsa yang ditemukan mati di danau Saroma pada tanggal 5 Mei terdeteksi adanya Flu Burung galur H5N1. Hal ini menandakan Flu burung telah menyebar diantara unggas liar di Jepang bagian utara.

Ini adalah kasus ketiga H5N1 yang dikomfirmasi tahun ini setelah kasus kematian angsa pada tanggal 24 April di Nostuke dan tanggal 21 April di Danau Towada Akita.

Menurut Peraturan Pemerintah tentang Pencegahan Penyakit Menular pada Hewan, Pusat Pelayanan Kesehatan Peternakan di Abasari diharapkan mulai melakukan Inspeksi di tiga Peternakan ayam dengan radius 30 km dari tempat ditemukannya angsa yang mati tersebut. Pusat Pelayanan Kesehatan Peternakan akan segera mengumumkan hasil inspeksinya.

Pusat tersebut akan mengeluarkan perintah kepada peternak ayam untuk mendisinfeksi kandang ayamnya dan mengambil langkah-langkah pencegahan menyebarnya virus tersebut. Juga akan disiapkan intruksi kepada orang yang memelihara ayam di daerah tersebut.

Tidak ada laporan dari peternakan ayam disekitar kasus tentang adanya kelainan ayamnya pada survei setelah timbul kasus tersebut.

Universitas Hokkaido telah melakukan pengujian terhadap unggas yang mati 5 Mei 2008. DNA virus penyebab kematian angsa ini diuji untuk mengetahui apakah terdapat korelasi dengan virus yang ditemukan dari unggas mati yang lain.

Sampai saat ini tidak terdapat kasus virus Flu Burung pada manusia di Jepang. Meskipun demikian International Medical Center, Jepang telah mengembangkan sebuah kit yang dalam waktu 15 menit mampu mendeteksi seseorang terinfeksi virus Flu Burung H5N1 yang ganas. Sedangkan metoda lama biasanya memakan waktu dua hari.

Sumber: Japan Times 11 Mei 2008

Saturday, 10 May 2008

Mesin pembuat ethanol di rumah tangga dijual di US

Sebuah perusahaan baru berharap para pengedara mobil melakukan pembuatan ethanol di rumahnya masing-masing untuk mengisi tanki bahan bakar mobilnya. Hal ini dilakukan agar harga bahan makanan tidak naik.

Harga jagung di Amerika Serikat per bushel pada bulan Maret 2007 baru 3,91 US dollar semakin lama semakin naik, merangkak naik terus, lalu naik tajam pada bulan Januari 2008 dan akhirnya tertinggi pada bulan April 2008 mencapai 6,30 US dollar.

Produksi ethanol di Amerika serikat pada awal tahun 1980-an baru 0,2 milyar gallon, mengalami peningkatan terus akhirnya pada tahun 2007 produksinya mencapai 6,5 milyar gallon.

E-Fuel Corp. memperkenalkan mesin MicroFueler yang merupakan mesin pembuat ethanol pertama kali di dunia yang dapat dikerjakan di rumah. Penduduk dapat membuat ethanol sendiri dan memindahkannya ke tangki bahan bakar kendaraannya masing-masing.

Harga satu unit mesin yang mudah dipindahkan ini 10.000 US dollar. Mesin dilengkapi dengan pompa pengisi bahan bakar, Penggunaan mesin ini untuk mengantisipasi kenaikan harga bahan bakar yang telah mencapai titik tertinggi.

Menurut E-fuel Corp. mesin tersebut dapat memproduksi ethanol dengan biaya listrik rumah tangga 1 US dollar per gallon (3,8 liter).

Mesin ini memfermentasi bahan bakar yang bahan bakunya dari gula. Harga gula selama ini murah ketika suplainya dunia cukup.

Sistem pembuatan ethanol di Amerika Serikat selama ini menggunakan jagung yang telah ditentang oleh dunia karena telah menimbulkan peningkatan harga makanan sedunia.

“Tidak ada lagi seorang ibu menangis karena anak-anaknya tidak memperoleh gula yang cukup” kata Tom Quinn CEO dan pendiri E-Feul Corp.

Gula yang biasa dimakan harganya sangat mahal, sehingga E-Feul Corp akan menghubungkan pengguna mesin tersebut dengan pensuplai gula surplus yang berharga murah, termasuk gula yang tidak dapat dimakan (inedible) dari Mexico berharga jauh lebih rendah. Diharapkan juga pengguna mesin ini dapat membantu pembayaran untuk Feedstock dengan cara menjual carbon credit dengan penggunaan mesin tersebut karena membuat ethanol dari gula menghasilkan emisi gas rumah kaca lebih rendah dari pada dari jagung.

Selain keuntungan diatas, pembelian mesin ini akan terlunasi oleh penggunaan mesin itu sendiri dengan cepat. Untuk 1 rumah tangga dengan 2 mobil yang dikendarai sepanjang 55.520 km per tahun, Microfueler akan membayar mesin itu sendiri kurang dari dua tahun dengan asumsi harga bensin 3,60 US dollar per gallon. Mesin tersebut dapat menghasilkan 35 gallon (132 liter) 100 persen ethanol per minggu.

Sumber : Japan Times 10 Mei 2008

Thursday, 8 May 2008

List of Indonesian Fisheries Company



1. ABADI MAKMUR OCEAN Jl. Samudera No. 3, Komplek PPS Kendari , Kendari SULAWESI TENGGARA

2. AGAAS Jl. Satsuit Tubun No. 18 , Gorontalo GORONTALO

3. AGUNG Jl. Letda Winda No. 25, Dangin Puri , Denpasar BALI

4. ALAM JAYA Jl. Rungkut Industri II No. 25 , Surabaya JAWA TIMUR

5. ALFA KURNIA FISH ENTERPRISE Jl. Jend. A. Yani, Klademak I , Sorong PAPUA

6. ALLINCO UTAMA Jl. Prof. Supomo, Komp. Keuangan No. 4A , Jakarta D. K. I.
JAKARTA

7. ALMINA UTAMA Jl. Siaga I No. 25, Pejaten Barat, Pasar Minggu , Jakarta Selatan D. K. I. JAKARTA

8. ALSUM KAMPAR SEMESTA Jl. Sirimau, Bere-Bere , Ambon MALUKU

9. ANEKA JASA KOSMOPOLITAN Somerset Tower B Suite 1201, Jl. Raya Kupang Indah , Surabaya JAWA TIMUR

10. ANEKA SUMBER TATA BAHARI Jl. Dr. Malaiholo No. 40, Kel. Benteng , Ambon MALUKU

11. ANEKA TIRTA SURYA Jl. Bendi Utama No. 6, Tanah Kusir, Kebayoran Lama , Jakarta Selatan D. K. I. JAKARTA

12. ANUGERAH TEHORU MANISE Jl. W.R. Supratman No. 1 , Ambon MALUKU

13. ANUGERAH TIMUR MAKMUR Kelurahan Sugerat Kec. Bitung Barat , Bitung SULAWESI UTARA

14. AQUA MARINDO Jl. Raya Lenteng Agung No. 9 , Jakarta Selatan D. K. I. JAKARTA

15. AQUAFARM NUSANTARA Jl. Sei Bingei No. 36 , Medan SUMATERA UTARA

16. ARABIKATAMA KAHTULISTIWA FISHING INDUSTRY Jl. Gedung Panjang II No 14K , Jakarta D. K. I. JAKARTA

17. ARAHON INDAH Jl. Yos Sudarso No. 31-33 , Bau-Bau SULAWESI TENGGARA

18. ARISTIRTA ELPRIMA PUTRA Gedung AKA Lt 8, Jl. Bangka Raya No. 2, Kebayoran Baru , Jakarta D. K. I. JAKARTA

19. ARISTOCRATAMA BINAUSAHA Jl. Raya Tanjung Pasir, Kebun Teki , Tangerang BANTEN

20. ASHER PRIMATAMA LESTARI Jl. Karang Bolong Raya No. 8, Ancol Barat , Jakarta D. K. I. JAKARTA

21. ASI PUDJIASTUTI Jl. Merdeka 312, Pangandaran , Ciamis JAWA BARAT

22. ASIA PASIFIC AQUATICS Jl. Taya Utan Jati No. 7, Pegadungan , Jakarta D. K. I. JAKARTA

23. ASOSIASI KORAL, KERANG DAN IKAN HIAS INDONSIA (AKKI) Kompl. Ruko Taman Laguna No. 107 Jl. Raya Cileungsi Cibubur , Jakarta D. K. I. JAKARTA

24. AYU BUMI SEJATI Jl. Medan Belawan No. 105/47d Km. 17,5 , Medan SUMATERA UTARA

25. BALANDAI RAYA Jl. G. Bulusaraung No 18 , Makassar SULAWESI SELATAN

26. BALI AQUARIUM Jl. Muding Indah IV No. 12 , Denpasar BALI

27. BALINUSA WINDUMAS Jl. Ikan Tuna II, Pelabuhan Perikanan Benoa, Kec. Denpasar Selatan , Denpasar BALI

28. BANCAR MAKMUR INDAH Jl. Pulau Sumatera No. 13, Kawasan Industri Medan 1 , Medan SUMATERA UTARA

29. BANYU BIRU Jl. Bungur I No. 2, Kebayoran Lama , Jakarta Selatan D. K. I. JAKARTA

30. BARAMUDA BAHARI Desa Wonokoyo, Kec. Beji , Pasuruan JAWA TIMUR

31. BARUNA SAMUDERA JAYA Pondok Mutiara Harum Blok Z 18 , Sidoarjo JAWA TIMUR

32. BASAJAYA Pondok Mutiara Harum Blok Z No. 18 , Sidoarjo JAWA TIMUR

33. BEKAEL ESKA GEMILANG Jl. Karang Mulya No. 8, Karang Tengah, Ciledug , Tangerang BANTEN

34. BETEL CITRA SEYAN Jl. Mayor Dullah Lr. Cipta Niaga No. 05 Kel. Talumolo , Gorontalo GORONTALO

35. BINA WIMATRACO Jl. Cengkeh No. 16/18 , Jakarta Barat D. K. I. JAKARTA

36. BINTUNI MINA RAYA Jl. Merdeka No. 61 A , Manokwari PAPUA

37. BIRU BIAK Jl. D.S. Rumainum No. 1 , Biak PAPUA

38. BLUE STAR Jl. Reformasi No. 1, Raya Pondok Aren , Tangerang BANTEN

39. BONECOM SERVISTAMA COMPINDO Jl. Muara Baru Ujung Blok-T No. 1 , Jakarta Utara D. K. I. JAKARTA

40. BUANA BINA SURYA Jl. Dula Raya Km. 8, Desa Ngadi, Tual , Maluku Tenggara MALUKU

41. BUMI AGRO LESTARI Jl. Adi Sucipto Km. 6 Sei Raya , Pontianak KALIMANTAN BARAT

42. BUMI MENARA INTERNUSA DAMPIT Jl. Pahlawan No. 1-3 Dampit , Malang JAWA TIMUR

43. BUMI MULYA Arthaloka Bld 3rd Floor Suite 305 B Jl. Jend. Sudirman Kav. 2 , Jakarta D. K. I. JAKARTA

44. BUMIFOOD INDUSTRY Plaza Abda 2nd Floor Jl. Jend Sudirman Kav 59 , Jakarta D. K. I. JAKARTA

45. C AND P INTAN JAYA Jl Trans Sulawesi Desa Kapitu Kec. Tombasianamurang , Manado SULAWESI UTARA

46. CAHAYA BARU Jl. Cenek No. 15, Kodam Bintaro , Jakarta D. K. I. JAKARTA

47. CAHAYA GALESONG Jl. SLT Alauddin Palanga Gowa , Makassar SULAWESI SELATAN

48. CELEBES MINAPRATAMA Jl. Industri, Kelurahan Wangurer, Kec. Bitung Tengah , Bitung SULAWESI UTARA

49. CENTRA MULTI MINA Jl. Ir. Sutami No. 55 , Makassar SULAWESI SELATAN

50. CENTRAL COLDSTORAGE PRATAMA SAKTI Jl. Permata Hijau 1-2 No. 8 , Jakarta D. K. I. JAKARTA

51. CENTRALPERTIWI BAHARI SHS Building Lantai 2, Jl. Ancol Barat Blok A5E No. 10 , Jakarta D. K. I. JAKARTA

52. CHEN WOO FISHERY Jl. Kima 4 Block KG / B2, Kawasan Indusri , Makassar SULAWESI SELATAN

53. CITRA ARISCO MINA Jl. Sutami No. 17 , Makassar SULAWESI SELATAN

54. CONTINENTAL PRI Jl. Mangga Besar Raya No. 25 A , Jakarta D. K. I. JAKARTA

55. DAITRON INDONESIA Jl. MS Batubara No. 25 , Bandar Lampung LAMPUNG

56. DAMARINA SUMBER BAHARI Jl. Ikan Tuna Raya No. 19, Pelabuhan Benoa , Denpasar BALI

57. DATARAN BOSOWA Jl. Dr. Lemena No. 47 , Makassar SULAWESI SELATAN

58. DEHO CANNING COMPANY Jl. Raya Madidi , Bitung SULAWESI UTARA

59. DEMONIA PERKASA Jl. Petitenget No. 99A Kerobokan, Kuta , Badung BALI

60. DHARMA INTI PERMAI Jl. Lodan Raya No. 151 H, Ancol , Jakarta Utara D. K. I. JAKARTA

61. DHARMA NIAGA Wisma Dharma Niaga 2nd floor, Jl. Abdul Muis No. 6-10 , Jakarta D. K. I. JAKARTA

62. DHARMA SAMUDERA Jl. RA. Kartini No. 39 Kendari , Kendari SULAWESI TENGGARA

63. DHARMA SAMUDERA FISHING INDUSTRIES Jl. Laks. RE Martadinata I Gg. Industri II No. 2, Tanjung Priok , Jakarta Utara D. K. I. JAKARTA

64. DINAR BALI Jl. Br. Kesambi, Kerobokan , Kuta BALI

65. DINAR JAKARTA Jl. Raya Dadap No. 30A, Desa Dadap , Tangerang BANTEN

66. DIPASENA CITRA DARMAJA Jl. Yos Sudarso No. 110 , Bandar Lampung LAMPUNG

67. DWI BINA UTAMA Jl. Jend. A. Yani, Kaligi , Sorong PAPUA

68. EKA SEAFOOD INDONESIA Citra Asri Benowo Km. 22 No. 15 , Surabaya JAWA TIMUR

69. ELOK AQUATICS Jl. Raya Siliwangi 10 A Pamulang , Jakarta D. K. I. JAKARTA

70. ERA MANDIRI CEMERLANG Jl. Muara Baru Ujung, Dermaga Timur Transit No. 27, Fishing Port , Jakarta D. K. I. JAKARTA

71. ERATAMA PUTRA GROUP Jl. Dr. Kusuma Atmaja No. 61 , Jakarta D. K. I. JAKARTA

72. ERIKANI Jl. Samuel Languju Aertembaga , Bitung SULAWESI UTARA

73. FISHINDO CITRA SAMUDRA Jl. Pelpah Hijau IV Blok TT I No. 1, Komplek Kelapa Gading Sport Club Kelapa Gading Permai , Jakarta Utara D. K. I. JAKARTA

74. FISHINDO KUSUMA SEJAHTERA TBK Jl. Suryopranoto No. 11 G , Jakarta D. K. I. JAKARTA

75. FLOBAMOR Jl. Teratei No. 5, Kel. Naikolan , Kupang NUSA TENGGARA TIMUR

76. FRESH ON TIME SEAFOOD Jl. Narogong Km. 26,5 , Bogor JAWA BARAT

77. GLOBAL MASTER Jl. Danau Maninjau No. 16, Rufei , Sorong PAPUA

78. GLOBALINDO SEA Jl. Sumatra 141 , Tarakan KALIMANTAN TIMUR

79. GLORIA INTERNATIONAL Jl. P. Jayakarta 119 No. 9 - 10 , Jakarta Pusat D. K. I. JAKARTA

80. GOLDEN MARINDO PERSADA Jl. Salembaran Raya 21, Teluk Naga , Tangerang BANTEN

81. GORO GAHANA Jl. Lonto Dg Pasewang No. 22 , Makassar SULAWESI SELATAN

82. GROWTH PACIFIC Jl. Komia Yos Sudarso Km. 10,5 Kawasan Industrial Estate , Medan SUMATERA UTARA

83. HARLEQUIN AQUATICS Jl. Gebangsari Dalam II No. 36 A Bambu Apus, Cipayung , Jakarta D. K. I. JAKARTA

84. INDO ART Jl. Mangga Besar Raya No. 25A , Jakarta Pusat D. K. I. JAKARTA

85. INDO MAGURO TUNAS UNGGUL Jl. Muara Baru Ujung Blok G-1/1-2 , Jakarta Utara D. K. I. JAKARTA

86. INDO TROPICA LESTARI Slipi Tower 2 Unit BA, Jl. Letjen S. Parman Kav 22-24 , Jakarta D. K. I. JAKARTA

87. INDOCHITO INTERNATIONAL Jl. Merak 71 Rewwin Waru , Sidoarjo JAWA TIMUR

88. INDOFRANC Jl. Bungur Raya Rt 14/01 No. 442, Kebayoran Lama , Jakarta D. K. I. JAKARTA

89. INDOKOM SAMUDRA PERSADA Jl. Ir. Sutami Km. 13 Desa Sukanegara, Tanjung Bintang , Lampung Selatan LAMPUNG

90. INDOKOR INDONESIA GROUP JL. H. Rasuna Said Kav. 10-11, Kuningan , Jakarta D. K. I. JAKARTA

91. INDOMAGURO TUNAS UNGGUL Jakarta Fishing Port - Jl. Muara Baru Ujung Blok G/1-2 , Jakarta Utara D. K. I. JAKARTA

92. INDOPISCES EXOTICA Jl. Abdul Wahab II Cinangka Kedaung Sawangan , Depok JAWA BARAT

93. INDOTROPIKA AGUNG LESTARI Tropika Apartment 2105 Jl. Letjen S. Parman Kav. 3 , Jakarta D. K. I. JAKARTA

94. INDRASARI JL. Iindustri Ds. Kenanga, Blok Dukuh , Indramayu JAWA BARAT

95. INJAFIS Jl. Moh. Toha Km. 5 No. 47 , Tangerang BANTEN

96. INNI PIONEER FOOD INDUSTRY Plaza Pasific Jl. Boulevard Barat Blok A-1 No. 18 Kelapa Gading , Jakarta Utara D. K. I. JAKARTA

97. INTI AQUATIQ PERDHANA Jl. Sultan Abdullah No. 59 , Makassar SULAWESI SELATAN

98. INTI MAKMUR Jl. Muara Karang Blok O Timur 2 , Jakarta Utara D. K. I. JAKARTA

99. INTIMAS SURYA Jl. Ikan Tuna IV Pelabuhan Benoa , Denpasar BALI

100. INTINENTAL PRI Jl. Mangga Besar Raya No. 25 A , Jakarta

101. IRIAN MARINE PRODUCT DEVELOPMENT Jl. Udang, Klademak I , Sorong PAPUA

102. ISAIKO AROWANA JL A.M. Sangaji No 12 , Jakarta D. K. I. JAKARTA

103. ISTANA CIPTA SEMBADA Jl. Raya Waru No. 30 A, Waru , Sidoarjo JAWA TIMUR

104. JASCO Jl. Bhayangkara Kuala Tungkal , Kuala Tungkal JAMBI

105. JUMBO TROPICAL FISH Jl. Abdul Wahab No. 22 Sawangan , Depok JAWA BARAT

106. KEDAMAIAN Jl. Muara Baru Ujung Blok M No. 3A , Jakarta D. K. I. JAKARTA

107. KELOLA MINA LAUT Jl. KIG Raya Selatan Kav. C-5 (Kawasan Industri) , Gresik JAWA TIMUR

108. KEONG NUSANTARA ABADI Jl. Raya Branti Km. 18, Desa Bumisari Rk. II, Kec. Natar , Lampung Selatan LAMPUNG

109. KHOM FOODS Jl. Muara Baru Ujung Blok I, Penjaringan , Jakarta Utara D. K. I. JAKARTA

110. KOHYAMA BALI BARUNA Jl. Pelabuhan Benoa No. 10X, Pesanggaran, Benoa , Denpasar BALI

111. KRISTALIN EKALESTARI Jl. Pantai Mardila , Ambon MALUKU

112. KUDAMAS INTERNATIONAL Komplek Duta Harapan Indah Blok LL/11A Kapuk Muara, Penjaringan , Jakarta Utara D. K. I. JAKARTA

113. LAURA INDO Jl. Sabar Jaya No. 59, Prajen, Banyuasin , Palembang SUMATERA SELATAN

114. LESTARI MAGRIS (LOLA MINA GROUP) Jl. Muara Karang Raya No. 117-119, Kel. Pluit , Jakarta Utara D. K. I. JAKARTA

115. LOLA MINA Jl. Muara Baru Blok N Kav. 5-6, Penjaringan , Jakarta Utara D. K. I. JAKARTA

116. MALINDO PERSADA MAKMUR Jl. Batu Kerbau No. 21 , Ambon MALUKU

117. MARINE CIPTA AGUNG Ds. Wonokoyo, Kec. Beji , Pasuruan JAWA TIMUR

118. MAYA MUNCAR Jl. Malaka II No. 17 EFG , Jakarta D. K. I. JAKARTA

119. MEDAN TROPICAL CANNING & FROZEN INDUSTRIES Jl. K.L. Yos Sudarso Km 10,5 Desa Mabar, Kawasan Industri Medan (PO Box 1427 Medan 20000) , Medan SUMATERA UTARA

120. MEGA BAHARI ADHIMANDIRI Jl. Teuku Umar No. 100 , Makassar SULAWESI SELATAN

121. MEGA KENCANA BIRU Jl. Tanah Abang III No. 6 , Jakarta Pusat D. K. I. JAKARTA

122. MEGA MARINE PRIDE Desa Wonokoyo, Kec. Beji , Pasuruan JAWA TIMUR

123. MEGA PRATAMA INDO Jl. Kima 6 Blok F1-42 , Makassar SULAWESI SELATAN

124. MIJASA MITRA Wisma Nusantara Building 8th floor, Jl. MH. Thamrin No. 59 , Jakarta Pusat D. K. I. JAKARTA

125. MINA KAROTA Jl. Yos Sudarso Namosain , Kupang NUSA TENGGARA TIMUR

126. MISAJA MITRA Nusantara Building 8 TH Floor, Jl. M.H. Thamrin No. 59 , Jakarta D. K. I. JAKARTA

127. MITRA KARTIKA SEJATI Jl. Kima Raya I Kav. D-1B , Makassar SULAWESI SELATAN

128. MITRA MANDIRI Jl. Barata Jaya 3 No. 63 - 65 , Surabaya JAWA TIMUR

129. MUARA MANGGALINDO Jl. Muara Baru Ujung Blok H Kav. 1-10 , Jakarta D. K. I. JAKARTA

130. MULTI MONODON INDONESIA Jl. Kima Raya I Blok D-2 B , Makassar SULAWESI SELATAN

131. MULTI PRAWN INDONESIA Jl. Gatot Subroto Ds. Karangbong Gadangan , Sidoarjo JAWA TIMUR

132. MULTI SARI MAKASSAR Jl. Kima 14 Kav. 55 12 , Makassar SULAWESI SELATAN

133. MUTIARA MAS TRADING COY Jl. Nusantara No. 128-132 , Makassar SULAWESI SELATAN

134. NATURA INDONESIA Jl. Empang Bahagia I/39, Jelambar , Jakarta Barat D. K. I. JAKARTA

135. NUSA KENARI Jl. Yos Sudarso , Kupang NUSA TENGGARA TIMUR

136. NUSANTARA FISHERY Jl. ate-kate, Desa Unut , Ambon MALUKU

137. OCEAN GEMINDO Ds. Bulusari - Gempol , Pasuruan JAWA TIMUR

138. PACIFIC ANEKAMINA Jl. Warung Gantung No. 9 Blok C, Rawalele , Jakarta D. K. I. JAKARTA

139. PANCA NAGA JAYA Br. Batu Belig, Kerobokan, Kuta Utara , Badung BALI

140. PANIMA TANGGUH Sungai Saddang IV No. 19 , Makasar SULAWESI SELATAN

141. PANJI SABURAI PUTRA Jl. Raya Tanjung Bintang No. 99 , Bandar Lampung LAMPUNG

142. PANORAMA ALAM TROPIKA Jl. Bendi Utama No. 20, Kebayoran Lama , Jakarta Selatan D. K. I. JAKARTA

143. PELITA Jl. Sabutung No. 27/31 , Makassar SULAWESI SELATAN

144. PERTIWI ALAM SAMUDERA Kompleks Roxy Mas Blok B-3, Jl. KH. Hasyim Ashari , Jakarta D. K. I. JAKARTA

145. PHILLIPS SEAFOODS INDONESIA Wisma Slipi Lantai 12 Suite 1212, Jl. Letjen S. Parman Kav. 12 , Jakarta D. K. I. JAKARTA

146. PRIMA BAHARI INTI LESTARI Jl. Kima 12 Kav. 5 , Makassar SULAWESI SELATAN

147. RADIOS APIRJA Klalin I , Distrik Aimas PAPUA

148. RAJA AMPAT CANNING Jl. Jend. A. Yani, Klademak , Sorong PAPUA

149. SAMUDERA SENTOSA Jl. Wolter Monginsidi Km 5, Wangurer Timur , Bitung SULAWESI UTARA

150. SANGPUTRA WIMASJAYA Villa Taman Bandara, Jl. Prancis Blok M8/3 , Tangerang

151. SARANA TEKNIK Jl. Sumatera 33-35 , Denpasar BALI

152. SARI AYUWINDU SEMESTA Jl. Hamparan Perak No. 40 A, Marelan , Medan SUMATERA UTARA

153. SARI CAKALANG Madidir Weru , Bitung SULAWESI UTARA

154. SEKAR BUMI Jl. Jenggolo II/7 , Sidoarjo JAWA TIMUR

155. SINAR ABADI CEMERLANG Gedung Menara Era Lt. 6 No. 3, Jl. Senen Raya 135-137 , Jakarta Pusat D. K. I. JAKARTA

156. SITTOMAS MULIASAKTI Jl. Kima No. 7 Kav.2-2 Kawasan Industri , Makasar SULAWESI SELATAN

157. SOUTH SUCO Jl. Kima VI Block G 4 , Makasar SULAWESI SELATAN

158. SULTRATUNA SAMUDRA Komp. Grogol Permai Blok C/6 , Jakarta Barat SULAWESI TENGGARA

159. SUMBER BERKAT Jl. Raya Keramat Ruko BTN No. 29 Ds. Sukawali Kec. Pakuhaji Kab. Tangerang , Tangerang BANTEN

160. SUMBER KALIMANTAN ABADI Jl. Pasar Beringin No. 94 A, Tarakan , Balikpapan KALIMANTAN TIMUR

161. SYAM SURYA MANDIRI Jl. Propinsi No. 1 Kampung Kajang Kec. Anggana , Samarinda KALIMANTAN TIMUR

162. TAE HO BUMI ABADI Jl. Kima 3 Kav. 4B , Makasar SULAWESI SELATAN

163. TANJUNG SARI AQUARIUM Jl. Segera Geni Gg. Lumba-Lumba 7X , Tanjung Benoa BALI

164. TOBA SURIMI INDUSTRIES Jl. Pulau Pinang 2, Kawasan Industri Medan II Saentis - Deli Serdang , Medan SUMATERA UTARA

165. USAHA MINA Jl. Yos Sudarso No. 151 , Gorontalo GORONTALO

166. VIVARIA MARINE Komplek Gudang Bandara Mas A10/11, Jl. Marsekal Surya Dharma , Tangerang BANTEN

167. WEST IRIAN FISHING INDUSTRY Jl. Udang, Klademak I , Sorong PAPUA

168. WINDIKA UTAMA Jl. Beringin Raya No. 37 Wonosari Ngaliyan , Semarang JAWA TENGAH

169. WIRONTONO BARU Jl. Ancol III No. 2, Ancol Barat , Jakarta Utara D. K. I. JAKARTA

170. YANAGI HISTALARAYA Komplek pelabuhan perikanan samudera - Kendari , Kendari SULAWESI TENGGARA

171. YASMIN ABADI Jl. Segara Geni Gang Lumba-Lumba No. 9A, Tanjung Benoa , Denpasar BALI

Friday, 2 May 2008

Sail Bunaken 2009

Come and join in the international event "Sail Bunaken 2009" for sharing new experience and exploring the marine beauty along with the marine lovers from all over the world in a spirit of adventure, graced by the marine paradise of Bunaken Sea.

"Sail Bunaken 2009" is jointly organized by the Ministry of Marine and Fishery Affairs, Provincial Administration of North Sulawesi, Ministry of Culture and Tourism, and Navy Force of Indonesia, supported by the Directorate General of Immigration and other government institutions. The largest event of the year 2009 offers strategic business opportunities for various products and services.

1. Yacht Rally
2. Manado Bay Festival
3. Jetski Tournament
4. Fleet Review
5. Bunaken Carnival
6. Sandeq Race
7. Sailing Pass
8. Bunaken Diving Festival
9. Gala Dinner


The Largest and Integrated International Marine Event in 2009

Name of Events: Sail Bunaken 2009
Dates : August 12 - 20, 2009
Venue : Bunaken Sea Park, Manado - North Sulawesi, Indonesia
Agenda :
• Expo & Show
• Carnical & Festival
• Tournament
• Rally & Race
• Touring & Diving
• Fun & Games


Key Activities

YACHT RALLY
The rally plies the route starting from East Nusa Tenggara to bitung in North Sulawesi, with participants from about 10 countries and former participants of the sail Indonesia.

FLEET REVIEW
Static parade of Warships and Tall ships from Indonesia and overseas by the port. Open ship Session, allowing the public to come aboard the ships.

SAILING PASS
Parade of sailing ships in a variety of formation at the Manado by area.

MANADO BAY FESTIVAL
Exhibition of marine, sporting tourism products, entertainment and games

BUNAKEN CARNIVAL
Marine development show-off, participated by various provinces of Indonesia and the participating ships at the Boulevard along the Manado Beach.

BUNAKEN DIVING FESTIVAL
International diving festival, with participation by International divers, and fleet review participants.

JET SKI TOURNAMENT
Internayional jet ski racing competition.

SANDEQ RACE

Sailing race by Sulawesi traditional speed schooners


Date & Event

August 09-12,2009
Warships, Tallships, Yacht Arrived at Bitung, North Sulawesi

August 13, 2009
Welcome Party by Mayor of Bitung

August 16, 2009
Bunaken Carnival

August 14 - 17, 2009
Openships

August 14 - 16, 2009
a)Diving Tournament at Bunaken
b)Dinghy Race at Manado Bay (TBA)
c)Jetski Rally From Makassar to Manado (TBC)
d)Sandeq Race (TBA)

August 17, 2009
a)AM : Indonesia's Independence Parade at Governor's house, all Captain's are invited
b)PM : Dive Tour to Bunaken
c)PM : Sunset Cocktail Party / Gala Dinner, Prize Presentation and Cultural Show, hosted by Governor

August 18, 2009
a)AM : Free Tour for participants, supported and facilitated by province and Regent Government (TBA)
b)PM : Open Stage Music & Cultural Shows at Mando or Bitung (TBA)

August 19, 2009
Sail Parade at Selat Lembeh. All Vessels are Salute to the President of The Republic of Indonesia

August 20, 2009
All Vessels Leave Bitung

Registration online:

http://www.sailbunaken2009.com/register_online.php

http://www.sailbunaken2009.com/

Inspeksi Peternakan Ayam Akita terhadap Flu Burung

Pada 30 April 2008 Prefektur Akita telah melakukan inspeksi setempat terhadap peternakan ayam dekat danau Towada setelah virus flu burung galur H5N1 dideteksi pada angsa yang ditemukan di kota pinggir danau.

Pegawai pemerintah daerah bersama-sama dengan pegawai pusat pelayanan kesehatan hewan menginstruksikan kepada peternak agar mensterilisasi perlatan kandang ayam dan juga menggunakan jaring pengaman kandang ayam untuk mencegah burung liar masuk kedalam peternakan.

Pada 29 April 2008 sebuah kajian dari National Institute of Animal Health menyatakan bahwa virus yang mematikan ini telah dideteksi pada tiga dari empat ekor unggas yang ditemukan mati pada tanggal 21 april 2008 didekat danau di kota Kosaka.

Inspeksi ini dilakukan terhadap 42.000 ayam pada 15 peternakan dalam radius 30 km dimana angsa tersebut ditemukan.

Prefektur Akita menginspeksi peternakan ayam di dekat kota Kosaka dan Kazuno pada 30 April 2008. Inspeksi selanjutnya pada 1 Mei dilakukan pada peternakan di odate.

Pemerintah prefektur telah membuat kantor Pengaturan Krisis pada tanggal 30 April 2008 dan telah melakukan pertemuan untuk mendiskusikan tata cara mendeteksi virus yang mematikan tersebut.

Selama ini telah dikonfirmasi tidak terdapat ayam yang terinfeksi dengan virus H5N1 di prefektur tersebut. Insefeksi ini dilakukan berdasarkan permintaan dari Kementrian Pertanian, Kehutanan dan Perikanan.

Prefektur disebelahnya yaitu Aomori dan Iwate juga melakukan infeksi yang sama. Menurut Prefektur Aomori angsa yang kurus telah ditangkap dekat sebuah hotel di kota Towada pada tanggal 18 April 2008. Angsa tersebut mati dua hari kemudian dan penyebab kematiannya tidak diketahui kata pegawai Kantor Prefektur.

Pada konferensi berita di Tokyo, Menteri Lingkungan Hidup Mr. Ichiro Kamoshita berkata bahwa kementriannya mengirim pegawainya ke Prefektur Hokaido, Akita dan Aomori untuk mengumpulkan kotoran ayam dan mengujinya terhadap adanya virus H5N1.

“Sejak tidak terdapat pengaruh virus ini pada peternakan domestik, kita akan menguji pengaruhnya pada burung liar secara akurat” kata Mr Kamoshita. Virus ini telah ditemukan di Danau Towada tetapi bisa terjadi ditempat lain di Jepang.

Wabah H5N1 pertama kali di jepang terjadi Maret 2007, dimana virus tersebut ditemukan pada burung elang di Sagara Prefektur Kumamoto.

Galur H5N1 yang ganas ini telah menyebar pada unggas di wilayah bagian barat laut Korea Selatan sejak April dan yang diduga menyebabkan burung migrasi telah membawa virus ke jepang.

Sumber Japan Times 1 Mei 2008.

Thursday, 1 May 2008

Isu illegal logging pertemuan menteri G8 di Kobe

Bahasan masalah yang perlu dipersiapkan untuk mendorong aksi memerangi illegal logging dan menurunkan penggundulan hutan pada pertemuan menteri G8 di Kobe pada bulan Mei 2008:

1. Jenis insentif apa yang dapat diciptakan dan diaplikasikan untuk mendorong aksi memerangi illegal logging dan menurunkan penggundulan hutan dan degradasi hutan di negara bekembang?

2. Bagaimana caranya kita dapat meningkatkan transparansi dalam pengelolaan hutan dan bagaimana mendeteksi dan mencegah secara efektif kegiatan-kegiatan illegal logging di negara-negara produsen kayu?

3. Bagaimana caranya kita dapat memperbaiki dan menyebarluaskan kebijakan pemerintah dan swasta dalam mencegah masuknya kayu dan produk kayu hasil illegal logging ke pasaran?

4. Bagaimana caranya kita dapat memperluas partisipasi negara produsen dan pengekspor kayu untuk menggunakan framework verifikasi legalitas termasuk skema sertikasi hutan dan VPA melalui pengembangan skema verifikasi regional atau global?

5. Bagaimana caranya kita dapat mendiskusikan secara efektif isu illegal logging dalam diskusi Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation in Developing countries (REDD)?