Suatu pencapaian besar dalam dunia kedokteran telah digapai oleh University of Alabama at Birmingham (UAB), yaitu transplantasi ginjal babi ke manusia pertama menggunakan model manusia yang telah meninggal. Operasi ini, yang dipublikasikan di American Journal of Transplantation, menjadi langkah awal penting untuk menguji keamanan dan kelayakan sebelum dilakukan pada manusia hidup.
Mengapa Model Praklinis Manusia Penting?
Selama ini, penelitian transplantasi organ babi dilakukan pada primata non-manusia. Namun, perbedaan biologis antara manusia dan primata (kera dan sejenisnya) menghambat pemahaman mendalam tentang risiko transplantasi ini. Sehingga model manusia yang telah meninggal menjadi solusi, memungkinkan para peneliti untuk menguji apakah ginjal babi dapat beradaptasi dengan tubuh manusia.
Saat ginjal babi yang telah dimodifikasi secara genetik ditransplantasikan, tim UAB mengamati bahwa ginjal tersebut tetap berfungsi normal tanpa komplikasi besar. Bahkan, dalam waktu 23 menit setelah transplantasi, ginjal mulai memproduksi urin, dan fungsinya bertahan hingga eksperimen diakhiri 77 jam kemudian.
Penolakan Imun menjadi Tantangan Utamanya
Salah satu risiko terbesar dalam transplantasi organ antarspesies (xenotransplantasi) adalah penolakan hiperakut, yang terjadi dalam hitungan menit jika sistem imun penerima menolak organ donor. Untuk mengurangi risiko ini, babi donor dimodifikasi secara genetik agar lebih kompatibel dengan tubuh manusia.
Tes Baru untuk Kompatibilitas
UAB juga mengembangkan metode uji baru untuk memastikan kompatibilitas antara ginjal babi dan manusia. Tes ini memeriksa keberadaan antibodi dalam darah penerima yang dapat menyebabkan penolakan. Pengembangan ini menjadi kunci untuk menjadikan xenotransplantasi lebih aman di masa depan.
Harapan Baru bagi Pasien
Transplantasi ginjal babi berpotensi menjadi solusi bagi ribuan pasien yang menunggu donor organ. Dengan organ babi yang mirip ukuran dan fungsinya dengan organ manusia, terobosan ini dapat mengatasi kelangkaan donor organ. Meski penelitian lebih lanjut diperlukan, keberhasilan awal ini membuka peluang baru dalam dunia medis.
Dengan teknologi mutakhir dan semangat inovasi, langkah ini membawa harapan besar untuk mengatasi krisis kesehatan global.
Pemantauan Kesehatan Ginjal pada Xenotransplantasi
Penelitian di University of Alabama at Birmingham (UAB) juga menyoroti pemantauan kesehatan ginjal secara intensif. Dengan biopsi harian, para peneliti menemukan gumpalan darah mikroskopis di ginjal yang ditransplantasikan. Namun, penyebab dan dampaknya belum sepenuhnya dipahami. Investigasi lebih lanjut sedang dilakukan untuk memahami temuan ini.
Babi yang Dimodifikasi dengan 10 Gen Manusia
Kemajuan ini dimungkinkan berkat babi yang dimodifikasi secara genetik oleh Revivicor, anak perusahaan United Therapeutics Corporation. Babi ini, yang disebut UKidney™, telah mengalami 10 perubahan genetik — empat gen dinonaktifkan (knockout) dan enam gen manusia disisipkan (knock-in) untuk mengurangi risiko penolakan transplantasi.
Empat Gen Knockout
Modifikasi genetik ini menonaktifkan:
GGTA1, β4GalNT2, dan CMAH untuk mencegah reaksi sistem imun terhadap struktur karbohidrat pada sel babi.
Reseptor hormon pertumbuhan babi untuk mencegah ginjal tumbuh terlalu besar di tubuh manusia.
Enam Gen Knock-In
Sisipan gen manusia bertujuan mengurangi penolakan imun dan komplikasi lain:
DAF (CD55) dan CD46: Membantu mencegah kerusakan oleh sistem imun melalui pengaturan sistem komplemen.
TBM dan EPCR: Mencegah pembentukan gumpalan darah mikroskopis yang dapat menyebabkan koagulopati konsumtif.
HO1 dan CD47: Mengurangi peradangan pada organ hasil cangkok melalui efek antioksidatif, anti-apoptotik, dan imunomodulasi.
Penelitian ini mencerminkan upaya luar biasa dalam menghadirkan solusi untuk pasien gagal ginjal, dengan membuka pintu bagi penggunaan xenotransplantasi secara luas. Melalui modifikasi genetik yang canggih, organ babi diharapkan dapat menjadi alternatif yang aman dan efektif di masa depan.
Batasan Model Pra-Klinis pada Manusia pada Xenotransplantasi
Penelitian pra-klinis pada manusia memainkan peran penting dalam menjawab pertanyaan tentang kelayakan dan keamanan xenotransplantasi, tetapi ada batasan yang perlu diatasi. Salah satu tantangan utama adalah mengukur fungsi ginjal secara optimal dalam kondisi lingkungan yang tidak ideal, seperti pada tubuh dengan kematian otak ("brain-dead human"). Kondisi ini menciptakan lingkungan yang tidak mendukung pemulihan ginjal yang ditransplantasikan, sehingga sulit menilai fungsinya secara normal, seperti pengaturan cairan, ekskresi racun, dan produksi hormon.
Pejelasan yang dimaksud kematian otak ("brain-dead human") adalah sebagai berikut:
"brain-dead human" merujuk pada seseorang yang secara medis telah dinyatakan mengalami kehilangan fungsi otak secara menyeluruh dan tidak dapat dipulihkan, termasuk di batang otak. Orang-orang tersebut secara hukum dinyatakan telah meninggal dunia, tetapi fungsi tubuh lainnya (seperti detak jantung dan sirkulasi darah) dapat tetap dipertahankan secara artifisial melalui peralatan medis, seperti ventilator. Dalam konteks penelitian medis dan transplantasi organ, individu dengan kondisi mati otak kadang-kadang digunakan sebagai penerima dalam eksperimen untuk menguji prosedur, seperti xenotransplantasi, tanpa menempatkan individu yang hidup dan sadar dalam risiko. Pengujian ini biasanya dilakukan dengan pedoman etika dan hukum yang ketat, serta umumnya dengan persetujuan sebelumnya dari individu tersebut atau keluarganya.
Dalam salah satu studi UAB, ginjal yang ditransplantasikan mulai memproduksi urin hanya dalam 23 menit setelah dipasang, tetapi ginjal lainnya menghasilkan urin dalam jumlah sedikit. Meski urin dihasilkan, ginjal tersebut tidak mampu menurunkan kadar kreatinin dalam darah, yang seharusnya menjadi indikator fungsi ginjal yang sehat. Penyebab perbedaan ini masih menjadi misteri bagi para peneliti.
Durasi penelitian pra-klinis yang terbatas juga menjadi kendala. Dalam eksperimen UAB, penelitian dihentikan setelah tiga hari, waktu yang terlalu singkat untuk mengamati potensi penolakan akut yang biasanya muncul dalam beberapa minggu atau bulan. Meskipun tidak ditemukan tanda-tanda awal penolakan organ, sulit untuk menilai jenis penolakan yang berkembang lambat dengan model ini.
Namun, model pra-klinis ini tetap penting sebagai langkah awal menuju solusi bagi krisis kekurangan organ transplantasi. Para ahli menegaskan, kebutuhan akan xenotransplantasi semakin mendesak, dan penelitian ini memberikan harapan untuk mengatasi tantangan tersebut.
Transplantasi Ginjal dengan Harapan Baru melalui Xenotransplantasi
Transplantasi ginjal antar-manusia selama puluhan tahun telah terbukti memberikan harapan hidup dan kualitas hidup yang jauh lebih baik dibandingkan dialisis. Namun, keterbatasan jumlah donor menjadi masalah besar. Saat ini, hanya sekitar 25.000 transplantasi ginjal dilakukan setiap tahun, sementara lebih dari 90.000 orang berada dalam daftar tunggu, dan lebih dari 800.000 orang di Amerika Serikat hidup dengan gagal ginjal. Sebagian besar dari mereka bahkan tidak pernah masuk ke daftar tunggu transplantasi.
Melihat kondisi ini, para ahli menyatakan perlunya solusi radikal, salah satunya melalui xenotransplantasi — transplantasi organ dari hewan, seperti babi, ke manusia. Dengan kemajuan teknologi, organ babi dianggap lebih cocok karena ukurannya yang mendekati ukuran organ manusia. Jika xenotransplantasi berhasil diterapkan secara luas, hal ini berpotensi menghapus daftar tunggu transplantasi ginjal sepenuhnya.
Di Universitas Alabama di Birmingham (UAB), program xenotransplantasi dimulai enam tahun lalu dengan tujuan membawa teknologi ini ke ranah klinis. Salah satu upaya penting adalah membangun fasilitas khusus untuk merawat babi bebas patogen. Hewan-hewan ini dijaga ketat dari infeksi, termasuk virus sitomegalovirus babi, melalui perawatan dan pengujian rutin. Pada uji coba musim gugur lalu, tim UAB memantau dengan cermat penerima xenotransplantasi terhadap kemungkinan infeksi virus dari babi, dan hasilnya menunjukkan tidak ada tanda-tanda infeksi atau keberadaan sel babi dalam tubuh penerima.
Proses transplantasi ginjal babi di UAB dirancang semirip mungkin dengan transplantasi ginjal antar-manusia, mencakup prosedur standar seperti persetujuan etis, pencocokan silang, dan pemberian terapi imunosupresan. Perbedaan utama hanyalah sumber organ, yakni babi, dan perlakuan tambahan untuk penerima yang telah meninggal.
Para peneliti UAB optimistis xenotransplantasi dapat menjadi solusi untuk krisis kekurangan organ ginjal. Dengan keamanan dan kelayakan yang terus ditingkatkan, harapan untuk menyediakan organ "siap pakai" bagi mereka yang membutuhkan kini semakin mendekati kenyataan.
Lambatnya Kemajuan Transplantasi Ginjal Dari Eksperimen ke Harapan
Perjalanan panjang transplantasi ginjal dipenuhi dengan tantangan dan kemunduran. Lebih dari lima dekade lalu, pada tahun 1963-1964, seorang ahli bedah dari Universitas Tulane mencoba mentransplantasikan ginjal simpanse ke 13 pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir. Saat itu, dialisis kronis belum tersedia, sehingga transplantasi ini menjadi satu-satunya harapan. Namun, eksperimen ini gagal—tidak ada pasien yang bertahan lebih dari sembilan bulan, bahkan sebagian besar meninggal dalam hitungan minggu.
Di sisi lain, keberhasilan pertama transplantasi ginjal manusia terjadi pada tahun 1954, ketika seorang pasien menerima ginjal dari saudara kembar identiknya. Ginjal tersebut berfungsi selama delapan tahun, menandai awal era baru dalam transplantasi organ. Pada tahun 1962, untuk pertama kalinya transplantasi ginjal berhasil dilakukan pada pasien yang tidak memiliki hubungan genetik, berkat penggunaan imunosupresi. Kemajuan dalam pemahaman sistem imun terus meningkatkan keberhasilan alotransplantasi ginjal.
Transplantasi ginjal pertama di Universitas Alabama di Birmingham (UAB) dilakukan pada tahun 1968. Sejak saat itu, penelitian terus berkembang, termasuk usulan pada tahun 1980-an bahwa babi dapat menjadi sumber organ yang lebih baik dibandingkan primata non-manusia, karena ukuran organ babi lebih mendekati ukuran organ manusia.
Kini, kemajuan teknologi, seperti modifikasi genom babi, membawa xenotransplantasi semakin dekat ke kenyataan. Meskipun masih ada tantangan yang harus diatasi, kebutuhan mendesak akan solusi ini mendorong para peneliti untuk terus berinovasi. Dengan semangat yang sama, para ahli di UAB terus memainkan peran penting dalam memajukan transplantasi ginjal, membuka harapan baru bagi ribuan pasien di seluruh dunia.
SUMBER
Jeff Hansen. 2022. The 10-gene pig and other medical science advances enabled UAB’s transplant of a pig kidney into a brain-dead human recipient. Research and Innovation. UAB News. UAB Edu.News.