Tanah Pulau Bali dan Potensinya untuk Pertanian
Tekstur tanah adalah perbandingan relatif antara tiga kelompok partikel utama dalam massa tanah. Partikel tunggal disebut partikel tanah, sedangkan kombinasi partikel disebut fraksi tanah. Fraksi tanah liat adalah fraksi tanah dengan partikel yang sangat halus, berukuran kurang dari 0,002 mm. Fraksi lanau memiliki diameter 0,002 – 0,05 mm, sedangkan fraksi pasir memiliki diameter partikel antara 0,05 – 2,0 mm. Partikel dalam massa tanah dapat terdiri dari ketiga jenis partikel ini. Tanah dianggap memiliki tekstur kasar jika campuran partikel dominan terdiri dari pasir dan proporsi partikel lainnya sangat kecil sehingga dapat diabaikan. Pada tanah dengan tekstur sedang, dominasi partikel lanau lebih tinggi, sementara tanah dengan dominasi partikel liat diklasifikasikan sebagai tanah halus. Ketiga klasifikasi tekstur tanah ini jarang bervariasi, dan karena karakteristik ini bersifat permanen, tekstur ini menjadi dasar dalam klasifikasi tanah.
Tanah di Pulau Bali didominasi oleh tanah dengan tekstur sedang, dan hanya terdapat area kecil yang memiliki tekstur halus atau kasar. Tanah dengan tekstur halus dapat ditemukan di Nusa Dua, sementara tanah dengan tekstur kasar dapat ditemukan di Pulau Nusa Penida, yang masih bagian dari Kabupaten Klungkung.
Jenis tanah Latosol mencakup 44,59% dari total luas Pulau Bali dan dapat ditemukan di Kota Denpasar serta Kabupaten Badung, Tabanan, Jembrana, sebagian Karangasem, Buleleng, dan Klungkung. Latosol adalah tanah yang telah mengalami pelapukan intensif dan perkembangan tanah tingkat lanjut. Spesifikasinya: tanah ini berwarna merah, dari merah hingga kuning kemerahan atau coklat kemerahan, dengan pH 5,5 – 6,5, tekstur halus hingga sedang, dan struktur yang remah hingga sedikit lengket, dengan permeabilitas yang dalam dan kesuburan tanah yang rendah hingga sedang.
Jenis tanah Regosol, yang mencakup 39,92% dari luas Pulau Bali, terbagi menjadi regosol abu vulkanik (ditemukan di sekitar gunung berapi), regosol bukit pasir (di sepanjang pantai), dan regosol batuan sedimen (ditemukan di sekitar topografi bukit lipatan). Secara umum, jenis tanah regosol kaya akan fosfor dan kalium, namun rendah nitrogen. Meski demikian, fosfor dan kalium ini berada dalam bentuk yang belum dapat diserap oleh tanaman karena belum terurai, sehingga tanah ini membutuhkan pupuk organik berupa kotoran hewan atau kompos untuk mempercepat proses pelapukannya. Derajat keasaman atau pH tanah regosol sekitar 6 – 7. Seiring bertambahnya usia, struktur dan konsistensi tanah ini semakin padat dan terkadang membentuk lapisan dengan porositas serta kapasitas drainase yang terbatas, yang artinya air sulit untuk meresap. Secara umum, tanah regosol belum membentuk agregat sehingga sensitif terhadap erosi. Di Bali, regosol dapat ditemukan di Kabupaten Gianyar, Bangli, sebagian besar Karangasem, sebagian Klungkung, Buleleng, dan Denpasar.
Tanah Mediterania dan Potensinya untuk Pertanian
Tanah Mediterania diklasifikasikan sebagai jenis tanah merah yang telah mengalami pembentukan tanah dalam periode waktu yang panjang. Tanah ini memiliki sifat alkalis dengan pH antara 5,5 hingga 8,0. Jenis tanah ini mengandung kalsium dan besi yang mengeras, memiliki permeabilitas yang dalam dan struktur yang lengket, namun meskipun demikian, tanah ini memiliki kesuburan yang sedang hingga tinggi. Jenis tanah ini dapat ditemukan di Nusa Penida dan Nusa Dua.
Tanah Aluvial adalah tanah yang sering atau baru saja terkena banjir, sehingga dapat dianggap sebagai tanah muda yang belum mengalami diferensiasi horizontal. Karena terbentuk akibat banjir, karakteristik tanah ini sangat bergantung pada tingkat, asal, dan jenis material yang dibawa oleh banjir, sehingga tingkat kesuburannya sangat bergantung pada asal material tersebut. Tanah jenis ini hanya mencakup 4,87% dari luas tanah Bali dan sebagian besar ditemukan di daerah pesisir barat.
Tanah Andosol yang ditemukan di sekitar Danau Buyan, Tamblingan, dan Brittan adalah jenis tanah hitam. Kata "ando" berasal dari bahasa Jepang yang berarti gelap atau hitam. Andosol mengandung tingkat bahan organik yang tinggi dengan kandungan karbon dan nitrogen yang tinggi, namun rendah fosfor. Tanah Andosol memiliki kapasitas penyerapan air yang tinggi sehingga selalu jenuh jika tertutup vegetasi. Jenis tanah ini mudah terurai namun memiliki struktur yang tahan lama, sehingga mudah untuk ditangani. Permeabilitas yang tinggi disebabkan oleh adanya mikropori yang melimpah.
Interaksi Tanah dan Agroklimat
Dalam pertanian, tanah bisa menjadi faktor utama yang menentukan kesesuaian suatu daerah untuk komoditas tertentu. Interaksi antara tanah dan agroklimat, yang meliputi faktor udara, kelembapan, intensitas cahaya, dan curah hujan, menjadi faktor yang saling berinteraksi yang memengaruhi metabolisme tanaman untuk menghasilkan organ tanaman seperti daun, bunga, dan buah. Hasil dari metabolisme ini akan berdampak pada kualitas komoditas dan rasa dari buah atau sayuran yang dihasilkan.
Faktor tanah dapat dimodifikasi dengan perlakuan tanah, pemupukan, pemberian kapur, dan irigasi, tetapi faktor iklim hanya dapat dimodifikasi dengan membangun rumah kaca atau rumah plastik untuk menciptakan mikroklimat di sekitar tanaman. Bagi petani kecil dengan modal terbatas, rumah kaca tentu saja tidak ekonomis. Berikut adalah penjelasan tentang bagaimana interaksi tanah dan agroklimat di daerah-daerah yang membuatnya cocok untuk penanaman komoditas tertentu.
Potensi Pertanian Tanah Bali dan Permasalahannya
A. Kabupaten Buleleng
Tanah di Kabupaten Buleleng didominasi oleh Latosol dan Regosol, dengan curah hujan 2.431 mm per tahun dan suhu rata-rata 27°C, menjadikan daerah ini potensial untuk pertanian. Sekitar tahun 1975, Buleleng mulai berkembang pesat dengan produksi jeruk keprok Tejakula (Tejakula adalah nama kecamatan tempat jeruk ini ditanam). Kondisi ini didorong oleh serangan virus CVPD yang menghancurkan pohon jeruk di Jawa sehingga jumlah pohon jeruk di Buleleng mencapai 6 juta pohon. Namun tahun 1983/1984, virus CVPD juga menyerang pohon jeruk di Bali dan menghancurkannya habis-habisan. Setelah itu, pengembangan kebun anggur menyebar di Buleleng sehingga kini Buleleng menjadi pusat produksi anggur di Bali.
Tanaman anggur cocok dan tumbuh baik di daerah dengan ketinggian 0 – 300 m di atas permukaan laut, dengan suhu 25 – 31°C; kelembapan 40 – 80%; curah hujan 800 mm per tahun dan tanah berpasir dengan pH 6,5 – 7,0. Jika dilihat dari spesifikasi pertumbuhannya, Buleleng seharusnya cocok untuk budidaya anggur dan kecamatan Grokgak, Seririt, dan Banjar telah menjadi pusat penanaman anggur. Masalah yang dihadapi oleh petani adalah serangan jamur pada musim hujan yang menyebabkan penurunan kualitas buah sehingga tidak dapat bersaing dengan anggur impor di pasaran. Selain itu, kurangnya teknologi untuk mengolah buah menjadi jus anggur, kismis, dan produk lainnya menjadi kendala. Pabrik anggur juga terbatas jumlahnya dan sebagian besar dimiliki oleh pihak asing. Dahulu Buleleng dikenal dengan berasnya yang memiliki rasa dan tekstur yang enak, namun dengan munculnya kebun anggur, produksi beras Buleleng menurun sehingga sulit ditemukan di pasaran.
Desa Pancasari di Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng merupakan daerah dataran tinggi di tepi Danau Buyan yang terkenal luas dengan produksi stroberinya. Namun, daerah ini juga menghasilkan sayuran dataran tinggi berkualitas tinggi, seperti kol, wortel, kentang, dan lain-lain. Stroberi (Fragaria vesca L.) tumbuh optimal di daerah dengan ketinggian 1000 – 1500 meter di atas permukaan laut (mdpl), dengan suhu siang hari antara 22 – 25°C dan suhu malam hari antara 14 – 18°C, serta kelembapan 85 – 95%. Kondisi ini perlu didukung oleh tanah yang porous dengan kandungan organik tinggi dan pH 5,8 – 6,5.
Tanah di sekitar Danau Buyan adalah tanah Andosol berwarna hitam, porous, dengan kandungan organik yang tinggi. Kombinasi tanah ini dengan ketinggian Desa Pancasari yang mencapai 1.100 mdpl, suhu siang hari 23 – 26°C, dan suhu malam hari sekitar 18°C membuatnya sangat ideal untuk pertumbuhan stroberi. Tidak mengherankan jika stroberi yang ada di supermarket Denpasar umumnya berasal dari daerah ini. Selain itu, krisan dan anggrek juga dibudidayakan di sini. Anggrek Phaphiopedilum dan Cymbidium, yang tidak bisa tumbuh di dataran rendah, dapat berbunga dengan baik di sini dan dikirim ke pasar-pasar di seluruh Bali, terutama Denpasar.
Kabupaten Buleleng juga dikenal dengan produksi mangga (Mangifera indica L.). Interaksi antara tanah dan agroklimat di Buleleng membuat daerah ini sangat cocok untuk pertumbuhannya. Saat musim panen datang, dari Oktober hingga Juni, dengan puncaknya pada bulan November hingga Desember, mangga Buleleng mendominasi pasar swalayan dan pasar tradisional di Denpasar. Sayangnya, pengetahuan petani mengenai teknik budidaya komoditas ini belum optimal. Jika pemerintah memberikan dorongan untuk agribisnis mangga, Buleleng bisa menjadi salah satu produsen utama mangga dunia dengan kualitas dan kuantitas yang sesuai.
B. Kabupaten Tabanan
Kabupaten Tabanan memiliki tanah Latosol bertekstur sedang, curah hujan 2.723,5 mm per tahun, suhu rata-rata 27°C, dan merupakan pusat produksi padi Bali, menghasilkan 90% beras Bali. Meskipun luas sawah di Bali telah berkurang dalam 5 tahun terakhir, daerah ini dengan subak yang terorganisir masih sangat produktif, terutama di Subak Guama di Kecamatan Marga dan subak ‘Rejasa’ di Kecamatan Penebel, yang keduanya merupakan daerah dataran rendah yang sangat cocok untuk produksi padi.
Tabanan juga memiliki daerah dataran tinggi di Kecamatan Baturiti yang berbatasan dengan Desa Pancasari di Kecamatan Sukasada pada ketinggian 1.100 mdpl. Daerah ini menjadi pusat produksi sayuran dataran tinggi dari keluarga Brassicaceae seperti kembang kol, sawi, brokoli, kol, dan lainnya. Sayuran dataran tinggi ini, baik yang ditanam di Pancasari maupun Baturiti, menghadapi masalah yang sama, yaitu penurunan kualitas akibat penyakit tanaman, serta masalah pasokan bibit. Hanya bibit wortel yang dapat diproduksi secara lokal, sedangkan bibit lainnya harus dibeli dengan harga tinggi dari negara lain. Masalah produksi bibit, khususnya varietas Brassicaceae, menjadi masalah umum di Bali karena dapat diproduksi berkualitas baik hanya di daerah yang memiliki fluktuasi suhu yang tinggi antara suhu siang dan malam.
Dengan kondisi tanah dan agroklimat di Kabupaten Tabanan, daerah ini juga memungkinkan untuk menanam manggis (Garcinia mangostana L.). Buah dengan rasa khas dan bentuk unik ini sangat populer di mana-mana, menjadikannya prospek yang sangat baik untuk ekspor sebagai buah tropis segar dari Bali.
C. Kabupaten Jembrana
Kabupaten Jembrana merupakan daerah yang didominasi oleh tanah Latosol bertekstur sedang, dengan curah hujan tahunan rata-rata 2.585 mm dan suhu rata-rata 28,4°C. Namun, hingga saat ini daerah ini belum dikenal sebagai penghasil komoditas tertentu. Meski demikian, jika melihat kondisi tanah dan agroklimat di daerah ini, sebenarnya sangat cocok untuk budidaya campuran jagung dan kacang.
D. Kabupaten Karangasem
Kabupaten Karangasem terkenal di seluruh Indonesia bahkan dunia sebagai daerah penghasil Salak Bali. Daerah yang kering ini memiliki curah hujan hanya 197 mm per tahun dan suhu rata-rata harian antara 27 – 50°C. Dengan tanah regosol bertekstur sedang yang dominan, agroklimat di daerah ini sangat mendukung produksi salak, khususnya salak Salacca edulis yang termasuk dalam jenis tanaman Palmae.
Seperti halnya spesies Palmae lainnya, salak tidak memerlukan pemupukan intensif. Salak hanya membutuhkan pupuk organik dalam jumlah kecil, seperti pupuk kandang. Mengingat harga pupuk kimia seperti nitrogen, fosfat, dan kalium yang cukup mahal, hal ini menjadikan salak sangat menguntungkan bagi petani. Dari sudut pandang ramah lingkungan, salak juga membantu mencegah kerusakan tanah yang dapat ditimbulkan oleh penggunaan pupuk kimia.
Ada tiga daerah penghasil salak di Karangasem, yaitu Desa Duda, Manggis, dan Sibetan. Meskipun Desa Sibetan sebenarnya terletak di Kecamatan Sidemen, salak Bali pertama kali berasal dari desa-desa ini dan kini telah menyebar ke daerah lain di Bali. Interaksi antara agroklimat dan tanah suatu daerah adalah faktor khusus dalam produksi komoditas, dan itulah sebabnya salak Sibetan memiliki rasa yang berbeda dan kurang enak ketika dicoba di Pekutatan, Kabupaten Tabanan.
SUMBER:
1.The Soil of Bali Island and Potentials for Farming by Rindang Dwiyani in Indonesian Geographical Expedition 2007, National Coordinating Agency for Survey and Mapping.
2.Radarbali.jawapos.com
3.RRI.co.id
No comments:
Post a Comment