Nama Lokal: Nuri Merah, Nuri Merah Maluku.
Nama Inggris: Red Lory.
Klasifikasi
Burung yang dideskripsikan
oleh Linnaeus (1758) dulunya dilaporkan berasal dari Borneo (Kalimantan) sehingga
Linnaeus menamai burung ini Eos bornea. Baru
beberapa tahun kemudian, diketahui jika burung ini aslinya berasal dari Maluku.
Pemberian nama ilmiah pada tahun 1758 menunjukkan bahwa Nuri Maluku ini telah
lama dikenal dan banyak ditangkap masyarakat sejak dulu.
Klasifikasi ilmiah dari Nuri Maluku adalah sebagai berikut: Kingdom: Animalia; Phylum: Chordata; Class: Aves; Ordo: Psittaciformes; Suku: Psittaculidae; Genus: Eos; Species: Eos bornea (Linnaeus, 1758).
Nuri
Maluku termasuk jenis nuri asli asal Indonesia yang paling menarik. Bulu burung ini sebagian besar berwarna merah
menyolok, indah sekali sehingga banyak orang memburunya secara ilegal untuk diperdagangkan
sebagai satwa peliharaan.
Nuri Maluku dikenal sebagai jenis Nuri yang terbanyak
dipelihara di Indonesia setelah Perkici Pelangi Kakatua Australasia. Kebun Binatang dan Taman Burung di banyak
negara pada umumnya memiliki koleksi burung ini, selain Nuri Bayan, Nuri Raja
dan burung Macaw yang memiliki ukuran lebih besar dan tampilan lebih menyolok.
Penjelasan
umum
Tubuhnya berukuran sedang dengan panjang
tubuh 28-31 cm dan berat 170-300 gram. Hampir seluruh tubuhnya ditutupi bulu
berwarna merah. Sebagian bulu penutup sayap dan bulu di bagian punggung dekat
ekor berwarna biru terang menyolok. Bulu sayap utama berwarna hitam. Sedangkan
ekornya berwarna merah kecoklatan. Ketika masih muda burung warna bulunya kusam,
iris matanya dan paruhnya berwarna kecoklatan.
Nuri Maluku memiliki paruh yang kecil
berwarna jingga dengan iris mata merah. Paruh lebih kecil dibanding paruh jenis
nuri lainnya. Pada ujung lidah terdapat bagian yang memiliki bulu-bulu sikat
yang memungkinkan burung ini lebih mudah mengambil madu dan nektar. Hal ini
menunjukkan Nuri Maluku lebih banyak mengonsumsi nektar dibanding biji-bijian
dan buah berdaging keras.
Sebagaimana jenis nuri pada umumnya, kaki
Nuri Maluku yang berwarna abu-abu memiliki susunan jari yang unik disebut zygodactily dimana saat bertengger, dua
jari mengarah ke bagian depan dan dua jari ke belakang.
Habitat
Habitat Nuri Maluku berada di hutan dataran
rendah, kebun-kebun kelapa dan vegetasi pesisir di pulau-pulau di Maluku
Selatan.
Sebaran
Burung ini tersebar di Indonesia dengan
sebaran terbatas di tempat asalnya yaitu Maluku selatan.
Burung ini terbagi menjadi dua ras, yaitu:
§ Eos bornea bornea (Linnaeus, 1758), tersebar
di Seram, Ambon hingga Kepulauan Kai. Ras rothschildi yang
berukuran lebih kecil dan ras bernsteini yang
berukuran lebih besar dianggap masih termasuk ras ini.
§ Eos bornea cyanonotha (Vieillot, 1818), hanya
ditemukan di pulau Buru. Ras ini memiliki warna lebih gelap dengan bulu
cenderung berwarna merah maroon. Populasi hybrid (hasil kawin silang) antara
kedua ras kadang-kadang dijumpai di kebun binatang sehingga kerap menyulitkan
proses identifikasi.
Burung imi terbang dalam kelompok,
menjelajahi hutan dataran rendah di pedalaman dan kawasan pesisir untuk mencari
pohon-pohon yang berbunga dan berbuah. Di tinjau dari sisi ekologi, hidup
berkelompok memberikan banyak keuntungan bagi burung paruh bengkok. Di antaranya
adalah: mempermudah mendeteksi lokasi sumber makanan, mendapatkan perlindungan
dari hewan pemangsa dan lebih mudah mendapatkan pasangan. Selain itu, burung
muda juga lebih mudah belajar bertahan hidup dan mencari makan dengan melihat
dan meniru kebiasaan individu lain dalam kelompoknya.
Makanan
Dari bentuk paruhnya, Nuri Maluku
diperkirakan lebih banyak mengonsumsi serbuk sari dan nektar dibanding
biji-bijian. Nuri Maluku peliharaan umumnya diberi makan dengan buah Pepaya,
Pisang dan Susu.
Status Konservasi
Seluruh jenis burung paruh
bengkok di Indonesia, termasuk Nuri Sayap-hitam tercantum dalam daftar jenis
satwa liar yang dilindungi oleh pemerintah berdasarkan lampiran Permen KLHK
Nomor P.106/ MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018. Meskipun populasinya terus menurun
akibat diburu secara illegal, Nuri Maluku masih dikategorikan beresiko rendah
untuk punah dalam waktu dekat (Least Concern) oleh
IUCN. Tidak termasuk dalam lampiran Appendix CITES.
Referensi:
Beehler, B.M., T.K. Pratt, and D. A.
Zimmerman. 2001. Burung-Burung di Kawasan Papua. Papua, Papua Niugini dan
Pulau-Pulau Satelitnya. Seri Panduan Lapangan. Puslitbang Biologi LIPI dan
Birdlife Internasonal-Indonesia Programme.
Coates, B.J. & Bishop, K.D. 2000. Panduan
Lapangan Burung – Burung di Kawasan Wallaceae. Penerbit Bird Life Indonesia.
Bogor.
Del Hoyo, J., Elliott, A., Sargatal, J.,
Christie, D.A. and de Juana, E. 2019. Handbook of The Birds of The World Alive.
Lynx Edicions. Barcelona.
MacKinnon, J.K., Phillipps, K. & Ballen,
B.V. 2010. Seri Panduan Lapangan Burung – Burung di Sumatera, Jawa, Bali dan
Kalimantan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi – LIPI. Bogor.
Sumber:
1 comment:
👍
Post a Comment