Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Friday, 19 October 2007

Penanganan Flu Burung

Avian influenza (AI) adalah penyakit pada unggas disebabkan oleh virus yang menyerang ayam, kalkun, itik, angsa dan spesies unggas lain terutama burung migrasi. Gejala yang ditimbulkan bervariasi, mulai dari infeksi tanpa gejala atau gejala ringan sampai dengan akut hingga terjadi kematian. Gejala klinis bervariasi tergantung beberapa faktor antara lain virus yang menginfeksi, spesies hewan, umur, jenis kelamin, penyakit lain dan lingkungan kandang.

Avian influenza lazim disebut flu burung, yang ganas dapat muncul dengan tiba-tiba di kandang, dan banyak ayam yang mati tanpa gejala yang termonitor seperti depresi, lesu, bulu rontok dan panas. Kerabang telur yang diproduksi lembek dan segera diikuti pemberhentian produksi. Muka dan pial kebiruan, kaki kemerahan dan udem. Ayam mengalami diare dan terlihat sangat haus. Pernapasan terlihat berat. Terjadi perdarahan pada kulit yang tanpa bulu. Kematian bervariasi dari 50% sampai dengan 100%.

Pada flu burung bentuk yang kurang ganas, gejala pernapasan terlihat menonjol. Gejala klinis lain yang dapat terlihat depresi, menurun jumlah konsumsi makanan, batuk, bersin dan keluar cairan dari mata dan hidung.

Agen penyebab flu burung
Virus fowl plaque pertama kali diketahui pada tahun 1878 sebagai penyebab penyakit pada ayam di Italia. Pada tahun 1955 virus tersebut dimasukkan ke dalam virus influenza, anggota famili Orthomyxoviridae. Virus influenza yang telah membentuk famili tersebut dibagi menjadi influenza tipe A, B atau C berdasarkan perbedaan antigen nucleoprotein dan protein matrix yang terdapat pada partikel virus.
Partikel virus ini mempunyai lapisan luar yang mengandung glicoproptein yang berperan dalam aktivitas aglutinasi, disebut antigen hemagglutinin (HA) dan neuramidase (NA). Perbedaan kedua antigen itu digunakan untuk mengindentifikasi serotipe virus influenza dengan inisial huruf H (untuk antigen hemaglutinin) dan N (untuk antigen neuramidase), disertai angka dibelakangnya, salah satu contoh H5N1.
Virus avian influenza –yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan flu burung- termasuk dalam tipe A. Di antara virus influenza tipe A terdapat 15 jenis antigen hemaglutinin (H1 sampai dengan H15) dan 9 jenis antigen neuramidase (N1 sampai dengan N9). Virus influenza yang biasa menyerang ternak (kuda, babi dan unggas) termasuk kedalam tipe A, perlu dicatat bahwa virus tipe A merupakan tipe yang dapat menimbulkan wabah pada manusia. Tipe B dan C menyerang manusia, tetapi tidak menyerang ternak.

Keganasan flu burung
Berdasarkan pada gejala klinis yang ditimbulkan, virus flu burung diklasifikasi menjadi dua yaitu low pathologenic (LPAI) yang bersifat kurang ganas dan highly pathologenic (HPAI) yang bersifat ganas. Sebagian besar virus flu burung termasuk LPAI. Gejala yang ditimbulkan jenis virus ini ringan yaitu berupa gejala saluran pernapasan ringan, depresi, penurunan produksi telur pada ayam petelur.
Tetapi beberapa galur LPAI dapat mengalalmi mutasi dilapangan menjadi virus HPAI. Virus yang sangat ganas menyebabkan highly pathogenic avian influenza (HPAI) yang dapat menyebabkan kematian mencapai 100%. Diantaranya termasuk ke dalam subtipe H5 dan H7. Akan tetapi tidak semua virus dalam subtipe tersebut menyebabkan HPAI.
Tanda-tanda HPAI pada unggas adalah mati tiba-tiba tanpa gejala klinis atau bisa terlihat ayam lemas, terjadi penurunan produksi telur, kerabang telur melunak, pembengkakan dikepala, kebiruan pada pial kepala, kemerahan pada kaki, keluar ingus, batuk, bersin dan diare.

Aspek kekebalan
Pada umumnya zat kebal tubuh yang ditimbulkan karena imunisasi atau infeksi virus alami dapat menangkal serangan infeksi virus yang kedua. Prinsip serangan sistem kekebalan pada penyakit flu burung tertuju pada hemagglutinin virus. Gen virus flu burung ini mudah mengalami mutasi yang dapat membuat perubahan karakter virus.
Sebagai hasil mutasi gen terjadi perubahan komposisi asam amino hemaglutinin virus ini secara konstan, sehingga perlindungan penderita yang terinfeksi virus flu burung menurun secara perlahan-lahan. Keadaan ini disebut antigenic drift. Perubahan yang perlahan-lahan ini tidak merubah kedudukan ikatan antibodi dengan antigen. Mutasi asam amino individual semacam itu tidak menimbulkan wabah. Sehingga hanya kehilangan kekebalan sebagian pada suatu populasi dan beberapa infeksi yang terjadi hanya menimimbulkan gejala ringan.

Akan tetapi jika seluruh bagian hemaglutinin baru terdapat di dalam virus, dapat menimbulkan wabah yang luas ke seluruh dunia. Hal ini terjadi karena tidak ada lagi perlindungan kekebalan yang tersisa untuk melawan infeksi virus baru tersebut. Keadaan ini disebut antigenic shift. Pada suatu keadaan tertentu dapat terjadi dua strain virus menginfeksi sebuah sel. Pertukaran segmen gen antara virus asal manusia dan virus asal unggas dapat terjadi dan akan menghasilkan virus reassortant baru.
Pertukaran partikel RNA terjadi pada proses pembentukan nucleocapsid virus baru. Sehingga diperoleh virus dengan selubung luar protein berasal dari suatu virus dengan partikel RNA baru yang berbeda dengan induknya. Virus ini dapat sangat berbahaya. Salah satu pandemik yang diyakini sebagai hasil reassortment antara influenza manusia dan burung adalah terjadi pada tahun 1918 dan menelan korban 20 juta orang meninggal.

Babi dinilai oleh para ahli sebagai tempat reassortment gen virus flu burung. Oleh karena itu memberikan hewan mati terinfeksi kepada babi dapat memunimbulkan virus flu burung baru yang ganas. Untuk mencegah keadaan seperti ini maka dianjurkan agar ayam yang terinfeksi atau mati karena terinfeksi flu burung harus dimusnahkan dengan cara dikubur atau dibakar.

Robert Webster dari rumah sakit anak di Memphis, Amerika Serikat menyatakan virus flu dari manusia dapat menular ke babi dan virus flu burung dari unggas juga dapat menular ke babi. Pada tubuh babi kedua virus tersebut dapat bermutasi atau saling bertukar gen dan menjadi subtipe virus baru.

Pembentukan subtipe virus baru itu memungkinkan terjadinya penularan virus dari hewan ke manusia. Penularan dengan cara itu sangat mungkin terjadi di Cina karena lokasi peternakan ayam, babi dan permukinan manusia berdekatan. Di Indonesia perlu diatur agar peternakan ayam harus jauh dari peternakan babi untuk mencegah terjadinya reassortment gen virus flu burung dan flu manusia.

Pencegahan dan pengendalian penyakit
Usaha pencegahan penyakit yang paling terdepan adalah tindakan Biosekuriti di peternakan. Biosekuriti bertujuan untuk mencegah penyebaran penyakit ke dalam suatu peternakan. Tindakan biosekuriti harus dilaksanakan dengan ketat agar penyakit tidak menyebar pada suatu kelompok ayam dalam peternakan. Langkah yang perlu dilaksanakan dalam rangka mencegah atau mengurangi penyebaran virus adalah sebagai berikut:
1. Selalu menerapkan filosofi manajemen flock all-in all-out.
2. Menempatkan fasilitas kandang jauh dari saluran air yang biasa digunakan oleh unggas air liar, itik dan angsa.
3. Pagar peternakan harus ditutup rapat dan pada pintu masuk ditulis larangan masuk bagi orang yang tidak berkepentingan.
4. Hanya orang atau kendaraan berkepentingan yang diizinkan masuk peternakan. Pegawai dilarang mengunjungi peternakan lain atau pergi ke pasar burung. Mengurangi jumlah tamu kedalam peternakan seketat mungkin. Disediakan tempat parkir kendaraan yang terpisah jauh dari kawasan peternakan. Melakukan pencatatan keluar masuk kendaraan.
5. Ayam dijaga supaya tidak kontak atau menggunakan air yang mungkin sudah terkontaminasi dengan burung atau unggas liar. Mencegah burung liar masuk kedalam kandang dengan cara segera memperbaiki dinding kandang yang berlubang. Dilakukan pencegahan tikus masuk kedalam kandang.
6. Ayam bibit ditempatkan jauh dari lingkungan luar. Peternakan ayam jauh dari pemukiman dan peternakan lain.
7. Makanan ayam pada kandang terbuka akan menarik burung liar. Sehingga harus dihindari makanan tumpah dari tempatnya.
8. Ayam dikelompokkan dan ditempatkan dalam kandang yang terpisah berdasarkan umur.
9. Disediakan baju bersih dan peralatan yang sudah didesinfeksi bagi pegawai peternakan. Pekerja kandang mengenakan coverall, sarung tangan, masker, tutup kepala dan sepatu boot. Didepan pintu masuk kandang harus selalu disediakan bak desinfeksi alas kaki.
10. Pekerja kandang menangani atau masuk kandang ayam umur muda terlebih dahulu.
11. Jangan meminjamkan atau meminjam peralatan dari peternakan lain. Semua peralatan dan kendaraan harus didesinfeksi sebelum masuk atau keluar peternakan.
12. Melaksanakan penanganan sampah atau limbah dengan baik. Karena Avian Influenza dapat ditularkan melalui kotoran ayam. Sehingga perlu ditangani dengan baik.
13. Ayam yang sakit atau mati harus dikeluarkan dibakar diinsenerator, jangan sampai keluar peternakan. Diambil contoh ayam yang sakit atau mati, dikirim ke laboratorium untuk didiagnosa dengan teliti.

Vaksin yang digunakan selama ini dapat mencegah influenza pada beberapa spesies termasuk unggas. Akan tetapi perlu diketahui bahwa diantara 15 subtipe virus flu burung tidak terjadi proteksi silang. Karena tidak dapat diprediksi tipe mana yang akan menginfeksi ayam disuatu peternakan, vaksinasi dengan satu subtipe tidak menjamin dapat mencegah infeksi.

Program vaksinasi disertai tindak karantina yang ketat dapat mengendalikan penyakit bentuk ringan. Tetapi pada penyakit tipe ganas, tindak karantina yang ketat dan depopulasi cepat terhadap ayam-ayam yang tertular merupakan metoda yang efektif untuk menanggulangi flu burung. Semua ayam terinfeksi dan tertular dimusnahkan dengan cara dibakar, sehingga sumber bibit penyakit hilang dari peternakan di Indonesia.

Mengingat sifat virus flu burung yang mudah mutasi seperti diterangkan diatas, perlu pengendalian dan pemberantasan secara terencana dan terpadu untuk menghindari kemungkinan munculnya virus subtipe baru.

Berdasarkan sifat virus tersebut maka penangan virus harus hati-hati, dan diusahakan berada dalam suatu laboratorium yang aman dan terkontrol sehingga virus tersebut terkendali dengan baik dan tidak berbahaya. Dengan beberapa kendala tersebut diatas, perlu dilakukan monitoring perkembangan penyakit ini di lapangan dan penelitian pembuatan vaksin generasi baru menggunakan inovasi biologi molekuler.

Sumber:
Infovet edisi 116, tahun 2004.
(Drh. Pudjiatmoko, Ph.D. Ilmuwan dari Masyarakat Ilmuwan dan Tekhnolog Indonesia (MITI))

Tuesday, 28 August 2007

Cabinet Members (August 28, 2007)

Shinzo Abe (Prime Minister)

Hiroya Masuda (Internal Affairs and Communications Minister)

Kunio Hatoyama (Justice Minister)

Nobutaka Machimura (Foreign Minister)

Fukushiro Nukaga (Finance Minister)

Bunmei Ibuki (Education, Culture, Sports Science and Technology Minister)

Yoichi Masuzoe (Health, Labor and Welfare Minister)

Takehiko Endo (Agriculture, Forestry and Fisheries Minister)

Akira Amari (Economy, Trade, and Industry Minister)

Tetsuzo Fuyushima (Land, Infrastructure and Transport Minister)

Ichiro Kamoshita (Environment Minister)

Mashiko Komura (Defense Minister)

Kaoru Yasano (Chief Cabinet Secretary)

Shinya Izumi (National Public Safety Commission Chairman)

Fumio Kishida (State Minister in Charge of Okinawa and Affairs related to the Northern Territories)

Hiroko Ota (State Minister in Charge of economic and Fiscal Policy)

Yoko Kamikawa (State Minister in Charge of Population and Gender-equality Issues)

Wednesday, 25 July 2007

Generasi Muda Jepang Hindari Konsumsi Ikan

 

Meskipun orang Jepang umumnya disebut sebagai masyarakat dengan pola makan berbasis ikan, mereka sebenarnya tidak mengonsumsi ikan dalam jumlah besar hingga akhir Perang Dunia II. Pangan pokok dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jepang sebelumnya adalah nasi, ubi jalar, dan sayuran. Kemungkinan besar, mereka hanya mengonsumsi satu ekor ikan kembung per minggu dalam kondisi terbaik. Namun, konsumsi ikan mulai meningkat sejak tahun 1960, sebagian karena didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang pesat pada masa itu.

 

Konsumsi ikan di Jepang mencapai puncaknya pada periode 1998 hingga 2001, tetapi mulai menurun sejak tahun 2002. Saat ini, generasi yang disebut sebagai "baby boomer" cenderung lebih sering makan ikan, sehingga mendukung volume konsumsi secara keseluruhan.

 

Namun demikian, konsumsi ikan diperkirakan akan menurun seiring dengan bertambahnya usia dan berkurangnya jumlah generasi tersebut. Di sisi lain, kecenderungan generasi muda untuk tidak mengonsumsi ikan tampaknya akan terus berlanjut, menunjukkan kontras dengan tren di belahan dunia lainnya, di mana konsumsi ikan mulai meningkat.

 

Dalam perdagangan, total impor produk perikanan Jepang pada tahun 2005 mencapai 1,6 triliun yen, turun 1,6% dibandingkan tahun sebelumnya, sementara pada periode Januari–September 2006 hanya meningkat tipis sebesar 0,7%. Volume impor produk segar, beku, dan dingin yang menjadi andalan pada tahun 2005 turun 4,4% menjadi 2,29 juta ton, dengan nilai impor tetap sebesar 1,17 triliun yen. Volume impor pada periode Januari–September 2006 tercatat sebesar 1,46 juta ton, dengan nilai mencapai 1,3 triliun yen. Sebaliknya, harga impor per unit diperkirakan naik sekitar 10%.

 

Ekspor produk perikanan Jepang, yang sebelumnya umumnya hanya mencapai sekitar 10% dari volume impor, melampaui angka 20% pada tahun 2006, meskipun volume produksi domestik tidak mengalami pertumbuhan. Hal ini menunjukkan bahwa tren perdagangan hasil laut mulai berubah, sebagaimana tren konsumsi hasil laut juga mulai mengalami perubahan.

 

SUMBER:

Isaribi no. 54, 2007.

Pameran Internasional Produk Perikanan Ke-9


The 9th Japan International Seafood and Technology Expo diselenggarakan di East 4 • 5 Hall, Tokyo International Exhibition Center "Tokyo Big Sight" 18-20 Juli 2007. Sebagai penyelenggara expo ini adalah Japan Fisheries Association. Yang datang dalam expo besar ini adalah pengusaha ikan, pengusaha mesin pengolah ikan (exhitor), pembeli dan konsumen. Terdapat 22.493 pengunjung yang tercatat pada The 8th Japan International Seafood and Technology Expo.


Expo ini disponsori oleh The ministry of Health, Labour and Welfare, The Ministry of Economy, Trade and Industry,The Ministry of Agriculture, Forestry and Fisheries dan Japan Food Industry Center, Organization of Food Marketing Distribution Structure Improvement, National Cooperative association of squid processors dan berbagai organisasi swasta lainnya.


Setiap perusahaan memamerkan produknya dalam booth berukuran 9 m2 dengan ongkos sewa 250.000 yen. Untuk memperoleh kesempatan mengiklankan produk baru kepada para pelanggan yang prospektif, pada expo ini juga dilengkapi fasilitas “the Exhibitors and Exhibited Products Fliers Service”.


Fasilitas tersebut menawarkan pengiriman fliers exhibitor melalui PM (Promotion Mail) dan DM (Direct Mail) kepada Fishermen's federations and unions around the country, Fish stores, School lunch services, Take-out sushi shops, High-end Japanese cuisine restaurants, Japanese restaurants, Supermarkets, mass merchandisers, Department stores (those in charge of fisheries and gifts), Consumer cooperative associations, Select influential buyers who have visited the exposition in the past, Fisheries processing businesses, Sushi bars (including conveyor sushi bars), Izakaya taverns, Mid-range Japanese cuisine restaurants.

Perusahaan dari Indonesia yang mengikuti expo ini hanya satu perusahaan yaitu PT. Darma Samudera Fishing Industries (DSFI). DSFI menjajakan produk-produknya yaitu Red Snapper (Lutjanus Sangueinus), Malabar Snapper (Lutjanus altifrontalis), Grouper (Epinephelus Sp), Red mullet (parupeneus heptachantus), Baramundi ()Lates Calcalifer), Silver Jobfish (Pristipomoides filamentosus), Kingfish / Spanish Mackerel (Scomberomorus commersonii), Tuna (Thunnus albacares), Parrot fish (Scarrus Sp.), Octopus (Octopus vulgaris), Golden Threadfin (Nemiptherus Sp.), Blue Swimming Crab (portunus pelagicus), Logigo Squid (Logigo bleekeri), Cuttle fish (Sepia officinalis), oil fish (Lepidocybium Flavobrunneum), Seafood Mix.


Hasil analisis The 8th Japan International Seafood and Technology Expo oleh penyelenggara adalah sebagai berikut:


A. Exhibitor dan Pengunjung

1.Terdapat 295 perusahaan yang memamerkan produknya yang berasal dari 10 negara, kecuali Jepang yang memamerkan dalam satu suatu tempat.

2.Rata-rata terdapat 21,7 orang pengunjung pedagang ke satu booth perusahaan, sedangkan jumlah maksimum 400 orang.

3.Rata-rata tiket undangan dari setiap perusahaan.yang telah dikirimkan sebanyak 845,7 orang, sedangkan jumlah maksimum 10.000 orang.


B. Hasil expo yang diperoleh oleh exhibitor adalah sebagai berikut:

1.Sebanyak 53,8% memperoleh pelanggan baru.

2.Sebanyak 52,1% dijanjikan untuk memperoleh pesanan.

3.Sebanyak 48,7% melanjutkan hubungan bisnis dengan pelanggan lama.

4.Sebanyak 24,8% menerima permintaan pesanan atau sample.

5.Terdapat 23,1% memperoleh evaluasi yang baik.

6.Terdapat 21,4% memperoleh informasi tentang perdagangan


C. Kontrak bisnis dengan exhibitor yang telah diperoleh adalah sebagai berikut:

1.Sebanyak 46,2% melakukan kontrak bisnis dengan supermarket / mass retailer

2.Sebanyak 45,3% melakukan kontrak bisnis dengan Seafood Processing

3.Terdapat 43,5% melakukan kontrak bisnis dengan Sushi shop

4.Terdapat 36,8% melakukan kontrak bisnis seafood broker

5.Terdapat 35,9% melakukan kontrak bisnis dengan Trading Agency.