Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Tuesday, 28 August 2007

Cabinet Members (August 28, 2007)

Shinzo Abe (Prime Minister)

Hiroya Masuda (Internal Affairs and Communications Minister)

Kunio Hatoyama (Justice Minister)

Nobutaka Machimura (Foreign Minister)

Fukushiro Nukaga (Finance Minister)

Bunmei Ibuki (Education, Culture, Sports Science and Technology Minister)

Yoichi Masuzoe (Health, Labor and Welfare Minister)

Takehiko Endo (Agriculture, Forestry and Fisheries Minister)

Akira Amari (Economy, Trade, and Industry Minister)

Tetsuzo Fuyushima (Land, Infrastructure and Transport Minister)

Ichiro Kamoshita (Environment Minister)

Mashiko Komura (Defense Minister)

Kaoru Yasano (Chief Cabinet Secretary)

Shinya Izumi (National Public Safety Commission Chairman)

Fumio Kishida (State Minister in Charge of Okinawa and Affairs related to the Northern Territories)

Hiroko Ota (State Minister in Charge of economic and Fiscal Policy)

Yoko Kamikawa (State Minister in Charge of Population and Gender-equality Issues)

Wednesday, 25 July 2007

Generasi Muda Jepang Hindari Konsumsi Ikan

 

Meskipun orang Jepang umumnya disebut sebagai masyarakat dengan pola makan berbasis ikan, mereka sebenarnya tidak mengonsumsi ikan dalam jumlah besar hingga akhir Perang Dunia II. Pangan pokok dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jepang sebelumnya adalah nasi, ubi jalar, dan sayuran. Kemungkinan besar, mereka hanya mengonsumsi satu ekor ikan kembung per minggu dalam kondisi terbaik. Namun, konsumsi ikan mulai meningkat sejak tahun 1960, sebagian karena didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang pesat pada masa itu.

 

Konsumsi ikan di Jepang mencapai puncaknya pada periode 1998 hingga 2001, tetapi mulai menurun sejak tahun 2002. Saat ini, generasi yang disebut sebagai "baby boomer" cenderung lebih sering makan ikan, sehingga mendukung volume konsumsi secara keseluruhan.

 

Namun demikian, konsumsi ikan diperkirakan akan menurun seiring dengan bertambahnya usia dan berkurangnya jumlah generasi tersebut. Di sisi lain, kecenderungan generasi muda untuk tidak mengonsumsi ikan tampaknya akan terus berlanjut, menunjukkan kontras dengan tren di belahan dunia lainnya, di mana konsumsi ikan mulai meningkat.

 

Dalam perdagangan, total impor produk perikanan Jepang pada tahun 2005 mencapai 1,6 triliun yen, turun 1,6% dibandingkan tahun sebelumnya, sementara pada periode Januari–September 2006 hanya meningkat tipis sebesar 0,7%. Volume impor produk segar, beku, dan dingin yang menjadi andalan pada tahun 2005 turun 4,4% menjadi 2,29 juta ton, dengan nilai impor tetap sebesar 1,17 triliun yen. Volume impor pada periode Januari–September 2006 tercatat sebesar 1,46 juta ton, dengan nilai mencapai 1,3 triliun yen. Sebaliknya, harga impor per unit diperkirakan naik sekitar 10%.

 

Ekspor produk perikanan Jepang, yang sebelumnya umumnya hanya mencapai sekitar 10% dari volume impor, melampaui angka 20% pada tahun 2006, meskipun volume produksi domestik tidak mengalami pertumbuhan. Hal ini menunjukkan bahwa tren perdagangan hasil laut mulai berubah, sebagaimana tren konsumsi hasil laut juga mulai mengalami perubahan.

 

SUMBER:

Isaribi no. 54, 2007.

Pameran Internasional Produk Perikanan Ke-9


The 9th Japan International Seafood and Technology Expo diselenggarakan di East 4 • 5 Hall, Tokyo International Exhibition Center "Tokyo Big Sight" 18-20 Juli 2007. Sebagai penyelenggara expo ini adalah Japan Fisheries Association. Yang datang dalam expo besar ini adalah pengusaha ikan, pengusaha mesin pengolah ikan (exhitor), pembeli dan konsumen. Terdapat 22.493 pengunjung yang tercatat pada The 8th Japan International Seafood and Technology Expo.


Expo ini disponsori oleh The ministry of Health, Labour and Welfare, The Ministry of Economy, Trade and Industry,The Ministry of Agriculture, Forestry and Fisheries dan Japan Food Industry Center, Organization of Food Marketing Distribution Structure Improvement, National Cooperative association of squid processors dan berbagai organisasi swasta lainnya.


Setiap perusahaan memamerkan produknya dalam booth berukuran 9 m2 dengan ongkos sewa 250.000 yen. Untuk memperoleh kesempatan mengiklankan produk baru kepada para pelanggan yang prospektif, pada expo ini juga dilengkapi fasilitas “the Exhibitors and Exhibited Products Fliers Service”.


Fasilitas tersebut menawarkan pengiriman fliers exhibitor melalui PM (Promotion Mail) dan DM (Direct Mail) kepada Fishermen's federations and unions around the country, Fish stores, School lunch services, Take-out sushi shops, High-end Japanese cuisine restaurants, Japanese restaurants, Supermarkets, mass merchandisers, Department stores (those in charge of fisheries and gifts), Consumer cooperative associations, Select influential buyers who have visited the exposition in the past, Fisheries processing businesses, Sushi bars (including conveyor sushi bars), Izakaya taverns, Mid-range Japanese cuisine restaurants.

Perusahaan dari Indonesia yang mengikuti expo ini hanya satu perusahaan yaitu PT. Darma Samudera Fishing Industries (DSFI). DSFI menjajakan produk-produknya yaitu Red Snapper (Lutjanus Sangueinus), Malabar Snapper (Lutjanus altifrontalis), Grouper (Epinephelus Sp), Red mullet (parupeneus heptachantus), Baramundi ()Lates Calcalifer), Silver Jobfish (Pristipomoides filamentosus), Kingfish / Spanish Mackerel (Scomberomorus commersonii), Tuna (Thunnus albacares), Parrot fish (Scarrus Sp.), Octopus (Octopus vulgaris), Golden Threadfin (Nemiptherus Sp.), Blue Swimming Crab (portunus pelagicus), Logigo Squid (Logigo bleekeri), Cuttle fish (Sepia officinalis), oil fish (Lepidocybium Flavobrunneum), Seafood Mix.


Hasil analisis The 8th Japan International Seafood and Technology Expo oleh penyelenggara adalah sebagai berikut:


A. Exhibitor dan Pengunjung

1.Terdapat 295 perusahaan yang memamerkan produknya yang berasal dari 10 negara, kecuali Jepang yang memamerkan dalam satu suatu tempat.

2.Rata-rata terdapat 21,7 orang pengunjung pedagang ke satu booth perusahaan, sedangkan jumlah maksimum 400 orang.

3.Rata-rata tiket undangan dari setiap perusahaan.yang telah dikirimkan sebanyak 845,7 orang, sedangkan jumlah maksimum 10.000 orang.


B. Hasil expo yang diperoleh oleh exhibitor adalah sebagai berikut:

1.Sebanyak 53,8% memperoleh pelanggan baru.

2.Sebanyak 52,1% dijanjikan untuk memperoleh pesanan.

3.Sebanyak 48,7% melanjutkan hubungan bisnis dengan pelanggan lama.

4.Sebanyak 24,8% menerima permintaan pesanan atau sample.

5.Terdapat 23,1% memperoleh evaluasi yang baik.

6.Terdapat 21,4% memperoleh informasi tentang perdagangan


C. Kontrak bisnis dengan exhibitor yang telah diperoleh adalah sebagai berikut:

1.Sebanyak 46,2% melakukan kontrak bisnis dengan supermarket / mass retailer

2.Sebanyak 45,3% melakukan kontrak bisnis dengan Seafood Processing

3.Terdapat 43,5% melakukan kontrak bisnis dengan Sushi shop

4.Terdapat 36,8% melakukan kontrak bisnis seafood broker

5.Terdapat 35,9% melakukan kontrak bisnis dengan Trading Agency.

Friday, 20 July 2007

Dialog Petani ASEAN di Palembang

Tujuh petani Jepang datang ke Palembang menghadiri Dialogue of ASEAN Farmer di Hotel Aston pada tanggal 18 Juli 2007. Sedangkan peserta dialog dari negara ASEAN sebanyak 15 petani yang berasal dari negara-negara Asia Tenggara yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, Philipina, Vietnam, dan Kamboja. Acara dibuka oleh Ibu Ir. Yusni Emilia Harahap, MM. Kepala Biro Kerjasama Luar Negeri, Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian.

Tujuh petani Jepang yang telah datang pada acara tersebut yaitu Mr. Yochihide Morita dan Mrs. Ishako Morita dari Hiroshima, Mr. Keiichiro Mizuta berasal dari Nara, Mr. Toshiro Ichinose dari Kumamoto, Mr. Zengo Gomi dari Yamanashi, Mr. Takao Otake dan Mr. Yuichi Ishikawa dari Gunma. Mereka merupakan sebagian petani Jepang yang telah melatih petani muda Indonesia yang mengikuti program magang petani muda yang diselenggarakan oleh Departemen Pertanian.

Tujuh petani senior dari Jepang ini berantusias datang pada dialog ini karena mereka ingin lebih meningkatkan lagi hubungan bisnis dengan para alumni magang petani yang telah kembali ke Indonesia. Mereka merasa bangga banyak diantara alumni magang petani yang dulu pernah mereka latih sekarang telah menjadi petani sukses yang mampu mengekspor produk pertaniannya ke Jepang.

Sebagai contoh Sdr. Yudi Kurniawan seorang petani dari Malang Jawa Timur yang pernah magang di pertanian Mr. Takao Otake di Gunma, Jepang sekarang telah menjadi eksportir Teh Ashitaba ke Jepang. Teh tersebut terkenal di Jepang karena mengandung antioksidan dan berkhasiat menjadi anti kanker.

Selain itu mereka bahagia karena pada sehari sebelum acara diolog petani ASEAN mereka mendapat kesempatan menghadiri PENAS KTNA XII yang merupakan pertemuan besar Petani-Nelayan seluruh Indonesia yang dihadiri oleh 26.000 petani-nelayan dari 33 Propinsi.

Di lubuk hati mereka, jauh hari sebelum datang ke Indonesia mereka berharap dapat bertatap muka dengan Presiden RI Bapak Susilo Bambang Yudoyono Doktor Pertanian lulusan IPB, yang membuka acara PENAS KTNA XII.

Pada acara dialog petani ASEAN setiap negara menyampaikan permasalahan dan perkembangan pertanian di negaranya masing-masing dan memberikan pandangannya tentang rencana kerjasama petani di kawasan Asia Tenggara. Perwakilan dari Vietnam sangat berantusias memamerkan sertifikat standar internasional yang mereka kontongi sebagai persyaratan untuk ekspor produk pertaniannya termasuk sertifikat halal.

Petani Jepang mengharap kerjasama petani ASEAN dan Jepang dapat ditingkatkan lagi baik dalam bidang alih teknologi maupun agribisnis.

Perwakilan IRRI menyampaikan laporan perkembangan bantuan IRRI yang telah dilaksanakan dengan baik kepada beberapa negara di kawasan ASEAN termasuk Indonesia.

Dialog ini telah mencatat tiga hal yang telah dirumuskan bersama yaitu permasalahan yang sedang dihadapi oleh para petani di Asia Tenggara, cara pemecahan masalahnya dan langkah tindak lanjut yang diperlukan seperti yang tertulis pada 3 hal sebagai berikut:

1. Permasalahan yang sedang dihadapi oleh para petani ASEAN yaitu:
a.Harga produk pertanian yang tidak stabil,
b.Resiko tinggi dalam bercocok tanam,
c.Posisi tawar yang rendah terhadap pedagang,
d.Infrastruktur kurang memadai,
f.Akses memperoleh pinjaman bank yang rendah,
g.Limbah pertanian yang menumpuk,
h.Kurangnya minat pemuda menjadi petani .


2. Untuk memecahkan masalah ini disarankan agar melakukan:
a.Pengembangan sistem pertanian terpadu,
b.Peningkatkan pengetahuan dan tehnik bertani serta penyebarankannya,
c.Penentukan standar internasional makanan dan mengembangkan brand untuk dapat masuk akses pasar,
d.Kerjasama antar petani untuk meningkatkan posisi tawar,
e.Penigkatan peran pemerintah dalam pembangunan infrastruktur dan akses Bank,
f.Pengembangan istitusi dan organisasi pertanian,
g.Pengembangan pusat-pusat pelatiahan pertanian.


3. Tindak lanjut yang perlu dilakukan adalah meneruskan transformasi informasi dan teknologi serta berbagi pengalaman diantara semua petani ASEAN dengan pembentukan suatu forum petani ASEAN.

Acara yang telah berjalan dengan lancar penuh keakraban ini ditutup oleh Bapak Ir. Heri Suliyanto MBA, Kepala Pusat Pengembangan Pelatihan Pertanian, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Departemen Pertanian RI.