Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Sunday, 27 May 2007

Jepang larang penangkapan tuna bluefin

Agensi Perikanan Ministry of Agriculture, Forestry and Fisheries (MAFF) Jepang mengajukan rencana pelarangan penangkapan ikan bluefin pada akhir tahun ini guna melindungi stok ikan tersebut di laut bebas. Hal tersebut telah dikaji pada 26 Mei 2007.

Tindakan yang mungkin dapat dilakukan yaitu melarang penangkapan ikan tuna blufin muda yang belum mencapai ukuran tertentu.

Sementara itu Agensi Perikanan MAFF memperkirakan tidak akan mempengaruhi pembatasan jumlah tangkapan, karena dengan menurunkan jumlah tangkapan yang hanya dilakukan oleh Jepang tidak akan efektif apabila kapal asing tetap meneruskan penangkapan seperti sebelumnya.

Ikan Tuna Bluefin yang ditangkap diperairan dekat dengan perairan wilayah Jepang kadang-kadang mendapat harga mencapai beberapa puluhan ribu yen per kilogram. Ikan-ikan ini biasa digunakan untuk bahan sushi atau sashimi.

Menyangkut masalah pertumbuhan mengenai sumber ikan tuna di seluruh dunia, sebagian disebabkan oleh penangkapan ikan tuna yang masih muda. Permintaan ikan tuna juga meningkat baik di Jepang maupun seluruh dunia karena banyak orang di Eropa dan Amerika Serikat melakukan diet yang lebih sehat menggunakan menu dengan bahan ikan.

Dalam pada itu industri perikanan ikan tuna berkembang pesat, hal ini mencerminkan popularitas ikan sebagai bahan makan yang diperlukan masyarakat luas.

Pada musim semi tahun ini Agensi Perikanan MAFF akan menetapkan sebuah komisi masalah stok ikan tuna Bluefin. Mereka akan mendiskusikan cara khusus untuk melindungi sumber ikan tuna ini.

Wednesday, 16 May 2007

Seminar bahan bakar Ethanol

Pada tanggal 15 Mei 2007 telah dilakukan seminar tentang Plant and Agricultural Biotechnology yang deiselenggarakan oleh United Nation University Yokohama. Pembicara tunggal adalah Professor Albert Sasson mantan Deputy Director-General of UNESCO, yang sedang menjadi Senior visiting Professor di United Nation University Yokohama.

Professor Albert Sasson menjelaskan tentang kebutuhan manusia akan bahan bakar yang berasal dari produk pertanian. Beliau mengatakan bahwa kebutuhan bahan bakar dunia semakin meningkat sementara cadangan bahan bakar bensin sudah mulai menipis. Untuk itu diperlukan mencari jalan keluar sebagai bahan bakar pengganti, atau paling tidak dapat mengurangi penggunaan bahan bakar bensin yang makin lama semakin menipis tersebut.

Pada saat ini harga bensin tidak menentu dan sering terdapat kecenderungan harganya makin lama makin meningkat. Karena kebutuhan bahan bakar tidak terelakkan lagi maka dilakukan pencarian bahan bakar lain yaitu ethanol maupun biodisel. Dewasa ini banyak orang berbicara tentang bahan bakar ethanol sehinga telah merangsang tercipta beberapa tipe kendaraan menggunakan bahan bakar dengan kandungan ethanol.

Ethanol diproduksi dari bahan produk pertanian yang kebanyakan bersaing dengan kebutuhan pangan manusia yaitu gula.

Salah satu negara penghasil ethanol terbesar di dunia adalah Brazil. Brazil juga merupakan negara penghasil gula terbesar didunia. Brazil mempunyai lahan 18 juta ha yang dapat dipergunakan menanam tebu. Brazil berani mendorong penggunaan bahan bakar ethanol karena Brazil mempunyai lahan yang luas dimana iklim dan tanahnya cocok untuk bercocok tanam tebu. Tetapi beliau mengingatkan agar hutan Amazon tetap dipertahankan sebagai penjaga kelesatarian lingkungan hidup di bumi ini.

Brazil sedang mengembangkan pembuatan mesin kendaraan yang dapat tidak hanya berbahan bakar bensin, tapi juga untuk campuran bensin dan ethanol maupun ethanol dengan konsentrasi tinggi.

Selain itu untuk biodisel telah dikembangkan dibeberapa negara. Beliau menyayangkan negara asia tenggara telah merencanakan proyek besar dengan cara menebang hutan untuk ditanami pohon kelapa sawit yang dapat dijadikan bahan baku bahan bakar biodisel. Sangat disayangkan kalau hutan tropis yang kita lindungi tersebut fungsi menajdi berkurang dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup.

Pada saat ini kebutuhan bakar asal produk pertanian yang semakin meningkat tersebut akan mempengaruhi kebutuhan manusia terhadap bahan makanan pokok. Sehingga dikhawatirkan persaingan ini akan mempengaruhi kesejahteraan umat manusia, karena banyak sebagian besar penduduk didunia ini masih kekurangan bahan makanan. Maka dari itu beliau menekankan agar bahan bakar yang berasal dari produk pertanian berasal bukan dari bahan baku makanan pokok manusia, seperti biji jarak, limbah kayu, maupun tanaman rumput-rumputan.

Selain itu perlu dilakukan penggunaan teknologi tinggi dalam rangka peningkatan kwalitas maupun kuantitas produk pertanian. Untuk keperluan itu ditingkatkan penggunaan teknologi transgenic untuk memperoleh produksi tinggi maupun terkandung zat utama tinggi, seperti amylopectine. Untuk mendukung kebutuhan manusia semakin meningkat Nanotechnologi dan Biotechnology perlu digabungkan untuk dimanfaatkan dalam pencapaian kemakmuran manusia.

Terakhir yang sangat menarik untuk kita cermati adalah agar kita menghitung berapa besar energi masukan yang kita pergunakan untuk menanam tebu, memanen, mengangkut, mengolah menjadi ethanol dan sampai tersedianya bahan bakar. Jangan sampai energi yang dipergunakan untuk pembuatan bakar tersebut menjadi tidak jauh berbeda dengan energi bahan bakar yang dihasilkan.

PBB Pulihkan Perikanan di Wilayah Tsunami

 

PBB dan Palang Merah AS Pulihkan Perikanan di Wilayah Terdampak Tsunami

 

Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) baru-baru ini mengumumkan kemitraannya dengan Palang Merah Amerika untuk membantu komunitas nelayan di Provinsi Aceh yang terdampak parah akibat tsunami 2004.

 

Proyek yang berlangsung selama tiga tahun ini bertujuan untuk mempromosikan pengelolaan perikanan dan akuakultur yang bertanggung jawab dan berkelanjutan, mengingat sektor ini menjadi sumber pangan dan mata pencaharian bagi masyarakat pesisir. FAO menekankan bahwa pengawasan yang lebih ketat dalam sektor ini sangat penting untuk mencegah penangkapan ikan berlebihan dan menghindari kerusakan lebih lanjut pada ekosistem yang masih dalam tahap pemulihan pascatsunami, seperti dikutip dari Pusat Berita PBB.

 

Wilayah pesisir barat Provinsi Aceh dan Pulau Nias, Sumatera Utara, mengalami kehancuran akibat gempa bumi berkekuatan 8,9 magnitudo dan tsunami dahsyat pada 26 Desember 2004. Bencana ini merusak sebagian besar infrastruktur, termasuk pelabuhan dan pasar ikan di wilayah tersebut.

 

SUMBER:

Antara, 13 Mei 2007

RI, Brunei Strengthen Cooperation in Fishery Sector

Denpasar - The Indonesian delegation to an international fisheries conference here held a meeting with its counterpart from Brunei Darussalam on Friday to strengthen the two countries'' cooperation in the field.
The meeting was held on the sidelines of the "Regional Ministerial Meeting on Promoting Responsible Fishing Practices in the Region," attended by representatives from 12 countries, namely Australia, Malaysia, Vietnam, Cambodia, the Philippines, Timor Leste, Singapore, Thailand, China, Brunei Darussalam, Japan and Indonesia, Sau P Hutagalung, chief information officer of the fisheries and marine resources ministry, said.
The Indonesian delegation was led by Fisheries and Marine Resources Minster Freddy Numberi while the delegation from Brunei was led by Industry and Primary Resources Minister Dr Haji Ahmad.
On the occasion, Freddy Numberi emphasized the importance of the implementation of "the Bali Plan of Action" agreed upon in Bali in 2005 at the "APEC Ocean Related Ministerial Meeting."
He also emphasized the importance of expanding the two countries'' cooperation by involving the private sectors from both countries to invest in fish catching, processing and marketing.
Numbery also said investment opportunities were wide open in the facility- and industry-related fishery development.
Dr Jahi Ahmad on the occasion appreciated the initiative Indonesia had taken with Australian support to organize the meeting to promote fishery resources especially in areas that border with other countries.
Hutagalung said during the two countries'' meeting the two ministers exchanged information about their fishery policies especially in sea fishing and fishery development.
The two ministers also agreed to increase cooperation in the field of fishery and to provide an umbrella for international cooperation in the sector. (Source: Antara060507)

Indonesia Tingkatkan Produksi Kapas

 

Indonesia akan meningkatkan produksi kapas hingga 70.000 Ton pada 2010


Indonesia berencana meningkatkan produksi kapas hingga 70.000 ton pada tahun 2010 untuk mengurangi ketergantungan pada impor, kata Direktur Jenderal Perkebunan, Achmad Manggabarani, di Jakarta pada Senin.

 

Ia menjelaskan bahwa kebutuhan kapas dalam negeri saat ini mencapai 550.000 ton per tahun, tetapi hanya 5.000 ton yang dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri, sementara sisanya harus diimpor.
"Untuk mencapai target produksi tersebut, kami berencana membuka 50.000 hektare lahan perkebunan kapas hingga tahun 2010 serta meningkatkan produktivitas hingga 1,4 ton per hektare," ujarnya.

 

Saat ini, produktivitas perkebunan kapas di Indonesia hanya mencapai 0,6 ton per hektare karena petani masih menggunakan benih berkualitas rendah. Program pengembangan perkebunan kapas ini akan dilaksanakan di 55 kabupaten yang tersebar di tujuh provinsi, yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan.

 

Dengan tingkat produksi 70.000 ton per tahun, kontribusi perkebunan kapas nasional terhadap industri tekstil dan produksi tekstil dalam negeri diperkirakan akan mencapai 4,7 persen, meningkat 0,5 persen dari tingkat saat ini.


Pada tahun 2006, pengembangan perkebunan kapas telah mencapai 8.980 hektare dengan produksi 4.191 ton kapas mentah, setara dengan 1.397 ton kapas olahan, yang menyumbang 0,3 persen terhadap industri tekstil dan produksi tekstil.

 

Manggabarani menyebutkan bahwa ada tiga perusahaan yang akan terlibat dalam pengembangan kapas ini, yaitu PT Nusa Farm di Nusa Tenggara Barat, PT Sukun di Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Bali, serta PT Sebo Fajar di Sulawesi Selatan.

 

Direktur utama PT Ade Agroindustry, Ii' Tjahyadi, menjelaskan bahwa industri tekstil membutuhkan kapas dengan serat panjang dalam jumlah besar. "Benih kapas sebagian besar masih diimpor, dan hasilnya cukup baik," katanya.

 

Ia juga menambahkan bahwa Indonesia sebenarnya memiliki potensi besar untuk pengembangan perkebunan kapas, tetapi masih menghadapi kendala dalam hal irigasi karena sebagian besar perkebunan berada di lahan marginal.

 

Terkait masalah irigasi, Direktur Pengelolaan Air dari Direktorat Pengelolaan Air dan Lahan Kementerian Pertanian, Gatot Irianto, mengatakan bahwa pihaknya akan berupaya memanfaatkan sumber air dangkal dan air permukaan untuk perkebunan kapas.


"Kami akan menggunakan peralatan lokal agar lebih mudah dioperasikan oleh petani setempat," ujarnya.

 

SUMBER:
Antara, 15 Mei 2007

RI to Develop Oil Palm Plantations in Tanzania

Jakarta - The Indonesian government is looking into the possibility of investing in oil palm plantations in Tanzania, Agriculture Minister Anton Apriyantono said Tuesday.
"In the era of globalization, we can develop plantations not only at home but also abroad,” he said in commenting on the results of his recent visit to the African country.
He said Tanzania now has around 59 million hectares of oil palm plantations and its climate which is not much different from Indonesia's is worth considering to make investment.
Every hectare of oil palm plantation in Tanzania now can produce 6 tons of palm oil, making opportunities to invest in the sector wide open, he said.
He said his office will soon send an expert team to Tanzania to look into the possibility of investment in the country''s oil palm plantations.
Indonesia and Malaysia currently supply 80 percent of the global need for palm oil, while the remaining 20 percent come from Thailand and India, he said.
Data from the Agriculture Ministry show Indonesia''s crude palm oil (CPO) output reaches 16 million tons per year, 12 million tons of which are exported. (Source: Antara080507)

Ekspor Kakao, Sumut Raup US $ 12,7 Juta


Sumatera Utara Raup 12,7 Juta Dolar AS dari Ekspor Kakao

 

Medan, Sumatera Utara – Sumatera Utara meraup devisa sebesar 12,7 juta dolar AS dari ekspor kakao dalam tiga bulan pertama tahun 2007, menurut seorang pejabat setempat.

 

"Nilai ekspor kakao dari Januari hingga Maret 2007 meningkat sekitar 3 juta dolar AS dibandingkan dengan 9,4 juta dolar AS pada periode yang sama tahun lalu," kata Fitra Kurnia, pejabat Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Utara, pada Kamis.

 

Volume ekspor kakao juga mengalami peningkatan, mencapai 7.636 ton dibandingkan 7.015 ton pada periode yang sama tahun 2006, tambahnya.

 

Ekspor kakao dari Sumatera Utara dikirim ke beberapa negara, seperti Malaysia, China, Singapura, dan Thailand.

 

Peningkatan pendapatan ekspor kakao ini disebabkan oleh naiknya harga kakao di pasar dunia serta meningkatnya permintaan terhadap komoditas tersebut, jelasnya.

 

SUMBER:

Antara, 3 Mei 2007

Modern VCO Factory to be Built in North Sulawesi

Manado, N Sulawesi - North Sulawesi will have a modern virgin coconut oil (VCO) factory which will be build at an investment value of Rp1.3 billion from provincial budget, an official has said.
"Bid for a contract to build the factory will finish this year and the factory will be operated next year," North Sulawesi Plantation Office head Rene Hosang said here Tuesday.
The proposed factory would use stainless steel machinery in a bid to maintain quality of VCO which was widely known as panacea, he said.
"Operation of the VCO factory will be handed over to a private firm which is required to make contribution to the provincial coffer. The VCO will be produced based on Indonesia''s National Standard (SNI) that it can be exported to many countries," he said.
The proposed VCO factory could be utilized by household business to purify their homemade VCO, Rene said.
North Sulawesi Coconut Farmer Association chairman Marthen Nelwan said the upcoming VCO factory would help improve quality of VCO which was mainly produced as home industry in many North Sulawesi households. (Source:Antara080507)

Pisang dan Mangga Indonesia Bebas Bea Impor

 

Jepang Melonggarkan Bea Impor untuk Pisang dan Mangga Indonesia

 

Jepang telah melonggarkan bea impor untuk beberapa buah asal Indonesia, seperti pisang, mangga, dan jambu air, sebagai tindak lanjut dari Perjanjian Kemitraan Ekonomi (EPA) yang ditandatangani dengan Jakarta pada pertengahan April 2007, menurut seorang pejabat.

 

Dalam putaran keenam negosiasi EPA, Jepang sepakat untuk membeli buah-buahan Indonesia serta membantu Jakarta dalam mengatasi hama lalat buah, kata Atase Pertanian Kedutaan Besar Indonesia di Jepang, Pudjiatmoko, di Tokyo pada Selasa.

 

Ia menambahkan bahwa produsen buah Indonesia harus dapat memanfaatkan kesepakatan ini dengan memasok buah-buahan berkualitas yang memenuhi standar mutu Jepang.

 

Pisang memiliki permintaan yang sangat tinggi di Jepang, melampaui apel mandarin dan jeruk yang selama beberapa tahun terakhir mendominasi selera masyarakat Jepang. "Hasil penelitian terbaru di Jepang menunjukkan bahwa permintaan terhadap apel menurun, sementara permintaan pisang meningkat," ujarnya.

 

Berdasarkan studi yang dilakukan pada tahun 2004, peningkatan konsumsi pisang diyakini disebabkan oleh harga pisang yang relatif lebih murah.

 

Jepang menerapkan peraturan ketat terhadap buah-buahan impor, terutama untuk mencegah masuknya hama tanaman yang dapat menyerang buah-buahan lokal.

 

SUMBER:

Antara, 1 Mei 2007

Indonesia Minta Konfirmasi EPA Kepada Jepang

 

Indonesia Akan Meminta Konfirmasi Jepang Terkait Penyelesaian EPA

 

Indonesia akan meminta konfirmasi dari Jepang mengenai penyelesaian Perjanjian Kemitraan Ekonomi (Economic Partnership Agreement/EPA) dengan negara tersebut, kata Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu di Jakarta pada Rabu.

 

"Kami akan pergi ke Jepang untuk meminta konfirmasi mengenai tindak lanjut EPA. Saat ini, kami masih menunggu informasi dari Menteri Perdagangan, Ekonomi, dan Industri serta Menteri Luar Negeri Jepang terkait rencana pertemuan bilateral kami," ujarnya.

 

Mari menyatakan bahwa negosiasi perjanjian tersebut telah memasuki tahap akhir. "Kami berupaya mendorong penyelesaian negosiasi secepat mungkin dan meminta kepastian mengenai jadwal serta waktu penandatanganan perjanjian oleh kepala negara kedua negara," katanya.

 

Mari berencana berangkat ke Jepang pada 16 Mei, kemudian melanjutkan perjalanan ke Amerika Serikat untuk mempromosikan investasi.

 

Menurut Ketua Perunding, Halida Miljani, dalam negosiasi pada bulan Maret, kedua pihak masih belum mencapai kesepakatan terkait substansi kerja sama.

"Kami berharap perjanjian ini dapat memberikan manfaat bagi kedua belah pihak," ujarnya beberapa waktu lalu.

 

Indonesia menginginkan Jepang tidak hanya memberikan bantuan dalam bentuk peningkatan kapasitas, tetapi juga membantu pembangunan pusat manufaktur agar Indonesia dapat memasok komponen dengan standar kualitas Jepang bagi industri otomotif, teknik, dan elektronik.

 

"Jika Indonesia dapat melakukan ini, manfaatnya akan sangat besar. EPA akan mendukung pengembangan industri," katanya.

 

Halida mengakui bahwa pembangunan pusat manufaktur tidak dapat direalisasikan dalam waktu singkat karena EPA memang dirancang untuk kemitraan jangka panjang.

 

Ia juga mengakui bahwa dana dari Jepang untuk tujuan ini sangat terbatas, sementara pembangunan pusat manufaktur tidak dapat sepenuhnya mengandalkan bantuan pembangunan resmi (ODA). Selain itu, Jepang tidak dapat memaksa industri mereka untuk memberikan bantuan lain di luar bantuan teknis.

 

Dalam negosiasi mengenai liberalisasi perdagangan barang, Indonesia telah menyetujui penghapusan bea impor atas bahan baku untuk produksi komponen yang digunakan oleh perusahaan Jepang di Indonesia.

 

Halida mengatakan bahwa mekanisme dan kriteria perjanjian tersebut masih dalam pembahasan.

 

Sebelumnya, Indonesia telah menghapus produk baja untuk industri otomotif, elektronik, dan teknik dari daftar barang yang mendapat pembebasan bea impor.

 

Kesepakatan mengenai pembebasan bea impor ini dicapai dengan syarat bahwa Jepang akan membantu Indonesia dalam meningkatkan kapasitas industri komponen baja. "Kami akan terus membahasnya hingga mencapai kesepakatan," ujarnya.

 

SUMBER:

Antara, 10 Mei 2007