Feline Chlamydiosis pada kucing disebabkan oleh infeksi Chlamydia felis. Infeksi Chlamydia felis merupakan penyakit menular yang biasanya menyerang kucing muda. Penyakit ini menyebabkan gangguan kelainan pada mata dan saluran pernapasan bagian atas. Meskipun dapat diobati, pemilik kucing perlu mewaspadai penyakit menular ini.
Ciri-ciri agen penyebab
Proposal nomenklatur baru-baru ini mengklasifikasikan semua ada 11 spesies Chlamydiaceae dalam satu genus Chlamydia (Sachse et al., 2015). Spesies yang paling sering menginfeksi kucing yaitu Chlamydia felis. Chlamydia felis, khas dari genus Chlamydia merupakan bakteri coccoid berbentuk batang Gram-negatif; dinding selnya tidak mengandung peptidoglikan. Sebagai parasit intraseluler obligat, bakteri ini tidak memiliki kemampuan untuk bereplikasi secara otonom.
Ketika meninginfeksi sel inang, organisme menempel pada reseptor asam sialat sel. Bakteri ini memiliki pola replikasi yang unik di dalam sel, yang melibatkan badan retikulat dan badan elementer. Yang terakhir merupakan bentuk menular dari mikroorganisme yang dilepaskan setelah sel inang mengalami lisis. Beberapa isolat C. felis tampaknya mengandung plasmid yang ada hubungannya dengan patogenitasnya.
Epidemiologi
Karena C. felis memiliki viabilitas rendah atau kelangsungan hidup yang rendah di luar inang, sehingga penularannya memerlukan kontak dekat antar kucing memalui transfer cairan yang keluar dari mata. Infeksi sering terjadi di tempat-tempat banyak kucing, khususnya di tempat pembibitan kucing dan penanmpungan kucing. Penelitian lain telah menemukan tingginya prevalensi C. felis pada kucing liar dengan gejala konjungtivitis.
Satu studi pada kucing di Slovakia (Halanova dkk., 2019) menemukan bahwa risiko infeksi C. felis secara signifikan lebih besar pada kucing dengan konjungtivitis dan/atau gejala klinis saluran pernapasan atas (30,4% positif dengan PCR) daripada kucing sehat (4,2% ). Selain itu, kucing dari tempat penampungan (31% positif dengan PCR) dan kucing liar jalanan (35,7%) secara signifikan lebih berisiko terinfeksi daripada kucing yang hanya di dalam ruangan (0%).
C. felis paling sering dikaitkan dengan konjungtivitis pada kucing dan dapat diisolasi hingga 30% dari kucing yang terkena, terutama pada kucing dengan konjungtivitis kronis dan penyakit mata yang parah (Wills dkk., 1988).
Survei serologi menunjukkan bahwa 10% atau lebih hewan peliharaan yang tidak divaksinasi memiliki antibodi. Studi dengan PCR pada kucing dengan tanda penyakit mata atau saluran pernapasan bagian atas menunjukkan prevalensi 12-20%. Prevalensi pada kucing tanpa tanda klinis rendah, dengan PCR menunjukkan kurang dari 2-3% (Fernandez dkk., 2017).
Patogenesis
Jaringan mukosa merupakan target Chlamydia spp. dan target utama C. felis adalah konjungtiva. Masa inkubasi umumnya 2 - 5 hari. Bakteri ini terutama menyebabkan penyakit mata. Gejala klinisnya meliputi konjungtivitis, dengan keluar cairan dari mata, hiperemia membran nictitating, kemosis dan blepharospasm. Chlamydia spp. terus-menerus menginfeksi sel epitel mata, sistem saluran pernapasan, gastrointestinal dan/atau sistem reproduksi. Organisme Chlamydia dapat diisolasi dari vagina dan rektum kucing, tetapi tidak jelas apakah transmisi memalui kelamin terjadi walaupun ada bukti tidak langsung bahwa Chlamydia dapat menyebabkan keguguran.
Pelepasan Chlamydia dari konjungtiva berhenti sekitar 60 hari setelah infeksi, meskipun beberapa dapat terus terinfeksi secara terus-menerus (O’Dair dkk., 1994). C. felis telah diisolasi dari konjungtiva kucing yang tidak diobati hingga 215 hari setelah infeksi secara eksperimen.
Imunitas pasif
Kucing yang terinfeksi mengembangkan antibodi dan anak kucing tampaknya dapat dilindungi pada awalnya selama satu sampai dua bulan setelah lahir dengan antibodi yang diturunkan dari induknya (Wills, 1986).
Imunitas aktif
Sifat dari respon kekebalan protektif terhadap infeksi Chlamydia tidak pasti. Namun respon kekebalan seluler diyakini berperan penting dalam perlindungan (Longbottom and Livingstone, 2006). MOMP dan POMP adalah target penting untuk respon kekebalan protektif pada spesies lain dan telah terbukti ada pada kucing.
Tanda-tanda klinis
Pada mulanya gejala penyakit terlihat satu mata, tetapi umumnya berkembang menjadi kedua mata. Dapat terjadi konjungtivitis parah dengan hiperemia ekstrem pada membran nictitating, blepharospasm, dan ketidaknyamanan mata. Cairan yang keluar dari mata awalnya cair tetapi kemudian menjadi mukoid atau mukopurulen. Kemosis konjungtiva adalah ciri khas Feline chlamydiosis. Infeksi Chlamydia umumnya kurang menunjukan gejala pernapasan. Komplikasi pada mata seperti adhesi konjungtiva, dapat terjadi tetapi keratitis dan ulkus kornea umumnya tidak berhubungan dengan infeksi. Demam sementara, kurang nafsu makan, dan penurunan berat badan dapat terjadi segera setelah infeksi, meskipun sebagian besar kucing tetap sehat dan nafsu makan baik.
Diagnosis deteksi langsung
Dimungkinkan untuk mengidentifikasi infeksi dengan biakan, tetapi teknik PCR sekarang merupakan pilihan yang lebih disukai untuk mendiagnosis infeksi Chlamydia. Teknik seperti itu sangat sensitif dan menghindari masalah dengan kelangsungan hidup organisme yang buruk. Swab mata umumnya digunakan sebagai sampel, meskipun sebuah studi baru-baru ini tidak menemukan perbedaan yang signifikan dalam kemampuan untuk mendeteksi C. felis dengan PCR dari swab mata, orofaringeal, hidung dan lidah. Hal ini menunjukkan bahwa situs lain pengambilan sampel dapat digunakan (Schulz dkk., 2015).
Selain itu, organisme juga dapat dideteksi pada swab vagina, janin yang diaborsi, dan swab rektal, meskipun ini jarang digunakan untuk diagnosis. Karena organisme bersifat intraseluler, perlu untuk mendapatkan swab berkualitas baik yang mengandung sel. Telah ditunjukkan bahwa proxymetacaine anestesi topikal tampaknya tidak mempengaruhi amplifikasi PCR DNA Chlamydia dari swab mata (Segarra dkk., 2011).
Teknik lain untuk mendemonstrasikan organisme kurang sensitif dan kurang dapat diandalkan dibandingkan PCR. Tes antigen Chlamydia berdasarkan pendeteksian antigen spesifik kelompok menggunakan ELISA atau teknik serupa tersedia. Juga, apusan konjungtiva dapat diwarnai Giemsa untuk memeriksa inklusi, tetapi inklusi Chlamydia mudah dibingungkan dengan inklusi basofilik lainnya (Streeten and Streeten, 1985).
Diagnosis deteksi tidak langsung
Pada kucing yang tidak divaksinasi, deteksi antibodi dapat memastikan diagnosis infeksi C. felis. Teknik imunofluoresensi (IF) dan ELISA digunakan untuk menentukan titer antibodi. Beberapa reaktivitas silang dengan bakteri lain terjadi, dan titer IF rendah (≤32) umumnya dianggap negatif. Infeksi aktif atau baru yang terjadi dikaitkan dengan titer tinggi, seringkali ≥512. Serologi dapat sangat berguna untuk menentukan apakah infeksi endemik dalam suatu kelompok. Ini juga dapat bermanfaat dalam menyelidiki kasus dengan gejala klinis mata kronis. Titer yang tinggi menunjukkan bahwa Chlamydia mungkin merupakan faktor etiologi, sedangkan titer yang rendah mengurangi kemungkinan keterlibatan Chlamydia.
Pengobatan
Infeksi Chlamydia pada kucing dapat diobati sangat efektif dengan antibiotik. Antibiotik sistemik lebih efektif daripada pengobatan topikal.
Tetrasiklin umumnya dianggap sebagai antibiotik pilihan untuk infeksi Chlamydia. Doksisiklin memiliki keuntungan karena hanya memerlukan dosis harian tunggal dan paling sering digunakan dengan dosis harian 10 mg/kg secara oral, walaupun 5 mg/kg secara oral dua kali sehari dapat digunakan jika muntah terjadi dengan dosis satu hari. Pemberian preparat hyclate doksisiklin harus selalu diikuti dengan makanan atau air minum karena kemungkinan dapat menyebabkan esofagitis pada kucing dengan menelan yang tidak sempurna. Studi telah menunjukkan bahwa pengobatan harus dipertahankan selama 4 minggu untuk memastikan eliminasi organisme (Dean dkk., 2005).
Pada beberapa kucing, kambuh kembali dapat terlihat beberapa saat setelah penghentian terapi. Kelanjutan pengobatan selama dua minggu setelah resolusi gejala klinis dianjurkan. Tetrasiklin memiliki potensi efek samping pada kucing muda meskipun hal ini tampaknya lebih jarang terjadi pada doksisiklin dibandingkan oksitetrasiklin. Antibiotik alternatif dapat dipertimbangkan jika ini menjadi perhatian.
Baik enrofloxacin dan pradofloxacin telah menunjukkan beberapa khasiat melawan Chlamydia spp., meskipun pradofloxacin lebih disukai daripada enrofloxacin mengingat degenerasi retina difus dan kebutaan akut yang telah dilaporkan setelah pengobatan enrofloxacin pada kucing, walaupun sangat jarang. Terapi selama 4 minggu dengan amoksisilin yang berpotensi asam klavulanat dapat menjadi pilihan alternatif yang paling aman untuk doksisiklin pada anak kucing muda (Sturgess dkk., 2001).
Vaksinasi
Vaksin C. felis merupakan tambahan pencegahan dan pengendalian penyakit ini. Telah tersedia baik vaksin hidup yang dilemahkan maupun yang dimodifikasi, mengandung seluruh organisme Chlamydia. Tetapi vaksin ini hanya sebagai komponen vaksin multivalen. Vaksin efektif dalam melindungi terhadap manifestasi klinis penyakit, namun kurang efektif terhadap terjadinya infeksi (Wills dkk., 1987).
Vaksinasi harus dipertimbangkan untuk kucing yang berisiko terpapar infeksi, terutama di tempat yang banyak kucing, dan pernah ada riwayat infeksi Chlamydia sebelumnya.
Vaksinasi anak kucing umumnya dimulai pada usia 8-9 minggu dengan suntikan kedua 3-4 minggu kemudian sekitar usia 12 minggu. Informasi terbatas tersedia tentang durasi kekebalan. Ada beberapa bukti bahwa kucing yang sebelumnya terinfeksi dapat menjadi rentan terhadap infeksi ulang setelah satu tahun atau lebih. Vaksinasi booster tahunan direkomendasikan untuk kucing berisiko terkena infeksi.
Tempat penampungan kucing
Infeksi Chlamydia dapat menjadi penyebab penyakit yang signifikan di tempat penampungan kucing tetapi umumnya merupakan masalah yang kurang signifikan dibandingkan penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus. Vaksinasi harus dipertimbangkan jika sebelumnya pernah ada riwayat penyakit Chlamydia di tempat penampungan.
Kontak dekat diperlukan untuk penularan, selain itu organisme memiliki kelangsungan hidup yang rendah di luar inang, maka perlu disiapkan kandang kucing sendiri dan tindakan sanitasi rutin untuk menghindari infeksi silang. Bagi kucing yang dipelihara bersama dalam jangka panjang harus divaksinasi secara teratur.
Peternakan pembibitan
Pada kucing dengan infeksi Chlamydia endemik, langkah pertama umumnya pengobatan semua kucing di rumah dengan doksisiklin selama minimal 4 minggu untuk mencoba menghilangkan infeksi. Pada beberapa kucing yang sekandang, perawatan minimal 6 - 8 minggu telah terbukti diperlukan untuk menghilangkan infeksi alami. Setelah tanda-tanda klinis dapat dikendalikan, kucing harus divaksinasi untuk memberikan perlindungan terhadap penyakit jika terjadi infeksi ulang di kandang.
Kucing yang mengalami gangguan kekebalan hanya boleh divaksinasi jika dianggap benar-benar diperlukan, dan kemudian vaksin yang inaktif harus digunakan.
Risiko zoonosis
Tidak ada bukti epidemiologis untuk risiko zoonosis yang signifikan meskipun konjungtivitis yang disebabkan oleh C. felis dilaporkan pada pasien yang terinfeksi HIV (Hartley et al., 2001) dan, baru-baru ini, ada wanita imunokompeten terinfeksi dari anak kucing peliharaannya (Wons dkk., 2017).
Selain itu, C. pneumoniae, patogen manusia yang terkenal, telah diidentifikasi pada sejumlah kecil kucing, meskipun penularan dari kucing ke manusia belum didokumentasikan.
C. psittaci terutama menginfeksi burung menjadi agen zoonosis penting yang menyebabkan pneumonia atipikal pada manusia. Kadang-kadang, infeksi pada kucing dilaporkan. Laporan kasus infeksi C. psittaci yang fatal pada anak kucing berumur 7 minggu telah dilaporkan (Sanderson dkk., 2021); anak kucing ini menunjukkan sepsis Gram Negatif dengan hepatitis necrosupurative akut dan pneumonia nonsuppurative dan leptomeningitis ringan, dan diduga infeksi induk anak kucing tersebut terjadi ketika bunting berburu burung.
SUMBER
Pudjiatmoko. Mungkinkah Chlamydia Felis Dari Kucing Menginfeksi Manusia ? Pangan News. 28 April 2023. https://pangannews.id/berita/1682670979/mungkinkah-chlamydia-felis-dari-kucing-menginfeksi-manusia
No comments:
Post a Comment