Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Friday, 28 March 2014

Country Report in 17th Meeting of SEACFMD



Country Report of Indonesia in 17th Meeting of the OIE Sub-Commissi on for Foot and Mouth Disease Control in South East Asia and China (SEACFMD)
Bali, Indonesia, 7-11 March 2011

Abstract

Indonesia declared its freedom from FMD in 1986 and it was recognised by OIE in 1990. In order to maintain the free status of FMD, control programme implemented is mainly focused on surveillance, emergency preparedness (simulation exercise) and public awareness.

FMD status

Indonesian freedom from FMD was recognised by OIE in 1990. The program to maintain the free status of FMD is mainly focused on surveillance, emergency preparedness (simulation exercise) and public awareness.  

Report on achievement of objectives of the SEAFMD Campaign

Eight components of SEACFMD strategic plan implemented by Indonesia are summarized as follows :

Component 1: International co-ordination and support

Indonesia has been participating in a number of meetings of FMD as well as other Transboundary Animal Diseases in South-East Asia

Component 2: Programme Management, Resources and Funding

Indonesia has agreed to contribute a total amount of US$ 300,000.00 to be paid for 6 years at US$ 50,000.00 starting from 2006.

Component 3: Public Awareness and Communications

Internally, Indonesia has prepared a Guideline of FMD, namely IndoVetPlan on FMD and has been distributed to the target persons/institutions. The implementation of the IndoVetPlan is through the simulation exercise on FMD outbreak, which has been started in 2010. However, since there is a limited budget to cover the whole participants from all over Indonesia, the simulation exercise is conducted separately every year for participants from each big island in Indonesia. The roadmap of the simulation exercise is as follows: 
a. 2010: Java Island (3-5 August 2010)
b. 2011: Sumatera Island
c. 2012: Kalimantan Island
d. 2013: Sulawesi Island
e. 2014: Bali, NTB, NTT, Maluku and Papua

Besides conducting a simulation exercise, brochures, stickers and leaflet are also produced to increase the public awareness and communication.  Externally, Indonesia has attended Communications Workshop, and the communication person has been  choosen.

Component 4: Disease surveillance, diagnosis, reporting and control

Every year the National Centre for Veterinary Biologics (Pusvetma) Surabaya is conducting a routine surveilans for FMD, and supported by 8 regional Disease Investigation Center (DIC).

Component 5: Policy, legislation and standards to support disease control and zone establishment

A new law has been established, namely Law number 18 year 2009 on Animal Husbandry and Animal Health. This law is replacing the Law number 6 year 1967.

Component 6: Regional research and technology transfer

Applied research was initiated by The Indonesian Research Centre for Veterinary Science (BBALITVET).  Other research activity is conducted as part of degree studies in collaboration with Australia.

Component 7: Livestock sector development including private sector integration

The involvement of private sectors sectors for disease control is obvious. A number of private companies have been participating on HPAI controls. It shoud also be working for FMD.

Component 8: Monitoring and evaluation

Internally, monitoring and evaluation (MONEV) of over all animal health program are mainly conducted by routine MONEV activities by Directorate General of Livestock and Animal Health Services (DGLAHS) and Provincial District Livestock Services. Externally, assessment of veterinary services in Indonesia has been conducted by OIE on the PVS programme.

Author and date:
Pudjiatmoko, DVM, PhD,
Director of Animal Health, Directorate of Animal Health,
Directorate General of Livestock and Animal Health Services (DGLAHS),
Ministry of Agriculture, Indonesia,
7 March 2011

Source
SEACFMD 17th OIE Sub-Commission Meeting, Bali, Indonesia


Saturday, 18 January 2014

Gambar Kapang Babal Nangka


Gambar Kapang pada Babal (Buah Nangka yang masih sangat muda, berukuran sebesar ibu jari kaki).

Sunday, 12 January 2014

Diet Bebas Gluten untuk Penderita Autisme


Diet Bebas Gluten, Bebas Casein untuk Penderita Autisme

 

Gangguan spektrum autisme (ASD) adalah gangguan perkembangan yang mempengaruhi anak-anak dengan mengganggu kemampuan mereka untuk berkomunikasi dan berinteraksi sosial.

 

Orang tua harus memahami bahwa Autisme bukan penyakit, melainkan gangguan tumbuh-kembang pada anak. Jadi “sembuh” bukanlah keadaan yang patut diupayakan. Keberhasilan dalam memaksimalkan tumbuh-kembang anak merupakan tujuan utama terapi bagi anak yang menderita Autisme. Terapi tersebut bertujuan memfasilitasi anak agar melalui tahap-tahap perkembangan semirip mungkin dengan anak-anak pada umumnya. Langkah-langkah berikut dapat kita lakukan apabila anak kita didiagnosa menderita Autisme.

 

1.Hindarkan makanan yang mengandung gluten dan kasein. Menghilangkan kedua zat ini dari pola makan terbukti dapat memperbaiki kondisi sejumlah penderita Autisme.

 

2.Berikan tambahan vitamin B6 dan B12 untuk meningkatkan fungsi pencernaan, mengurangi gejala alergi, dan memperbaiki kerja sistem syaraf anak.

 

3.Lakukan kontak mata dengan anak dalam berbagai situasi.

 

4.Bersabarlah ketika berkomunikasi dengan anak.

 

5.Libatkan anak sedapat mungkin dalam interaksi dengan lingkungan.

 

6.Ajarkan kepada anak untuk berperilaku normal dan baik kepada semua orang.

 

7.Jika terdapat perkembangan baru yang signifikan pada diri anak, konsultasikan dengan dokter atau tenaga ahli yang relevan.

 

8.Sertakan anak dalam terapi yang diselenggarakan secara khusus bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus, misalnya terapi integrasi sensorik, terapi perilaku, terapi ekupasi, terapi wicara, dan terapi obat.

 

Diet bebas Gluten / bebas Casein untuk Penderita Autisme

 

Untuk mengurangi gejala anak autisme, orang tua sering mencoba pengobatan alternatif seperti diet khusus. Akhir-akhir ini, diet bebas-gluten / bebas-casein telah berkembang dan menjadi populer. Beberapa orang tua melaporkan perbaikan dalam gejala autisme dengan regimen diet ini.

 

Sedikit penelitian yang telah dilakukan, meskipun, pada diet bebas-gluten / bebas-casein untuk autisme. Akibatnya, banyak orang tua bertanya-tanya apakah diet ini benar, pada kenyataannya, terdapat perbedaan dalam gejala anak autisme. Beberapa juga percaya bahwa anak-anak dengan autisme membatasi asupan mereka sendiri, karena mereka lebih suka makanan hambar seperti roti putih. Jadi pertanyaannya menjadi "ayam atau telur." Apakah gluten yang menyebabkan autisme, atau, yang lebih memungkinkan, adalah autisme membatasi berbagai anak dari asupan makanan?

 

Apa yang dimaksud dengan diet bebas-gluten / bebas-casein untuk autisme?

 

Diet bebas-gluten / bebas-casein juga dikenal sebagai diet PMTB. Ini adalah salah satu dari beberapa pengobatan alternatif untuk anak penderita autisme. Ketika mengikuti diet ini menghindari secara ketat, semua makanan yang mengandung gluten (ditemukan dalam gandum, barley dan rye) dan kasein (ditemukan dalam susu dan produk susu) dikeluarkan dari asupan makanan sehari-hari anak.

 

Beberapa orang tua dari anak penderita autisme percaya anak-anak mereka yang alergi atau sensitif terhadap komponen yang ditemukan dalam makanan ini. Beberapa mencari tes alergi untuk konfirmasi. Namun, bahkan ketika tidak ada alergi dikonfirmasi, banyak orangtua dari anak-anak penderita autisme masih memilih untuk menawarkan diet PMTB. Diantara manfaat mereka melaporkan perubahan dalam ucapan dan perilaku.

 

Bagaimana diet bebas-gluten / bebas-casein untuk penderita autisme bekerja?

 

Manfaat dari diet bebas-gluten / bebas-casein didasarkan pada teori bahwa anak-anak dengan autisme mungkin memiliki alergi atau sensitivitas tinggi terhadap makanan yang mengandung gluten atau kasein. Anak-anak dengan autisme, menurut teori, peptida proses dan protein dalam makanan yang mengandung gluten dan kasein berbeda dari orang lain. Secara hipotesis, perbedaan ini dalam pengolahan dapat memperburuk gejala autisme. Beberapa percaya bahwa otak memperlakukan protein ini seperti bahan kimia yang mirip candu. Mereka mengatakan, reaksi kimia ini menyebabkan anak bertindak dengan cara tertentu. Ide di balik penggunaan diet adalah untuk mengurangi gejala dan memperbaiki perilaku sosial dan kognitif dan wicara.

 

Mungkin ada beberapa manfaat ilmiah untuk alasan di balik diet bebas-gluten / bebas-casein. Para peneliti telah menemukan tingkat abnormal peptida dalam cairan tubuh dari beberapa orang yang memiliki gejala autisme. Namun, efektivitas diet PMTB untuk autisme belum didukung oleh penelitian medis, bahkan, review dari studi terbaru dan terdahulu menyimpulkan masih kurangnya bukti ilmiah untuk mengatakan apakah diet ini dapat membantu atau tidak. 

 

Sayangnya, menghilangkan semua sumber gluten dan kasein sangat sulit, sehingga uji klinis secara acak pada anak-anak untuk mebuktikan efektivitas diet ini menjadi sangat sulit.

 

SUMBER:

 

1.365 days of Happy Parenting with Novita Tandry, BIB, 2013. Hal. 368-369.

2.Gluten-Free/Casein-Free Diets for Autism, WebMD: http://www.webmd.com/brain/autism/gluten-free-casein-free-diets-for-autism


Friday, 10 January 2014

Manfaat Paket Bali WTO Bagi Pertanian

 

Manfaat Paket Bali WTO Bagi Pertanian Indonesia


Konferensi para menteri anggota Organsasi Perdagangan Dunia (WTO) ke-9 telah berakhir pada hari Sabtu tanggal 7 Desember 2013.  Hasil konferensi di Bali ini dapat menurunkan rasa putus asa yang semakin menumpuk setelah bertahun-tahun konferensi WTO tidak menghasilkan kesepakatan yang berarti.  Sejak Putaran Doha (Doha Round) diluncurkan pada tahun 2001 di Doha-Qatar, negosiasi tidak pernah mengalami kemajuan.  Bali yang indah mempesona, hangat, sekaligus memiliki aura yang menenangkan hati, tampaknya mampu membuat para delegasi saling memberi dan menerima, yang pada akhirnya sampai pada kesepakatan.  Kesepakatan konferensi WTO di Bali, yang disebut Paket Bali, disambut gembira oleh negara-negara para peserta konferensi, yang memiliki berbagai latar belakang ideologi pembangunan ekonomi yang berbeda-beda.
 
Perdebatan Putaran Doha, atau disebut juga Agenda Pembangunan Doha, dimaksudkan untuk menciptakan aturan tunggal yang berlaku bagi 159 negara anggota WTO di berbagai bidang, seperti menurunkan pajak impor, mengurangi subsidi pertanian yang mendistorsi perdagangan, dan menciptakan prosedur standar kepabeanan.   Dengan disepakati dan diterapkannya aturan-aturan yang seragam tersebut, diharapkan pergerakan barang antar negara dapat lebih lancar dan perdagangan dunia semakin meningkat lebih cepat.  Dasar pemikiran Putaran Doha adalah, jika seluruh negara menjalankan aturan perdagangan yang sama maka semua negara akan dapat memperoleh keuntungan dari perdagangan, baik itu negara kaya maupun negara miskin.  Perdagangan yang semakin berkembang diharapkan akan menciptakan peluang-peluang usaha yang lebih banyak lagi dan membuka kesempatan kerja yang lebih besar. 
Dalam prakteknya, banyak negara yang merasa bahwa perdagangan yang lebih bebas ternyata tidak memberikan manfaat seperti yang diharapkan.  Perdagangan memang meningkat pesat, baik volume maupun nilainya, namun distribusi manfaat dari perdagangan itu dipandang belum adil.  Pada aspek keadilan inilah kritik keras disuarakan oleh banyak pihak di luar ruang-ruang konferensi WTO di berbagai tempat dan waktu.  Dalam sambutan pembukaan konferensi WTO di Bali, Presiden RI juga mengingatkan perlunya perdagangan yang memenuhi aspek keadilan bagi semua. 
Aspek keadilan telah menjadi hambatan utama bagi konferensi-konferensi WTO untuk mencapai kesepakatan di tahun-tahun sebelumnya, dan mungkin juga di tahun-tahun mendatang.  Tiadanya kemajuan yang berarti dalam konferensi-konferensi Putaran Doha WTO telah menyebabkan banyak negara membuat kesepakatan-kesepakatan perdagangan bilateral dan kesepakatan-kesepakatan perdagangaan regional dan antar kawasan, seperti Trans-Pacific Partnership antara Amerika Serikat dengan 11 negara kawasan Pasifik ataupun pasar bebas Amerika Serikat dengan Uni Eropa.  Itu sebabnya, kesepakatan yang berhasil dicapai pada konferensi WTO di Bali ini dipandang sebagai salah satu tonggak penting pagi kemajuan menuju Agenda Pembangunan Doha, sekaligus menyelamatkan relevansi WTO sebagai lembaga perdagangan multilateral.    
Paket Bali (Bali Package) terdiri dari 10 dokumen yang mencakup fasilitasi perdagangan, pertanian, dan berbagai isu pembangunan.  Paket Bali memberikan ruang dan fleksibilitas bagi negara-negara berkembang untuk mengatur kebijakan ketahanan pangannya.  Bagi Indonesia, Paket Bali tidak memberikan hambatan terhadap agenda-agenda ketahanan pangan dan pembangunan pertanian yang selama ini telah dijalankan.  Subsidi maksimal sebesar 10 persen dari total produksi pangan dalam rangka stok untuk ketahanan pangan, yang menjadi isu panas dalam konferensi WTO di Bali, juga belum pernah terlampaui oleh Indonesia.  Perbaikan prosedur kepabeanan yang ada dalam Paket Bali, juga telah menjadi program pemerintah selama ini.  Perbaikan prosedur kepabeanan di Indonesia tidak hanya dimaksudkan agar barang lebih mudah mengalir keluar-masuk, tetapi juga agar korupsi dan pungutan liar dapat dihilangkan dari kepabeanan.   

Posisi pemerintah Indonesia tetap tegas dalam menempatkan pertanian sebagai sektor strategis dalam pembangunan.  Pemerintah menyadari sektor pertanian masih menjadi sumber matapencaharian bagi mayoritas tenaga kerja di Indonesia, dan di sektor ini masih banyak petani yang taraf kehidupannya perlu ditingkatkan.  Indonesia juga telah mengalami dampak buruk dari lonjakan-lonjakan harga pangan.  Harga pangan yang naik tajam tidak saja menurunkan daya beli dan mendorong inflasi, tetapi juga menimbulkan berbagai masalah sosial dan politik.  Iklim yang semakin tidak mudah diramalkan menjadikan risiko produksi dan risiko harga meningkat, sehingga ketahanan pangan Indonesia menjadi rentan apabila sepenuhnya mengandalkan pada pasar internasional.  Indonesia tetap perlu memiliki stok pangan sebagai salah satu faktor penunjang penting ketahanan pangan.  Stok pangan nasional pada tingkat yang aman juga tetap diperlukan untuk program-program pengentasan kemiskinan dan dalam menghadapi bencana.  Berbagai aspek tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam perjuangan Indonesia di berbagai forum WTO.  Dalam konferensi WTO di Bali, Indonesia bersama-sama dengan negara berkembang lain tetap memperjuangkan subsidi pertanian.

Bagi Indonesia Paket Bali bukanlah akhir, tetapi awal dari upaya-upaya lebih keras untuk meningkatkan daya saing pertanian, ketahanan pangan nasional, dan kesejahteraan petani.  Subsidi dan topangan harga adalah kebijakan-kebijakan jangka pendek yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani.  Tetapi kebijakan-kebijakan ini sering tidak berkelanjutan hasilnya dan juga dapat menciptakan ketidakadilan baru, karena sifatnya yang poorly targeted.  Kebijakan yang bertumpu hanya pada harga sering mengalami hambatan dari sisi penyediaan anggaran dan ketepatan waktu, sehingga efektivitasnya redah.  Kebijakan harga dapat membenturkan kepentingan produsen dengan kepentingan konsumen, apabila anggaran yang dialokasikan tidak memadai.  

Kebijakan meningkatkan harga untuk membantu produsen dapat berarti naiknya harga di tingkat konsumen.  Sebaliknya, menurunkan harga di tingkat konsumen bisa berdampak menekan harga yang diterima petani. 

Keberlanjutan pertanian tergantung pada kebijakan-kebijakan yang mampu meningkatkan kesejahteraan petani secara berkelanjutan.  Perbaikan dan pembangunan sarana dan prasarana pertanian, jalan desa, kelembagaan pemasaran faktor produksi dan hasil produksi, akses terhadap sarana produksi, akses terhadap tanah dan kapital, dan penemuan benih/bibit unggul dan teknik budidaya pertanian yang lebih baik adalah tugas-tugas publik yang perlu terus ditingkatkan dari tahun ke tahun, untuk memastikan petani meningkat kesejahteraannya.  Tugas pemerintah, dari tingkat pusat sampai daerah, untuk memastikan bahwa produktivitas pertanian terus tumbuh dari tahun ke tahun.  Tanah-tanah pertanian juga perlu terus dikembangkan dan tidak hanya mengandalkan tanah-tanah di Jawa. Untuk itu diperlukan pemuliaan tanaman dan pengembangan teknologi budidaya yang sesuai dengan kondisi agro-ekologi setempat.

Kebijakan harga dan subsidi harga memang hasilnya dapat secara cepat dapat dilihat daripada kebijakan non-harga.  Itu sebabnya kebijakan harga dan subsidi harga adalah kebijakan yang paling banyak digunakan di berbagai negara.  Namun kebijakan harga dan subsidi harga memiliki banyak kelemahan dari aspek sosial ekonomi, karena sifatnya yang distortif.  

Sebaliknya kebijakan non-harga memerlukan kerja keras dan waktu yang lebih lama untuk memperlihatkan hasilnya.  Kebijakan non-harga, seperti kebijakan irigasi, kebijakan kelembagaan, maupun kebijakan teknologi memerlukan konsistensi dan persistensi dalam jangka panjang, sebelum hasilnya dapat dilihat dan dirasakan dengan nyata.  Pada aspek inilah tampaknya yang belum dimiliki Indonesia, yaitu konsistensi dan persistensi kebijakan pertanian dari waktu ke waktu, antar pemerintahan dan antar generasi.  Perjalanan Putaran Doha, dimana Paket Bali menjadi bagiannya, diperkirakan masih memerlukan waktu panjang dan masih tinggi risikonya untuk gagal.  Namun berbagai upaya peningkatan kesejahteraan petani perlu lebih keras lagi dilakukan.  Peningkatan kesejahteraan petani adalah suatu keharusan dan tidak perlu menunggu Putaran Doha selesai didiskusikan dan diterapkan.

Dapat dikatakan bahwa primadona KTM WTO di Bali adalah isu pertanian, khususnya proposal dari G-33 terkait pembentukan stok pangan bagi masyarakat miskin dan kelonggaran subsidi bagi petani miskin.  Di sini, negera maju duduk bersama membahas satu dari tiga isu utama perundingan sektor pertanian : domestic support di negara berkembang (dua isu lain adalah akses pasa dan subsidi ekspor produk pertanian).

Keberhasilan G-33 untuk mendapatkan peace clause dalam paket Bali sangat berarti. Semua negara anggota WTO menyadari bahwa perundingan isu pertanian harus mencakup ketiga isu di atas.  Kesepakatan Bali menyangkut usulan G-33 belum tuntas, tetapi memberi rung negara berkembang mengatasi dulu kondisi domestiknya.

Dengan peace clause, negara berkembang yang memberikan dukungan domestik melebihi yang disepakati di Putaran Uruguay 1986-1994- yakni 10 persen dari total out put pertanian – tidak akan ditintut ke panel sengketa WTO.  Solusi permanen atas proposal G-33 tentunya jauh lebih penting dari pada sekedar peace clause yang berlaku empat tahun.

Perundingan atas proposal G-30 diwarnai kekhawatiran mengenai potensi terjadinya distorsi pasar khusunya bila sengaja atau tidak sengaja stok pangan merembes ke pasar internasional dan mengganggu ketahanan pangan negara lain. Dilihat dari kepentingan Indonesiakesepakatan di atas akan membantu Indonesia untuk memastikan bahwa kebijakan subsidi negara lain, seperti Malaysia melalui Bernas dan India melalui Foof Corp, tidak mendistorsi pasar Indonesia untuk produk serupa yang dihasilkan petani Indonesia, atau mengganggu kebijakan ketahanan pangan dalam negeri Indonesia. Kebijakan di atas juga memberi ruang bagi Indonesia untuk subsidi dan tidak akan dianggap menyalahi perjanjian sepanjang tidak mengganggu pasar negara lain.

Sumber:
  1. Paket Bali WTO dan Relevansinya Bagi Pertanian Indonesia
    Oleh Harianto, Staf Khusus Presiden RI Bidang Pangan dan Energi (http://www.setkab.go.id/artikel-11423-paket-bali-wto-dan-relevansinya-bagi-pertanian-indonesia.html)
  2. Paket Bali dan Manfaatnya bagi RI oleh Iman Pambagyo (Kompas 10 Januari halaman 7).