Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Tuesday, 6 December 2022

Deteksi Virus Avian influenza yang Resistan

 

Deteksi Virus Influenza Zoonosis dan Influenza Hewan yang Resistan terhadap Oseltamivir Menggunakan Tes Resistensi Antiviral Influenza Cepat

 

RINGKASAN

Mutasi pada neuraminidase (NA) virus influenza yang menyebabkan berkurangnya kerentanan terhadap NAI inhibitor (NAI) oseltamivir dapat terjadi secara alami atau setelah pengobatan antivirus. Saat ini, deteksi menggunakan uji penghambatan NA tradisional atau pengurutan gen untuk mengidentifikasi penanda yang diketahui terkait dengan pengurangan penghambatan oleh oseltamivir. Kedua metode itu melelahkan dan membutuhkan personel terlatih. Influenza antiviral resistance test (iART), sistem prototipe yang dikembangkan oleh Becton, Dickinson and Company hanya untuk penggunaan penelitian, menawarkan metode cepat dan sederhana untuk mengidentifikasi virus semacam itu. Studi ini menyelidiki penerapan iART pada virus influenza A yang diisolasi dari inang non-manusia dengan berbagai subtipe NA (N1-N9).

 

1. INTRODUKSI

Virus zoonosis dan influenza hewan A merupakan ancaman yang signifikan bagi kesehatan masyarakat; mereka dapat menyebabkan penyakit parah pada manusia dengan sedikit perlindungan yang diberikan oleh vaksinasi musiman karena perbedaan antigenik.[1] NAI secara rutin digunakan untuk mengobati individu yang terinfeksi virus influenza, terlepas dari subtipenya, dan oseltamivir adalah terapi anti-influenza yang paling sering diresepkan. Resistensi antivirus dapat muncul di alam atau setelah pengobatan dengan NAI melalui perubahan permukaan antigen NA yang mempengaruhi pengikatan neuraminidase inhibitor (NAI). Perubahan tersebut dapat menyebabkan resistensi terhadap satu atau lebih NAI.[2]

 

Sementara analisis urutan gen NA sering digunakan untuk menyaring virus untuk penanda resistensi yang sudah ada, analisis genetik tidak dapat mengidentifikasi virus yang membawa penanda molekuler baru, atau menilai tingkat kerentanan yang berkurang. Dengan demikian, uji NAI fenotipik biasanya digunakan untuk menilai kerentanan virus terhadap NAI.[3]  Dalam uji ini, virus diencerkan ke tingkat aktivitas NA yang ditargetkan dan diuji terhadap NAI yang diencerkan secara serial untuk menentukan IC50, konsentrasi obat yang diperlukan untuk menghambat 50% dari aktivitas NA. 

 

Untuk melaporkan hasil virus influenza A musiman, perubahan lipatan virus uji dihitung dengan membandingkan nilai IC50 referensi, baik median spesifik subtipe atau IC50 virus kontrol yang tidak memiliki perubahan NA.[4]  Namun, pendekatan ini tidak dapat dengan mudah diterapkan untuk pengujian dan pelaporan kerentanan virus influenza non-musiman terhadap NAI karena kesulitan memperoleh dan menguji sejumlah besar dari setiap subtipe yang berbeda dan berbagai garis keturunan genetik dalam setiap subtipe. Selain itu, hasil NAI memerlukan interpretasi yang hati-hati, karena korelasi laboratorium dari resistensi yang relevan secara klinis belum ditetapkan, kecuali untuk virus yang membawa N1 NA dengan substitusi H275Y.[5]  Infeksi yang disebabkan oleh virus yang menunjukkan fenotipe penghambatan berkurang (RI) atau fenotipe penghambatan sangat berkurang (HRI) mungkin lebih sulit dikendalikan dengan intervensi terapeutik, yang dapat menyebabkan penyakit berkepanjangan dan pelepasan virus.[6]

 

Tes sederhana dan cepat yang dapat digunakan oleh laboratorium surveilans, dan dalam pengaturan klinis diperlukan untuk mendeteksi virus dengan kerentanan yang berkurang terhadap NAI. Seperti dilaporkan sebelumnya, prototipe tes resistensi antiviral influenza (iART), yang dikembangkan oleh BD Technologies (BARDA Contract HHSO100201300008C), mampu mendeteksi secara fenotip virus influenza musiman yang menampilkan RI/HRI oleh oseltamivir.[7]  Pengujian ini membandingkan aktivitas sialidase spesifik influenza (NA) dengan dan tanpa konsentrasi obat tunggal, hanya membutuhkan 1 jam, dan tidak memerlukan pelatihan ekstensif untuk melakukannya. Di sini, kami menyajikan temuan serupa untuk virus influenza manusia zoonosis dan influenza hewan.

 

2. PERBANDINGAN iART DENGAN NAI ASSAY

Untuk memverifikasi kemampuan iART untuk secara efisien mendeteksi aktivitas enzimatik NA dan penghambatan oleh oseltamivir dari berbagai subtipe (N1 hingga N9), telah dilakukan pengujian terhadap berbagai virus influenza manusia zoonosis dan influenza hewan.  Pengujian ini dilakukan termasuk terhaap virus (n = 45) yang diisolasi dari burung liar, unggas, kucing domestik, dan infeksi manusia zoonosis yang disebarkan dalam sel MDCK atau telur ayam yang dibuahi (Tabel 1). Analisis sekuens NA tidak mengidentifikasi penanda resistansi terhadap oseltamivir yang diketahui atau dicurigai (Tabel S1). Virus diuji menggunakan uji NAI dan iART berbasis fluoresensi, seperti yang dijelaskan sebelumnya.[4]  Semua isolat virus ditemukan rentan terhadap penghambatan oleh oseltamivir dalam uji iART (faktor-R ≤0,70). Dalam uji NAI, semua nilai IC50 yang dihitung berada dalam rentang nanomolar/subnanomolar; beberapa perbedaan antara subtipe diamati, seperti yang diharapkan, dengan nilai IC50 terbesar diamati untuk virus N8 dan terendah untuk virus N2 (Tabel 1). Median IC50 untuk semua subtipe (dihitung menggunakan IC50 rata-rata untuk setiap subtipe) ditentukan menjadi 0,48 nmol/L (Tabel S2).

 

Menggunakan median IC50, perubahan kelipatan dihitung untuk setiap isolat. Seperti yang diharapkan, semua virus yang diuji ditentukan secara normal dihambat (NI) oleh oseltamivir, dan, oleh karena itu, rentan terhadap obat ini, sesuai dengan kriteria yang diterapkan oleh Kelompok Kerja Ahli tentang Kerentanan Antiviral untuk Sistem Pengawasan dan Respon Influenza Global WHO [5] (peningkatan <10 kali lipat dibandingkan dengan median IC50). Data dari uji standar emas NAI menunjukkan korelasi yang baik dengan hasil yang diperoleh dengan menggunakan iART, memverifikasi kemampuan tes untuk mendeteksi aktivitas enzim NA dan penghambatan oleh oseltamivir untuk virus influenza non-musiman.

 

Tabel 1. Virus Influenza zoonosis dan Avian Influenza subtipe N1-N9 neuraminidase (NA) dan aktivitas NA inhibitor (NAI)





a. Posisi substitusi asam amino NA ditunjukkan menggunakan penomoran lurus dan penomoran subtipe N2.

b. Diuji menggunakan uji NAI berbasis fluoresensi standar Pusat Pengendalian dan Pencegahan AS. Rata-rata dan standar deviasi (SD) dari setidaknya tiga percobaan independen ditampilkan; perubahan kelipatan menunjukkan peningkatan kelipatan nilai IC50 dari uji protein NA rekombinan dibandingkan dengan nilai IC50 protein NA A/Shanghai/2/2013.

c. Kriteria untuk menginterpretasikan hasil uji NAI berdasarkan peningkatan kelipatan nilai IC50 dari uji NA dibandingkan dengan protein NA tipe liar A/Shanghai/2/2013 Nilai IC50: inhibisi normal (NI) <10 kali lipat, inhibisi berkurang ( RI) 10 hingga 100 kali lipat, dan penghambatan sangat berkurang (HRI) >100 kali lipat.

d. Faktor-R: rasio intensitas sinyal chemiluminescent yang dihasilkan oleh aktivitas NA virus pada substrat dengan dan tanpa inhibitor (yaitu, oseltamivir karboksilat). Rata-rata dan standar deviasi faktor-R dari tiga percobaan independen. Interpretasi faktor-R berdasarkan cutoff yang telah ditentukan sebelumnya untuk influenza A (resistensi ≥0,70).

 

Untuk memverifikasi bahwa iART dapat mendeteksi penurunan kerentanan terhadap oseltamivir dari virus unggas dan zoonosis, sembilan isolat virus dengan substitusi asam amino NA yang diketahui memengaruhi kerentanan oseltamivir diuji dengan uji NAI dan iART (Tabel 2). Nilai IC50 yang dihitung dibandingkan dengan virus kontrol yang tidak memiliki substitusi NA, serta nilai median IC50 yang dihitung di atas. Perhitungan perubahan lipatan IC50 median diperlukan ketika virus tipe liar yang cocok tidak tersedia atau virus dengan urutan NA yang tidak diketahui diuji. Metode perubahan kelipatan tidak mengubah interpretasi delapan dari sembilan virus (Tabel 2).

 

Satu isolat (Tabel 2, klon 1 A/Vietnam/HN30408/2005) diinterpretasikan memiliki RI menggunakan perubahan kelipatan yang ditentukan dengan virus kontrol IC50, penghambatan normal (NI) menggunakan perubahan lipatan yang ditentukan dengan median IC50, dan R -faktor yang berada di bawah ambang batas yang ditetapkan sebelumnya sebesar 0,70 (0,57). Dua virus (Tabel 2, A/Ohio/88/2012 dan A/Taiwan/1/2013 clone 3) diuji sebagai RI oleh NAI dengan faktor R di iART mendekati ambang batas (0,62, 0,66). Enam virus lain yang memiliki fenotipe RI atau HRI dengan uji NAI menunjukkan faktor-R di atas ambang batas ≥0,70 dalam uji iART.

 

Tabel 2. Virus zoonosis dan flu burung A dengan substitusi neuraminidase (NA) memberikan (sangat) pengurangan penghambatan oleh oseltamivir


 

a. Posisi substitusi asam amino NA ditunjukkan menggunakan penomoran lurus dan penomoran subtipe N2.

b. Diuji menggunakan uji NAI berbasis fluoresensi standar Pusat Pengendalian dan Pencegahan AS. Rata-rata dan standar deviasi (SD) dari setidaknya tiga percobaan independen ditampilkan; perubahan lipatan menunjukkan peningkatan lipat nilai IC50 dari virus uji dibandingkan dengan nilai IC50 virus kontrol (untuk virus yang tidak memiliki substitusi asam amino) dan menggunakan median IC50 dari semua subtipe.

c. Kriteria untuk menginterpretasikan hasil uji NAI berdasarkan peningkatan IC50 kali lipat dibandingkan dengan virus kontrol/nilai median IC50: penghambatan normal (NI) <10 kali lipat, penghambatan berkurang (RI) 10 hingga 100 kali lipat, dan penghambatan sangat berkurang (HRI) >100 kali lipat.

d. Faktor-R: rasio intensitas sinyal chemiluminescent yang dihasilkan oleh aktivitas NA virus dengan dan tanpa inhibitor (yaitu, oseltamivir karboksilat). Interpretasi faktor-R berdasarkan cutoff yang telah ditentukan sebelumnya untuk influenza A (resistensi ≥0,70).

 

Berbagai faktor-R diamati, yang berkorelasi dengan rentang perbedaan lipatan yang ditentukan oleh uji NAI (Gambar S1). Virus dengan faktor R tertinggi (yaitu >4,0) juga diidentifikasi memiliki HRI dengan uji NAI. Virus dengan RI atau nilai perubahan lipat mendekati batas 10 kali lipat memiliki faktor R mendekati ambang 0,70. Hasil ini menunjukkan bahwa setiap virus yang dilaporkan resisten dengan iART akan memiliki RI/HRI dengan NAI. Virus yang tidak resisten, terutama yang memiliki faktor R tinggi, juga menunjukkan beberapa penghambatan yang berkurang oleh oseltamivir. Dengan pengujian lebih lanjut dan penyempurnaan ambang faktor R, iART mungkin dapat membedakan antara virus RI dan HRI di masa mendatang. Sebagai alternatif, setiap spesimen dengan faktor R di atas 0,50 dapat ditandai untuk analisis urutan dan pengujian tambahan dalam pengujian NAI. Tak satu pun dari virus tipe liar yang ditunjukkan pada Tabel 1 atau virus musiman yang dilaporkan sebelumnya akan ditandai sebagai berpotensi mengurangi kerentanan menggunakan ambang batas yang lebih rendah untuk virus tipe A.[7]

 

3. PROTEIN N9 REKOMBINAN DENGAN PENANDA RI/HRI YANG DIKETAHUI OLEH OSELTAMIVIR

Substitusi asam amino yang diketahui mengurangi kerentanan terhadap oseltamivir E119V, I222K/R, H274Y, R292K, dan R371K (penomoran N2) telah terdeteksi pada virus NA A(H7N9) yang diisolasi dari manusia.8 Selain itu, I222T terdeteksi pada Virus A(H7N9) diisolasi dari primata non-manusia setelah pengobatan oseltamivir.9 Untuk menentukan apakah iART mampu mengidentifikasi NA dengan perubahan ini sebagai resisten terhadap oseltamivir, masing-masing protein rekombinan N9 (rN9) dihasilkan menggunakan A/Shanghai/ 2/2013 NA sebagai tulang punggung, seperti yang dijelaskan sebelumnya.10 Penggunaan protein rekombinan memungkinkan pengujian perubahan asam amino yang mengurangi aktivitas enzimatik selain mengurangi kerentanan terhadap NAI, termasuk R292K (R289K dalam penomoran lurus N9), yang paling sering diidentifikasi Perubahan NA terdeteksi pada kasus manusia H7N9. Faktor-R dari protein rN9 yang membawa substitusi E119V, I222K/R, H274Y, R292K, atau R371K mengkategorikannya sebagai resisten terhadap oseltamivir dan berkorelasi dengan hasil uji NAI (Tabel 3).

 

Kisaran faktor-R juga berkorelasi dengan kisaran nilai IC50 (Gambar S1); semua rN9 dengan faktor-R di atas 2,0 diidentifikasi memiliki HRI dengan uji NAI. Protein rN9 dengan I222T diidentifikasi sebagai tidak resisten oleh iART. Dalam uji NAI, perubahan lipatan yang diberikan oleh substitusi ini berada di bawah ambang batas 10, yang selanjutnya menegaskan korelasi antara kedua uji tersebut.

Tabel 3. Protein neuraminidase (NA) rekombinan A/Shanghai/2/2013 (H7N9) dengan substitusi yang memberikan penghambatan (sangat) berkurang oleh oseltamivir

a. Posisi substitusi asam amino NA ditunjukkan menggunakan penomoran lurus dan penomoran subtipe N2.

b. Diuji menggunakan uji NAI berbasis fluoresensi standar Pusat Pengendalian dan Pencegahan AS. Rata-rata dan standar deviasi (SD) dari setidaknya tiga percobaan independen ditampilkan; perubahan lipatan menunjukkan peningkatan lipat nilai IC50 dari uji protein NA rekombinan dibandingkan dengan nilai IC50 protein NA A/Shanghai/2/2013.

c. Kriteria untuk menginterpretasikan hasil uji NAI berdasarkan peningkatan lipat nilai IC50 dari uji NA dibandingkan dengan protein NA tipe liar A/Shanghai/2/2013 Nilai IC50: inhibisi normal (NI) <10 kali lipat, inhibisi tereduksi (RI ) 10 hingga 100 kali lipat, dan penghambatan sangat berkurang (HRI) >100 kali lipat.

d. R-faktor: rasio intensitas sinyal chemiluminescent yang dihasilkan oleh aktivitas NA virus pada substrat dengan dan tanpa inhibitor (yaitu, karboksilat oseltamivir). Rata-rata dan standar deviasi faktor-R dari tiga percobaan independen. Interpretasi faktor-R berdasarkan cutoff yang telah ditentukan sebelumnya untuk influenza A (resistensi ≥0,70).

 

4. UJI IART VS NAI DI BAWAH KONDISI PH RENDAH (PH 5.3 VS 6.8)

Seperti disebutkan di atas, R292K adalah penanda NA yang paling sering dilaporkan pada pasien yang diobati dengan oseltamivir yang terinfeksi virus A(H7N9). Selain itu, perubahan ini juga dikenal untuk mengurangi aktivitas enzimatik, membuat deteksi resistensi obat menjadi sulit menggunakan uji NAI standar karena aktivitas yang tidak mencukupi untuk pengujian atau aktivitas masking resistensi tipe liar.11 Sebelumnya dilaporkan bahwa deteksi virus R292K dapat dilakukan ditingkatkan dengan pengujian NAI pada pH asam.12 Untuk mengkonfirmasi temuan ini, pengujian dilakukan pada isolat A(H7N9) flu burung yang sangat patogen, A/Taiwan/1/2017, yang mengandung substitusi R292K.

 

Pada pH standar 6,8, uji NAI tidak dapat menguji isolat virus ini karena aktivitas NA di bawah ambang batas yang diperlukan untuk pengujian (Tabel 4). Namun, pada pH 5,3, virus ini memiliki aktivitas NA yang cukup dan menampilkan fenotipe HRI. Khususnya, iART mampu mendeteksi resistansi yang disebabkan oleh R292K, tanpa mengubah kondisi pH pengujian. Kami sebelumnya menunjukkan bahwa spesimen klinis dapat diuji secara langsung oleh iART, bahkan ketika aktivitas NA tidak cukup untuk pengujian oleh NAI. Hasil ini mengkonfirmasi dan memperluas temuan tersebut dan menyarankan sensitivitas iART yang lebih besar untuk mendeteksi resistensi pada virus NA aktivitas rendah.

 

Tabel 4. Hasil uji resistensi antiviral influenza (IART) vs uji uji NAI pada pH rendah (pH 5,3)


a. N/A: Tidak tersedia karena tingkat aktivitas enzim NA tidak mencukupi untuk pengujian.

b. Kriteria pelaporan hasil uji NAI berdasarkan peningkatan kelipatan nilai IC50 virus uji dibandingkan dengan nilai IC50 virus kontrol tanpa substitusi R292K: inhibisi normal (NI) <10 kali lipat, inhibisi tereduksi (RI) 10 hingga 100 kali lipat, dan penghambatan sangat berkurang (HRI) >100 kali lipat.

c. Faktor-R: rasio intensitas sinyal chemiluminescent yang dihasilkan oleh aktivitas NA virus pada substrat dengan dan tanpa inhibitor (yaitu, oseltamivir karboksilat). Rata-rata dan standar deviasi faktor-R dari tiga percobaan independen. Interpretasi faktor-R berdasarkan cutoff yang telah ditentukan sebelumnya untuk influenza A (resistensi ≥0,70).

 

Tes resistensi antivirus influenza adalah uji fenotipik yang cepat dan sensitif untuk mendeteksi virus influenza dengan penghambatan yang dikurangi oleh oseltamivir. Tidak seperti metode berbasis urutan, iART memberikan data fenotipik yang berharga untuk identifikasi virus yang membawa penanda molekuler yang diketahui dan tidak diketahui terkait dengan penurunan kerentanan.

 

Ketika virus subtipe hewan dan zoonosis baru muncul, sangat penting untuk menentukan fenotipe obatnya dengan cepat sehingga otoritas kesehatan masyarakat dan dokter dapat menilai pilihan pengobatan dengan lebih baik. iART saat ini tidak tersedia secara komersial, meskipun pengujian spesifik influenza lainnya (QFlu Combo Test oleh Cellex) menggunakan prinsip deteksi resistansi oseltamivir yang serupa. Ketersediaan iART di masa depan bergantung pada permintaan tes perawatan untuk mendeteksi resistensi antivirus.

 

Meskipun uji NAI merupakan standar emas terus menjadi uji pilihan untuk laboratorium surveilans, uji ini tidak praktis dan membutuhkan personel yang sangat terlatih. iART menyediakan alternatif, metode sederhana untuk mendeteksi virus yang resistan terhadap oseltamivir menggunakan perangkat kecil dan portabel dengan perangkat lunak bawaan untuk interpretasi data. Virus yang terdeteksi oleh iART dengan faktor R yang tinggi dapat ditandai untuk analisis genetik dan evaluasi fenotipik yang komprehensif. Desain dan kemudahan penggunaan ini memungkinkan pengujian kerentanan oseltamivir di lokasi yang saat ini tidak dapat melakukan pengujian NAI.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

1.   Blanton L, Wentworth DE, Alab N, et al. Update: influenza activity—United States and Worldwide, May 21–September 23, 2017. Morb Mortal Wkly Rep. 2017; 6: 1043-1051.

 

2. Marjuki H, Mishin VP, Chesnokov AP, et al. Characterization of drug-resistant influenza A(H7N9) variants isolated from an oseltamivir-treated patient in Taiwan. J Infect Dis. 2015; 211(2): 249-257.

 

3. Okomo-Adhiambo M, Mishin VP, Sleeman K, et al. Standardizing the influenza neuraminidase inhibition assay among United States public health laboratories conducting virological surveillance. Antiviral Res. 2016; 128: 28-35.

 

4.   Meetings of the WHO working group on surveillance of influenza antiviral susceptibility – Geneva, November 2011 and June 2012. Wkly Epidemiol Rec. 2012; 87(39): 369-374.

 

5.   Nguyen HT, Trujillo AA, Sheu TG, et al. Analysis of influenza viruses from patients clinically suspected of infection with an oseltamivir resistant virus during the 2009 pandemic in the United States. Antiviral Res. 2012; 93(3): 381-386.

 

6.     Li TC, Chan MC, Lee N. Clinical implications of antiviral resistance in influenza. Viruses. 2015; 7(9): 4929-4944.

 

7.    Gubareva LV, Fallows E, Mishin VP, et al. Monitoring influenza virus susceptibility to oseltamivir using a new rapid assay, iART. Eurosurveillance. 2017; 22(18): 30529.

 

8.  Marjuki H, Mishin VP, Chesnokov AP, et al. Neuraminidase mutations conferring resistance to oseltamivir in influenza A(H7N9) viruses. J Virol. 2015; 89(10): 5419-5426.

 

9. Itoh Y, Shichinohe S, Nakayama M, et al. Emergence of H7N9 influenza A virus resistant to neuraminidase inhibitors in nonhuman primates. Antimicrob Agents Chemother. 2015; 59(8): 4962-4973.

 

10 Gubareva LV, Sleeman K, Guo Z, et al. Drug susceptibility evaluation of an influenza A(H7N9) virus by analyzing recombinant neuraminidase proteins. J Infect Dis. 2017; 216 (suppl_4): S566-S574.

 

11Gubareva LV, Robinson MJ, Bethell RC, Webster RG. Catalytic and framework mutations in the neuraminidase active site of influenza viruses that are resistant to 4-guanidino-Neu5Ac2en. J Virol. 1997; 71(5): 3385.

 

12.Sleeman K, Guo Z, Barnes J, Shaw M, Stevens J, Gubareva LV. R292K substitution and drug susceptibility of influenza A(H7N9) viruses. Emerg Infect Dis. 2013; 19(9): 1521-1524.

 

SUMBER: 

Erin N. Hodges, Vasiliy P. Mishin, Juan De la Cruz, Zhu Guo, Ha T. Nguyen, Eric Fallows, James Stevens, David E. Wentworth, Charles Todd Davis, Larisa V. Gubareva. 2019. Detection of oseltamivir-resistant zoonotic and animal influenza A viruses using the rapid influenza antiviral resistance test. https;//doi.org/10.1111/irv.12661.

 

Friday, 2 December 2022

Penanda Tumor dan Pemeriksaannya

 

Tumor marker adalah zat yang dapat ditemukan di dalam tubuh sebagai penanda adanya tumor atau kanker. Pemeriksaan tumor marker umumnya dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan untuk deteksi dini (skrining) kanker, diagnosis kanker, serta menentukan pengobatan kanker dan keberhasilan terapi kanker.

Tumor marker adalah sejenis zat atau antigen yang diproduksi oleh sel kanker. Zat ini bisa ditemukan di dalam darah, urine, tinja, dan jaringan tubuh lain. Kadar tumor marker yang tinggi dapat menandakan adanya penyakit, khususnya kanker.

Meski demikian, tingginya kadar tumor marker tidak mutlak menandakan bahwa terdapat penyakit kanker. Hal ini karena beberapa sel tubuh yang normal juga dapat menghasilkan tumor marker.

 

Pemeriksaan Tumor Marker

Pemeriksaan tumor marker biasanya dilakukan pada pasien yang memiliki risiko kanker, dicurigai terserang kanker, dan pasien kanker yang sedang dalam pengobatan kanker.

Ada beberapa alasan mengapa pemeriksaan tumor marker penting untuk dilakukan, di antaranya:

·         Mendeteksi jenis, ukuran, dan tahapan atau stadium kanker.

·         Mengetahui apakah sel kanker sudah menyebar ke jaringan tubuh lain.

·         Menentukan metode pengobatan kanker yang tepat.

·         Memprediksi tingkat keberhasilan pengobatan.

·         Memantau perkembangan hasil pengobatan kanker.

·         Mendeteksi kanker yang muncul kembali setelah pengobatan selesai.

·      Mendeteksi dini kanker pada orang yang berisiko tinggi menderita kanker, misalnya orang yang memiliki orang tua atau saudara kandung dengan riwayat penyakit kanker.

Pemeriksaan tumor marker dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu tes urine, tes darah dan biopsi. Sampel yang diambil akan dikirim ke dokter ahli patologi untuk dianalisa di laboratorium.

 

Penanda Tumor yang Umum Digunakan dalam Pemeriksaan Kanker

Terdapat sejumlah tumor marker yang umum digunakan dalam pemeriksaan laboratorium. Sebagian tumor marker digunakan untuk mendeteksi satu jenis kanker saja dan sebagian lainnya untuk mendeteksi beberapa jenis kanker.

 

Berikut ini adalah zat penanda tumor yang paling umum digunakan dalam pemeriksaan kanker:

 

1. CEA (carcinoembryonic antigen)

CEA merupakan zat penanda tumor yang digunakan dalam pemeriksaan beberapa jenis kanker, termasuk kanker usus besar, kanker paru-paru, kanker lambung, kanker tiroid, kanker pankreas, kanker payudara, kanker kandung kemih, dan kanker ovarium.

Selain untuk mendeteksi penyakit kanker, pemeriksaan CEA juga bertujuan untuk memantau perkembangan hasil pengobatan dan mendeteksi adanya sel kanker yang muncul kembali setelah pasien selesai menjalani perawatan kanker.

 

2. AFP (alpha-fetoprotein)

AFP merupakan zat penanda tumor yang digunakan dalam pemeriksaan kanker hati, kanker ovarium, dan kanker testis. Kegunaannya adalah untuk mendiagnosis ketiga jenis kanker tersebut, menentukan tahapan atau stadium kanker, memantau keberhasilan pengobatan, dan memprediksi tingkat kesembuhan.

 

3. B2M (Beta 2-microglobulin)

B2M adalah zat penanda tumor yang digunakan dalam pemeriksaan kanker darah, multiple myeloma, dan limfoma. Kegunaannya untuk memantau keberhasilan pengobatan dan memprediksi tingkat kesembuhan.

 

4. PSA (prostate-specific antigen)

PSA merupakan zat penanda tumor yang sering digunakan dalam pemeriksaan kanker prostat.  Kegunaannya adalah membantu mendiagnosis kanker prostat, memantau perkembangan pengobatan kanker yang sedang dijalani pasien, dan mendeteksi kanker yang muncul kembali setelah selesai pengobatan.

Meski demikian, kadar PSA, biasanya juga meningkat ketika adanya penyakit pembesaran prostat jinak (BPH).

 

5. CA 125 (cancer antigen 125)

CA 125 merupakan zat penanda tumor yang digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan perawatan yang dijalani pasien kanker ovarium.  Pemeriksaan tumor marker ini juga berguna untuk mendeteksi apakah kanker ovarium muncul kembali setelah selesai pengobatan.

 

6. CA 15-3 dan CA 27-29 (cancer antigens 15-3 and 27-29)

CA 15-3 and CA 27-29 adalah zat penanda tumor yang digunakan untuk memantau hasil perawatan pada pasien kanker payudara.

Penggunaan zat penanda tumor dalam pemeriksaan kanker bisa berbeda-beda, tergantung kondisi dan riwayat kesehatan, serta gejala yang dialami pasien.

Ketika hasil pemeriksaan tumor marker menunjukkan hasil positif atau terdapat peningkatan jumlah tumor marker, bukan berarti Anda pasti terdiagnosis menderita kanker.

Tumor marker biasanya juga dapat meningkat pada beberapa penyakit lain, seperti hepatitis, penyakit ginjal pankreatitis, radang panggul, dan penyakit radang usus. Tumor marker juga dapat ditemukan wanita hamil dan orang yang memiliki kebiasaan merokok.

Selain itu, tidak semua penderita kanker memiliki kadar tumor marker yang tinggi di dalam tubuhnya. Jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tumor marker di dalam tubuh rendah, bukan berarti tidak terdapat kanker di dalam tubuhnya.

Oleh karena itu, untuk mendiagnosis penyakit kanker, dibutuhkan serangkaian pemeriksaan yang terdiri dari pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologis, termasuk Roentgen, USG, CT Scan, dan MRI, pemeriksaan tumor marker, dan biopsi.

Untuk mendeteksi dini kanker, Anda disarankan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan atau medical check-up rutin ke dokter setiap beberapa tahun sekali, apalagi jika Anda memiliki risiko untuk menderita kanker. Saat melakukan pemeriksaan, dokter akan menentukan jenis tumor marker apa yang perlu diperiksa beserta jenis pemeriksaan lain yang dibutuhkan.


DAFTAR PUSTAKA

 

1.  Holdenrieder, et al. (2016). Clinically Meaningful Use of Blood Tumor Markers in Oncology. BioMed Research International. 2016, 9795269.

 

2.  Nagpal, et al. (2016). Tumor Markers: A Diagnostic Tool. National Journal of Maxillofacial Surgery, 7(1), pp. 17–20.

 

3.  Hibbs, S. Cancet.Net, American Society of Clinical Oncology (2019). What Are Tumor Marker Tests for Cancer? 8 Things You Need to Know.

 

4.   Cancer.Net, American Society of Clinical Oncology (2018). Tumor Marker Tests.
Canadian Cancer Society. Tumour Markers.

 

5.   National Institutes of Health (2019). National Cancer Institute. Tumor Markers.


National Institutes of Health (2019). National Cancer Institute. Tumor Markers in Common Use.

 

6.  National Institutes of Health (2018). U.S. National Library of Medicine MedlinePlus. Tumor Marker Tests.

 

7.   Labtest Online (2019). Tumor Markers.

 

8.   Stanford Health Care. Tumor Markers - Medical Test.

 

9.   WebMD (2018). What Is the CEA Test?


SUMBER:

https://www.alodokter.com/mengenal-tumor-marker-dan-prosedur-pemeriksaannya

Gejala dan Indikator Kanker Kolon


Kanker adalah suatu penyakit yang masih menjadi momok bagi masyarakat hingga saat ini. Salah satu jenis kanker yang banyak menyerang masyarakat adalah kanker kolon. Bicara mengenai kanker kolon, mungkin Anda pernah mendengar bahwa CEA adalah salah satu indikator penyakit tersebut.

 

Memang benar CEA (carcinoembryonic antigen) adalah salah satu indikator, meskipun itu bukan merupakan indikator utama. Ada banyak hal yang dapat menjadi alat penunjang dalam penegakan diagnosis kanker kolon. Namun, sebelum Anda mengetahui mengenai CEA dan hubungannya dengan kanker kolon, ada baiknya Anda mempelajari lebih dalam mengenai kanker kolon terlebih dahulu.

 

Kanker kolon dan faktor risikonya.

 

Kemungkinan bisa menyerang orang muda. Selain usia tua, beberapa faktor yang membuat Anda lebih rentan terhadap kanker kolon adalah obesitas, banyak konsumsi makanan rendah serat tinggi lemak, riwayat keluarga dengan kanker apa saja, gaya hidup sedentari, rokok, alkohol, dan adanya riwayat penyakit peradangan pada kolon (seperti colitis ulcerative dan crohn disease).

Lalu, bagaimana awal terjadinya kanker kolon? Kanker kolon bermula dari mutasi DNA yang terjadi secara terus-menerus. Secara makroskopis, biasanya diawali dengan sebuah polip (massa bertangkai) yang tumbuh di kolon, dan perlahan berubah menjadi keganasan. Polip sendiri cenderung tak bergejala. Oleh karena itu, screening berkala sangat diperlukan untuk mendeteksi kanker kolon sejak dini.

 

Gejala Kanker Kolon

 

Dalam tahap yang lebih lanjut, kanker kolon juga menunjukkan gejala. Sebenarnya, gejala kanker kolon bervariasi tergantung lokasi kanker, di kolon sebelah mana ia berada. Berikut adalah beberapa gejala kanker kolon secara keseluruhan yang harus Anda waspadai:

 

1.Adanya perubahan pada pola BAB (Buang Air Besar), bisa berupa diare maupun konstipasi.

2.Perdarahan pada rektum atau anus, biasanya darah ini berwarna merah segar.

3.Rasa tidak nyaman di perut, bisa berupa kembung, kram, atau nyeri, yang berlangsung terus-menerus.

4.Rasa penuh dalam perut, seperti BAB yang tidak tuntas.

5.BAB berbentuk seperti kotoran kambing, kecil-kecil dan padat atau cenderung keras.

6.Rasa lelah dan badan lemas.

7.Adanya penurunan berat badan yang signifikan tanpa sebab yang jelas.

 

Gejala nomor 1 hingga 6 memang cukup spesifik untuk gejala kanker di saluran pencernaan. Akan tetapi, gejala nomor 6 dan 7 mungkin cukup susah dibedakan karena sifatnya yang lebih umum dan sering terjadi pada berbagai penyakit. Oleh karena itu, hendaknya Anda tidak menunggu hingga gejala lemas dan penurunan berat badan terjadi, untuk memeriksakan diri ke dokter bila terdapat gejala yang lain.

 

CEA Penanda Tumor

 

Setelah membahas mengenai kanker kolon, saatnya Anda tahu mengenai berbagai pemeriksaan penunjang diagnosis penyakit tersebut. Berbagai pemeriksaan yang bisa dilakukan, antara lain:

1.Biopsi untuk melihat jaringan secara histopatologis (mencari sel kanker dengan mikroskop), ini merupakan standar emas (gold standard) pemeriksaan segala jenis kanker.

2.Radiologi (USG, CT Scan, MRI).

3.Lab darah, seperti melihat adanya anemia, penanda tumor, dan sebagainya.

 

Nah, CEA adalah salah satu jenis penanda tumor yang bisa menjadi indikator bagi kanker kolon, rektum, hati, indung telur, paru, dan tiroid. Akan tetapi, kadar CEA yang tinggi juga bisa mengindikasikan penyakit nonkanker, seperti sirosis hati. oleh karena itu, sebenarnya penanda tumor tidak dijadikan alat untuk menegakkan diagnosis, melainkan untuk monitor perbaikan pada pasien yang sudah tegak diagnosis kankernya.

 

Jadi, daripada menjadi alat diagnosis kanker kolon, CEA adalah indikator untuk melihat adanya perbaikan atau perburukan pada pasien, menentukan stadium penyakit, maupun menentukan apakah terjadi kekambuhan pada kanker kolon yang dulu sudah dinyatakan sembuh.

 

Nah, setelah membaca artikel ini, diharapkan Anda tahu bahwa CEA adalah penanda tumor yang berfungsi untuk monitor, bukan alat utama untuk diagnosis. Di samping memikirkan pemeriksaan apa saja yang harus dilakukan, Anda juga harus lebih waspada mengenai kanker kolon itu sendiri. Bila Anda atau orang yang Anda kenal mengalami gejala-gejala tersebut, segeralah ke dokter untuk pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut.

Manfaat Vitamin B12 untuk Kesehatan

 


Vitamin B12 memainkan peran kunci dalam banyak aspek kesehatan dan dapat mendukung kesehatan tulang, pembentukan sel darah merah, tingkat energi, dan suasana hati. Makan makanan yang bergizi dan lengkap atau mengonsumsi suplemen dapat membantu memastikan Anda memenuhi kebutuhan Anda.  Vitamin B12, juga dikenal sebagai cobalamin, adalah vitamin esensial yang dibutuhkan tubuh Anda tetapi tidak dapat diproduksi.  Dapat ditemukan secara alami dalam produk hewani, tetapi juga ditambahkan ke makanan tertentu dan tersedia sebagai suplemen atau suntikan oral.

 

Vitamin B12 memiliki banyak peran dalam tubuh Anda. Ini mendukung fungsi normal sel saraf Anda dan diperlukan untuk pembentukan sel darah merah dan sintesis DNA.

Untuk kebanyakan orang dewasa, angka kecukupan gizi yang direkomendasikan (RDA) adalah 2,4 mikrogram (mcg), meskipun lebih tinggi untuk orang yang sedang hamil atau menyusui.

Vitamin B12 dapat bermanfaat bagi tubuh Anda dengan cara yang mengesankan, seperti meningkatkan energi, meningkatkan daya ingat, dan membantu mencegah penyakit jantung.

 

Berikut terdapat 9 manfaat vitamin B12 untuk kesehatan, semuanya berdasarkan sains.

 

1. Membantu pembentukan sel darah merah dan pencegahan anemia

Vitamin B12 memainkan peran penting dalam membantu tubuh Anda memproduksi sel darah merah.

Kadar vitamin B12 yang rendah menyebabkan penurunan pembentukan sel darah merah dan mencegahnya berkembang dengan baik.

Sel darah merah yang sehat berukuran kecil dan bulat, sedangkan mereka menjadi lebih besar dan biasanya berbentuk oval pada kasus kekurangan vitamin B12.

Karena bentuknya yang lebih besar dan tidak beraturan ini, sel darah merah tidak dapat bergerak dari sumsum tulang ke dalam aliran darah dengan kecepatan yang sesuai, menyebabkan anemia megaloblastik.

Ketika Anda menderita anemia, tubuh Anda tidak memiliki cukup sel darah merah untuk mengangkut oksigen ke organ vital Anda. Ini dapat menyebabkan gejala seperti kelelahan dan kelemahan.

Kesimpulan: Vitamin B12 terlibat dalam pembentukan sel darah merah. Ketika kadar vitamin B12 terlalu rendah, produksi sel darah merah diubah, menyebabkan anemia megaloblastik.

 

2. Dapat mencegah cacat lahir yang besar

Tingkat vitamin B12 yang memadai sangat penting untuk kehamilan yang sehat.

Studi menunjukkan bahwa otak janin dan sistem saraf membutuhkan kadar B12 yang cukup dari ibu untuk berkembang dengan baik.

Kekurangan vitamin B12 pada tahap awal kehamilan dapat meningkatkan risiko cacat lahir, seperti cacat tabung saraf. Selain itu, kekurangan vitamin B12 ibu dapat menyebabkan kelahiran prematur atau keguguran.

Satu studi yang lebih tua menemukan bahwa wanita dengan kadar vitamin B12 lebih rendah dari 250 miligram per desiliter (mg/dL) tiga kali lebih mungkin melahirkan anak dengan cacat lahir, dibandingkan dengan mereka dengan tingkat yang memadai.

Untuk wanita dengan kekurangan vitamin B12 dan kadarnya di bawah 150 mg/dL, risikonya lima kali lebih tinggi, dibandingkan dengan mereka yang kadarnya di atas 400 mg/dL.

Kesimpulan: Kadar vitamin B12 yang tepat merupakan kunci kehamilan yang sehat. Penting untuk pencegahan cacat lahir otak dan sumsum tulang belakang.

 

3. Dapat mendukung kesehatan tulang dan mencegah osteoporosis

Mempertahankan kadar vitamin B12 yang memadai dapat mendukung kesehatan tulang Anda.

Satu studi pada 110 orang dengan penyakit celiac menemukan bahwa kadar vitamin B12 yang rendah dikaitkan dengan penurunan kepadatan mineral tulang pada tulang paha dan pinggul pada pria (8).

Tulang dengan kepadatan mineral yang menurun dapat menjadi halus dan rapuh dari waktu ke waktu, yang menyebabkan peningkatan risiko osteoporosis.

Studi lain juga menunjukkan hubungan antara kadar vitamin B12 yang rendah dan kesehatan tulang yang buruk serta risiko osteoporosis atau patah tulang.

Namun, penelitian lain menunjukkan hasil yang beragam tentang efek vitamin B12 pada kesehatan tulang, sehingga diperlukan lebih banyak penelitian.

Kesimpulan: Vitamin B12 dapat memainkan peran penting dalam kesehatan tulang Anda. Tingkat darah yang rendah dari vitamin ini telah dikaitkan dengan peningkatan risiko osteoporosis dan penurunan kepadatan tulang.

 

4. Dapat mengurangi risiko degenerasi makula

Degerasi makula adalah penyakit mata yang terutama memengaruhi penglihatan sentral Anda (13).

Mempertahankan kadar vitamin B12 yang memadai dapat membantu mencegah risiko degenerasi makula terkait usia.

Para peneliti percaya bahwa melengkapi dengan vitamin B12 dapat menurunkan kadar homosistein, sejenis asam amino yang ditemukan dalam aliran darah Anda.

Peningkatan homocysteine ​​telah dikaitkan dengan peningkatan risiko degenerasi makula terkait usia.

Sebuah studi tahun 2009 yang melibatkan 5.000 wanita berusia 40 atau lebih menyimpulkan bahwa melengkapi dengan vitamin B12, bersama dengan asam folat dan vitamin B6, dapat mengurangi risiko ini.

Kelompok yang menerima suplemen ini selama tujuh tahun memiliki lebih sedikit kasus degenerasi makula, dibandingkan dengan kelompok plasebo. Risiko mengembangkan segala bentuk kondisi ini 34% lebih rendah, sedangkan 41% lebih rendah untuk tipe yang lebih parah.

Pada akhirnya, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami sepenuhnya peran vitamin B12 dalam meningkatkan kesehatan penglihatan dan mencegah degenerasi makula.

Kesimpulan: Mempertahankan kadar vitamin B12 yang memadai menurunkan kadar homosistein dalam darah Anda. Ini dapat membantu mencegah perkembangan degenerasi makula terkait usia.

 

5. Dapat memperbaiki suasana hati dan gejala depresi

Vitamin B12 dapat meningkatkan mood Anda.

Efek vitamin B12 pada suasana hati belum sepenuhnya dipahami. Namun, vitamin ini memainkan peran penting dalam mensintesis dan memetabolisme serotonin, zat kimia yang bertanggung jawab untuk mengatur suasana hati (20).

Oleh karena itu, kekurangan vitamin B12 dapat menyebabkan penurunan produksi serotonin, yang dapat menyebabkan suasana hati yang tertekan.

Satu studi yang lebih tua pada orang dengan depresi dan kadar vitamin B12 di sisi rendah normal menemukan bahwa mereka yang menerima antidepresan dan vitamin B12 lebih cenderung menunjukkan gejala depresi yang lebih baik, dibandingkan dengan mereka yang diobati dengan antidepresan saja (21).

Dalam ulasan besar, para peneliti menemukan bahwa kekurangan vitamin B12 dikaitkan dengan risiko depresi yang lebih tinggi, tetapi hanya pada wanita yang lebih tua (22).

Meskipun suplemen vitamin B12 dapat membantu memperbaiki suasana hati dan depresi pada orang dengan defisiensi, penelitian saat ini tidak menunjukkan bahwa suplemen tersebut memiliki efek yang sama pada mereka yang memiliki kadar B12 normal (23).

Kesimpulan: Vitamin B12 dibutuhkan untuk produksi serotonin, zat kimia yang bertanggung jawab untuk mengatur suasana hati. Suplemen vitamin B12 dapat membantu memperbaiki suasana hati pada orang dengan defisiensi yang ada.

 

6. Semoga bermanfaat bagi otak Anda dengan mencegah hilangnya neuron

Kekurangan vitamin B12 telah dikaitkan dengan kehilangan memori, terutama pada orang dewasa yang lebih tua.

Vitamin tersebut mungkin berperan dalam mencegah atrofi otak, yaitu hilangnya neuron di otak dan sering dikaitkan dengan kehilangan ingatan atau demensia.

Satu studi pada orang dengan demensia tahap awal menunjukkan bahwa kombinasi vitamin B12 dan suplemen asam lemak omega 3 memperlambat penurunan mental.

Studi lain menemukan bahwa bahkan kadar vitamin B12 di sisi rendah normal dapat menyebabkan kinerja memori yang buruk.

Namun, penelitian lain menunjukkan bahwa suplementasi vitamin B12 kemungkinan tidak efektif untuk meningkatkan fungsi kognitif pada mereka yang tidak kekurangan.

Oleh karena itu, diperlukan lebih banyak penelitian untuk membuat kesimpulan yang masuk akal tentang efek suplemen vitamin B12 pada memori dan fungsi kognitif.

Kesimpulan: Vitamin B12 dapat membantu mencegah atrofi otak dan kehilangan memori. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menyimpulkan jika melengkapi dengan vitamin ini dapat meningkatkan daya ingat pada mereka yang tidak kekurangan.

 

7. Dapat memberi Anda dorongan energi

Suplemen vitamin B12 telah lama disebut-sebut sebagai produk andalan untuk meningkatkan energi.

Semua vitamin B memainkan peran penting dalam produksi energi tubuh Anda, meskipun tidak selalu menyediakan energi itu sendiri.

Saat ini, tidak ada bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa suplemen vitamin B12 dapat meningkatkan energi pada mereka yang memiliki kadar vitamin ini cukup.

Di sisi lain, jika Anda kekurangan vitamin B12 secara signifikan, mengonsumsi suplemen atau menambah asupan kemungkinan besar akan meningkatkan tingkat energi Anda.

Faktanya, salah satu tanda awal kekurangan vitamin B12 yang paling umum adalah kelelahan atau kekurangan energi.

Kesimpulan: Vitamin B12 terlibat dalam produksi energi dalam tubuh Anda. Mengonsumsi suplemen dapat meningkatkan tingkat energi Anda, tetapi hanya jika Anda kekurangan vitamin ini.

 

8. Dapat meningkatkan kesehatan jantung dengan menurunkan homocysteine

Tingkat darah tinggi dari asam amino homosistein telah dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung.

Jika Anda kekurangan vitamin B12 secara signifikan, kadar homosistein Anda menjadi tinggi.

Penelitian telah menunjukkan bahwa vitamin B12 membantu menurunkan kadar homosistein, yang dapat mengurangi risiko penyakit jantung.

Namun, saat ini belum ada bukti ilmiah yang memastikan bahwa suplemen vitamin B12 benar-benar membantu mencegah penyakit jantung.

Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memahami hubungan antara vitamin B12 dengan kesehatan jantung.

Kesimpulan: Vitamin B12 dapat menurunkan homosistein darah, sejenis asam amino yang dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung. Namun, penelitian saat ini tidak mendukung klaim bahwa vitamin B12 mengurangi risiko tersebut.

 

9. Mendukung kesehatan rambut, kulit, dan kuku

Mengingat peran vitamin B12 dalam produksi sel, kadar vitamin ini yang cukup diperlukan untuk meningkatkan kesehatan rambut, kulit, dan kuku.

Padahal, kadar vitamin B12 yang rendah dapat menyebabkan berbagai gejala dermatologis, termasuk hiperpigmentasi, perubahan warna kuku, perubahan rambut, vitiligo (hilangnya warna kulit bercak), dan angular stomatitis (sudut mulut meradang dan pecah-pecah).

Melengkapi dengan vitamin B12 telah terbukti memperbaiki gejala dermatologis pada orang dengan defisiensi B12.

Namun, tidak jelas apakah mengonsumsi suplemen berdampak pada kulit, kekuatan kuku, atau kesehatan rambut jika Anda bergizi baik dan tidak kekurangan vitamin ini.

Kesimpulan: Tingkat vitamin B12 penting untuk kesehatan rambut, kulit, dan kuku Anda. Namun, mengonsumsi suplemen mungkin tidak akan meningkatkan kesehatan Anda di area ini jika level Anda sudah mencukupi.

 

SIAPA YANG BERESIKO DEFISIENSI VITAMIN B12 ?

Diperkirakan 3% orang dewasa di Amerika Serikat mengalami defisiensi vitamin B12, sementara sekitar 26% memiliki tingkat defisiensi rendah hingga normal atau batas.

Kekurangan vitamin B12 dapat terjadi dalam salah satu dari dua cara. Entah diet Anda kekurangan jumlah yang cukup atau tubuh Anda tidak dapat sepenuhnya menyerapnya dari makanan yang Anda makan.

Mereka yang berisiko kekurangan vitamin B12 meliputi:

• orang tua

• orang dengan gangguan pencernaan, seperti penyakit Crohn atau penyakit celiac.

• mereka yang pernah menjalani operasi gastrointestinal, seperti operasi bariatrik atau operasi reseksi usus

• orang-orang dengan pola makan vegan yang ketat.

• mereka yang menggunakan metformin untuk kontrol gula darah

• mereka yang memakai inhibitor pompa proton untuk sakit maag kronis

 

Pada banyak orang dewasa yang lebih tua, sekresi asam klorida di lambung berkurang, menyebabkan penurunan penyerapan vitamin B12.

Jika tubuh Anda kesulitan menyerap vitamin B12, dokter Anda mungkin merekomendasikan suntikan B12 intramuskular untuk meningkatkan kadar Anda.

Vitamin B12 aktif hanya ditemukan secara alami pada produk hewani. Memang benar beberapa jenis rumput laut dan makanan fermentasi mengandung vitamin B12, biasanya dalam bentuk tidak aktif, juga dikenal sebagai pseudovitamin B12.

 

Meskipun beberapa susu atau biji-bijian nabati mungkin telah diperkaya dengan vitamin B12, pola makan vegan seringkali terbatas pada vitamin ini, membuat orang berisiko kekurangan.

Jika Anda makan makanan yang terencana, bergizi, dan bervariasi, mencegah kekurangan vitamin B12 seharusnya mudah. Namun, jika Anda merasa berisiko, bicarakan dengan dokter.

Kekurangan vitamin B12 paling sering dapat dicegah atau diatasi dengan suntikan oral atau intramuskular.

Kesimpulan: Faktor risiko defisiensi vitamin B12 termasuk penurunan kemampuan untuk menyerap vitamin ini karena sekresi asam klorida yang rendah, obat-obatan tertentu, atau penyakit gastrointestinal dan operasi. Orang yang vegan juga berisiko karena B12 terutama ditemukan pada produk hewani.

 

Kesimpulan Akhir

Vitamin B12 merupakan vitamin yang larut dalam air yang harus Anda peroleh melalui diet atau suplemen.

Vitamin ini bertanggung jawab atas banyak fungsi tubuh dan dapat bermanfaat bagi kesehatan Anda dalam berbagai cara, seperti mencegah cacat lahir utama, mendukung kesehatan tulang, meningkatkan suasana hati, dan menjaga kesehatan kulit dan rambut.

Mendapatkan cukup vitamin B12 melalui diet Anda sangat penting. Namun, jika Anda kesulitan mendapatkan cukup atau memiliki kondisi yang memengaruhi penyerapan, suplemen adalah cara sederhana untuk meningkatkan asupan B12 Anda.

 

SUMBER:

https://www.healthline.com/nutrition/vitamin-b12-benefits