Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Wednesday, 27 July 2016

Pemantauan Virus Influenza secara Daring

 

Pemantauan Virus Influenza secara Daring di Indonesia


 

Industri unggas menyumbang sekitar 1% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan memenuhi kebutuhan protein bagi 232 juta penduduk Indonesia. Struktur industri unggas yang kompleks, mulai dari peternakan unggas intensif, peternakan ayam pedaging dan petelur semi-intensif, hingga peternakan unggas skala kecil di pekarangan, menyediakan daging dan telur melalui pasar tradisional di seluruh Indonesia. Masuknya virus H5N1 Avian Influenza Patogenik Tinggi (Highly Pathogenic Avian Influenza/HPAI) pada tahun 2003 telah mengganggu produktivitas industri unggas. Vaksinasi digunakan sebagai salah satu dari delapan strategi untuk melawan virus influenza pada unggas.

 

Sejak tahun 2009, Pemerintah Indonesia, dengan dukungan jaringan pakar influenza OIE/FAO (OFFLU) dan FAO–ECTAD Indonesia, telah berupaya meningkatkan kapasitas delapan (8) laboratorium diagnostik kesehatan hewan, termasuk PUSVETMA, BBLITVET, dan BBPMSOH, untuk mendeteksi dan memantau keberadaan virus avian influenza yang beredar di Indonesia. Jaringan laboratorium ini kemudian dikembangkan untuk mengidentifikasi potensi varian virus, menentukan strain kandidat untuk virus uji tantang (challenge virus), dan memantau efektivitas vaksin AI yang digunakan. Metode diagnostik diselaraskan dengan reagen biologis standar untuk memastikan hasil yang berkualitas tinggi.

 

Karakterisasi clade 2.1.3 H5N1 AI di laboratorium menghasilkan temuan sebagai berikut:

A. Penentuan 4 strain vaksin:

  1. A/Chicken/West Java/PWT-WIJ/2006

  2. A/Chicken/Pekalongan/BBVW-208/2007

  3. A/Chicken/Garut/BBVW-223/2007

  4. A/Chicken/West Java (Nagrak) 30/2007

 

Dan 2 strain uji tantang:

  1. A/Chicken/West Java-Subang/29/2007

  2. A/Chicken/West Java/Smi-Pat/2006

 

Strain-strain ini ditetapkan melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan tentang penggunaan vaksin lokal yang secara epidemiologis sesuai dengan virus.

 

B. Deteksi clade baru 2.3.2.1 virus H5N1 HPAI pada pertengahan Agustus 2012 yang menginfeksi itik dan telah menyebar ke pulau-pulau di luar Jawa. Dengan adanya dua clade H5N1 HPAI, situasi HPAI di Indonesia menjadi lebih kompleks dan memerlukan sistem komunikasi yang cepat.

 

Sebagai tanggapan terhadap kebutuhan ini, sebuah sistem komunikasi berbasis web telah dikembangkan untuk mempercepat pelaporan pemantauan virus H5N1 HPAI kepada pengambil keputusan di tingkat nasional. Metode komunikasi antar laboratorium telah diterapkan melalui sistem Influenza Virus Monitoring (IVM) Online, yang dikembangkan sejak tahun 2011 dan diluncurkan pada 20 Mei 2014.

 

Laporan lengkap dapat dibaca pada tautan berikut:
http://coin.fao.org/coin-static/cms/media/20/14012448010930/2014_brochure_ivm_online_new_oye_eng_revisi_mei.pdf


Wednesday, 22 June 2016

Jepang Harus Membantah Klaim Rusia

 

Jepang Harus Membantah Setiap Klaim Sepihak yang Dibuat oleh Rusia

 

Jepang akan menjadi tuan rumah KTT G7 Ise-Shima pada 26 dan 27 Mei. Sebelum itu, Perdana Menteri Shinzo Abe akan mengunjungi beberapa negara di Eropa dan Sochi, Rusia, selama libur "Golden Week" pada awal Mei, untuk bertemu dengan para pemimpin Eropa dan Presiden Vladimir Putin.

 

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menyampaikan pandangan kerasnya secara rinci untuk menolak semua hal terkait negosiasi bilateral dengan Jepang sejak era Soviet, mengenai perjanjian damai Rusia-Jepang. Meskipun demikian, Perdana Menteri Abe berani mengunjungi Rusia untuk melakukan pertemuan bilateral, meskipun ada keberatan dan kekhawatiran di kalangan sekutu Barat, terutama Amerika Serikat.

 

Alasan utama yang dinyatakan secara terbuka oleh Abe adalah untuk menyelesaikan perjanjian damai dengan Rusia. Jika dia begitu berkomitmen untuk pertemuan puncak dengan Putin, saya akan menyarankan agar pemerintah Jepang melakukan hal berikut demi mendapatkan pemahaman dari komunitas global.

 

Yaitu, mempromosikan sudut pandang Jepang tentang masalah ini baik di dalam maupun luar negeri, untuk menunjukkan bagaimana klaim Rusia jelas salah. Hingga saat ini, pemerintah Jepang terlalu memperhatikan sisi Rusia, meskipun kritik mereka terhadap Jepang mengabaikan negosiasi sebelumnya terkait perjanjian damai. Jika hal ini terus berlanjut, komunitas global tidak akan memahami sudut pandang Jepang. Selain itu, hal ini akan membuat Abe berada pada posisi defensif dalam pertemuan puncak tersebut sejak awal.

 

Saat ini, Kremlin menyebarkan propaganda anti-Jepang secara global yang dengan tegas menolak semua proses pembicaraan Rusia-Jepang sebelumnya terkait sengketa Kepulauan Kuril, meskipun argumen mereka kurang berdasar. Mereka menyatakan bahwa sengketa teritorial setelah Perang Dunia II telah selesai, dan "pembicaraan Rusia-Jepang mengenai perjanjian damai tidak relevan dengan masalah teritorial."

 

Di pihak Rusia, Presiden Putin mengatakan bahwa "Kuril Selatan (Wilayah Utara bagi Jepang) adalah milik Rusia sebagai hasil Perang Dunia II, sesuai dengan hukum internasional" pada September 2005, dan bahkan lebih keras lagi, "Penyerahan pulau Habomai dan Shikotan berdasarkan Deklarasi Bersama Soviet-Jepang bukanlah pengembalian wilayah" pada Maret 2012 dan Mei 2014.

 

Tahun lalu, Wakil Menteri Luar Negeri Igor Morgulov sepenuhnya menyangkal fakta dengan menyatakan, "Kami tidak pernah melakukan negosiasi apa pun dengan Jepang mengenai sengketa teritorial." Selain itu, Menteri Luar Negeri Lavrov mengundang 200 wartawan Rusia dan lebih dari 250 wartawan asing ke konferensi pers pada 26 Januari tahun ini, untuk mengecam Jepang dengan alasan yang tidak berdasar, dengan merujuk secara rinci pada Piagam PBB dan Deklarasi Bersama Soviet-Jepang.

 

Apa yang secara konsisten dikemukakan oleh para pemimpin Rusia saat ini adalah bahwa Jepang tidak mengakui realitas yang telah diselesaikan sebagai hasil Perang Dunia II, dengan kata lain, Jepang terlalu revisionis.

 

Konferensi pers Lavrov diadakan saat Ukraina dan Suriah menarik banyak perhatian dari komunitas global, dan dia membahas secara rinci mengenai perjanjian damai Rusia-Jepang pada kesempatan tersebut, atas nama pemerintah Rusia. Hal ini secara implisit menunjukkan adanya niat kuat dari pihak Rusia untuk mempromosikan logika mereka tentang perjanjian damai dengan Jepang ke seluruh dunia.

 

Yang paling saya khawatirkan adalah pihak Jepang tidak mengungkapkan informasi kepada publik Jepang dan komunitas global untuk menunjukkan betapa tidak masuk akalnya logika Rusia, sementara Rusia meluncurkan kampanye internasional secara agresif.

 

Dengan sangat disayangkan, pemerintah Jepang hanya mengatakan, "Klaim Rusia tidak konstruktif dan tidak sesuai dengan fakta dan kesepakatan pertemuan puncak bilateral kami" untuk menanggapi Morgulov. Namun, saya sangat skeptis apakah pernyataan seperti itu dapat meyakinkan siapa pun untuk memahami mengapa argumen Rusia bertentangan dengan fakta dan kesepakatan bilateral, dan mengapa mereka salah.

 

Selain itu, saya khawatir dengan tanggapan Jepang terhadap pandangan mengerikan yang disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Lavrov dengan cara yang sama. Pemerintah Jepang hanya mengatakan, "Klaim mereka tidak dapat kami terima, karena inti dari perjanjian damai adalah masalah kedaulatan Wilayah Utara, yaitu sengketa teritorial," tanpa menjelaskan mengapa klaim Rusia salah.

 

Lebih jauh lagi, pihak Jepang mengatakan, "Kami tidak mempertimbangkan tindakan spesifik terhadap mereka, termasuk protes." Tentu saja, proses negosiasi diplomatik yang sensitif seperti pembicaraan teritorial harus dirahasiakan. Namun, pemerintah Jepang harus lebih proaktif mempromosikan pandangan fundamental mereka kepada komunitas global, untuk membantah distorsi fakta oleh Rusia.

 

SUMBER:

HAKAMADA Shigeki. Japan Should Refute Every Lopsided Claim that Russia Makes. The Japan Forum on International Relations (JFIR) E-Letter, 20 Juni 2016, Vol. 9, No. 3.

Friday, 27 May 2016

Hari Kebangkitan Nasional Ke 108

         

 Peringatan Hari Kebangkitan Nasional ke 108 tahun 2016

 
     Tema peringatan Hari Kebangkitan Nasional tahun 2016 adalah “Mengukir Makna Kebangkitan Nasional dengan Mewujudkan Indonesia yang Bekerja Nyata, Mandiri dan Berkarakter“. Dengan tema ini kita ingin menunjukkan bahwa tantangan apapun yang kita hadapi saat ini harus kita jawab dengan memfokuskan diri pada kerja nyata secara mandiri dan berkarakter.

     Pada hari Jumat tanggal 20 Mei 2016 telah dilaksanakan upacara yang dilakukan oleh seluruh Kementerian di Indonesia.  Sambutan dari menteri Komonikasi dan Informasi yang dibacakan oleh pembina upacara berisi  :

1.  Semoga segenap warga bangsa di manapun berada, yang sedang mengikuti upacara Hari Kebangkitan Nasional ke 108, senantiasa dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.

2.  Berdirinya Boedi Oetomo sebagai sebuah organisasi modern pada tahun 1908 memunculkan sumber daya manusia Indonesia yang terdidik , memiliki jiwa nasionalisme kebangsaan, dan memiliki cita-cita mulia untuk melepaskan diri dari penjajahan.

3.   Perjuangan Boedi Oetomo yang dipimpin oleh Dokter Wahidin Soedirohoesodo dan Dokter Soetomo, dilanjutkan oleh kaum muda yang kemudian melahirkan Soempah Pemoeda pada tahun 1928. Dan melalui perjuangan yang tak kenal lelah akhirnya bangsa Indonesia dapat memproklamirkan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.

4.   NKRI adalah negara demokrasi berlandaskan ideologi Pancasila, yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan adat istiadat yang hidup di tengah masyarakat.

5.  Wilayah NKRI terbentang luas dari Sabang hingga Merauke, terdiri dari 17.508 pulau, dihuni oleh penduduk sebesar 254,9 juta jiwa dengan 1.331 suku bangsa, 746 bahasa daerah, dengan garis pantai sepanjang 99.093 km persegi.

6.   Menjadi kewajiban seluruh komponen bangsa Indonesia secara konsisten untuk menjaga, melindungi dan memelihara tegaknya NKRI dari gangguan apapun, baik dari dalam maupun dari luar dengan cara menerapkan prinsip dan nilai-nilai nasionalime dalam kehidupan sehari-hari.

7.  Medium baru teknologi digital berperan penting dalam penyebaran informasi baik positif maupun negatif, secara cepat dan massif yang menimbulkan dampak seperti: (a) ancaman radikalisme dan terorisme untuk penyebaran paham dan praktiknya; (b) munculnya kekerasan dan pornografi yang terjadi pada generasi belia yang menjadi masalah kultural utama; (c) dalam lanskap dunia kita menghadapi problem kaburnya batas-batas fisik antara domestik dan internasional; (d) makin rentan terhadap penyusupan ancaman terhadap keutuhan NKRI dari luar wilayah negeri ini.

7.  Tantangan-tantangan baru yang muncul di depan kita tersebut memiliki dua dimensi terpenting, yaitu kecepatan dan cakupan.  Kita tidak ingin kedodoran dalam menjaga NKRI akibat terlambat mengantisipasi kecepatan dan meluasnya anasir-anasir ancaman karena tak tahu bagaimana mengambil bersikap dalam konteks dunia yang sedang berubah ini.

9.   Pada tema peringatan tahun ini, terdapat penekanan pada dimensi internasional, kita dihadapkan dalam kompetisi global.

a. Kita bahu-membahu bersama sesama anak bangsa untuk memenangkan persaingan-persaingan pada aras global, karena lawan tanding kita semakin hari semakin muncul dari seantero penjuru dunia.  Kita harus bangkit untuk menjadi bangsa yang kompetitif dalam persaingan pada tingkat global.
b.  Kini bukan saatnya lagi mengedepankan hal-hal sekadar pengembangan wacana yang sifatnya seremonial dan tidak produktif. Kini saatnya bekerja nyata dan mandiri dengan cara-cara baru penuh inisiatif, bukan hanya mempertahankan dan membenarkan cara-cara lama sebagaimana yang telah dipraktikkan selama ini.
c.  Kepada yang diberi amanat Allah untuk mengemudikan jalannya bahtera pemerintahan, diajak untuk : (a) menyelenggarakan proses-proses secara lebih efisien; (b) memangkas segala proses pelayanan yang berbelit-belit dan berkepanjangan tanpa alasan yang jelas; (c) membangun proses-proses yang lebih transparan; (d) memberikan layanan tepat waktu sesuai jangka waktu yang telah dijanjikan.

10. Proklamator dan presiden pertama RI, Ir Soekarno, pernah menekankan tentang pentingnya membangun karakter bangsa. 
     
   “membangun suatu negara, membangun ekonomi, membangun teknik, membangun pertahanan, adalah pertama-tama dan pada tahap utamanya, membangun jiwa bangsa. Tentu saja keahlian adalah perlu, tetapi keahlian saja tanpa dilandaskan pada jiwa yang besar, tidak akan dapat mungkin mencapai tujuannya". 
          
     "Amal semua buat kepentingan semua. Keringat semua buat kebahagiaan semua. Holopis kuntul baris buat kepentingan semua".

11. Semoga peringatan Hari Kebangkitan Nasional ini juga memperbarui semangat Trisakti “berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan”. Jalan kemandirian ini lnsya Allah akan membawa bangsa Indonesia mengalami kebangkitan yang selanjutnya, yaitu menjadi bangsa yang lebih jaya dan kompetitif dalam kancah internasional.


      Selamat Hari Kebangkitan Nasional ke-108. Indonesia Tetap Jaya!

Thursday, 21 April 2016

Has Abenomics Lost Its Initial Objective ?

 By SHIMADA Haruo
 President, Chiba University of Commerce

    I appreciate Prime Minister Shinzo Abe's devotion to his duty as the leader of Japan. The Abe administration upholds Abenomics which is a vital policy for the Japanese economy and people's life, and it draws worldwide attention. However, I am deeply concerned with the accomplishments of Abenomics until now and its recent directions, since I still support the Abe administration despite these worries.

    The key objective of Abenomics is a departure from 20 year deflation. For this purpose, the Bank of Japan supplied a huge amount of base money to cause inflation, and carried out quantitative and qualitative monetary easing so that consumers and businesses have inflationary mindsets.

    This "first arrow" of Abenomics was successful to boost corporate profits and raising stock prices by devaluing the exchange rate, but falling oil price makes it unlikely to achieve a 2% inflation rate, despite BOJ Governor Haruhiko Kuroda's dedicated effort. The quantitative and qualitative monetary easing will not accomplish the core objective.

    Another reason for such a huge amount of base money supply is to expand export through currency depreciation and to stimulate economic growth, but that has neither boosted export nor contributed to economic growth. We cannot dismiss world economic downturn, notably in China, but actually, Japanese big companies that lead national export, have shifted their business bases overseas during the last era of strong yen.

    From this point of view, I suspect that the Japanese government overlooked such structural changes that deterred export growth, even if the yen was devalued. The "second arrow" is flexible fiscal expenditure to support the economy, and the result of which has revealed that it is virtually impossible to keep the promise to the global community to achieve the equilibrium of the primary balance in 2020.

    In view of the above changes, I would like to lay my hopes on the "third arrow" of economic growth strategy. The growth strategy has been announced three times up to now, in 2013, 2014, and 2015, respectively.

    The strategy in 2013 launched three action plans, but they were insufficient. The 2014 strategy was highly evaluated internationally, as it actively involved in the reform of basic nature of the Japanese economy, such as capital market reform, agricultural reform, and labor reform. But it takes ten to twenty years for a structural reform like this to work.

    Meanwhile, it is quite difficult to understand the growth strategy approved by the cabinet in June 2015. Frankly, this is empty and the quality of it has become even poorer. Abenomics was heavily dependent on monetary policy, and did not tackle long term issues so much, such as social security and regional development.

    However, people increasingly worry about dire prospects of long term problems like population decrease, aging, and so forth, while the administration responds to such trends with mere slogans like "regional revitalization" and "dynamic engagement of all citizens". But it is quite unlikely that these "policies" will really revitalize the region, or promote dynamic engagement by the people.

    It appears to me that these slogans are intended to boost election campaigns for the House of Councillors or possible double election with the House of Representatives in July, rather than to resolve real economic problems.

    This is typically seen in distribution of subsidies to the region, increases in governmental assistance to all categories of people, particularly benefits to lower income and elderly people with the total amount of 360 billion yen, and complete acceptance of Komeito's demand to introduce the reduced consumption tax rate system.

    Still, I would like to support the Abe administration continually, and this is why I advise them to articulate their policy directions to manage increasingly unforeseeable economy. From now on, I will tackle specific issues of this big problem one by one.

(This is the English translation of an article written by SHIMADA Haruo, President, Chiba University of Commerce, which originally appeared on the e-forum "Hyakka-Seiho" of JFIR on February 8, 2016, and was posted on "JFIR Commentary" on March 17, 2016.)

Resource :

The Japan Forum on International Relations (JFIR) E-Letter(20 April 2016, Vol. 9, No.2)