Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Saturday, 7 July 2012

Sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner (NKV)

Tata cara untuk memperoleh sertifikat Nomor Kontrol Veteriner yang biasa disingkat NKV terdapat dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 381/Kpts/OT.140/10/2005 tentang Pedoman Sertifikasi Kontrol Veteriner Unit Usaha Pangan Asal Hewan.


Pengertian Sertifikat NKV
Sertifikat NKV adalah sertifikat sebagai bukti tertulis yang sah telah dipenuhinya persyaratan higiene-sanitasi sebagai kelayakan dasar jaminan keamanan pangan asal hewan pada unit usaha pangan asal hewan.
Tujuan penerbitan sertifikat NKV
1.  Terlaksananya tertib hukum dan tertib administrasi dalam pengelolaan usaha produk pangan asal hewan.
2.  Memastikan bahwa unit usaha telah memenuhi persyaratan higiene-sanitasi dan menerapkan cara produksi yang baik.
3.  Mempermudah penelusuran kembali apabila terjadi kasus keracunan pangan asal hewan.
Sasaran penerbitan sertifikat NKV
1.  Memberi jaminan dan perlindungan kepada masyarakat bahwa pangan asal hewan yang dibeli/dikonsumsi adalah ASUH dan berasal dari sarana usaha yang telah memenuhi persyaratan kesmavet yang diawasi pemerintah.
2.  Mendukung terwujudnya kesehatan dan ketentraman batin masyarakat.
3.  Meningkatkan daya saing produk pangan hewan Indonesia di pasar internasional.
Unit Usaha yang Wajib memiliki sertifikat NKV
1.  Pelaku usaha pangan asal hewan yang dilakukan perorangan atau badan hukum Indonesia yang berusaha di bidang:
a.  Rumah pemotongan hewan
b.  Rumah pemotongan unggas
c.   Rumah pemotongan babi
d.  Usaha budidaya unggas petelur
e.  Usaha pemasukan, usaha pengeluaran
f.    Usaha distribusi
g.  Usaha ritel dan atau
h.  Usaha pengolahan pangan asal hewan
2. Pelaku usaha distribusi dan/ atau usaha ritel pangan asal hewan meliputi:
a.   Pelaku usaha yang mengelola gudang pendingin (cool storage), dan toko/kios daging (meet shop).
b.   Pelaku usaha yang mengelola unit pendingin susu (milk cooling centre) dan gudang pendingin susu.
c.   Pelaku usaha yang mengemas dan melabel telur.
Persyaratan Memperoleh sertifikat NKV
1.  Persyaratan administrasi
a.   Memiliki Kartu Tanda Penduduk/Akte Pendirian
b.   Memiliki Surat Keterangan Domisili
c.   Memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
d.   Memiliki Nomor Pokok wajib Pajak (NPWP)
e.   Memiliki Surat Izin HO (Hinder Ordonnantie)
f.    Mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Provinsi dengan tembusan kepada Direktur Jendral Peternakan dengan melampirkan persyaratan administrasi dan persyaratan teknis serta surat rekomendasi permohonan NKV dari Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan masyarakat veteriner di kab/kota.
2. Persyaratan teknis
a.   Memiliki dokumen Upaya Pengolahan Lingkungan (UKL)/ Upaya Pengendalian Lingkungan (UPL) yang khusus diresyaratkan bagi unit usaha RPH, RPU, dan Unit Pengolahan Pangan Asal Hewan.
b.   Memililki bangunan, prasarana dan sarana usaha yang memenuhi persyaratan teknis higiene-sanitasi
c.   Memiliki tenaga kerja teknis dan atau penanggung jawab teknis yang mempunyai keahlian/keterampilan di bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner
d.   Menerapkan proses penanganan dan atau pengolahan yang higienis (Good Hygienic Practices)
e.   Menerapkan cara budidaya unggas peterlur yang baik (Good Farming Practices)
f.    Untuk Rumah Pemotongan Hewan, Rumah Pemotongan Unggas dan Rumah Pemotongan Babi yang akan melakukan kegiatan pengeluaran daging dan atau produk olahan wajib memenuhi persyaratan teknis sesuai ketentuan SNI RPH (SNI 016159-1999) dan SNI RPU (SNI 01-6160-1999)
Masa Berlaku Sertifikat NKV
Berlaku selama tidak ditemukan adanya penyimpangan dalam monitoring dan surveilans.
Surveilans dan Verifikasi Tim Inspektorat Pusat
1.     Dilakukan sewaktu-waktu
2.     Apabila terjadi penyimpangan atau adanya hal khusus (misal; praaudit dalam rangka audit oleh inspektorat Negara pengimpor)
3.     Konsekuensi: dapat diperpanjang, diperpanjang dengan catatan atau dicabut.
Sertifikat NKV dapat dicabut oleh Kepala Dinas Provinsi apabila terdapat hal-hal sebagai berikut:
1.     Permintaan pemohon
2.     Tidak lagi memenuhi persyaratan administrasi dan teknis
3.     Ditemukan penyimpangan dalam pelaksanaan proses produksi, penanganan dan atau pengolahan
4.     Unit usaha tidak lagi melakukan kegiatan usahanya selama 6 (enam) bulan berturut-turut
5.     Unit usaha dinyatakan pailit
6.     Berpindah lokasi unit usaha ke wilayah provinsi yang berbeda
7.     Adanya rekomendasi dari Direktur Jenderal Peternakan berdasarkan hasil verifikasi dan surveilans Tim Auditor Direktorat Jenderal Peternakan
SUMBER: Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 381/Kpts/OT.140/10/2005 tentang Pedoman Sertifikasi Kontrol Veteriner Unit Usaha Pangan Asal Hewan

Thursday, 5 July 2012

FAO/OIE Global Strategy to control FMD

 
FAO/OIE Global Strategy to control Foot-and-Mouth Disease benefits farmers and consumers
 
 
Farmers and consumers stand to benefit from a new global strategy to control the spread of a deadly livestock disease that was endorsed today by representatives from more than 100 countries and international donors at a conference in Bangkok organized by the Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO) and the World Organisation for Animal Health (OIE) with support from Thailand’s Ministry of Agriculture and Cooperatives. 
 
More than 1 billion smallholder farmers around the world depend on livestock for their livelihoods, but outbreaks of Foot-and-Mouth Disease (FMD) inflict an estimated annual global loss of US$5 billion.

Developing countries are often hardest hit by FMD, a highly-contagious viral disease, with small farmers suffering devastating impacts to their earnings and survival. Consumers are also affected as they pay more for milk, meat and other foodstuffs when FMD fells livestock.

Foot-and-mouth disease affects cattle, swine, sheep, goats and other ruminants, as well as a number of wildlife species.

The global strategy developed by FAO and OIE advises countries on their risk management policy for controlling FMD outbreaks, allowing them to take early steps to prevent the disease from spreading to other farms, communities and across borders.

Partnerships needed for capacity development 

The Strategy will make a big impact not only on decreasing the ravage of FMD, but improve countries' situation with regard to many other diseases, some which affect human health directly, the joint FAO/OIE statement added.

“For the Global Strategy to succeed it needs more than the partnership of FAO and OIE; it needs the producers and marketing sectors to participate as well as the veterinary services, the pharmaceutical and vaccine companies, and it will need sustained support from financial institutions and the generosity of funders,” FAO’s assistant director-general Hiroyuki Konuma told those attending the three-day FAO/OIE Global Conference on Foot-and-Mouth Disease Control, which ran from 27 to 29 June.

High-level officials from regional and international organizations participated in the discussions over the strategy at the Bangkok conference, along with experts and donors. The conference was the second on FMD, with the first having taken place in Asunción, Paraguay in 2009.

As the world population expands from just under 7 billion people today to more than 9 billion in 2050, demand for milk, meat and animal-based products will rise steeply in the years to come. The vast majority of that increasing demand will come from developing countries and emerging economies in sub-Saharan Africa and South Asia. This growth will also be driven by steadily improving incomes in those same areas.

In 2050, demand for meat is expected to surge by 76 percent, while demand for dairy will increase by 62 percent. The world will have to produce 65 percent more eggs than produced today to meet soaring demand.

Aiming for FMD freedom 

With cross-border trade also increasing, the transboundary nature of FMD is a regional threat that requires regional approaches and responses.

“Foot-and-mouth disease is not a priority in many countries, but when it strikes damages are enormous, ranging from losses in production to culling of animals and trade bans. Good governance of national Veterinary Services using the OIE PVS Pathway is a critical element of mitigating foot-and-mouth disease with a positive impact on food security and poverty. Besides global control is in the interest of FMD-free countries because it avoids reintroduction of the disease on their territory,” OIE Director-General Bernard Vallat told the conference.

Included in the process is OIE official recognition of national control programmes and of FMD freedom: today 66 out of 178 OIE member countries are free from FMD.

Even developed countries that were previously free of the disease, can suffer outbreaks of FMD: a severe event in the United Kingdom in 2001 caused losses of as much as $30 billion, and a 1997 epidemic in the Taiwan province of China cost $15 billion.

The Global Strategy will also promote and strengthen FMD control through the improvement of national veterinary services responsible for animal disease control, so that they can comply with OIE standards on quality. The Strategy is an opportunity to initiate actions that will have beneficial consequences far beyond the control of just one disease. Veterinary services will be better able to combat and prevent other major diseases affecting livestock and other animals.

The Global Strategy is expected to produce three results:

• FMD is controlled in most countries and eliminated in some of them
• Veterinary services and their infrastructures are improved
• Prevention and control of other major diseases of livestock are improved  

The Global Strategy includes the development of regional vaccine banks (e.g. OIE regional vaccine bank for Southeast Asia, FAO’s Animal Production and Health Commission for Asia, etc.) and centres for quality control for developing countries. Other measures include improving the efficiency of surveillance systems, capacity of laboratories, quality control of vaccines and movement control of animals. 

Source: FAO/OIE Joint Press Release

FAO/OIE Global Conference on FMD Control



 
 
 Second FAO/OIE Global Conference on Foot and Mouth Disease Control
 
 
A.     Pelaksanaan Konferensi
Konferensi Global FAO/OIE Penyakit Mulut dan Kuku ke Dua dilaksanakan di Bangkok Thailand, pada tanggal 27 – 29 Juni 2012.  Konferensi ini dihadiri oleh Menteri Pertanian Thailand sebagai tuan rumah dan Menteri Pertanian Indonesia sebagai perwakilan ASEAN Minister of Agriculture and Forestry (AMAF), pejabat senior veteriner, praktisi dokter hewan swasta, perwakilan organisasi pemerintah maupun non-pemerintah, para ilmuwan, para penyandang dana multilateral maupun bilateral.

Delegasi RI yang hadir dalam konferensi ini adalah Menteri Pertanian Dr. Ir. Suswono, MMA, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Ir. Syukur Iwantoro, MS,MBA, Staf Khusus Menteri Bidang Efisiensi Pembangunan Pertanian Dr. Drh. Hasim Danuri, Direktur Kesehatan Hewan Drh. Pudjiatmoko, Ph.D, Kasubdit Perlindungan Hewan Drh. Tjahjani W, Kabid Bilateral Pusat Kerjasama Luar Negeri Ir. Yusral Tahir, M.Agr, Kepala Seksi Analisa Risiko Penyakit Hewan Drh. Makmun, MSc. 

Menteri Pertanian Indonesia Dr. Suswono hadir sebagai Ketua AMAF guna menyampaikan pidato untuk menyatakan dukungan dan komitmen negara-negara ASEAN pada pengendalian penyakit Foot and Mouth Disease (FMD/ Penyakit Mulut dan Kuku/PMK) secara global.  Posisi Indonesia dalam hal ini adalah sebagai negara yang bebas penyakit FMD  tanpa vaksinasi melalui self declaration pada tahun 1986 dan diakui oleh OIE pada tahun 1990.

Konferensi ini diselenggarakan atas rekomendasi konferensi pertama yang dilaksanakan di Paraguay pada tahun 2009. Pada konferensi ini diharapkan partisipasi dari negara bebas maupun Negara terinfeksi FMD, organisasi internasional dan Negara/lembaga donor yang relevan untuk mendukung suatu program pengendalian FMD secara global.

Konferensi kedua ini mempunyai dua bahasan utama, yang pertama adalah membahas mengenai tehnik dan yang kedua membahas masalah sosial ekonomi yang barkaitan dengan Pengendalian FMD.
 
Para Ahli / expert dalam bidang veteriner mempresentasikan analisis situasi global FMD, dampak dan kajian sosial-ekonomi penyakit FMD, laporan kemajuan capaian pengendalian FMD di setiap regional, pembahasan vaksin, metoda diagnosa, hasil penelitian-penelitian terkini dan laboratorium netwoking.  Dilaksanakan juga presentasi strategi pengendalian AI secara global, piranti dan metodanya yang digunakan, dan kesenjangan dan kebutuhan yang ditujukan untuk mencapai kemajuan yang berkelanjutan.  Budjet yang diperlukan untuk mengimplementasikan strategi ini selama lima tahun pertama juga dipresentasikan. Donor dan perwakilan negara bebas-FMD dan negara terinfeksi FMD juga mempresentasikan pandangannya tentang berbagai hal untuk pengendalian FMD yang progresif.

Foot-and-Mouth disease (FMD) adalah penyakit hewan yang sangat menular dan penyakit transboundary (lintas batas) yang tipikal secara regional dan global. Lintas batas secara alami menjadi bertambah penting karena perkembangan dan pesatnya perdagangan hewan dan produk asal hewan serta meningkatnya perjalanan manusia di seluruh dunia.   Penyakit ini dapat menjangkiti semua binatang berkuku genap baik ternak maupun binatang liar. Sebagai reservoir utama virusnya adalah kerbau dan sapi.

Pada saat ini FMD menyebar luas seluruh dunia, terutama di Afrika, Asia, dan Timur Tengah. Pada akhir Januari 2012, dari 178 negara anggota OIE, 97 berstatus belum bebas FMD, 66 dinyatakan negara bebas FMD (6 tanpa vaksinasi, 1 dengan vaksinasi dan 3 mempunyai zoona bebas dengan dan tanpa vaksinasi).  Lima negara statusnya ditunda.  Amerika Utara, Mayoritas Amerika Selatan, Eropa Barat, Indonesia, Australia, New Zealand dan negara kepulauan di Pasifik bebas penyakit FMD.

Strategi dan sarana pengendalian FMD merupakan kebutuhan masyarakat dunia karena berdampak kepada semua negara, populasi, dan generasi mendatang, dan setiap negara saling tergantung satu sama lain untuk mencapai kemajuan yang berkelanjutan.

FAO dan OIE bekerjasama mempersiapkan strategi pengendalian FMD secara Global dibantu oleh organisasi regional dan para ahli, dan dibawah payung Kerangka kerjasama  global untuk Kemajuan Pengendalian Penyakit Hewan Lintas Batas.

Presentasi Hari Pertama
1.    Pengendalian FMD secara global dan penguatan sistem kesehatan hewan melalui perbaikan pengendalian pengendalian penyakit penting (oleh J. Ubroth)
2.    Analisis situasi FMD seluruh dunia, kecenderungan dan perbedaan regional (oleh J.M. Lammond dkk)
3.    Wild life and FMD (W.B. Karesh)
4.    Kemajuan pengendalian Pathway untuk FMD (PCP-FMD) , alat untuk pengembangan pengendalian FMD untuk jangka panjang yang berkelanjutan secara nasional dan regional (K. Sumption dkk)
5.    Performance of Veterinary Services (PVS) Pathway (oleh A. Dehove)
6.    Mempertahankan status bebas FMD: Pengalaman dari Amerika Selatan (oleh C.H.F. Marques)
7.    Mempertahankan status bebas FMD: Pengalaman dari Afrika Selatan (oleh M. Letshwenyo)
8.    Surveilans FMD: prinsip umum dan pendekatan situasi epidemiologi yang berbeda (oleh C. Zepeda)

Presentasi Hari Kedua
1.    Laboratorium : Metoda dan sarana Diagnosa  (oleh W. Vosloo/ AAHL, Australia)
2.    Jejaring kerja laboratorium referesi International and Regional (oleh S Metwally/FAO)
3.    Vaksin: Tipe, pengujian mutu, ketepatan, suplai (oleh A. Donalddson/UK)
Penggunaan vaksin dan strategi vaksinasi(Oleh M. Lombard/France)
4.    Penelitian yang sedang berlangsung dan Kebutuhan penelitian mendatang (oleh K.de Clercq/Coda Cerva-Belgium)
5.    Pengalaman pengendalian FMD di Thailand (oleh T. Chaosuancharoen/ Thailand)
6.    Virus Pool 1- South East and East Asia (oleh R. Abila/OIE)
7.    Virus Pool 2- South Asia (oleh S Morzaria/FAO)
8.    Virus pool 3 - Eurasia/Middle east ( oleh H. Askaroglu/Turkey)
9.    Virus pool 4- East Africa (oleh Weseka (FMD lab, Kenya)
10. Virus pool 5- West and Central Africa (oleh K. Tounkara (PANVAC)
11. Virus pool 6- Southern Africa (oleh M. Mulumba (SADC)
12. Nothern Africa (oleh J. Berrada)
13. Virus pool 7- South America (oleh O. Cosivi/ Panaftosa/PAHO)

Presentasi Hari Ketiga
Pengendalian FMD Global, Sosial-ekonomi dan implementasi pembiayaan:
1.    Aspek Sosial ekonomi FMD (oleh J Rushton/RVC,UK)
2.    Strategi Pengendalian FMD Global (oleh J. Domenech/Join FAO/OIE FMD-WG)
3.    Estimasi biaya awal untuk strategi 5 tahun pertama FAO/OIE global untuk pengendalian FMD (oleh F. Le Gall (World Bank)
4.    FMD portofolio review ( oleh n Leboucq(joint FAO/OIE FMD-WG)
Pandangan Negara, Organisasi Regional, donors, industri dan LSM
Kesimpulan Konferensi
Status Indonesia
Indonesia negara bebas Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) tanpa vaksinasi di deklarasi sendiri (self declaration)  sejak 1986  dan sejak 1990 diakui oleh OIE (resolution XI/1990)

Risiko atau ancaman yang paling potensial masuknya kembali PMK ke Indonesia  adalah:
1.    Perbatasan dengan negara tertular
2.    Pemasukan yang tidak legal/penyelundupan hewan dan produknya dari negara tertular.

Upaya yang dilakukan Indonesia untuk mempertahankan bebas status:
1.    Penguatan perundangan
2.    Memperketat prosedur importasi hewan dan produk hewan
3.    Penguatan karantina terutama di daerah perbatasan dan daerah yang risiko tinggi;
4.    Penerapan Kesiagaan Darurat Veteriner Indonesia (KIATVETINDO PMK) melalui Simulasi  PMK yang dilaksanakan secara rutin setiap tahun;
5.    Peningkatan kemampuan system diagnosa;
6.    Penguatan sistem surveilans dan pelaporan penyakit;
7.    Penguatan integrasi dengan sector swasta ;
8.    Meningkatkan sistem informasi dan komunikasi;