Drh. Pudjiatmoko, PhD lahir di Purbalingga,17 April 1959, begitu lulus FKH - IPB pada tahun 1983 ia langsung bekerja menjadi Technical Services pada Produsen Obat Hewan, selanjutnya tahun1985-1986 menjadi Manajer Breeding Farm. Pada tahun 1986-1992 ia menjadi Penguji Vaksin Viral pada Lab Virologi Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BPMSOH) Kementerian Pertanian. Ia memperoleh beasiswa Monbusho program PhD (S3) Applied Veterinary Science di Gifu University, Jepang tahun1993-1997, langsung melanjutkan program Post Doctoral Research tahun 1997-2000 di Gifu University dan Lab Kyoto Biken. Ia ditugasi memimpin Lab Bakteriologi BPMSOH tahun 2002-2005. Ia dikirim ke Jepang sebagai Atase Pertanian KBRI Tokyo tahun 2005-2009, begitu kembali ke Indonesia ia dipercaya sebagai Kepala Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BBPMSOH) tahun 2009-2010, dan ia diamanahi sebagai Direktur Kesehatan Hewan di Ditjen PKH, Kementerian Pertanian tahun 2010 sampai Agustus 2015. Sampai 30 April 2024 sebagai Pejabat Medik Veteriner Ahli Utama.
Tata cara untuk memperoleh sertifikat Nomor Kontrol Veteriner yang biasa
disingkat NKV terdapat dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor:
381/Kpts/OT.140/10/2005 tentang Pedoman Sertifikasi Kontrol Veteriner Unit Usaha
Pangan Asal Hewan.
Pengertian Sertifikat NKV
Sertifikat NKV adalah sertifikat sebagai bukti
tertulis yang sah telah dipenuhinya persyaratan higiene-sanitasi sebagai
kelayakan dasar jaminan keamanan pangan asal hewan pada unit usaha pangan asal
hewan.
Tujuan penerbitan sertifikat NKV
1.Terlaksananya tertib hukum dan
tertib administrasi dalam pengelolaan usaha produk pangan asal hewan.
2.Memastikan bahwa unit usaha telah
memenuhi persyaratan higiene-sanitasi dan menerapkan cara produksi yang baik.
3.Mempermudah penelusuran kembali
apabila terjadi kasus keracunan pangan asal hewan.
Sasaran penerbitan sertifikat NKV
1.Memberi jaminan dan perlindungan
kepada masyarakat bahwa pangan asal hewan yang dibeli/dikonsumsi adalah ASUH
dan berasal dari sarana usaha yang telah memenuhi persyaratan kesmavet yang
diawasi pemerintah.
2.Mendukung terwujudnya kesehatan dan
ketentraman batin masyarakat.
3.Meningkatkan daya saing produk
pangan hewan Indonesia di pasar internasional.
Unit Usaha yang Wajib memiliki sertifikat NKV
1.Pelaku usaha pangan asal hewan yang
dilakukan perorangan atau badan hukum Indonesia yang berusaha di bidang:
a.Rumah pemotongan hewan
b.Rumah pemotongan unggas
c.Rumah pemotongan babi
d.Usaha budidaya unggas petelur
e.Usaha pemasukan, usaha pengeluaran
f.Usaha distribusi
g.Usaha ritel dan atau
h.Usaha pengolahan pangan asal hewan
2. Pelaku usaha distribusi dan/ atau usaha ritel
pangan asal hewan meliputi:
a.Pelaku usaha yang mengelola gudang
pendingin (cool storage), dan toko/kios daging (meet shop).
b.Pelaku usaha yang mengelola unit pendingin
susu (milk cooling centre) dan gudang pendingin susu.
c.Pelaku usaha yang mengemas dan
melabel telur.
Persyaratan Memperoleh sertifikat NKV
1.Persyaratan administrasi
a.Memiliki Kartu Tanda Penduduk/Akte
Pendirian
b.Memiliki Surat Keterangan Domisili
c.Memiliki Surat Izin Usaha
Perdagangan (SIUP)
d.Memiliki Nomor Pokok wajib Pajak
(NPWP)
e.Memiliki Surat Izin HO (Hinder
Ordonnantie)
f.Mengajukan permohonan kepada Kepala
Dinas Provinsi dengan tembusan kepada Direktur Jendral Peternakan dengan
melampirkan persyaratan administrasi dan persyaratan teknis serta surat
rekomendasi permohonan NKV dari Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan
dan kesehatan masyarakat veteriner di kab/kota.
2. Persyaratan teknis
a.Memiliki dokumen Upaya Pengolahan
Lingkungan (UKL)/ Upaya Pengendalian Lingkungan (UPL) yang khusus diresyaratkan
bagi unit usaha RPH, RPU, dan Unit Pengolahan Pangan Asal Hewan.
b.Memililki bangunan, prasarana dan
sarana usaha yang memenuhi persyaratan teknis higiene-sanitasi
c.Memiliki tenaga kerja teknis dan
atau penanggung jawab teknis yang mempunyai keahlian/keterampilan di bidang
Kesehatan Masyarakat Veteriner
d.Menerapkan proses penanganan dan
atau pengolahan yang higienis (Good Hygienic Practices)
e.Menerapkan cara budidaya unggas
peterlur yang baik (Good Farming Practices)
f.Untuk Rumah Pemotongan Hewan, Rumah
Pemotongan Unggas dan Rumah Pemotongan Babi yang akan melakukan kegiatan
pengeluaran daging dan atau produk olahan wajib memenuhi persyaratan teknis
sesuai ketentuan SNI RPH (SNI 016159-1999) dan SNI RPU (SNI 01-6160-1999)
Masa Berlaku Sertifikat NKV
Berlaku selama tidak ditemukan adanya penyimpangan
dalam monitoring dan surveilans.
Surveilans dan Verifikasi Tim Inspektorat Pusat
1.Dilakukan sewaktu-waktu
2.Apabila terjadi penyimpangan atau
adanya hal khusus (misal; praaudit dalam rangka audit oleh inspektorat Negara
pengimpor)
3.Konsekuensi: dapat diperpanjang,
diperpanjang dengan catatan atau dicabut.
Sertifikat NKV dapat dicabut oleh Kepala Dinas
Provinsi apabila terdapat hal-hal sebagai berikut:
1.Permintaan pemohon
2.Tidak lagi memenuhi persyaratan
administrasi dan teknis
3.Ditemukan penyimpangan dalam
pelaksanaan proses produksi, penanganan dan atau pengolahan
4.Unit usaha tidak lagi melakukan
kegiatan usahanya selama 6 (enam) bulan berturut-turut
5.Unit usaha dinyatakan pailit
6.Berpindah lokasi unit usaha ke
wilayah provinsi yang berbeda
7.Adanya rekomendasi dari Direktur
Jenderal Peternakan berdasarkan hasil verifikasi dan surveilans Tim Auditor
Direktorat Jenderal Peternakan
SUMBER: Peraturan
Menteri Pertanian Nomor: 381/Kpts/OT.140/10/2005 tentang Pedoman Sertifikasi
Kontrol Veteriner Unit Usaha Pangan Asal Hewan
FAO/OIE Global Strategy to control Foot-and-Mouth Disease benefits farmers and consumers
Farmers and
consumers stand to benefit from a new global strategy to control the
spread of a deadly livestock disease that was endorsed today by
representatives from more than 100 countries and international donors at
a conference in Bangkok organized by the Food and Agriculture
Organization of the United Nations (FAO) and the World Organisation for
Animal Health (OIE) with support from Thailand’s Ministry of Agriculture
and Cooperatives.
More than 1 billion smallholder farmers around the world
depend on livestock for their livelihoods, but outbreaks of
Foot-and-Mouth Disease (FMD) inflict an estimated annual global loss of
US$5 billion.
Developing countries are often hardest hit by FMD, a
highly-contagious viral disease, with small farmers suffering
devastating impacts to their earnings and survival. Consumers are also
affected as they pay more for milk, meat and other foodstuffs when FMD
fells livestock.
Foot-and-mouth disease affects cattle, swine, sheep, goats and other ruminants, as well as a number of wildlife species.
The global strategy developed by FAO and OIE advises
countries on their risk management policy for controlling FMD outbreaks,
allowing them to take early steps to prevent the disease from spreading
to other farms, communities and across borders.
Partnerships needed for capacity development
The Strategy will make a big impact not only on decreasing
the ravage of FMD, but improve countries' situation with regard to many
other diseases, some which affect human health directly, the joint
FAO/OIE statement added.
“For the Global Strategy to succeed it needs more than the
partnership of FAO and OIE; it needs the producers and marketing sectors
to participate as well as the veterinary services, the pharmaceutical
and vaccine companies, and it will need sustained support from financial
institutions and the generosity of funders,” FAO’s assistant
director-general Hiroyuki Konuma told those attending the three-day FAO/OIE Global Conference on Foot-and-Mouth Disease Control, which ran from 27 to 29 June.
High-level officials from regional and international
organizations participated in the discussions over the strategy at the
Bangkok conference, along with experts and donors. The conference was
the second on FMD, with the first having taken place in Asunción,
Paraguay in 2009.
As the world population expands from just under 7 billion
people today to more than 9 billion in 2050, demand for milk, meat and
animal-based products will rise steeply in the years to come. The vast
majority of that increasing demand will come from developing countries
and emerging economies in sub-Saharan Africa and South Asia. This growth
will also be driven by steadily improving incomes in those same areas.
In 2050, demand for meat is expected to surge by 76 percent,
while demand for dairy will increase by 62 percent. The world will have
to produce 65 percent more eggs than produced today to meet soaring
demand.
Aiming for FMD freedom
With cross-border trade also increasing, the transboundary
nature of FMD is a regional threat that requires regional approaches and
responses.
“Foot-and-mouth disease is not a priority in many countries,
but when it strikes damages are enormous, ranging from losses in
production to culling of animals and trade bans. Good governance of
national Veterinary Services using the OIE PVS Pathway is a critical
element of mitigating foot-and-mouth disease with a positive impact on
food security and poverty. Besides global control is in the interest of
FMD-free countries because it avoids reintroduction of the disease on
their territory,” OIE Director-General Bernard Vallat told the
conference.
Included in the process is OIE official recognition of
national control programmes and of FMD freedom: today 66 out of 178 OIE
member countries are free from FMD.
Even developed countries that were previously free of the
disease, can suffer outbreaks of FMD: a severe event in the United
Kingdom in 2001 caused losses of as much as $30 billion, and a 1997
epidemic in the Taiwan province of China cost $15 billion.
The Global Strategy will also promote and strengthen FMD
control through the improvement of national veterinary services
responsible for animal disease control, so that they can comply with OIE
standards on quality. The Strategy is an opportunity to initiate
actions that will have beneficial consequences far beyond the control of
just one disease. Veterinary services will be better able to combat and
prevent other major diseases affecting livestock and other animals.
The Global Strategy is expected to produce three results:
• FMD is controlled in most countries and eliminated in some of them
• Veterinary services and their infrastructures are improved
• Prevention and control of other major diseases of livestock are improved
The Global Strategy includes the development of regional
vaccine banks (e.g. OIE regional vaccine bank for Southeast Asia, FAO’s
Animal Production and Health Commission for Asia, etc.) and centres for
quality control for developing countries. Other measures include
improving the efficiency of surveillance systems, capacity of
laboratories, quality control of vaccines and movement control of
animals.
Second FAO/OIE Global Conference on Foot and Mouth Disease Control
A.Pelaksanaan
Konferensi
Konferensi Global FAO/OIE Penyakit Mulut dan Kuku ke Dua
dilaksanakan di Bangkok Thailand, pada tanggal 27 – 29 Juni 2012.Konferensi ini dihadiri oleh Menteri
Pertanian Thailand sebagai tuan rumah dan Menteri Pertanian Indonesia sebagai
perwakilan ASEAN Minister of Agriculture and Forestry (AMAF), pejabat
senior veteriner, praktisi dokter hewan swasta, perwakilan organisasi
pemerintah maupun non-pemerintah, para ilmuwan, para penyandang dana
multilateral maupun bilateral.
Delegasi RI yang hadir dalam konferensi ini adalah
Menteri Pertanian Dr. Ir. Suswono, MMA, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan
Ir. Syukur Iwantoro, MS,MBA, Staf Khusus Menteri Bidang Efisiensi Pembangunan
Pertanian Dr. Drh. Hasim Danuri, Direktur Kesehatan Hewan Drh. Pudjiatmoko,
Ph.D, Kasubdit Perlindungan Hewan Drh. Tjahjani W, Kabid Bilateral Pusat Kerjasama
Luar Negeri Ir. Yusral Tahir, M.Agr, Kepala Seksi Analisa Risiko Penyakit Hewan
Drh. Makmun, MSc.
Menteri Pertanian Indonesia Dr. Suswono hadir sebagai
Ketua AMAF guna menyampaikan pidato untuk menyatakan dukungan dan komitmen negara-negara
ASEAN pada pengendalian penyakit Foot and Mouth Disease (FMD/ Penyakit Mulut dan Kuku/PMK) secara global.Posisi Indonesia dalam hal ini adalah sebagai negara yang
bebas penyakit FMD tanpa vaksinasi melalui self declaration
pada tahun 1986 dan diakui oleh OIE pada tahun 1990.
Konferensi ini diselenggarakan atasrekomendasi
konferensi pertama yang dilaksanakan
di
Paraguay pada tahun 2009. Pada konferensi ini diharapkan partisipasi dari
negara bebas maupun
Negara terinfeksi
FMD, organisasi internasional dan Negara/lembaga donor yang relevan untuk
mendukung suatu program pengendalian FMD secara global.
Konferensi kedua ini mempunyai dua bahasan utama, yang
pertama adalah membahas mengenai tehnik dan yang kedua membahas masalah sosial
ekonomi yang barkaitan dengan Pengendalian FMD.
Para Ahli / expert dalam bidang veteriner mempresentasikan
analisis situasi global FMD, dampak dan kajian sosial-ekonomi penyakit FMD, laporan
kemajuan capaian pengendalian FMD di setiap regional, pembahasan vaksin, metoda
diagnosa,hasil penelitian-penelitian terkini dan laboratorium netwoking.Dilaksanakan juga presentasi strategi
pengendalian AI secara global, piranti dan metodanya yang digunakan, dan
kesenjangan dan kebutuhan
yang ditujukan untuk mencapai kemajuan yang berkelanjutan.Budjet yang diperlukan untuk
mengimplementasikan strategi ini selama lima tahun pertama juga
dipresentasikan. Donor dan perwakilan negara bebas-FMD dan negara terinfeksi
FMD juga mempresentasikan pandangannya tentang berbagai hal untuk pengendalian FMD yang progresif.
Foot-and-Mouth disease
(FMD) adalah penyakit hewan yang sangat menular dan penyakit transboundary (lintas
batas) yang tipikal secara regional dan global. Lintas batas secara alami
menjadi bertambah penting karena perkembangan dan pesatnya perdagangan hewan dan produk asal hewan
serta
meningkatnya perjalanan manusia di seluruh dunia.Penyakit ini dapat menjangkiti semua binatang berkuku
genap baik ternak maupun binatang liar. Sebagai reservoir utama virusnya adalah
kerbau dan sapi.
Pada saat ini FMD menyebar luas seluruh dunia, terutama
di Afrika, Asia, dan Timur Tengah. Pada akhir Januari 2012, dari 178 negara
anggota OIE, 97 berstatus belum bebas FMD, 66 dinyatakan negara bebas FMD (6
tanpa vaksinasi, 1 dengan vaksinasi dan 3 mempunyai zoona bebas dengan dan
tanpa vaksinasi).Lima negara statusnya
ditunda.Amerika Utara, Mayoritas
Amerika Selatan, Eropa Barat, Indonesia, Australia, New Zealand dan negara
kepulauan di Pasifik bebas penyakit FMD.
Strategi dan sarana pengendalian FMD merupakan kebutuhan
masyarakat dunia karena berdampak kepada semua negara, populasi, dan generasi
mendatang, dan setiap negara saling tergantung satu sama lain untuk mencapai
kemajuan yang berkelanjutan.
FAO dan OIE bekerjasama mempersiapkan strategi
pengendalian FMD secara Global dibantu oleh organisasi regional dan para ahli,
dan dibawah payung Kerangka kerjasamaglobal untuk Kemajuan Pengendalian Penyakit Hewan Lintas Batas.
Presentasi Hari Pertama
1.Pengendalian
FMD secara global dan penguatan sistem kesehatan hewan melalui perbaikan
pengendalian pengendalian penyakit penting (oleh J. Ubroth)
2.Analisis
situasi FMD seluruh dunia, kecenderungan dan perbedaan regional (oleh J.M.
Lammond dkk)
3.Wild
life and FMD (W.B. Karesh)
4.Kemajuan
pengendalian Pathway untuk FMD (PCP-FMD) , alat untuk pengembangan pengendalian
FMD untuk jangka panjang yang berkelanjutan secara nasional dan regional (K.
Sumption dkk)
5.Performance
of Veterinary Services (PVS) Pathway (oleh A. Dehove)
6.Mempertahankan
status bebas FMD: Pengalaman dari Amerika Selatan (oleh C.H.F. Marques)
7.Mempertahankan
status bebas FMD: Pengalaman dari Afrika Selatan (oleh M. Letshwenyo)
8.Surveilans
FMD: prinsip umum dan pendekatan situasi epidemiologi yang berbeda (oleh C.
Zepeda)
Presentasi Hari Kedua
1.Laboratorium : Metoda dan sarana Diagnosa (oleh W. Vosloo/ AAHL, Australia)
2.Jejaring kerja laboratorium referesi International and
Regional (oleh S Metwally/FAO)
3.Vaksin: Tipe, pengujian mutu, ketepatan, suplai (oleh
A. Donalddson/UK)
Penggunaan
vaksin dan strategi vaksinasi(Oleh M. Lombard/France)
4.Penelitian yang sedang berlangsung dan Kebutuhan penelitian
mendatang (oleh K.de Clercq/Coda Cerva-Belgium)
5.Pengalaman pengendalian FMD di Thailand (oleh T.
Chaosuancharoen/ Thailand)
6.Virus Pool 1- South East and East Asia (oleh R.
Abila/OIE)
7.Virus Pool 2- South Asia (oleh S Morzaria/FAO)
8.Virus pool 3 - Eurasia/Middle east ( oleh H.
Askaroglu/Turkey)
9.Virus pool 4- East Africa (oleh Weseka (FMD lab,
Kenya)
10.Virus pool 5- West and Central Africa (oleh K.
Tounkara (PANVAC)
11.Virus pool 6- Southern Africa (oleh M. Mulumba (SADC)
12.Nothern Africa (oleh J. Berrada)
13.Virus pool 7- South America (oleh O. Cosivi/
Panaftosa/PAHO)
Presentasi Hari Ketiga
Pengendalian FMD Global, Sosial-ekonomi dan implementasi pembiayaan:
1.Aspek Sosial ekonomi FMD (oleh J Rushton/RVC,UK)
2.Strategi Pengendalian FMD Global (oleh J.
Domenech/Join FAO/OIE FMD-WG)
3.Estimasi biaya awal untuk strategi 5 tahun pertama
FAO/OIE global untuk pengendalian FMD (oleh F. Le Gall (World Bank)
4.FMD portofolio review ( oleh n Leboucq(joint FAO/OIE
FMD-WG)
Pandangan Negara, Organisasi Regional, donors, industri dan LSM
Kesimpulan Konferensi
Status Indonesia
Indonesia
negara bebas Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) tanpa vaksinasidi
deklarasi sendiri (self declaration)sejak 1986dan sejak 1990
diakui oleh OIE(resolution XI/1990)
Risiko
atau ancaman yang paling potensial masuknya kembali PMK ke Indonesia adalah:
1.Perbatasan
dengan negara tertular
2.Pemasukan
yang tidak legal/penyelundupan hewan dan produknya dari negara tertular.
Upaya
yang dilakukan Indonesia untuk mempertahankan bebas status:
1.Penguatan
perundangan
2.Memperketat
prosedur importasi hewan dan produk hewan
3.Penguatan
karantina terutama di daerah perbatasan dan daerah yang risiko tinggi;
4.Penerapan
Kesiagaan Darurat Veteriner Indonesia (KIATVETINDO PMK) melalui SimulasiPMK yang dilaksanakan secara rutin setiap
tahun;
5.Peningkatan
kemampuan system diagnosa;
6.Penguatan
sistem surveilans dan pelaporan penyakit;