Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Tuesday, 17 February 2009

Pabrik Bio-ethanol di Niigata Jepang

Paba bulan Pebruari 2008 Mitsubishi Enginering and Shipbuilding Co., Ltd. (MES) mulai membangun konstruksi pabrik yang dipergunakan untuk memproduksi bio-ethanol. Pada saat ini penggunaan pabrik ini masih tahap pengembangan dan diawasi, mempunyai kapasitas produksi 1000 kl ethanol per tahun dengan menggunakan bahan baku beras yang berasal dari panenan yang terbaik.

Pabrik ini merupakan bagian projek nasional yang diresmikan oleh Ministry of Agriculture, Forestry and Fisheries (MAFF) Jepang. MAFF menamakannya “Demonstration Project on Regional Utilization Model of Bio-fuel” dan National Federation of Agricultural Cooperative Associations Japan (JA Zen-Noh) menjalankan projek ini untuk memproduksi bio-ethanol dari beras berasal dari panenan yang terbaik dengan bantuan subsidi MAFF untuk jangka waktu 5 tahun.

JA Zen-Noh mempromosikan penggunaan bio-ethanol di dalam organisasi JA Prefektur Niigata. Pabrik pengolahan ini dibangun di kota Niigata. Pabrik ini memproduksi bio-ethanol dengan bahan beras yang berasal dari padi hasil panenan terbaik yang ditanam di Prefektur Niigata. Disediakan fasilitas pencampur bio-ethanol dan bensin yaitu berupa terminal tengki minyak bahan bakar kepunyaan JA. Bensin yang telah dicampur dengan bio-ethanol ini didistribusikan ke jaringan Pom minyak bahan bakar milik JA.

Kelebihan pabrik pengolahan bio-ethanol ini adalah tidak perlu pengolahan air limbah karena 1) menggunakan centrifugal separator dan menjaga keseimbangan panas dan air dalam mash column; 2) Stillage (residu fermentasi) konsentrasinya tinggi sampai 25%, sedangkan pemrosesan dengan menggunakan cara biasa sekitar 10%. Seluruh Stillage dapat digunakan sebagai bahan untuk makanan sapi atau menjadi pupuk. Dengan cara ini dapat menghemat biaya pengolahan air limbah, ini merupakan jalan keluar memecahkan masalah yang dihadapi pengolahan cara lama.

Projek ini diharapkan dapat mengembangkan pertanian padi dan dapat memajukan efektifitas penggunaan lahan pertanian padi yang sulit dirubah untuk ditanami komoditi lain. Hal ini akan dapat mempertahankan kelestarian lahan pertanian, air dan lingkungan hidup di pedesaan untuk kehidupan masa depan. Pada saat yang bersamaan cara ini akan membantu memecahkan masalah-masalah pertanian yang dihadapi di tingkat daerah.

Sumber: MES Bulletin 63, 2009

Thursday, 12 February 2009

Petunjuk Teknis Persyaratan dan Tindakan Karantina Hewan terhadap Lalulintas Pemasukan Hewan Penular Rabies (anjing, kucing, kera & hewan sebangsanya)

Persyaratan Karantina terhadap Lalulintas Pemasukan Hewan Penular Rabies (HPR) dari Luar Negeri yang Bebas Rabies

A. Dari Luar Negeri

Dari negara bebas Rabies sesuai dengan Lampiran Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1096 Tahun 1999 yang dapat diperbaharui sesuai perkembangan status bebas rabies dunia;

B. Kelengkapan Dokumen: Harus memiliki

i. Sertifikat Kesehatan Hewan yang diterbitkan oleh pejabat berwenang di negara asal dan negara transit;

ii. Surat Persetujuan Pemasukan

iii. Pasport Hewan atau surat keterangan identitas hewan dalam bahasa Inggris yang dikeluarkan oleh dokter hewan berwenang di negara asal yang memuat antara lain telah berada atau dipelihara sekurang-kurangnya 6 (enam bulan) di negara asal sebelum diberangkatkan dan hewan sekurang-kurangnya telah berumur 6 (enam) bulan serta tidak dalam keadaan bunting umur 6 (enam) minggu atau lebih, dan atau hewan tersebut tidak sedang menyusui pada saat diberangkatkan. Pasport mencantumkan informasi sekurang-kurangnya jenis hewan, bangsa, jenis kelamin, warna bulu, umur/tanggal lahir dan penanda identitas; atau memiliki

iv. Penanda identitas permanen dengan identifikasi elektronik (microchip), bila microchip yang digunakan tidak sesuai dengan alat baca pada pelabuhan/bandara pemasukan, maka pemilik atau kuasa pemilik harus menyediakan sendiri perangkat alat baca untuk microchip tersebut.

v. Hewan yang akan masuk ke wilayah/daaerah bebas rabies di Indonesia diberangkatkan langsung dari negara bebas rabies. Apabila harus transit maka harus ada persetujuan dari Menteri Pertanian Cq. Dirjen Peternakan dan otoritas veteriner di negara transit memberikan keterangan transit;

vi. Surat Keterangan vaksinasi bagi negara yang melaksanakan vaksinasi menggunakan vaksin inaktif, yang diberikan:
- untuk hewan yang divaksinasi pertama kali(primer), sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan dan tidak lebih dari 1 (satu) tahun sebelum diberangkatkan yang diberikan saat hewan berumur minimal 3 (tiga) bulan;
- untuk vaksinasi booster, sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan atau tidak lebih dari 1 (satu) tahun sebelum diberangkatkan.

vii. Surat Keterangan hasil pemeriksaan titer antibodi dari negara asal. Pengujian titer antibodi tidak boleh dilakukan lebih lama dari 6 (enam) bulan setelah vaksinasi dari Laboratrium yang telah diakreditasi.

C. Ketentuan Vaksinasi

(1) Bila di negara asal bebas rabies dan wilayah/daerah tujuan tidak ada kegiatan vaksinasi, makahewan yang dilalulintaskan tidak dilakukan vaksinasi;

(2) Bila di negara asal bebas rabies tidak ada kegiatan vaksinasi sedangkan di wilayah/daerah tujuan ada kegiatan vaksinasi, maka hewan yang dilaulintaskan dilakukan vaksinasi di wilayah/daerah tujuan;

(3) Bila di negara asal bebas rabies dan wilayah/daerah tujuan ada kegiatan vaksinasi, maka hewan yang dilalulintaskan dilakukan vaksinasi di negara asal;

(4) Bila di negara asal bebas rabies ada kegiatan vaksinasi sedangkan di wilayah/daerah tujuan tidak ada kegiatan vaksinasi , maka hewan yang dilaulintaskan dilakukan di negara asal;

(5) Vaksinasindi negara asal bebas rabies sekurang-kurangnya dilakukan 30 hari dan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sebelum diberangkatkan;

(6) Dengan uji serum netralisasi (SN test) memiliki titer antibodi rabies kurang dari 0,1 IU/ml (< 0,1 IU/ml) dari negara asal bebas rabies tidak ada kegiatan vaksinasi; dan lebih besar atau sama dengan 0,5 IU/ml dari negara asal bebas rabies ada kegiatan vaksinasi, oleh laboratorium yang ditunjuk oleh Kepala Badan Karantina Pertanian.

Sumber : Lampiran Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian, no. 344.b/kpts/PD 670.370/L/12/06 tanggal 13 Desember 2006. Petunjuk Teknis Persyaratan dan Tindakan Karantina Hewan terhadap Lalulintas Pemasukan Hewan Penular Rabies (anjing, kucing, kera dan hewan sebangsanya), Badan Karantina Pertanian, Departemen Pertanian.

Wednesday, 11 February 2009

Guide to Agricultural Investment in Indonesia (4)

Guide to Agricultural Investment and Trade Opportunities in Indonesia (4)


Relevant International Agreement

Investment Guarantee and Protection Agreement


A number of governments provide investment guarantees to other nationals who make overseas investment in their countries. In most cases, these guarantees cover compensation in case of nationalization or expropriation, damages or losses caused by incidents of war, revolution or insurrection and payments for any approved remittance pursuant to the investment in case of non-convertibility of currency of the host country. To provide security for foreign investment, the Government of Indonesia concludes investment Guarantee Agreement (IGA) with ASEAN governments. Besides, Indonesia signed bilaterally the investment promotion and Protection Agreements with 55 countries, namely: Argentina, Algeria, Australia, Bangladesh, Belgium/Luxemburg, Cambodia, Chile, People Republic of China, Cuba, Czech Republic, Denmark, Egypt, Finland, France, Germany, Hungary, India, Italy, Jamaica, Jordan, Democratic People’s Republic of Korea, South Korea, Kyrgyzstan, People Democratic republic of Laos, Malaysia, Morocco, Mauritius, Mongolia, Mozambique, The Netherlands, Norway, Pakistan, The Philippines, Poland, Qatar, Romania, Singapore, Slovak Republic, Spain, Sri Lanka, Sudan, Suriname, Sweden, Switzerland, Syria, Thailand, Tunisia, Turkmenistan, Vietnam, Yemen and Zimbabwe.

To create a favorable international investment climate, Indonesia has also signed multilateral agreements, thereby promoting foreign direct investment in Indonesia. Indonesia is now a member of the Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA), which will protect investment against various political risks.

To deal with foreign investment disputes, Indonesia has become a signatory member of the investment Center on the Settlement of Investment Disputes (ICSID).

Intellectual Property Right

Indonesia has made a great progress on intellectual property protection since 1986. Indonesia is a member of the World Intellectual Property Organization and is party of certain sections of the Paris Convention for the protection of intellectual property. Pursuant to obligations under the Agreement on Trade-Related Aspect of Intellectual Property Right (TRIPs), one of the Uruguay Round Agreements, Indonesia has amended Patent Law, Copyrights Law and Trademark Law in 1997.

Patent

Indonesia’s first patent law entered into effect on August 1, 2001 by Law No. 14 of 2001. The Law and its implementing regulations outline patent consultants, and patent announcements. Products and production processes are in principle patentable subject to certain requirements. The Law provides protection for a period of 20 years for Patent and 10 years for Simple Patent, both of them can not be extended.

Trademarks

The first Indonesia’s trademark act took effect on April 1, 1993 but then it was replaced by Law No. 15 of August 2001. The act is intended to provide greater protection for well-known foreign and Indonesian marks, and to prohibit the use of deceptively similar marks. The act states that trademark right are determined on a first file basis rather than on a first uses basis. The trademark is filed and it can be extended. After registration, the trademark must actually be used in commerce. The detection of registered trademark from the general list trademark can be undertaken either by the trademark holder initiative or the trademark office if trademark is not used with in 3 years.

Copyright

In 1987 and 1997, the House of Representative – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) passed two amendments to the 1982 Copyright Law. The amended law affords protection to people’s creations on science, art and literature, expands the scope of coverage and rises the terms of protection for most categories of works to international standards. The copyright is valid for:

1. As long as the author’s life until 50 years from the date of death of author; for book, flyer, paper / write. Seminar, lecture, speech, and the like, performance (music, Java traditional music / karawitan, drama, dance, people or puppet performance / pewayangan, pantomime, choreography, created song or music with or without lyric, arts (painting, statue), batiks arts, architecture, map, translation, interpret, and excerpt, writing and work of arts.

2. 50 years from the date of the copyright notification, for broadcasting creation used such as on TV, radio, video, and movie, created song or music with or without lyric, recorded voice or sound, arts (painting statue); cinematography, computer program.

3. 25 years from date of copyright notification; for photography, computer programs, and cover design.

To be continued.

Source: Guide to Agricultural Investment and Trade Opportunities in Indonesia, Ministry of Agriculture, the Republic of Indonesia

Monday, 9 February 2009

Zen-Noh Koperasi Pertanian Terbesar Sedunia

Zen Noh Jepang merupakan koperasi terbesar dari 300 koperasi yang diranking ICA. Dengan basis pertanian, jejaring Zen Noh telah merambah ke berbagai bisnis, yang menjangkau banyak negara. Padahal, koperasi ini baru dibentuk pada 1972, jauh lebih muda ketimbang koperasi-koperasi raksasa di Eropa dan Amerika Serikat.

Para petani Jepang, memiliki posisi tawar (bargaining position) yang luar biasa kuat, dalam konste­lasi ekonomi dan politik di negaranya. Sudah menjadi pengetahuan umum, kalau berbagai komoditi pertanian yang dihasilkan petani­nya, jauh lebih mahal ketimbang komoditi sejenis di negara lain. Tapi, pemerintah Jepang tidak bi­sa sembarangan mengimpor komoditi tersebut, tanpa persetujuan petani. Jatuhnya menteri pertanian karena mengabaikan aspirasi peta­ni, bukan hal yang aneh terjadi di Jepang.


Kekuatan luar biasa dimiliki peta­ni Jepang, antara lain karena mereka solid bergabung dalam koperasi pertanian. Tapi, soliditas itu bukan cuma ditunjukkan untuk golongan berpengaruh, melainkan juga untuk pe­ngembangan jaringan bisnis. Yang terpenting, semua ini bisa terwujud karena para petani Jepang tergabung dalam koperasi.


Koperasi pertanian Jepang membentuk jaringan yang kokoh, mulai dari tingkat primer hingga sekunder, yang berpuncak pada Zen Noh sebagai ferederasi koperasi pertanian nasional. Dengan omset mencapai 63.449 dolar AS (setara dengan Rp 583,73 triliun) per tahun, Zen Noh kini menem­pati posisi teratas dalam ICA Global 300, yang dirilis oleh International Co-operative Alliance (ICA) pada Oktober 2007.


Zen Noh berdiri pada 30 Maret 1972, hasil penggabungan dua koperasi pertanian sekunder level nasional, yaitu Zenkoren (yang ber­gerak dalam pengadaan kebutuhan pertanian) dan Zenhanren (bergerak di bidang pemasaran pro­duk pertanian). Kedua sekunder ko­perasi ini berdiri pada 1948.


Secara keseluruhan, Zen Noh menghimpun 1.173 koperasi pertanian, 1.010 di antaranya merupakan primer koperasi pertanian. Sisanya merupakan sekunder koperasi pertanian tingkat provinsi, federasi kope­rasi lain yang terkait dengan bidang pertanian dan peternakan. Hampir semua kebutuh­an petani Jepang, dipenuhi melalui koperasi (umumnya disebut JA atau Nohkyo). Mulai dari penga­daan berbagai peralatan dan input pertanian, permodalan, sampai pe­masaran produk pertanian. Bahkan, kebutuhan barang sehari-hari pun, diperoleh lewat koperasi.


Dengan jaringannya, koperasi pertanian Jepang menangani sektor pertanian dari hulu sampai hilir, termasuk sektor pendukungnya se­per­ti keuangan dan asuransi. Pada awalnya, tanaman pertanian yang menjadi perhatian adalah padi. Total produksi beras yang dihasilkan, rata-rata mencapai 1,58 juta ton per tahun.


Namun, pada perkembangan selanjutnya, koperasi juga mengarahkan petani untuk melakukan diversivikasi tanaman. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi over supply beras sehingga harganya jatuh. Koperasi selalu mengupayakan agar harga setiap komoditi di tingkat petani tetap tinggi, sesuai dengan standar hidup di Jepang, yang termasuk paling tinggi di dunia.


Tidak seperti negara berkembang yang pada umumnya mengor­bankan sektor pertanian untuk membangun industri, yaitu de­ngan memperkecil nilai tukar hasil pertanian di hadapan barang produk industri, di Jepang nilai tukar ke­duanya selalu diusahakan setara. Dengan begitu, tingkat kesejahtera­an para petani, tidak ketinggalan dengan masyarakat yang bekerja di sektor industri.


Strategi tersebut, bukan tanpa risiko. Semula, Jepang memang bisa menerapkan kebijakan untuk mela­rang impor komoditi pertanian yang banyak dihasilkan petaninya, kendati harganya jauh lebih mahal di ban­ding pasar dunia. Namun, pada 1993, Jepang dipaksa membuka keran impor, melalui Kese­pakatan Umum tentang Tarif dan Perdagangan (GATT). Berdasarkan kesepakatan itu, mulai 1995 Jepang membuka impor beras, mes­kipun dibatasi hanya 4 persen dari kebutuhan beras dalam negeri. Memasuki tahun 2000, batasan itu diberbesar menjadi 4,8 persen.


Namun, Pemerintah Jepang te­tap melindungi petaninya, antara lain dengan menetapkan bea masuk cukup tinggi, di samping tetap memberikan subsidi pada input pertanian. Melalui koperasi, peta­ni Jepang memang mempunyai lobi yang kuat di pemerintahan. Bahkan di Partai Demokrat Libe­ral (LDP) yang merupakan partai besar, banyak orang koperasi yang berkiprah. Mereka mampu meyakinkan pemerintah, bahwa membatasi impor komoditi pertanian dalam jangka panjang bakal menumbulkan ketergantung­an yang bisa berakibat fatal. Dalam jangka pendek, melindungi pertanian di dalam negeri juga terkait de­ngan stabilitas politik nasional.


Lantas, apakah pertanian Jepang menjadi pasif berlindung di balik proteksi pemerintah? Tentu saja, tidak. Koperasi pertanian Jepang aktif melakukan kampanye yang mengu­sung tema “Produk Lokal untuk Kon­sumen Lokal”. Upaya untuk menjaga loyalitas penduduk Jepang pada produk pertanian dalam negeri ini, tidaklah semata-mata mengandalkan unsur emosional, tapi juga rasional.


Kendati harganya relatif lebih tinggi, koperasi pertanian menjamin bahwa seluruh komoditi pertanian yang dihasilkan anggotanya, memenuhi standar higienis tinggi. De­ngan label dengan system bar-code di setiap kemasan pertanian yang dibeli di toko koperasi, konsu­men dengan jelas mengetahui siapa petani yang menanam produk yang mereka beli. Maka, jika terjadi se­suatu, komplain lebih mudah di lakukan. Agar produk pertanian itu bisa dijual lebih murah, kope­rasi membangun jaringan toko sendiri, sehingga bisa memotong jalur distribusi.


Perkembangan bisnis setiap kope­rasi pertanian di Jepang, pada gilirannya, mendorong Zen Noh untuk terus melebarkan sayap bisnisnya, dengan jaringan yang tersebar di 26 negara, termasuk Indonesia, dan memiliki afiliasi dengan 249 perusahaan. Jumlah karyawannya mencapai 12,5 ribu orang lebih.


SUMBER

Majalah-pip.com 2008