Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengeluarkan peringatan bahwa, meskipun 2019 novel coronavirus (COVID-19) dari Kota Wuhan Tioangkok, dan pada bulan Januari 2020 belum ddisebut Pandemi, sehingga harus melakukan kebijakan mencegah penyebaran global. Virus COVID-19 sebelumnya dikenal sebagai 2019-nCoV.
Pada 12 Februari 2020, WHO melaporkan 45.171 kasus dan 1115 kematian terkait dengan COVID-19. COVID-19 mirip dengan Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus (SARS-CoV) pada patogenisitasnya, spektrum klinis, dan epidemiologi. Perbandingan urutan genom COVID-19, SARS-CoV, dan Middle East Respiratory Syndrome (MERS-CoV) menunjukkan bahwa COVID-19 memiliki urutan yang lebih baik identitas dengan SARS-CoV dibandingkan dengan MERS CoV. Namun, urutan asam amino COVID-19 berbeda dari coronavirus lain khususnya di daerah 1ab polyprotein dan glikoprotein permukaan atau S-protein. Meskipun beberapa hewan telah berspekulasi untuk menjadi reservoir untuk COVID-19, belum ada reservoir hewan yang telah dikonfirmasi. COVID-19 menyebabkan COVID-19 penyakit yang memiliki gejala yang mirip dengan SARSCoV. Studi menunjukkan bahwa reseptor manusia untuk COVID-19 mungkin reseptor angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2) mirip dengan SARSCoV. Protein nukleokapsid (N) COVID-19 memiliki hampir 90% identitas urutan asam amino dengan SARS-CoV. Antibodi protein N dari SARS-CoV dapat bereaksi silang dengan COVID-19 tetapi mungkin tidak memberikan kekebalan silang. Dalam yang serupa mode untuk SARS-CoV, protein N COVID-19 mungkin memainkan peran penting dalam menekan Gangguan RNA (RNAi) untuk mengatasi pertahanan Inang.
SARS-CoV 2 merupakan virus RNA dengan ukuran genom yang cukup besar yaitu 33,5 kb, tidak bersegmen, beruntai positif. Virus ini mempunyai 4 protein struktur utama yaitu protein Spike (S), membran (M), Envelope (E), dan Neukleotide (N). Protein S terbagi menjad dua polipeptida yaitu S1 dan S2. S1 berperan dalam pengikatan reseptor inang. S2 coronavirus berperan berperan dalam proses fusi membran. Protein M memberikan bentuk mirfologi coronavirus. Protein Envelope (E) berperan dalam perakitan dan merelease virus serta dibutuhkan untuk viral pathogenesis. Protein N terdiri dari dua domain yaitu N-terminal dan C-terminal yang keduanya mampu mengikat RNA secara in vitro dengan mekanisme yang berbeda. Sifat genom ini membuatnya mudah dalam mengakomodasi dan memodifikasi gen.
Pada 12 Februari 2020, WHO melaporkan 45.171 kasus dan 1115 kematian terkait dengan COVID-19. COVID-19 mirip dengan Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus (SARS-CoV) pada patogenisitasnya, spektrum klinis, dan epidemiologi. Perbandingan urutan genom COVID-19, SARS-CoV, dan Middle East Respiratory Syndrome (MERS-CoV) menunjukkan bahwa COVID-19 memiliki urutan yang lebih baik identitas dengan SARS-CoV dibandingkan dengan MERS CoV. Namun, urutan asam amino COVID-19 berbeda dari coronavirus lain khususnya di daerah 1ab polyprotein dan glikoprotein permukaan atau S-protein. Meskipun beberapa hewan telah berspekulasi untuk menjadi reservoir untuk COVID-19, belum ada reservoir hewan yang telah dikonfirmasi. COVID-19 menyebabkan COVID-19 penyakit yang memiliki gejala yang mirip dengan SARSCoV. Studi menunjukkan bahwa reseptor manusia untuk COVID-19 mungkin reseptor angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2) mirip dengan SARSCoV. Protein nukleokapsid (N) COVID-19 memiliki hampir 90% identitas urutan asam amino dengan SARS-CoV. Antibodi protein N dari SARS-CoV dapat bereaksi silang dengan COVID-19 tetapi mungkin tidak memberikan kekebalan silang. Dalam yang serupa mode untuk SARS-CoV, protein N COVID-19 mungkin memainkan peran penting dalam menekan Gangguan RNA (RNAi) untuk mengatasi pertahanan Inang.
SARS-CoV 2 merupakan virus RNA dengan ukuran genom yang cukup besar yaitu 33,5 kb, tidak bersegmen, beruntai positif. Virus ini mempunyai 4 protein struktur utama yaitu protein Spike (S), membran (M), Envelope (E), dan Neukleotide (N). Protein S terbagi menjad dua polipeptida yaitu S1 dan S2. S1 berperan dalam pengikatan reseptor inang. S2 coronavirus berperan berperan dalam proses fusi membran. Protein M memberikan bentuk mirfologi coronavirus. Protein Envelope (E) berperan dalam perakitan dan merelease virus serta dibutuhkan untuk viral pathogenesis. Protein N terdiri dari dua domain yaitu N-terminal dan C-terminal yang keduanya mampu mengikat RNA secara in vitro dengan mekanisme yang berbeda. Sifat genom ini membuatnya mudah dalam mengakomodasi dan memodifikasi gen.
Virus ini yang dapat menyebabkan penyakit pada saluran
pernapasan, pencernaan dan sistem saraf pusat pada hewan dan manusia. Munculnya beberapa coronavirus patogen pada
hewan menunjukan bahwa virus ini memiliki kemampuan dalam menginfeksi dan
beradaptasi secara trans spesies.
Virus Coronavirus termasuk Famili Coronaviridae dari subfamily Orthocoronavirinae. Terdapat empat genus yaitu alphcoronavirus,
beta cironavirus, gammacoronavirus, dan delta coronavirus. Alphacoronavirus
dan betacoronavirus umumnya ditemukan pada mamamalia. Gammacoronavirus dan
deltacoronavirus ditemukan dapat menginfeksi burung dan mamalia.
Pada Hewan Kesayangan Kucing
Pada hewan kesayangan, Coronavirus dapat ditemukan menginfeksi kucing dan anjing. Feline
Coronavirus (FCoV) adalah Coronavirus pada kucing yang memiliki dua bentuk klinis berbeda yaitu feline
enteric Coronavirus (FECV) yang dikarakterisasi dengan infeksi
saluran pencernaan ringan dan feline
infectious
peritonitis (FIP) yang merupakan
patotipe virulen dan hampir selalu berakibat fatal. Feline Coronavirus termasuk ke dalam genus Alphacoronavirus. FIP memiliki dua
bentuk klinis yaitu bentuk basah dan kering. Bentuk basah FIP
dikarakterisasi dengan efusi abdominal, sedangkan bentuk kering FIP dihubungkan
dengan gangguan pada sistem saraf seperti kejang, status mental dan perilaku
abnormal, defisit saraf kranial, ataksia, tetraparesis dan hiperestesia.
Pada Hewan Kesayangan Anjing
Canine enteric coronavirus (CCoV)
yang termasuk ke dalam genus Alphacoronavirus pertama kali ditemukan pada tahun
1971. CCoV secara umum ditemukan
menginfeksi anjing muda dengan gejala klinis diare ringan. Infeksi pada anjing
muda biasanya bersifat fatal jika ditemukan adanya koinfeksi dengan penyakit
lain seperti parvovirus (Decaro et al. 2015).
Anjing juga dapat terinfeksi oleh canine respiratory coronavirus (CRCoV)
dari genus Betacoronavirus
dengan gejala klinis batuk, bersin disertai nasal discharge hingga
bronchopneumonia (Mitchell et al.
2013). Pada akhir Februari 2020, COVID-19 juga terdeteksi pada anjing tanpa
gejala klinis di Hong Kong, dengan level virus yang rendah (GovHK 2020).
Pada Hewan Ternak Sapi
Pada hewan ternak, Coronavirus dapat ditemukan pada sapi, kuda, babi dan unggas. Bovine Coronavirus (BCoV) pada sapi yang termasuk genus Betacoronavirus menyebabkan gangguan pada sistem pernafasan dan pencernaan (diare profus/berdarah, gastroenteritis, dehidrasi) pada pedet dan sapi dewasa diikuti dengan penurunan produksi dan reproduksi. Gejala klinis tersebut menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan baik pada industri sapi pedaging dan perah.
Reseptor Coronavirus
Aminopeptidase N (HCoV-229E; FCoV; CCoV; TGEV; PEDV),
Receptor untuk SARS-CoV
Angiotensin-Converting Enzyme 2 (ACE2) didentifikasi sebagai receptor fungsional SARS-CoV.
Pohon filogenetik berdasarkan ORFla/b, spike, envelope, membrane dan nukleoprotein menunjukkan bahwa virus penyebab COVID-19 terletak pada cluster yang sama dengan bat, civet dan SARS coronavirus meskipun domain receptor binding protein spike hanya memiliki kemiripan sebesar 40% dengan SARS-related CoV lainnya. Akhirnya WHO memberi nama virus baru 2019-nCoV menjadi SARS-CoV-2.
x
Pada Hewan Ternak Sapi
Pada hewan ternak, Coronavirus dapat ditemukan pada sapi, kuda, babi dan unggas. Bovine Coronavirus (BCoV) pada sapi yang termasuk genus Betacoronavirus menyebabkan gangguan pada sistem pernafasan dan pencernaan (diare profus/berdarah, gastroenteritis, dehidrasi) pada pedet dan sapi dewasa diikuti dengan penurunan produksi dan reproduksi. Gejala klinis tersebut menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan baik pada industri sapi pedaging dan perah.
Reseptor Coronavirus
Aminopeptidase N (HCoV-229E; FCoV; CCoV; TGEV; PEDV),
Receptor untuk SARS-CoV
Angiotensin-Converting Enzyme 2 (ACE2) didentifikasi sebagai receptor fungsional SARS-CoV.
Pohon filogenetik berdasarkan ORFla/b, spike, envelope, membrane dan nukleoprotein menunjukkan bahwa virus penyebab COVID-19 terletak pada cluster yang sama dengan bat, civet dan SARS coronavirus meskipun domain receptor binding protein spike hanya memiliki kemiripan sebesar 40% dengan SARS-related CoV lainnya. Akhirnya WHO memberi nama virus baru 2019-nCoV menjadi SARS-CoV-2.
x
Pada Hewan Ternak Kuda
Pada tahun 1999, ECoV pertama kali diisolasi dari anak
kuda berusia 2 minggu dengan gejala klinis diare di USA. ECoV menyebabkan penyakit dengan gejala
klinis demam, gastroenteritis, gangguan pencernaan berupa diare dan kolik
(Pusterla et al. 2018). ECoV termasuk dalam genus Betacoronavirus.
ECoV
menghasilkan morbiditas yang bervariasi yaitu 10-83%,
dengan mortalitas yang rendah (Fielding et al. 2015).
Pada Hewan Ternak Babi
Babi dapat
terinfeksi oleh genus Alphacoronavirus, Betacoronavirus dan Deltacoronavirus. Spesies dari
genus Alphacoronavirus yang ditemukan
menginfeksi babi di antaranya Transmissible gastroenteritis virus (TGEV), Porcine epidemic
diarrhea virus (PEDV), Porcine
respiratory Coronavirus dan swine acute diarrhea syndrome Coronavirus (SADS-CoV). Dari genus Betacoronavirus
dapat ditemukan Porcine hemagglutinating encephalomyelitis virus (PHEV), Genus Deltacoronavirus
yang ditemukan pada
babi adalah Porcine Deltacoronavirus HKU15 (PorCoV-HKU15).
TGEV dan PEDV menyebabkan gastroenteritis yang parah pada anak babi. Kerugian ekonomi peternak babi
diakibatkan oleh gejala klinis diare dan dehidrasi akibat nekrosis intestinal enterosit
dan atropi vili disertai dengan tingginya morbiditas dan mortalitas.
Pada hewan
dewasa, PEDV menimbulkan diare ringan diikuti
dengan vomit dan letargi tanpa menimbulkan kematian.
Wabah yang disebabkan oleh SADS-CoV yang dianggap berasal dari spesies kelelawar Rhinolophus menjadi
penyebab kematian lebih dari 20.000 babi muda pada 4 peternakan babi di Tiongkok. SADS-CoV menyebabkan gejala klinis berupa diare akut, vomit dan penurunan
berat badan yang drastis pada anak babi sehingga menimbulkan kerugian yang
signifikan pada industri peternakan babi.
SADS-CoV menyebabkan
mortalitas sebesar 90% pada anak babi di bawah umur 5 hari.
PHE-CoV pertama kali diisolasi dari babi muda pada tahun 1957 dengan
gangguan klinis pada sistem pencernaan dan sistem saraf (Maier et al. 2015),
Sedangkan PorCoV-HKU15 ditemukan pada babi muda dengan gejala
klinis diare, emesis, dehidrasi dan letargi.
Pada Hewan Ternak Kuda
Pada tahun 1999, ECoV pertama kali diisolasi dari anak kuda berusia 2 minggu dengan gejala klinis diare di USA. ECoV menyebabkan penyakit dengan gejala klinis demam, gastroenteritis, gangguan pencernaan berupa diare dan kolik (Pusterla et al. 2018). ECoV termasuk dalam genus Betacoronavirus. ECoV menghasilkan morbiditas yang bervariasi yaitu 10-83%, dengan mortalitas yang rendah (Fielding et al. 2015).
Pada Hewan Ternak Babi
Babi dapat terinfeksi oleh genus Alphacoronavirus, Betacoronavirus dan Deltacoronavirus. Spesies dari genus Alphacoronavirus yang ditemukan menginfeksi babi di antaranya Transmissible gastroenteritis virus (TGEV), Porcine epidemic diarrhea virus (PEDV), Porcine respiratory Coronavirus dan swine acute diarrhea syndrome Coronavirus (SADS-CoV). Dari genus Betacoronavirus dapat ditemukan Porcine hemagglutinating encephalomyelitis virus (PHEV), Genus Deltacoronavirus yang ditemukan pada babi adalah Porcine Deltacoronavirus HKU15 (PorCoV-HKU15).
TGEV dan PEDV menyebabkan gastroenteritis yang parah pada anak babi. Kerugian ekonomi peternak babi diakibatkan oleh gejala klinis diare dan dehidrasi akibat nekrosis intestinal enterosit dan atropi vili disertai dengan tingginya morbiditas dan mortalitas. Pada hewan dewasa, PEDV menimbulkan diare ringan diikuti dengan vomit dan letargi tanpa menimbulkan kematian.
Wabah yang disebabkan oleh SADS-CoV yang dianggap berasal dari spesies kelelawar Rhinolophus menjadi penyebab kematian lebih dari 20.000 babi muda pada 4 peternakan babi di Tiongkok. SADS-CoV menyebabkan gejala klinis berupa diare akut, vomit dan penurunan berat badan yang drastis pada anak babi sehingga menimbulkan kerugian
Pada Hewan Ternak Unggas
Gammacoronavirus pada hewan ternak terutama ditemukan
menginfeksi unggas (IBV,TCoV). Infectious bronchitis virus (IBV) menjadi salah satu agen penyakit yang berpengaruh pada
industri perunggasan. Infeksi IBV terutama terjadi pada
saluran pernapasan, organ reproduksi dan ginjal. Gejala klinis yang ditimbulkan
oleh IBV bervariasi tergantung dari umur ayam, patogenitas virus dan level
imunitas ayam. Selain IBV pada
ayam, Gammacoronavirus juga ditemukan menginfeksi unggas lain seperti kalkun. Turkey coronavirus (TCoV) yang diidentifikasi pada tahun 1951
merupakan agen penyebab penyakit pencernaan akut pada kalkun yang bersifat
sangat kontagius. Pada saluran
reproduksi, TCoV menyebabkan penurunan kuantitas dan kualitas telur (Guy 2020).
Pada
Satwa Liar Kelelawar
Selain pada manusia dan hewan domestikasi, Coronavirus juga dapat ditemukan pada hewan liar seperti kelelawar (Bat coronavirus/BtCoV),
burung liar dan tikus. Beberapa spesies
dari genus Alphacoronavirus
dapat ditemukan di kelelawar yaitu
BtCoV-HKU2, BtCoV-HKU8, Miniopterus bat Coronavirus 1A dan 1B dan
BtCoV-HKIMO.
BtCoV 1 termasuk ke dalam genus Alphacoronavirus
pertama yang ditemukan di Hong Kong dari tiga spesies kelelawar Miniopterus
yang berbeda yaitu Miniopterus magnate, Miniopterus pusillus dan Miniopterus
schreibersii. Virus ini dapat ditemukan
baik pada sampel feses dan saluran pernapasan tanpa memperlihatkan gejala
klinis.
Selain BtCov 1, BtCoV 1A, dan 1B, serta BtCoV-HKU8 juga
ditemukan pada kelelawar Miniopterus. BtCoV-HKU2 ditemukan pada spesies kelelawar Rhinolophus sinicus (Chinese
horseshoe) di Hong Kong dan
Guangdong. Kelelawar yang membawa virus ini tidak menunjukkan gejala klinis
namun virus dapat ditemukan pada sampel saluran pencernaan.
BtCoV-HKIMO ditemukan pada surveilans tahun 2005-2010 pada kelelawar spesies Rousettus
leschenaulti (Megachiroptera) di Guangdong dan Hipposideros pomona (Microchiroptera)
di Hong Kong. Kelelawar yang terinfeksi virus ini tidak memperlihatkan gejala
klinis, namun pada spesies kelelawar Hipposideros pomona menunjukkan berat
badan yang relatif lebih ringan dibandingkan dengan kelelawar yang tidak
terinfeksi.
Bat Betacoronavirus memiliki lebih sedikit spesies inang dengan keragaman yang lebih
rendah jika dibandingkan dengan bat Alphacoronavirus. Beberapa spesies Bat Betacoronavirus di antaranya BtCoV-HKU3, BtCoV-HKU4,
BtCoV-HKU5, dan BtCoV-HKU9. Rhinolophus
spp. (R. sinicus, R. pusillus, R. macrotis, dan R. ferrumequinum) yang menjadi
reservoir sebagian besar Betacoronavirus manusia ditemukan menjadi inang utama
SARS-like CoV di Tiongkok.
BtCoV-HKU3 ditemukan pada sampel R. sinicus di Hong Kong, sedangkan BtCoV HKU9 pertama kali ditemukan pada R.
leschenaultia di Guangdong dan pada Hipposideros sp di Yunnan (Lau et al.
2010). Kemudian rentang inang SARS-like CoV
meluas pada Chaerephon spp. di Tiongkok dan Hipposideros serta Chaerephon spp. di
Afrika (Lau et al. 2005; Li et al. 2005; Yuan et al. 2010). BtCoV-HKU4 ditemukan pada spesies kelelawar Tylonycteris pachypus, sedangkan BtCoV-HKU5 dapat ditemukan pada spesies kelelawar
Pipistrellus abramus di Hong Kong (Woo et al. 2012a).
Pada Satwa Liar Burung
Genus
Deltacoronavirus yang
menginfeksi burung liar dan babi liar terdiri dari Bulbul Coronavirus HKU11
(BuCoV-HKU11), Thrush Coronavirus HKU12 (ThCoV-HKU12), Porcine Deltacoronavirus
HKU15 (PorCoV-HKU15), Munia
Coronavirus HKU13 (MunCoV-HKU13), White-eye Coronavirus HKU16 (WECoV-HKU16), Sparrow Coronavirus HKU17 (SpCoV-HKU17), Magpie robin Coronavirus HKU18 (MRC0V-HKUI8), Night heron Coronavirus HKU19 (NHCoV-HKU19), Wigeon Coronavirus HKU20 (WiCoV-HKU20), dan Common moorhen Coronavirus HKU21 (CMCoV-HKU21) (Woo et al. 2012).
Pada Hewan Aquatik Mamalia Laut
Mamalia laut seperti lumba-lumba (Bottlenose dolphin) dan paus (Beluga whale) dapat terinfeksi genus Gammacoronavirus.
Tahun 2007, Beluga Whale coronavirus (BWCoV-SW1) berhasil diidentifikasi pada paus yang mati setelah mengalami
sakit jangka pendek dengan karakteristik gangguan pada sistem pernapasan dan
penyakit hepar akut. Pemeriksaan
patologi anatomi menunjukkan bahwa organ hepar mengalami nekrosis multifokal
dengan konsistensi merapuh (Mihindukulasuriya et al. 2008).
Tahun 2014, ditemukan novel
coronavirus pada Bottlenose
dolphin yang
diidentifikasi sebagai BdCoV-HKU22. BdCoV-HKU22 dan BWCoV-SW1
memiliki karakteristik genome dan struktur yang mirip, dengan perbedaan utama
terletak pada protein S dengan identity asam amino 74,3%-74,7% (Woo et al.
2014)
Inang
Alami Virus
Coronavirus juga
dapat ditemukan pada hewan liar seperti kelelawar, landak, kelinci liar dan
rodensia. Kelelawar merupakan mamalia dengan kemampuan terbang yang sangat baik
sehingga memiliki cakupan jarak migrasi yang lebih luas dibandingkan dengan
mamalia darat.
Cakupan jarak migrasi kelelawar yang jauh
dihubungkan dengan kemampuannya dalam mentransmisikan berbagai penyakit di
antaranya bat lyssaviruses (Rabies
virus), henipaviruses (Nipah virus dan Hendra virus), Coronavirus
(SARS-CoV, MERS-CoV, dan SADS-CoV), dan filoviruses
(Marburgvirus, Ebola virus, dan Mengla virus) (Wang & Cowled. 2015).
Diversitas coronavirus sangat dihubungkan
dengan keragaman spesies kelelawar. Terdapat
lebih dari 1.200 spesies kelelawar di seluruh dunia yang membuat kelelawar
menjadi ordo mamalia terbesar kedua setelah rodensia terhitung sekitar
seperlima dari semua spesies mamalia atau mewakili 20% keragaman mamalia di
seluruh dunia . Anthony et al. (2017)
mengestimasi bahwa setidaknya terdapat 3.204 coronavirus pada lebih dari 102 spesies
kelelawar dan beberapa di antaranya bersifat zoonosis. Beberapa spesies
coronavirus dari genus alphacoronavirus dapat ditemukan di kelelawar.
Wabah disebabkan oleh Swine acute diarrhea syndrome
coronavirus (SADS-CoV) yang
dianggap berasal dari spesies kelelawar Rhinolophus menjadi penyebab kematian
24.693 babi muda pada 4 peternakan babi di Tiongkok (Zhou et al. 2018).
Bat
betacoronavirus memiliki lebih
sedikit spesies inang dengan keragaman yang lebih rendah jika dibandingkan
dengan bat alphacoronavirus. Di antara reservoir betacoronavirus yang sebagian
besar besar ditemukan mampu menginfeksi manusia, Rhinolophus spp. (R. sinicus, R. pusillus, R. macrotis, dan R. ferrumequinum), ditemukan menjadi inang utama
SARS-like CoV di Tiongkok. Kemudian rentang inang SARS-like CoV meluas pada Chaerephon spp. di Tiongkok dan Hipposideros serta Chaerephon spp. di Afrika (Lau et al. 2005; Li et al.
2005; Yuan et al. 2010).
Beberapa bat
SARS-like CoV berpotensi untuk ditransmisikan pada manusia atau hewan lain
seperti musang karena dapat menggunakan reseptor seluler ACE2 pada manusia,
kelelawar dan musang secara efisien.
Sistem
metabolisme dan kekebalan spesifik yang dimiliki oleh kelelawar memungkinkan kelelawar
untuk resisten terhadap berbagai jenis virus. Selain itu, tingginya populasi kelelawar
diikuti dengan kebiasaan berkelompok
menjadikan kelelawar sebagai inkubator virus yang ideal untuk terjadinya
koinfeksi, rekombinasi dan penularan Coronavirus secara intra-spesies.
CORONAVIRUS
PADA MANUSIA
Human coronavirus
(HCoV) adalah penyebab infeksi saluran pernafasan pada manusia secara umum,
termasuk bronchiolitis dan pneumonia. Hingga
saat ini, telah terdeteksi 6 HCoV di antaranya OC43, 229E, NL63, HKU1,
SARS-CoV, dan MERS-CoV. HCoV-OC43
termasuk dalam genus betacoronavirus
yang ditemukan pertama kali pada tahun 1967, sedangkan H-CoV 229E yang termasuk
ke dalam genus alphacoronavirus
pertama kali dideteksi pada tahun 1962. HCoV-OC43
dan HCoV-229E bertanggung jawab atas 10
hingga 30% dari flu yang umumnya terjadi pada manusia, dan infeksi terjadi
terutama selama musim dingin dan awal musim semi. HCoV-NL63 yang termasuk dalam genus alphacoronavirus diidentifikasi pertama
kali pada tahun 2004 dari isolate pasien anak-anak dengan gejala klinis
pneumonia dan infeksi saluran pernafasan. Selain itu, infeksi oleh HCoV-NL63
juga dikaitkan dengan terjadinya laringotracheitis akut HCoV-HKIM diidentifikasi
pertama kali pada tahun 2004 dari pasien dengan manifestasi pneumonia.
SARS-CoV (severe acute respiratory syndrome,SARS)
Gejala klinis SARS adalah demam, batuk, batuk, sakit kepala, sakit
otot dan infeksi saluran napas. SARS
menyebabkan gejala klinis yang parah pada saluran pernafasan bagian bawah. Atipikal pneumonia akibat infeksi SARS
disebabkan oleh peningkatan level sitokin dan kemokin
Kasus kejadian wabah infeksi SARS di 29 negara mencapai 8.422
kasus dan 916 di antaranya bersifat fatal (CFR 11%).
Guan et al. (2003) berhasil
mengisolasi virus SARS-CoV like
pada Himalayan palm civets [Paauma larvata), raccoon dog (Nyctereutes
procyonoides) dan manusia
yang bekerja pada pasar hewan di Guangdong, Tiongkok. Kemiripan di antara SARS-CoV like pada Himalayan palm civets dan
SARS coronavirus pada manusia mencapai lebih dari 99%.
MERS-CoV
Pada
tahun 2012, ditemukan novel coronavirus (HCoV-EMC) yang menyebabkan gejala
klinis pneumonia pada manusia. Pasien
tersebut sebelumnya diketahui memiliki kontak dengan unta [Camelus dromedaries) yang menunjukkan gangguan sistem pernafasan disertai dengan nasal discharge. Van Bohemen et al. (2012) kemudian menyatakan bahwa
HCoV-EMC yang kemudian disebut sebagai MERS-CoV adalah novel betacoronavirus lineage
C.
Hingga akhir tahun 2019, MERS-CoV secara global (27 negara) meyebabkan kasus
infeksi sebesar 2.494 kasus dan 858 di antaranya bersifat fatal (CFR 34,4%)
(CDC, 2019).
Memish
et al. (2013) berhasil mengisolasi virus dari satu spesies kelelawar Taphozous perforatus yang memiliki kemiripan
nukleotida sebesar 100% dengan virus MERS-CoV pada manusia. Berdasarkan analisis pohon filogenetik,
MERS-CoV termasuk ke dalam betacoronavirus
lineage C bersama dengan bat coronaviruses
HKU4 dari spesies kelelawar Tylonycteris pachypus dan bat coronaviruses
HKU5 dari spesies kelelawar Pipistrellus abramus. Berdasarkan hal tersebut, kelelawar dianggap
menjadi reservoir dari MERS-CoV, mengingat banyak ditemukan spesies kelelawar
di Saudi Arabia, termasuk Pipistrellus sebagai pembawa bat coronaviruses HKU5
Beberapa reseptor inang yang digunakan
oleh coronavirus untuk menginfeksi di
antaranya:
Angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2)
(HCoV-NL63 dan SARS-CoV),
Dipeptidylpeptidase
4 (DPP4/CD26)
(MERS-CoV),
9-O-acetylated sialic acid (HCoV-OC43
dan HCoV-HKUl),
Carcinoembryonic
antigen-cell adhesion molecule (MHV).
193 aa
fragment (aa 318-510) protein
SARS-CoV S ditunjukkan
mengikat ACE2 lebih efisien
daripada füll SI domain
dan sebagai receptorbinding domain (RBD)
dari SARS-CoV.
Loop
subdomain (aa 424-494) yang langsung kontak dengan ACE2 disebut receptor-binding motif (RBM)
Dalam RBM inilah,
beberapa residu asam amino ditemukan berpengaruh penting terhadap receptor
binding dan mengubah dan perubahan pada RBM ini akan
menghasilkan perbedaan efisiensi binding diantara isolat SARS-CoV
Receptor untuk MERS-CoV
Dipeptidyl
peptidase 4 (DPP4, atau dikenal sebagai CD26)
didentifikasi sebagai functional receptor MERS-CoV dan conserved diantara spesies mammalia. MERS-CoV dapat menginfeksi
dan bereplikasi di sebagian besar cell lines derived from human, non-human
primate, kelelawar, babi, kambing, kuda, kelinci, civet, sapi dan domba
serta unta. Tapi MERS-CoV tidak dapat
menginfeksi mice, hamster, anjing,
ferret, dan kucing. DPP4 mengenali
RBD yang terletak di bagian SI C-terminal dari S protein MERS-CoV
RBD dari MERS-CoV terdiri dari
~240 residu, pada posisi aa 367-606, yang folding terhadap dua subdomains, core subdomain dan external subdomain.
RBD Core subdomain MERS-CoV secara struktur sama dengan RBD SARS-CoV namun
berbeda pada external subdomain
(RBM) berbeda dari SARS-CoV
Receptor untuk COVID-19
Coronavirus
(CoV) menjadi virus zoonosis ketiga pada manusia yang muncul pada
Desember 2019, di Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok. Pada 9 Januari 2020, WHO berhasil
mengidentifikasi novel coronavirus (2019-nCoV) sebagai penyebab wabah pneumonia
di Wuhan, Tiongkok.
Gejala klinis pada orang yang terinfeksi virus
ini serupa dengan infeksi (SARS-CoV) dan infeksi (MERS-CoV) yaitu pneumonia
termasuk demam, kesulitan bernapas, dan infiltrasi paru-paru bilateral pada
kasus yang paling parah.
Sequence DNA pertama
2019-nCoV telah dipublikasi secara online setelah satu hari dikonfirmasi atas nama Dr. Yong-Zhen
Zhang dan para ilmuwan di
Fudan University, Shanghai. Hal ini yang memungkinkan
para peneliti di seluruh dunia untuk mulai menganalisis coronavirus baru ini.
Kemudian WHO menyebut 2019-nCoV sebagai virus penyebab
penyakit COVID-19. Chan et al. (2020)
menyatakan bahwa secara analisis filogenetik strain virus penyebab COVID-19
yang diisolasi dari pasien asal Shenzhen yang mengunjungi Wuhan pada 29
Desember 2019 adalah novel
betacoronavirus yang termasuk ke dalam lineage
B bersama dengan SARS coronavirus pada manusia
dan diketahui memiliki kedekatan dengan bat SARS-related
coronaviruses yang ditemukan pertama kali pada Rhinolophus
sinicus di Zhejiang, Tiongkok pada tahun 2015-2017.
No comments:
Post a Comment