I. SEJARAH PENYAKIT VIRUS EBOLA
Munculnya
Ebola pada Manusia
Penyakit virus Ebola atau Ebola Virus Disease (EVD), salah satu
penyakit virus paling mematikan, ditemukan pada tahun 1976 ketika dua wabah
demam berdarah fatal yang beruntun terjadi di berbagai bagian Afrika Tengah.
Wabah pertama terjadi di Republik Demokratik Kongo (sebelumnya dikenal Zaire) di sebuah desa dekat sungai
Ebola, sehingga nama sungai tersebut menjadi nama virus itu. Wabah kedua
terjadi di Sudan Selatan, berjarak sekitar 500 mil (850 km).
Awalnya, pejabat kesehatan
masyarakat menganggap wabah ini adalah peristiwa tunggal yang terkait dengan
orang yang terinfeksi yang melakukan perjalanan antara kedua lokasi. Namun,
para ilmuwan kemudian menemukan bahwa dua wabah itu disebabkan oleh dua virus
yang berbeda secara genetik yaitu Zaire ebolavirus dan Sudan ebolavirus.
Setelah penemuan ini, para ilmuwan menyimpulkan bahwa virus tersebut berasal
dari dua sumber yang berbeda dan menyebar secara independen kepada orang-orang
di setiap daerah yang terkena dampak.
Data virus dan epidemiologi
menunjukkan bahwa virus Ebola sudah
lama ada sebelum wabah yang akhir–akhir
ini terjadi. Faktor-faktor seperti pertumbuhan populasi, perambahan ke
kawasan hutan, dan interaksi langsung dengan satwa liar (seperti konsumsi
daging hewan liar) mungkin telah berkontribusi terhadap penyebaran virus Ebola.
Identifikasi Host
Setelah penemuan virus, para
ilmuwan mempelajari ribuan hewan, serangga, dan tanaman untuk mencari
sumbernya. Gorila, simpanse, dan mamalia
lain mungkin terlibat ketika kasus pertama wabah EVD pada manusia terjadi.
Namun, mereka - seperti manusia - adalah host
"mati", yang berarti organisme mati setelah infeksi dan tidak
bertahan hidup dan menyebarkan virus ke hewan lain. Seperti virus lain dari
jenisnya, ada kemungkinan hewan host
dari virus Ebola tidak mengalami penyakit akut meskipun virus ada di organ,
jaringan, dan darahnya. Dengan demikian, virus kemungkinan dipelihara di
lingkungan dengan menyebar dari host
ke host atau melalui host perantara atau vektor.
Kelelawar buah Afrika
kemungkinan terlibat dalam penyebaran virus Ebola dan bahkan mungkin menjadi
hewan host induk. Para ilmuwan terus
mencari bukti konklusif tentang peran kelelawar dalam penularan Ebola.(1)
Virus Ebola terbaru yang terdeteksi, virus Bombali, diidentifikasi dalam sampel
dari kelelawar yang dikumpulkan di Sierra Leone. (2)
Sejarah Wabah Ebola
Sejak ditemukan pada tahun 1976,
sebagian besar kasus dan wabah penyakit Ebola telah terjadi di Afrika. Wabah
Ebola tahun 2014-2016
di Afrika Barat dimulai di daerah pedesaan di Guinea tenggara, menyebar ke
daerah perkotaan dan melintasi perbatasan dalam beberapa minggu, dan menjadi
epidemi global dalam beberapa bulan berikutnya.
Cara Penularan
Penggunaan jarum dan alat suntik
yang terkontaminasi selama wabah paling awal memungkinkan penularan dan
penguatan virus Ebola. Selama wabah pertama di Zaire (sekarang Republik
Demokratik Kongo - DRC), perawat di rumah sakit Yambuku Mission dilaporkan menggunakan lima jarum suntik untuk 300
hingga 600 pasien sehari. Kontak yang erat dengan darah yang terinfeksi,
penggunaan kembali jarum yang terkontaminasi, dan teknik perawatan yang tidak
tepat adalah sumber dari banyak penularan dari manusia ke manusia selama awal
wabah Ebola.
Pada tahun 1989, ebolavirus
Reston ditemukan pada hewan
coba monyet yang diimpor dari Filipina ke A.S. Kemudian, para ilmuwan
mengkonfirmasi bahwa virus menyebar ke seluruh populasi monyet melalui transmisi
aerosol di fasilitas tersebut. Namun, penularan melalui udara semacam itu tidak
terbukti menjadi faktor yang signifikan dalam wabah Ebola pada manusia.(4)
Penemuan virus Reston pada monyet-monyet ini dari Filipina mengungkapkan bahwa
Ebola tidak lagi terbatas di
wilayah Afrika, tetapi juga sudah terdapat di Asia.
Menjelang wabah Pantai Gading
1994, para ilmuwan dan pejabat kesehatan masyarakat memiliki pemahaman yang
lebih baik tentang bagaimana virus Ebola menyebar dan kemajuan dibuat untuk
mengurangi penularan melalui penggunaan masker wajah, sarung tangan dan pakaian
untuk petugas kesehatan. Selain itu, digunakan peralatan sekali pakai, seperti
jarum.
Selama wabah Kikwit, Zaire pada tahun 1995, komunitas kesehatan masyarakat
internasional memainkan peran yang kuat, karena sekarang secara luas disepakati
bahwa pencegahan dan pengendalian
virus Ebola sangat penting dalam mengakhiri suatu wabah. Masyarakat setempat
dididik tentang bagaimana penyakit itu menyebar; rumah sakit dikelola dengan
baik dan diisi dengan peralatan yang diperlukan; dan petugas layanan kesehatan
dilatih tentang pelaporan penyakit, identifikasi kasus pasien, dan metode untuk
mengurangi penularan dalam layanan kesehatan.(5)
Dalam wabah Ebola 2014 - 2015 di
Afrika Barat, petugas layanan kesehatan hanya mewakili 3,9% dari semua kasus
EVD yang dikonfirmasi dan kemungkinan digabungkan di Sierra Leone, Liberia, dan
Guinea.(6) Sebagai perbandingan, petugas layanan kesehatan
menyumbangkan 25% dari semua infeksi selama Wabah 1995 di Kikwit.(7)
Selama wabah 2014 - 2015 Afrika Barat, sebagian besar peristiwa penularan
adalah antara anggota keluarga (74%). Kontak langsung dengan mayat orang-orang
yang meninggal karena EVD terbukti menjadi salah satu metode penularan yang
paling berbahaya dan efektif. Perubahan perilaku masyarakat yang terkait dengan
proses pemulasaran jenazah dan penerapan praktik penguburan yang aman, sangat
penting dalam pengendalian epidemi penyakit ini.(8)
II. PENULARAN
PENYAKIT
Para ilmuwan berpikir pada awalnya orang terinfeksi virus Ebola
melalui kontak dengan hewan yang terinfeksi, seperti kelelawar buah atau
primata bukan manusia. Setelah itu, virus menyebar dari orang ke orang,
berpotensi mempengaruhi sejumlah besar orang.
Virus menyebar melalui kontak
langsung (seperti melalui kulit yang rusak atau selaput lendir di mata, hidung,
atau mulut) dengan:
• Darah atau
cairan tubuh (urin, air liur, keringat, tinja, muntah, ASI, dan air mani) dari
orang yang sakit atau telah meninggal karena Penyakit Virus Ebola (EVD)
• Benda
(seperti jarum dan alat suntik) terkontaminasi dengan cairan tubuh dari orang
yang sakit EVD atau tubuh orang yang meninggal karena EVD
• Kelelawar buah
yang terinfeksi atau primata non-manusia (seperti kera dan monyet)
• Semen dari pria yang pulih dari EVD
(melalui seks oral, vagina, atau anal). Virus ini dapat tetap dalam cairan
tubuh tertentu (termasuk air mani) dari pasien yang telah pulih dari EVD,
bahkan jika mereka tidak lagi memiliki gejala penyakit parah.
Ketika seseorang terinfeksi
Ebola, mereka tidak akan langsung menunjukkan tanda atau gejala penyakit. Virus
Ebola tidak bisa menyebar ke orang lain sampai seseorang menunjukkan tanda atau gejala EVD. Setelah
seseorang yang terinfeksi Ebola mengalami gejala penyakit, mereka dapat
menyebarkan Ebola ke orang lain.
Selain itu, virus Ebola biasanya
tidak ditularkan melalui makanan. Namun, di beberapa bagian dunia, virus Ebola
dapat menyebar melalui penanganan dan konsumsi daging hewan liar (binatang buas
yang diburu untuk dimakan). Juga tidak ada bukti bahwa nyamuk atau serangga
lain dapat menularkan virus Ebola.
Persistensi virus
Tidak diketahui risiko terinfeksi virus Ebola melalui
kontak biasa dengan korban. Namun, virus dapat tetap dalam cairan tubuh
tertentu dan terus menyebar ke orang lain setelah seseorang pulih dari infeksi.
Virus ini dapat bertahan dalam air mani, ASI, cairan mata, dan cairan tulang
belakang. Area tubuh yang mengandung cairan ini dikenal sebagai lokasi khusus secara
imunologis. Pada lokasi ini
virus dan patogen, seperti virus Ebola, dapat tetap tidak terdeteksi bahkan
setelah sistem kekebalan tubuh membersihkan virus dari lokasi lain di tubuh. Para ilmuwan sekarang mempelajari
berapa lama virus tetap berada dalam cairan tubuh ini di antara para penderita Ebola.
Selama wabah Ebola, virus dapat
menyebar dengan cepat di
fasilitas kesehatan (klinik atau rumah sakit). Dokter dan tenaga
kesehatan lain yang menyediakan perawatan harus menggunakan peralatan medis
khusus, lebih disukai sekali pakai. Pembersihan dan pembuangan instrumen yang
benar seperti jarum dan jarum suntik adalah penting. Jika instrumen tidak
sekali pakai, mereka harus disterilkan sebelum digunakan kembali.
Virus Ebola mati menggunakan desinfektan rumah sakit
yang terdaftar di Badan Perlindungan Lingkungan AS (EPA). Pada permukaan yang
kering, seperti gagang pintu dan meja, virus dapat bertahan selama beberapa
jam. Namun, dalam cairan tubuh, seperti darah, virus dapat bertahan hingga
beberapa hari pada suhu kamar.
Hewan peliharaan dan ternak
Studi serologis menunjukkan bahwa
virus Ebola telah terdeteksi pada anjing dan kucing yang ditemukan di daerah
yang terkena Ebola, tetapi tidak ada laporan tentang anjing atau kucing yang
sakit EVD, atau menyebarkan virus Ebola ke orang atau hewan lain. (9)
Hewan peliharaan eksotis atau
tidak lazim tertentu (monyet, kera, atau babi) telah dapat diketahui terinfeksi virus Ebola.
Babi adalah satu-satunya spesies ternak yang diketahui berisiko terinfeksi oleh
virus Ebola. Di Filipina dan Cina, babi secara alami terinfeksi dengan virus
Ebola Reston (Reston ebolavirus), yang tidak menyebabkan penyakit pada manusia.
Dalam pengaturan laboratorium, babi telah terserang penyakit ketika terinfeksi
dengan dosis yang sangat tinggi dari virus Zaire ebola, tetapi mereka tidak
diketahui terlibat dalam penyebaran jenis virus ini ke manusia.
Tanda dan gejala
Penyakit
Gejala EVD meliputi demam, sakit kepala parah, nyeri
otot, kelemahan, kelelahan, diare, muntah, nyeri perut, perdarahan
yang tidak dapat dijelaskan (perdarahan atau memar). Gejala dapat muncul mulai
dari hari ke 2 hingga hari ke 21 setelah kontak dengan virus, dengan rata-rata
8 hingga 10 hari. Banyak penyakit lain yang memiliki gejala umum yang sama,
seperti influenza (flu) atau malaria.
EVD merupakan penyakit yang
jarang namun akut dan seringkali mematikan. Pemulihan dari EVD tergantung pada
perawatan klinis suportif yang baik dan respons imun pasien. Studi menunjukkan
bahwa orang yang selamat dari infeksi virus Ebola memiliki antibodi yang dapat
dideteksi dalam darah hingga 10 tahun setelah pemulihan.
III. PENCEGAHAN
Penyakit virus Ebola merupakan
penyakit yang sangat langka yang hanya terjadi karena kasus yang didapat di
negara lain, yang akhirnya diikuti oleh penularan dari manusia ke manusia.
Reservoir virus tidak ada di Amerika Serikat. EVD lebih umum di beberapa bagian
Afrika sub-Sahara, dengan wabah yang kadang-kadang terjadi pada orang. Di
daerah-daerah ini, virus Ebola diyakini bersirkulasi pada tingkat yang rendah
pada populasi hewan tertentu (enzootic). Kadang-kadang orang terinfeksi virus
Ebola setelah bersentuhan dengan hewan yang terinfeksi virus ini, yang kemudian
dapat menyebabkan wabah Ebola di mana virus menyebar di antara orang-orang.
Ketika tinggal di atau bepergian
ke suatu daerah di mana terdapat virus Ebola, terdapat beberapa cara untuk
melindungi diri sendiri dan mencegah penyebaran EVD.
Sementara di daerah yang terkena
Ebola, penting untuk menghindari hal-hal berikut:
• Kontak
dengan darah dan cairan tubuh (seperti urin, feses, saliva, keringat, muntah,
ASI, semen, dan cairan vagina).
• Barang-barang
yang mungkin bersentuhan dengan darah atau cairan tubuh orang yang terinfeksi
(seperti pakaian, selimut, jarum, dan peralatan medis).
• Proses pemakaaman membutuhkan penanganan khusus bagi Jenazah
seseorang yang meninggal karena EVD.
• Kontak
dengan kelelawar, primata
bukan manusia (kera, ,monyet),
darah, cairan dan daging mentah hewan liar) atau daging dari sumber yang
tidak diketahui.
• Kontak
dengan semen dari pria yang menderita
EVD sampai diketahui virusnya hilang dari semen.
Metode pencegahan yang sama
berlaku saat tinggal di atau bepergian ke daerah yang terkena wabah Ebola.
Setelah kembali dari daerah yang terkena Ebola, dilakukan pepantauan kesehatan
selama 21 hari dan segera diberikan perawatan medis jika mengalami gejala EVD.
Vaksin Ebola
Saat ini tidak ada vaksin yang
dilisensi oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan AS (FDA) untuk melindungi
orang dari virus Ebola. Vaksin eksperimental yang disebut
rVSV-ZEBOV ditemukan sangat protektif
terhadap virus dalam uji coba yang dilakukan oleh Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) dan mitra internasional lainnya di Guinea pada tahun 2015. Lisensi FDA
untuk vaksin diharapkan pada tahun 2019. Sementara itu , 300.000 dosis telah
dilakukan untuk stockpile penggunaan darurat di bawah mekanisme pengaturan yang
sesuai (Investigasi Aplikasi Obat Baru [IND] atau Otorisasi Penggunaan Darurat
[EUA]) dalam hal wabah terjadi sebelum persetujuan FDA diterima. Para ilmuwan
terus mempelajari keamanan vaksin ini dalam populasi seperti anak-anak dan
orang dengan HIV. (10)
Kandidat vaksin Ebola lainnya,
vaksin Ebola adenovirus tipe-5 rekombinan, dievaluasi dalam uji coba fase 2 di
Sierra Leone pada tahun 2015. Respons kekebalan distimulasi oleh vaksin ini
dalam 28 hari post vaksinasi, responsnya menurun selama enam bulan setelah
injeksi. Penelitian tentang vaksin ini sedang berlangsung. (11)
KEPUSTAKAAN
1 Baseler
L., Chertow D, et. Al. The Pathogenesis of Ebola Virus
Disease. Annu.
Rev. Pathol. Mech. Dis. 2017. 12:387–418.
2 Goldstein
T. et al. The discovery of Bombali virus adds
further support for bats as hosts of ebolaviruses External. Nature Microbiology. 2018
Aug 27. [Epub ahead of print]
3 Amundsen, S. Historical Analysis of the Ebola Virus:
Prospective Implications for Primary Care Nursing Today. Clinical Excellence for Nurse
Practitioners. Vol 2. No 6. 1998.
343-351.
4 Baseler L., Chertow D, et. Al. The Pathogenesis of Ebola
Virus Disease. Annu.
Rev. Pathol. Mech. Dis. 2017. 12:387–418.
5 Amundsen, S. Historical Analysis of the Ebola Virus:
Prospective Implications for Primary Care Nursing Today. Clinical Excellence for Nurse
Practitioners. Vol 2. No 6. 1998. 343-351.
6 WHO. Health worker Ebola infections in Guinea, Liberia and
Sierra Leone: A Preliminary Report 21 May 2015. Accessed June 20,
2017. http://www.who.int/hrh/documents/21may2015_web_final.pdf
7 Khan A. et al. The Reemergence of Ebola Hemorrhagic Fever,
Democratic Republic of the Congo, 1995. J Infect Dis (1999)
179 (Suppl 1): S76-86.
8 Baseler L., Chertow D, et. Al. The Pathogenesis of Ebola
Virus Disease. Annu.
Rev. Pathol. Mech. Dis. (2017). 12:387–418.
9.
Allela L, Bourry O, Pouillot R. et al. Prevalence
of Ebola Virus Antibodies in Dogs and Human Risk. Emerging infectious diseases.
Vol. 11, No. 3, Maret 2005.
10. Henao-Restrepo AM, Camacho A, Longini I. et al. Efficacy and
effectiveness of an rVSV-vectored vaccine in preventing Ebola virus disease:
final results from the Guinea ring vaccination, open label, cluster-randomised
trial (Ebola Ca Suffit!). The
Lancet. (2017) 389: 505-518.
11. Zhu F, Wurie AH, Liang Q. et al. Safety and immunogenicity of
a recombinant adenovirus type-5 vector-based Ebola vaccine in healthy adults in
Sierra Leone: a single-centre, randomized, double-blind,
placebo-controlled, phase 2 trial. The Lancet (2017) 389: 621-28.
No comments:
Post a Comment