Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Friday, 22 March 2024

Mitigasi Emisi Gas Rumah Kaca di Peternakan

 

Strategi Mitigasi Emisi Gas Rumah Kaca Sektor Peternakan


Produk dan jasa peternakan memegang peranan penting bagi kemaslahatan manusia. Peternakan menyediakan 33% protein global dan 17% kalori global yang dikonsumsi manusia. Produksi peternakan menghasilkan hampir 40% produk domestik bruto pertanian global.

 

Sektor peternakan ini menciptakan peluang kerja yang besar bagi masyarakat di pedesaan. Selain itu, peternakan merupakan penyedia utama pangan untuk keamanan nutrisi, sekaligus sebagai sumber mata pencaharian dan pendapatan penduduk negara berkembang.

 

Laju pertumbuhan populasi dan peningkatan pendapatan penduduk di muka bumi menimbulkan permintaan produk peternakan berkembang pesat.

 

Pada saat yang sama, produksi peternakan menghadapi tekanan perubahan iklim, seperti peningkatan suhu, pola curah hujan lebih bervariasi, kondisi ekstrem lebih sering terjadi, dan peningkatan konsentrasi karbon dioksida di udara. Perubahan tersebut sangat berdampak pada kinerja peternakan di banyak wilayah. Prediksi secara luas mengindikasikan dampak negatif semakin besar.

 

Sementara itu, peternakan secara langsung merupakan sumber gas metana dan dinitrogen oksida. Secara tidak langsung menjadi sumber gas dan karbon melalui penggunaan lahan dan produksi pakan.

 

Pada tingkat global, kontribusi emisi peternakan diperkirakan mencapai 14,5% dari total emisi antropogenik. Emisi antropogenik merupakan emisi yang diakibatkan oleh aktivitas manusia, yaitu gas emisi yang berasal dari usaha peternakan, pertanian, alat transportasi, alat industri dan pembakaran hutan.

 

Pada saat ini terdapat interaksi antara perubahan iklim yang sedang berlangsung dan tuntutan peningkatan produksi peternakan. Ini menjadi tantangan bagaimana meningkatkan produksi sekaligus menurunkan dampak iklim. Termasuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK).

 

Untuk mengatasi tantangan tersebut diperlukan pemahaman mengenai dampak perubahan iklim terhadap produksi peternakan, serta dampak dari tindakan mitigasi.

 

Terdapat langkah-langkah mitigasi untuk mengurangi emisi GRK peternakan. Intensitas emisi peternakan sangat bervariasi antara sistem produksi di suatu wilayah. Potensi mitigasinya terletak pada kesenjangan antara teknik pengelolaan yang menghasilkan intensitas emisi terendah dan tertinggi.

 

Para peneliti memperkirakan bahwa emisi dari sektor peternakan dapat dikurangi sebesar 30%. Syaratnya jika produsen harus menggunakan sistem, di wilayah, dengan iklim tertentu mengadopsi praktik yang diterapkan oleh 10% produsen teratas dengan intensitas emisi terendah. Terdapat empat tindakan mitigasi untuk mengurangi emisi GRK peternakan yang akan dibahas sebagai berikut.

 

Pengelolaan sumber daya lahan

 

Mitigasi peternakan yang substansial terletak pada pengelolaan peternakan dan penggunaan lahan. Thornton dkk. (2010) memperkirakan bahwa potensi mitigasi maksimum dari pengelolaan ternak dan padang rumput sekitar 7% dari potensi mitigasi peternakan global hingga tahun 2030. Strategi yang dapat dilakukan adalah penerapan padang rumput yang lebih baik, intensifikasi pola makan ternak, perubahan bibit ternak, pengurangan tingkat penebaran, dan menurunkan intensitas penggembalaan.

 

Havlik dkk. (2014) menunjukkan bahwa pengurangan emisi yang signifikan dapat dicapai melalui perubahan ke sistem peternakan yang lebih efisien dan tidak memerlukan banyak lahan.

Kebijakan mitigasi yang menargetkan emisi terkait perubahan penggunaan lahan adalah 5–10 kali lebih efisien dibandingkan kebijakan yang hanya menargetkan emisi dari peternakan.

 

Kategori mitigasi tentang penggunaan lahan lainnya terkait penyerapan karbon, terutama berhubungan dengan produksi pangan asal tanaman. Tindakan penyerapan karbon mencakup penggunaan pengolahan tanah konservasi, pemilihan tanaman dengan hasil lebih produktif, pengurangan deforestasi, konversi lahan pertanian menjadi padang rumput, dan perbaikan spesies rumput.

 

Pengelolaan fermentasi enterik

 

Secara global, peternakan menempati sekitar 26% lahan. Sepertiga lahan peternakan digunakan untuk memproduksi pakan ternak. Fermentasi enterik merupakan sumber utama emisi metana dari ternak ruminansia. Sumber emisi ini dapat dikurangi melalui pengelolaan pola makan dan genetika.

 

Strategi nutrisi dan pemberian pakan seperti meningkatkan kecernaan hijauan dapat mengurangi emisi metana enterik sebesar 2,5–15% per unit susu yang diproduksi. Pengurangan emisi ini lebih signifikan dapat dicapai jika dikombinasikan dengan pendekatan genetik dan pengelolaan pakan. Bahan tambahan dan suplemen pakan, seperti antibiotik, lipid, biji-bijian, dan ionofor, juga telah terbukti dapat menurunkan emisi metana enterik.

 

Pengelolaan kotoran ternak

 

Kotoran ternak menghasilkan emisi nitrogen oksida dan metana. Sebagian besar terkait dengan metode penyimpanan dan penanganan. Perubahan praktik penyimpanan kotoran dapat mengurangi emisi GRK kotoran. Hal ini termasuk durasi penyimpanan yang lebih singkat, suhu penyimpanan yang lebih rendah, pemisahan kotoran padat-cair, dan penggunaan air yang lebih sedikit.

 

Proses pencernaan anaerobik, dimana mikroorganisme memecah kotoran ternak tanpa adanya oksigen, menghasilkan campuran biogas terutama metana dan karbondioksida. Biogas yang ditangkap digunakan sebagai bioenergi untuk menghasilkan panas atau listrik. Hal ini juga secara tidak langsung mengurangi emisi GRK dengan mengganti energi fosil yang menghasilkan banyak emisi. Dengan mengubah komposisi emisi dari kombinasi tradisional nitrogen oksida dan metana menjadi kombinasi karbondioksida dan metana.

Pengolahan anaerobik dapat menghasilkan pengurangan emisi GRK sebesar lebih dari 30% dibandingkan dengan pengolahan kotoran tradisional. Penyesuaian pola makan hewan dapat mengubah volume dan komposisi kotoran sehingga dapat mengurangi emisi dari kotoran.

 

Pengelolaan pupuk

 

Penggunaan pupuk untuk produksi pakan asal tanaman menyumbangkan emisi nitrogen oksida. Strategi mitigasi terkait bertujuan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan nitrogen. Upaya yang dilakukan meliputi pemanfaatan nitrogen yang dilepaskan, penerapan presisi, pupuk organik, pemuliaan tanaman, modifikasi genetik, dan perubahan spesies tanaman.

 

Namun, menghitung potensi mitigasi dalam peningkatan efisiensi pupuk pada produksi pakan ternak merupakan hal yang rumit, ini menyisakan celah untuk diteliti di masa depan.

Praktik lain yang dapat dilakukan terkait pengurangan emisi dari produksi pakan adalah dengan mengubah jenis pakan ternak.

 

Potensi penggunaan protein mikroba sebagai pengganti pakan, yang dapat menggantikan 10–19% kebutuhan protein pakan ternak berbasis tanaman konvensional, yang menghasilkan pengurangan emisi GRK pertanian sebesar 7%.

 

Kesimpulan dan Saran

 

Sektor peternakan merupakan salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca yang perlu ditanggulangi dengan tepat dan cepat. Jika tidak melakukannya akan timbul bencana yang tidak diinginkan di kemudian hari. Maka dari itu pemerintah perlu meningkatkan penerapan teknologi mitigasi akibat adanya emisi GRK dari peternakan.

Peternak harus berperan dalam upaya penurunan emisi GRK melalui budidaya ternak yang baik menggunakan bibit unggul dan pakan bermutu. Disertai kegiatan mitigasi GRK berupa pengomposan kotoran untuk pupuk dan pembuatan biogas.

 

Pemerintah perlu terus-menerus memfasilitasi mitigasi ini dengan meningkatkan program Unit Pengolahan Pupuk Organik. Penting menggalang komitmen semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam kegiatan program ini yang tersencana dan berkesinambungan.

 

SUMBER:

Pudjiatmoko. Strategi Mitigasi Emisi Gas Rumah Kaca Sektor Peternakan. Ekonomi.Okezone. 27 Februari 2024.

https://economy.okezone.com/read/2024/02/27/320/2975973/strategi-mitigasi-emisi-gas-rumah-kaca-sektor-peternakan?page=2

Tantangan Produksi Insulin Untuk Diabetes

 

Tantangan Produksi Insulin Manusia untuk Penderita Diabetes


Menurut WHO sekitar 422 juta orang di seluruh dunia menderita diabetes, sebagian besar tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Terdapat 1,5 juta orang meninggal disebabkan oleh diabetes setiap tahun. Jumlah kasus penyakit dan prevalensinya terus meningkat selama beberapa dekade terakhir. Di Indonesia sendiri, penderita diabetes mencapai 8,5 juta orang pada tahun 2013 dan diprediksi menjadi 21,3 juta orang pada tahun 2030.

 

Diabetes merupakan penyakit metabolik kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah, seiring waktu menyebabkan kerusakan serius pada jantung, pembuluh darah, mata, ginjal, dan saraf. Yang paling umum ditemui diabetes tipe 2, biasanya mengenai orang dewasa, terjadi ketika tubuh menjadi resisten terhadap insulin atau tidak menghasilkan cukup insulin. Dalam 3 dekade terakhir, prevalensi diabetes tipe 2 telah meningkat secara dramatis di berbagai negara dengan semua tingkat pendapatan.

 

Diabetes tipe 1, dulu dikenal sebagai diabetes muda atau diabetes tergantung pada insulin. Diabetes tipe 1 ini pada kondisi kronis, pankreas memproduksi sedikit insulin atau tidak memproduksinya sama sekali.

 

Bagi penderita diabetes, akses terhadap pengobatan yang terjangkau, terutama insulin, sangat penting demi kelangsungan hidupnya. Ada target yang disepakati secara global untuk menghentikan peningkatan diabetes pada tahun 2025.

 

Fungsi hormon insulin

 

Sel-sel dalam tubuh kita membutuhkan energi untuk bekerja, karena itu dibutuhkan glukosa yang akan diubah menjadi sumber energi. Namun, sel-sel tersebut tidak bisa melakukannya sendiri. Maka dari itu, sel tubuh memerlukan bantuan hormon insulin. Selain itu, fungsi hormon insulin adalah membantu proses pemindahan glukosa dari darah ke dalam sel otot, sel lemak dan sel hati untuk disimpan dalam bentuk glikogen yang digunakan sebagai cadangan energi. Jadi perannya sangat penting dalam penyimpanan dan metabolisme nutrisi.

 

Setelah 30 menit mengalami hiperglikemia (kadar glukosa darah sangat tinggi hingga mencapai >300 mg/dl.), tingkat insulin dalam darah akan meningkat. Pankreas orang dewasa yang sehat mengandung sekitar 200 unit insulin, dan jumlah sekresi insulin harian ke dalam sistem peredaran darah pada individu yang sehat berkisar antara 30 hingga 50 unit.

 

Kebutuhan Insulin meningkat

 

Prevalensi diabetes meningkat pada tingkat yang mengkhawatirkan, dengan perkiraan bahwa jumlah pasien diabetes di seluruh dunia akan mencapai 300 juta pada tahun 2025. Akibatnya, permintaan insulin akan melonjak menjadi sekitar 16.000 kg/tahun, dan produktivitas sistem ekspresi insulin yang ada saat ini tidak akan mencukupi untuk memenuhi permintaan pasar di masa depan.

 

Terdapat dua masalah, pertama terdapat peningkatan jumlah pasien diabetes yang signifikan di seluruh dunia.  Ke dua terdapat pengembangan teknik baru pemberian insulin secara inhalasi atau oral, membutuhkan dosis lebih tinggi.  Kedua masalah ini diperkirakan akan meningkatkan permintaan insulin. Teknologi manufaktur yang ada saat ini belum mampu memenuhi permintaan insulin yang murah karena keterbatasan kapasitas produksi dan biaya produksi yang tinggi.

 

Riwayat penggunaan insulin

 

Insulin pertama kali dilaporkan pada tahun 1921 dalam ekstrak pankreas oleh ilmuwan Kanada Frederick Grant Banting dan Charles Herbert Best. Sebelum insulin ditemukan, pasien diabetes tidak memiliki usia yang panjang. Terapi yang paling berhasil adalah dengan memperlakukan pasien diabetes pada diet ketat yang membatasi karbohidrat. Hal ini dapat memberi hidup pasien beberapa tahun, tetapi tidak dapat sepenuhnya menyembuhkan mereka. Banyak pasien yang meninggal karena kelaparan akibat diet ketat yang hanya memperoleh 450 kalori per hari.

 

Sir Edward Albert Sharpey-Schafer pertama kali mengusulkan pada tahun 1910 bahwa pasien diabetes disebabkan kekurangan hormon yang dihasilkan oleh pankreas. Insulin berasal dari kata latin insula, yang berarti "pulau". Frederick Banting, seorang seorang farmakolog, ahli ortopedi, dan ahli bedah lapangan asal Kanada, menemukan cara mengekstrak insulin dari pankreas anjing pada tahun 1921. Zat yang dipisahkan tampak seperti "lumpur cokelat kental", tetapi mereka tidak tahu bahwa itu akan membawa kehidupan dan harapan hidup bagi jutaan penderita diabetes.

 

Leonard Thompson, seorang anak berusia 14 tahun yang sekarat akibat diabetes di rumah sakit Toronto pada Januari 1922, menjadi orang pertama yang menerima suntikan insulin. Kadar glukosa darahnya yang sangat tinggi menurun hingga mendekati normal dalam waktu 24 jam. Hadiah Nobel Kedokteran diberikan kepada Banting dan Macleod pada tahun 1923. Tidak lama kemudian, Eli Lilly, sebuah perusahaan farmasi, mulai memproduksi insulin secara massal.

 

Produsen memproduksi beberapa insulin yang bekerja lebih lambat selama beberapa dekade berikutnya, dengan Novo Nordisk Pharmaceuticals Inc. memperkenalkan yang pertama pada tahun 1936. Insulin dari sapi digunakan untuk mengobati diabetes selama bertahun-tahun dan menyelamatkan jutaan nyawa, meskipun tidak optimal, karena banyak orang yang memberikan respon alergi.

 

Produksi insulin secara massal

 

Pada saat ini untuk memproduksi insulin telah lazim menggunakan teknik rekombinan. Produksi insulin rekombinan untuk pengobatan membutuhkan organisme inang yang sesuai dengan modifikasi pasca-translasi dan mesin pelipatan ulang yang memadai. E. coli dan S. cerevisiae telah digunakan sebagai inang secara ekstensif untuk membuat insulin manusia rekombinan untuk aplikasi pengobatan.

 

Penemuan kloning DNA oleh Stanley Cohen dan Herbert Boyer menandai dimulainya rekayasa genetik, yang memungkinkan gen ditransfer dengan mudah ke berbagai spesies biologis. Penemuan mereka mengarah pada penciptaan berbagai protein rekombinan untuk digunakan dalam bidang medis, termasuk insulin. Tahun 1978, bakteri E. coli digunakan untuk memproduksi insulin manusia sintetis pertama yang direkayasa secara genetis. Eli Lilly kemudian memasarkan insulin manusia biosintetik pertama yang dapat diakses secara komersial dengan merek Humulin pada tahun 1982, yang disahkan oleh FDA untuk penggunaan obat pada manusia.

 

Tahapan produksi insulin rekombinan

 

Produksi insulin secara besar-besaran dengan menggunakan teknologi plasmid telah berhasil dikembangkan. Biasanya hormon Insulin dibuat oleh kelenjar Langerhans pankreas manusia yang dikontrol oleh gen insulin.  Pada produksi dengan teknik rekombinan, gen insulin manusia ini diambil dari tubuh manusia. Pada saat yang sama disiapkan gelang plasmid bakteri yang terbuka.

 

Lalu, DNA gen insulin manusia disambungkan ke bagian gelang plasmid yang terbuka dengan menggunakan enzim ligase DNA. Gen insulin manusia dan plasmid yang telah menyatu membentuk lingkaran gelang plasmid tertutup disebut kimera (DNA rekombinan).

 

Kimera tersebut kemudian dimasukkan ke dalam sel bakteri E. coli. Bakteri ini akan hidup normal dan memiliki fungsi tambahan yaitu dapat memproduksi hormon insulin. Bakteri E. coli kemudian dikembangbiakkan dalam media. Bakteri tersebut kemudian mampu menghasilkan hormon insulin manusia yang dapat digunakan untuk pengobatan diabetes.

 

Prospek ke depan

 

Tantangan saat ini metode ekspresi insulin yang lebih efisien harus dikembangkan, dan metode baru rute pemberian insulin, seperti melalui inhalasi atau konsumsi. Menarik, produksi protein rekombinan dari tanaman transgenik, memiliki keunggulan biaya rendah dan kualitas protein tinggi. Tumbuhan tidak memiliki patogen bagi manusia.

Pada saat ini gen insulin manusia telah berhasil diekspresikan dalam tanaman Arabidopsis thaliana. Tanaman ini memiliki waktu generasi yang singkat yaitu hampir 6 minggu dan dapat dengan mudah tumbuh pada kondisi laboratorium dengan sinar matahari yang terbatas.

 

Tanaman tembakau menunjukkan perkecambahan biji dan tingkat kelangsungan hidup yang lebih tinggi, sedangkan tanaman selada banyak dikonsumsi di seluruh dunia dan merupakan sistem ekspresi yang sangat menarik. Kloroplas tanaman ini dapat digunakan untuk mensintesis proinsulin.

 

Stroberi merupakan buah populer di dunia, rasanya enak, mengandung beberapa vitamin, mineral, antosianin, dan asam amino esensial yang baik untuk kesehatan manusia. Sifat stroberi yang dapat dimakan menjadikannya tanaman yang berguna untuk produksi insulin, karena dapat diberikan secara oral atau dikonsumsi.

 

SUMBER:

Pudjiatmoko. Tantangan Produksi Insulin Manusia untuk Penderita Diabetes. Nasional Okezone 10 Maret 2024.

https://nasional.okezone.com/read/2024/03/10/337/2981524/tantangan-produksi-insulin-manusia-untuk-penderita-diabetes?utm_medium=sosmed&utm_source=whatsapp