Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Wednesday, 7 July 2021

Laporan Penyidikan Wabah Penyakit

 



Format Laporan Penyidikan Wabah Penyakit Hewan Menular

 

JUDUL

 

II.            RINGKASAN

-         Isinya minimal mencakup informasi yang dikirim via WhatsApp

 

III.         PENDAHULUAN

-         Latar belakang

-         Penjelasan singkat epidemiologi penyakit

-         Tujuan dilakukannya investigasi

 

IV.       METODA

         Deskripsi mengenai :

-   Waktu hewan dan lokasi terjadinya kejadian penyakit

-    Definisi kasus : Suspek, Probable, Konfirmasi

-    Pencarian kasus aktif : survey peternakan di lokasi outbreak, penelusuran, snowball sampling.

-    Wawancara dengan kuisioner

-     Investigasi laboratorium

-     Nekropsi patologi-anatomi

-     Pengambilan sampel (darah/swab/organ dll)

 

V.          HASIL

Hasil sebaiknya konsisten dengan metode serta akurat dan objektif.

-     Temuan deskriptif

-     Berapa banyak jumlah kasus yang ditemukan

-    Membuat kerangka waktu mengenai kejadian penyakit dan diidentifikasi (kasus A berhubungan dengan kasus B, C dan seterusnya)

-     Membuat kurva epidemik untuk mengatuhi distribusi penyakit berdasarkan waktu

-      Membuat peta lokasi outbreak meliputi lokasi kasus , faktor-faktor risiko yang memungkinkan (sungai, padang pengembalaan, pengepul ayam, sawah dll),

-     Identifikasi faktor- faktor risiko yang memungkinkan melalui pengumpulan data dan penghitungan frekuensi penyakit (rate, rasio dan proporsi)

-     Identifikasi hasil penelusuran berdasarkan prioritas risiko

 

VI.      PEMBAHASAN

-    Ringkasan  singkat yang berkaitan dengan tujuan

-   Interpretasi dari hasil (deskripsi suspek atau penyebab penyakit)

-   Generalisasi (apakah outbreak ini  terisolasi atau berkaitan dengan di daerah lain)

-   Jumlah/berapa banyak outbreak sejenis ini yang terjadi : pertama kali, sering terjadi, apakah ada persamaan dan perbedaan

 

VII.        KESIMPULAN

-         Menjelaskan secara singkat dan logis tentang hasil interpretasi

-         Menjelaskan hasil hipotesa

-         Menjelaskan tindakan pengendalian yang telah dilakukan

-         Limitasi

 

VIII.    PEMBELAJARAN

-     Berdasarkan pengalaman dalam menangani outbreak, ada beberapa hal yang harus diperbaiki, beberapa permasalahan tersebut dihadapi dengan solusi atau saran.

 

IX.        SARAN/REKOMENDASI

-     Tindakan pengendalian outbreak (vaksinasi, pengendalian lalu-lintas, perbaikan manajemen kandang dll)

-     Pencegahan outbreak (KIE, legislasi, studi lanjutan dengan topik yang spesifik untuk mengetahui faktor risiko)

-     Peningkatan manajemen dalam penanganan outbreak di kemudian hari (siapa saja yang terlibat, komunikasi hasil outbreak )

Identifikasi kebutuhan sumberdaya (SDM/obat obatan/logistic)

 

X.           UCAPAN TERIMAKASIH

-      Paragraf pendek berisi ucapan terima kasih kepada pihak yang berpartisipasi (bukan merupakan bagian dari Tim)

 

XI.       DAFTAR PUSTAKA

-      Berupa sumber dan acuan yang digunakan untuk melakukan metode investigasi dan/atau acuan untuk melakukan suatu pengujian laboratorium

Laporan Penyidikan Wabah Penyakit Hewan

 


FORMAT LAPORAN WA

PENYIDIKAN WABAH PENYAKIT HEWAN MENULAR 


KRITERIA KASUS YANG PERLU DILAPORKAN MELALUI WA DAPAT MEMILIH SALAH SATU KRITERIA BERIKUT:


-      Penyakit yang tergolong sindrom “p” isikhnas (ai, rabies, hog cholera, bruselosis, antraks, jembrana, pmk, eid)

-     Memiliki dampak ekonomi besar, misal penurunan produksi telur tinggi

-      Merupakan kasus dari daerah/upt perbibitan

-      Ada manusia tertular/mati (merupakan zoonosis berbahaya)

-     Penyakit yang menyebar dengan cepat, perlu respon cepat

 

PERLU DIPASTIKAN KETIKA MENERIMA WA BAHWA PENERIMA MEMBALAS JIKA SUDAH MENERIMA (ada feedback terhadap kasus tersebut)

 

JUDUL KASUS:

Tgl awal terjadi kasus: (tgl/bln/thn yaitu tanggal sebenarnya kasus dimulai saat petugas belum datang ke lapangan untuk investigasi, misalnya mungkin sudah terjadi seminggu sebelumnya)

ID kasus isikhnas: (pastikan sudah mendapat id kasus dengan melaporkan melalui kode “u” atau “p” isikhnas)

Tgl investigasi: (tgl/bln/thn saat petugas melakukan investigasi lapangan)

Tgl laporan: (tgl/bln/thn à tanggal saat petugas datang dan membuat laporan wa dan isikhnas, sebaiknya laporan dibuat saat investigasi, sehingga waktunya bersamaan)

Jam laporan: (jam saat petugas mengirim wa dan lap isikhnas)

Nama pelapor: (petugas yang mengirim wa dan isikhnas)

No HP pelapor: (no hp petugas yang melapor)

Instansi pelapor: (kantor petugas bekerja)

Pemilik ternak dan no HP: (nama pemilik ternak dan nomer hp)

 

HEWAN TERKENA

Spesies: (semua spesies yang terkena)

Ras: (ras dari spesies yang terkena, misal: ayam kampung, sapi bali, anjing kintamani)

Umur hewan: (berapa hari/minggu/bulan/tahun disesuaikan dengan spesies)

Jenis kelamin: (terutama hewan besar)

Jumlah sakit: (jumlah hewan yang terkena penyakit)

Jumlah mati : (jumlah hewan yang mati karena penyakit tersebut, dalam rentang waktu kejadian, misal : 25 ekor dalam 30 hari)

Jumlah dijual: (jumlah hewan yang dijual)

Jumlah dimusnahkan: (jumlah hewan yang dibunuh)

Jumlah berisiko: (jumlah hewan yang mungkin terkena penyakit, misal bruselosis cenderung pada sapi betina produktif, jarang pada jantan)

Jumlah populasi: (jumlah hewan secara keseluruhan baik yang sehat maupun sakit, semua umur, semua jenis kelamin)

 

2. TANDA KLINIS: (tuliskan tanda klinis yang nampak serta pemeriksaan antemortem, jika foto ditambahkan di wa berikutnya)

 

3. VAKSINASI TERAKHIR

   Tgl/bln/tahun dan jenis vaksin

 

4. ZOONOSIS/KASUS/PENULARAN KE MANUSIA: (ADA KASUS DI MANUSIA ATAU TIDAK? JIKA ADA SEBUTKAN JUMLAH MANUSIA YANG SAKIT ATAU YANG MENINGGAL)

 

5. PENYEBARAN PENYAKIT

Lokasi awal : (desa dan koordinat GPS tempat sebenarnya penyakit mulai terjadi, biasanya akan diketahui dengan mewawancarai peternak)

Lokasi penyakit dilaporkan: (desa dan koordinat gps tempat petugas melakukan investigasi penyakit pada saat membuat laporan ini)

Lokasi terdampak: (desa/kecamatan atau lokasi lain yang terkena penyakit yang sama, yang diperkirakan bersumber/tertular dari desa tempat kasus awal)

Situasi/kondisi lalu lintas daerah asal ternak masuk: (dari kab/kota/prov mana ternak berasal)

Tujuan pengiriman ternak: (mau dikirim ke kota/kab/prov mana)

Transit: (sebutkan nama kota/kab/prov tempat hewan transit/diistirahatkan)

Karantina: (sebutkan nama karantina yang dilewati utk pemeriksaan

Cek poin: (sebutkan cek poin yang dilalui utk pelaporan/pengecekan kondisi hewan)

 

6. METODE PEMELIHARAAN: (apakah sapi dikandangkan atau dipadangkan, jika ayam apakah kandang baterai atau kandang liter, atau diliarkan, à dikandangkan? dilepasliarkan? atau campur antar spesies? ceritakan dengan singkat)

 

7. BIOSEKURITI : (baik/sedang/belum adaàbiosekuritinya agar diceritakan secara singkat)

 

8. PAKAN  : (jenis makanan yang diberikan apakah pabrik atau konsentrat atau sisa restoran, jelaskan dengan singkat)

SUMBER AIR : (air pompa, air tanah, sungai, pam, dll)

 

9. PENGUJIAN LAB YG SUDAH DILAKUKAN

JENIS UJI: (uji apa yang sudah dilakukan, bisa rapid test)

HASIL UJI positif (+) ATAU negative (–) : (sebutan masing-masing hasil uji)

 

10. KEMUNGKINAN PENYEBARAN: tanah/air/udara? (apakah penyakit menular melalui tanah tercemar, air tercemar atau droplet di udara, atau ada media penyebaran lain seperti kontak fisik dll)

 

11. DIAGNOSIS BANDING : (diagnosis apa yang dapat disimpulkan, boleh lebih dari satu penyakit)

 

12. TINDAKAN YANG TELAH DILAKUKAN: (apa saja tindakan pencegahan dan pengendalian yang sudah dilakukan, misalnya stand still, vaksinasi, disinfeksi, culling, menutup pemasukan/pengiriman ternak, dll)

 

13. RENCANA TINDAK LANJUT :  (rekomendasi tindakan apa yang perlu segera dilakukan agar kasus segera berakhir atau minimal tidak menyebar)

 

14. KETERSEDIAAN SUMBER DAYA :  (sdm, obat-obatan, logistik; jenis dan jumlahnya secara detil beserta sumber logistik tersebut)

 

15. TIM INVESTIGASI (PUSAT, BALAI DAN DINAS): (nama-gelar-instansi-no HP semua anggota tim)

 

16. KADIS; KABID/KA BIDANG/KASIE: (sebutkan nama kadis lengkap dengan gelar; sebutkan nama pimpinan keswan tertinggi di lokasi tersebut lengkap dengan gelar)

Tuesday, 6 July 2021

Imunohistologis Chlamydia pada Pneumonia Kucing


 

Studi Imunohistologis Retrospektif tentang Keterlibatan Chlamydia spp. dan Virus Distemper pada Pneumonia Kucing

 

Sebuah tinjauan literatur singkat tentang pneumonia menular kucing, Chlamydia kucing dan Paramyxoviridae disajikan. Dalam sebuah penelitian retrospektif (dari 1987 hingga 1996) 245 kasus pneumonia kucing atau konjungtivitis/rinitis diselidiki: diagnosis histologis dan etiologi dibandingkan; semua paru-paru diperiksa secara imunohistologis untuk mengetahui kasus klamidia dan virus distemper anjing (CDV), tetapi tidak ada patogen yang dapat ditunjukkan. Hasil mengkonfirmasi laporan sebelumnya yang menunjukkan bahwa klamidia kucing bukan patogen paru utama dan CDV bukan agen penyebab pneumonia pada kucing seperti pada kucing besar. Tinjauan ini memberikan ringkasan penyebab dan patologi pneumonia menular yang diketahui pada kucing (berdasarkan frekuensi), meskipun beberapa etiologinya tetap tidak pasti. Ini berfokus pada klamidia dan virus distemper - penyebab pneumonia kucing yang diakui dan belum diketahui. Peran dan terutama frekuensi klamidia sebagai penyebab pneumonia kucing masih kontroversial tetapi virus distemper, yang diketahui menyebabkan pneumonia pada anjing dan kucing besar, belum ditunjukkan pada kucing. Penelitian retrospektif bertujuan untuk mengetahui kejadian klamidia pada 245 kasus feline pneumonia atau konjungtivitis/rinitis, dan untuk mengetahui adanya CDV pada paru-paru tersebut.

Sumber:

M Bart, F Guscetti, A Zurbriggen, A Pospischil, I Schiller. 2000. Feline infectious pneumonia: a short literature review and a retrospective immunohistological study on the involvement of Chlamydia spp. and distemper virus.  Vet J. 2000 May;159(3):220-30.

Sunday, 4 July 2021

Perubahan Morfologis Coxiella burnetii

 


Coxiella burnetii Memperlihatkan Perubahan Morfologis dan Menunda Fusi Fagolisosom

Coxiella burnetii, agen penyebab Q fever, adalah bakteri intraseluler obligat yang berkembang biak di lingkungan fagolisosom yang keras. Mekanisme yang mengendalikan perdagangan ke, dan kelangsungan hidup patogen di dalam, fagolisosom tidak diketahui. Dua varian morfologi yang berbeda diduga berperan dalam kelangsungan hidup C. burnetii. Varian sel kecil yang tidak aktif (SCV) tahan terhadap tekanan ekstraseluler dan varian sel besar yang lebih aktif secara metabolik (LCV) sensitif terhadap tekanan lingkungan. Untuk mendokumentasikan perubahan rasio SCV terhadap LCV sebagai respons terhadap lingkungan, protein khusus untuk SCV, ScvA, dikuantifikasi. Selama 2 jam pertama setelah internalisasi C. burnetii oleh sel J774A.1, tingkat ScvA menurun, menunjukkan perubahan dari populasi yang terutama mengandung SCV menjadi populasi yang terutama mengandung LCV. Eksperimen in vitro menunjukkan bahwa 2 jam inkubasi pada pH 5,5 menyebabkan penurunan ScvA yang signifikan berbeda dengan inkubasi pada pH 4,5. 


Mengukur internalisasi in vitro dari [35S]metionin-[35S]sistein sebagai respons terhadap pH, kami menemukan penyerapan optimal pada pH 5,5. Untuk mengeksplorasi kemungkinan bahwa setelah penyerapan C. burnetii mampu menunda fusi fagolisosom, digunakan thorium dioksida dan asam fosfatase untuk memberi label fagolisosom selama infeksi sel J774A.1. Telah ditentukan bahwa C. burnetii yang layak mampu menunda fusi fagolisosom. Hal ini merupakan pertama kalinya penundaan dalam fusi fagolisosom telah terbukti menjadi bagian dari proses infeksi mikroorganisme patogen ini.

 

Coxiella burnetii, agen penyebab Q fever, adalah organisme intraseluler obligat yang bereplikasi di dalam fagolisosom sel inang. Fagolisosom adalah lingkungan yang keras di mana C. burnetii terkena protease degradatif, spesies oksigen reaktif, dan pH di bawah 4,8 (Heinzen R A et al., 1996;  Maurin M et al., 1992). Terlepas dari ketidakmampuan C. burnetii untuk bereplikasi di bawah kondisi in vitro yang diketahui, beberapa proses metabolisme dapat didukung secara in vitro di mana pH tampaknya menjadi faktor penting. Dengan demikian, C. burnetii dapat mengangkut dan menggabungkan glukosa, glutamat (Hackstadt T and Williams J C. 1981), dan prolin (Hendrix L and Mallavia L P. 1984) dan mensintesis asam nukleat (Chen S Y et al., 1980) dan protein (Thompson H A et al., 1984) pada pH yang agak asam, tetapi tidak pada pH netral.

 

Pada 48 jam pascainfeksi, vakuola yang mengandung C. burnetii (VCB) tampaknya merupakan fagolisosom yang khas. Antibodi terhadap protein membran lisosom memberi label pada membran VCB (Heinzen R A et., 1996b). Enzim lisosom, asam fosfatase, serta penanda fase cair yang digunakan untuk memberi label lisosom, ditemukan di dalam VCB (Akporiaye E T et al., 1983; Burton P R et al., 1975). Namun, ada bukti yang menunjukkan bahwa C. burnetii mampu memodifikasi lingkungannya. Ledakan pernapasan yang menyertai fusi fagolisosom berkurang secara signifikan selama infeksi C. burnetii sel J774A.1 (Baca O G et al., 1984).

 

C. burnetii memiliki dua varian sel, varian sel besar (LCV) dan varian sel kecil (SCV), keduanya menular (Wiebe M E et al., 1972). Perbedaan morfologi antara kedua varian ini telah dijelaskan dengan cermat (Anacker R L et al., 1964,; Burton P R et al., 1975; McCaul T F. 1991;  McCaul T F et al, 1981). LCV memiliki aktivitas metabolisme yang lebih besar dan lebih sensitif terhadap tekanan lingkungan daripada SCV, sedangkan SCV yang stabil terhadap lingkungan memiliki lapisan peptidoglikan yang lebih tebal, memiliki bahan inti yang lebih terkondensasi dan, seperti namanya, berukuran lebih kecil. Berdasarkan studi ini dan bukti bahwa C. burnetii di lingkungan ekstraseluler dapat tetap menular selama lebih dari satu tahun (Williams J C. 1991), telah disarankan bahwa varian infektif dalam aerosol alami terutama SCV dan infeksi dimulai ketika sel fagosit menginternalisasi C. burnetii yang terkandung dalam aerosol yang dihirup. 


Dalam model ini, paparan lingkungan fagolisosom mengaktifkan metabolisme C. burnetii dan terjadi replikasi. Berdasarkan studi mikroskopis elektron, telah diusulkan bahwa C. burnetii intraseluler melewati siklus pertumbuhan bakteri yang khas, dengan peningkatan jumlah relatif LCV saat populasi memasuki fase log (McCaul T F. 1991). Kemudian, ketika fase stasioner mendekat, ada peningkatan jumlah SCV, dan LCV kadang-kadang membelah secara asimetris menghasilkan bentuk seperti spora (McCaul T F and Williams J C. 1981). Bakteri dilepaskan dari sel inang sebagai akibat dari lisis sel inang atau mungkin eksositosis, dan C. burnetii yang “dilepaskan secara alami” ini menginfeksi sel inang lainnya.


Penelitiannya mempertimbangkan model ini dengan memanfaatkan penemuan terbaru dari protein C. burnetii spesifik SCV, ScvA. Telah ditunjukkan bahwa ketika varian C. burnetii dipisahkan pada gradien densitas, antibodi terhadap ScvA hanya mengikat SCV yang lebih padat (Heinzen R A et al., 1996a). Menggunakan C. burnetii yang dilepaskan secara alami untuk menginfeksi sel inang, kami menemukan bahwa transisi dari SCV ke LCV terjadi segera setelah penyerapan dan bahwa transisi ini secara in vitro terjadi paling cepat pada pH yang lebih tinggi daripada yang diharapkan dalam fagolisosom. Selain itu, C. burnetii mampu menunda fusi fagolisosom, mungkin untuk memfasilitasi transisi ini dari SCV ke LCV.

 

DAFTAR PUSTAKA

1. Akporiaye E T, Rowatt J D, Aragon A A, Baca O G. Lysosomal response of a murine macrophage-like cell line persistently infected with Coxiella burnetiiInfect Immun. 1983;40:115–1162. [PMC free article] [PubMed[]

2.Anacker R L, Fukushi E G, Pickens E G, Lackman D B. Electron microscopic observations of the development of Coxiella burnetii in the chick yolk sac. J Bacteriol. 1964;88:1130–1138. [PMC free article] [PubMed[]

3. Baca O G, Akporiaye E T, Rowatt J D. Possible biochemical adaptations of Coxiella burnetii for survival within phagocytes: effect of antibody. In: Leive L, Schlessinger D, editors. Microbiology—1984. Washington, D.C.: American Society for Microbiology; 1984. pp. 269–272. []

4. Burton P R, Stueckemann J, Paretsky D. Electron microscopy studies of the limiting layers of the rickettsia Coxiella burnetiiJ Bacteriol. 1975;122:316–324. [PMC free article] [PubMed[]

5. Chen S Y, Vodkin M H, Thompson H A, Williams J C. Isolated Coxiella burnetii synthesizes DNA during acid activation in the absence of host cells. J Gen Microbiol. 1990;136:89–96. [PubMed[]

6.  Hackstadt T, Williams J C. Biochemical stratagem for obligate parasitism of eukaryotic cells by Coxiella burnetiiProc Natl Acad Sci USA. 1981;78:3240–3244. [PMC free article] [PubMed[]

7. Heinzen R A, Howe D, Mallavia L P, Rockey D D, Hackstadt T. Developmentally regulated synthesis of an unusually small, basic peptide by Coxiella burnetiiMol Microbiol. 1996a;22:9–19. [PubMed[]

8.  Heinzen R A, Scidmore M A, Rockey D D, Hackstadt T. Differential interaction with endocytic and exocytic pathways distinguish parasitophorous vacuoles of Coxiella burnetii and Chlamydia trachomatisInfect Immun. 1996b;64:796–809. [PMC free article] [PubMed[]

9. Hendrix L, Mallavia L P. Active transport of proline by Coxiella burnetiiJ Gen Microbiol. 1984;130:2857–2863. [PubMed[]

10. Maurin M, Benoliel A M, Bongrand P, Raoult D. Phagolysosomes of Coxiella burnetii-infected cell lines maintain an acidic pH during persistent infection. Infect Immun. 1992;60:5013–5016. [PMC free article] [PubMed[]

11. McCaul T F. The developmental cycle of Coxiella burnetii. In: Williams J C, Thompson H A, editors. Q fever: the biology of Coxiella burnetii. Boca Raton, Fla: CRC Press; 1991. pp. 223–258. []

12.McCaul T F, Williams J C. Developmental cycle of Coxiella burnetii: structure and morphogenesis of vegetative and sporogenic differentiations. J Bacteriol. 1981;147:1063–1076. [PMC free article] [PubMed[]

13.McCaul T F, Hackstadt T, Williams J C. Ultrastructural and biological aspects of Coxiella burnetii under physical disruptions. In: Burgdorfer W, Anacker R L, editors. Rickettsiae and rickettsial diseases. New York, N.Y: Academic Press; 1981. pp. 267–280. []

14.Thompson H A, Zuerner R L, Redd T. Protein synthesis in Coxiella burnetii. In: Leive L, Schlessinger D, editors. Microbiology—1984. Washington, D.C.: American Society for Microbiology; 1984. pp. 288–292. []

15.Wiebe M E, Burton P R, Shankel D M. Isolation and characterization of 2 cell types of Coxiella burnetii phase I. J Bacteriol. 1972;110:368–377. [PMC free article] [PubMed[]

16.Williams J C. Infectivity, virulence and pathogenicity of Coxiella burnetii for various hosts. In: Williams J C, Thompson H A, editors. Q fever: the biology of Coxiella burnetii. Boca Raton, Fla: CRC Press; 1991. pp. 21–71. []

 

Sumber:

Dale Howe and Louis P. Mallavia.  2000. Coxiella burnetii Exhibits Morphological Change and Delays Phagolysosomal Fusion after Internalization by J774A.1 Cells. Infect Immun. 2000 Jul; 68(7): 3815–3821.