Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Monday, 10 October 2016

Elemen Kunci Pendekatan One Health

 

 

Mengembangkan Elemen Kunci Pendekatan One Health di Negara Anggota dan Organisasi Mitra

 

Berikut adalah tindakan yang diidentifikasi untuk sebelas elemen pendukung utama guna mendorong kolaborasi multisektoral yang fungsional.

 

1. Kemauan Politik dan Komitmen Tingkat Tinggi

Perwakilan negara merekomendasikan pembentukan komite multisektoral nasional dan penyusunan Rencana Strategis Nasional yang didukung oleh undang-undang atau peraturan. Mitra menyarankan pembentukan unit dukungan regional dan kerangka kerja epidemiologi regional sebagai panduan bagi negara. Rekomendasi lainnya termasuk demonstrasi dampak ekonomi zoonosis serta mendapatkan dukungan dan intervensi dari organisasi internasional.

 

2. Kepercayaan

Perwakilan negara merekomendasikan pembentukan komite pengarah multisektor yang bertemu secara rutin melibatkan sektor pertanian, kesehatan manusia, perikanan, kehutanan, lingkungan, dan militer. Disarankan untuk meningkatkan transparansi antar sektor dan menyusun Kerangka Acuan (TOR) yang jelas. Disarankan juga untuk menciptakan program zoonosis terintegrasi serta program komunikasi risiko penyakit yang mempertimbangkan komponen kesehatan hewan dan manusia. Selain itu, perlu ditingkatkan mekanisme lintas sektor, khususnya dalam berbagi informasi, surveilans, respons, laboratorium, dan komunikasi risiko. Mitra menyarankan memperkuat jaringan seperti SEAOHUN, jaringan epidemiologi, dan laboratorium, serta melakukan pelatihan bersama untuk membangun kepercayaan.

 

3. Tujuan dan Prioritas Bersama

Dalam elemen ini, disarankan pembentukan komite One Health multisektor yang fungsional, pengembangan rencana strategis terintegrasi, dan penguatan berbagi data surveilans. Mitra merekomendasikan identifikasi penyakit prioritas di tingkat regional dan nasional, pembangunan tujuan bersama, serta mempertimbangkan area fokus APSED dengan pendekatan partisipatif dalam perencanaan dan pengambilan keputusan.

 

4. Pengakuan atas Manfaat Bersama

Pengembangan mekanisme pemantauan dan berbagi cerita sukses diidentifikasi sebagai tindakan kunci. Harus ada kepemilikan bersama dalam pencegahan dan pengendalian penyakit. Mitra menyarankan koordinasi donor untuk memaksimalkan hasil dan meminimalkan biaya kegiatan, serta menerapkan pendekatan APSED untuk berbagi dalam manajemen risiko.

 

5. Struktur Tata Kelola yang Kuat, Kerangka Hukum yang Selaras, dan Pengakuan terhadap Standar Internasional yang Ada

Perwakilan negara menyarankan peningkatan advokasi One Health kepada pemimpin di tingkat pusat, regional, dan lokal, pembentukan komite One Health nasional dengan visi, misi, serta TOR yang jelas, dan sekretariat dari masing-masing sektor. Disarankan juga untuk meninjau undang-undang yang ada, termasuk daftar penyakit yang wajib dilaporkan, dengan melibatkan sektor kesehatan hewan, kesehatan masyarakat, dan lingkungan. Mitra menyarankan adopsi standar OIE, pengelolaan sumber daya manusia, dan penerapan pendekatan APSED.

 

6. Sumber Daya yang Memadai dan Terdistribusi Secara Adil

Perwakilan negara merekomendasikan harmonisasi prioritas zoonosis, advokasi kepada pembuat keputusan, peningkatan sumber daya manusia, penguatan mekanisme kelembagaan, serta penganggaran untuk perencanaan terintegrasi. Mitra menyarankan koordinasi donor seperti USAID dan AusAID untuk distribusi sumber daya.

 

7. Identifikasi dan Keterlibatan Mitra yang Relevan

Disarankan pengembangan basis data mitra yang relevan melalui otoritas yang berwenang, berbagi informasi, dan pembentukan bank vaksin hewan. Perwakilan negara menyarankan berbagi informasi secara daring dan kolaborasi konsultatif. Mitra merekomendasikan forum mitra dan pertemuan konsorsium, serta menghormati tugas utama setiap mitra.

 

8. Perencanaan Kegiatan yang Terkoordinasi

Tindakan utama termasuk identifikasi penyakit prioritas, pengembangan rencana aksi, pembentukan komite inti untuk implementasi terkoordinasi, serta pertemuan multisektor reguler. Mitra mengakui kebutuhan unit dukungan regional dan kerangka strategis bersama untuk meningkatkan perencanaan terkoordinasi, termasuk surveilans untuk penyakit seperti rabies dan zoonosis EID.

 

9. Panduan Implementasi Kolaborasi Lintas Sektor

Tindakan utama termasuk orientasi untuk pembuat kebijakan, pengenalan konsep One Health dalam kurikulum sarjana, pengembangan SOP untuk penanganan wabah, dan pelatihan gabungan. Mitra merekomendasikan pengembangan kompetensi inti One Health untuk setiap profesi yang dipandu oleh SEAOHUN serta kerangka kerja strategis negara.

 

10. Pengembangan Kapasitas

Perwakilan negara menyarankan penilaian kebutuhan, pengembangan kurikulum, sertifikasi laboratorium, dan perencanaan detail. Mitra menyarankan penggunaan PVS sebagai pedoman, serta pengembangan bahan pelatihan untuk penyakit tertentu.

 

11. Sistem Kesehatan yang Kuat dan Efektif di Sektor Individu

Perwakilan negara menyarankan pemanfaatan APSED untuk memperkuat sistem kesehatan dan pengembangan sumber daya manusia. Mitra mengakui perlunya memperkuat koordinasi dan kemitraan publik-swasta.

 

SUMBER:

The Third Regional Workshop on Multi-Sectoral Collaboration on Zoonoses Prevention and Control: Leading the Way on One Health. 26–28 November 2012. The Patra Bali Resort, Bali, Indonesia.

Tuesday, 4 October 2016

Tiga Daerah Percontohan Bersiap untuk ‘One Health’

Sebagai bentuk komitmen untuk mendukung implementasi Program EPT2, Pemerintah Indonesia telah menunjuk Bengkalis (Provinsi Riau), Ketapang (Provinsi Kalimantan Barat) dan Boyolali (Provinsi Jawa Tengah) sebagai daerah percontohan untuk pencegahan dan pengendalian penyakit menular baru dan zoonosis  menggunakan pendekatan One Health.

Bengkalis, Ketapang dan Boyolali dipilih berdasarkan beberapa faktor, yaitu:
1.     Pemicu munculnya penyakit dan potensi spill-over penyakit dari hewan ke manusia;
2.     Potensi amplifikasi dan penyebaran penyakit;
3.     Dukungan dan antusiasme yang tinggi dari pemerintah daerah.

Pendekatan One Health mengedepankan keterlibatan para pemangku kepentingan di tingkat nasional dan daerah, di mana dukungan politik dan operasional dapat dicapai secara intensif dan berkelanjutan untuk mencegah dan menangani penyakit menular baru (emerging) dan yang muncul kembali (reemerging) secara terpadu.

Melalui pendekatan One Health yang menekankan pada interaksi manusia, hewan dan lingkungan, para pemangku kebijakan disinergikan untuk melakukan kolaborasi multi-sektoral. Dalam hal ini, investigasi wabah penyakit di lapangan dilakukan secara bersama-sama oleh Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.

Penunjukan tiga daerah percontohan tersebut merupakan hasil dari lokakarya yang dilaksanakan pada bulan April 2016, yang mempertemukan para pemangku kebijakan dari berbagai unsur, antara lain Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Komisi Nasional Zoonosis, Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Kementerian Dalam Negeri, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Pemerintah Provinsi Riau, Provinsi Kalimantan Barat dan Provinsi Jawa Tengah, FAO, USAID, dan WHO.

Sumber :
FAO ECTAD Indonesia News Letter, Edisi 01, Aug – Nov 2016.

Monday, 3 October 2016

Zoonotic Diseases Action Package - ZDAP

 

Paket Aksi Penyakit Zoonosis (Zoonotic Diseases Action Package - ZDAP)

 

I.  Bagaimana negara pemimpin ZDAP melibatkan negara peserta lainnya?

1.Mendorong partisipasi negara-negara dan organisasi lain dalam ZDAP serta mengupayakan agar mereka bergabung dan/atau memainkan peran kepemimpinan dalam ZDAP.

2.Semua negara peserta GHSA harus memperkuat penggunaan PVS secara selaras dengan IHR 2005 dalam kerangka JEE dan alat lainnya, sesuai dengan target yang tercantum dalam Road Map ZDAP, dengan mempertimbangkan pelajaran yang telah diperoleh serta praktik terbaik yang diterapkan di negara lain.

 

II. Apa tantangan dan peluang dalam pelaksanaan peta jalan Paket Aksi GHSA?

  • Tantangan dan peluang yang diidentifikasi dalam penggunaan PVS dan IHR 2005 dalam alat JEE, khususnya di bidang koordinasi, kolaborasi, dan keseimbangan representasi sektor, harus diperbaiki.

 

III. Kegiatan Terkini (2014 - 2016)

1.Membangun komitmen global terhadap pendekatan multisektoral untuk menangani penyakit zoonosis yang muncul dalam mendukung GSHA dalam kerangka kesehatan masyarakat.

2. Strategi ASEAN untuk Eliminasi Rabies dan Rencana Aksinya.

3. Pembaruan kegiatan dengan kelompok pengarah GHSA.

4. Konferensi OIE di Paris pada Juni 2015.

5. Konferensi Internasional ZDAP di Vietnam (Rencana Aksi ZDAP).

6.Lokakarya Asia-Pasifik tentang Kolaborasi Multisektoral untuk Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis di Sapporo, Jepang, tahun 2015.

7.  Eliminasi global rabies yang ditularkan anjing: The Time is Now serta pertemuan teknis awal dengan Pusat Kolaborasi WHO di Jenewa, 2015.

8.     Mengirim penilai untuk JEE.

9. Pertemuan kedua ZDAP di Ritz Carlton Mega Kuningan, Jakarta, 22 Agustus 2016.

 

IV. Apa mekanisme koordinasi dan upaya untuk memperkuat Paket Aksi?

1.Meningkatkan komunikasi (non-teknis) tentang pentingnya dan relevansi zoonosis serta pendekatan One Health kepada masyarakat dan pembuat kebijakan, termasuk dengan kementerian keuangan, dalam negeri, perencanaan, dan interior.

2.Semua negara peserta GHSA harus memperkuat penggunaan PVS dalam harmoni dengan JEE dan alat lainnya sesuai target yang tercantum dalam Road Map ZDAP, dengan mempertimbangkan pelajaran yang telah diperoleh serta praktik terbaik yang diterapkan di negara lain.

 

V. Apa praktik terbaik yang dapat dibagikan?

1. Program pencegahan dan pengendalian zoonosis yang terintegrasi.

2.Peningkatan pengetahuan dan keterampilan di kalangan pekerja kesehatan dan sektor pendidikan.

3. Pemberdayaan masyarakat terintegrasi melalui IEC.

4. Sistem surveilans terpadu, investigasi wabah, dan pelaporan dari kabupaten/kota, provinsi, hingga tingkat pusat (seperti flu burung, rabies, antraks).

5.  Surveilans sentinel untuk zoonosis.

6.  Jaringan Epidemiologi dan Laboratorium Zoonosis (Empat Arah Penghubung).

7.Pertemuan pakar tentang kesehatan manusia dan hewan yang terintegrasi untuk zoonosis.

 

Alat, Panduan, dan Praktik Terbaik untuk Kolaborasi 2016
 

a. Pusat Operasi Darurat (Emergency Operations Center - EOC) dan ZDAP di Vietnam.
b. Rencana Strategis Eliminasi Rabies pada Manusia di Kenya (2014-2020).
c. Proyek dan Mitra GHSA di Vietnam.
d. Tanya Jawab tentang Rabies.
e. Komik Elektronik tentang Zoonosis.
f. Buku Saku Flu Burung.

 

Koordinasi, Kerja Sama, dan Kemitraan Antar Sektor untuk Pengendalian Zoonosis di Indonesia (1972-2016)

 

1.MOU tahun 1972 (Dirjen P2P Kemenkes dan Dirjen Peternakan, Kementan): Memperkuat pengendalian zoonosis.

2.Keputusan Tiga Menteri tahun 1978 (Menteri Kesehatan, Pertanian, Dalam Negeri): Pedoman pengendalian rabies.

3. Komisi Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Pandemi tahun 2006 (Keputusan Presiden No. 7 Tahun 2006): Rencana Strategis Nasional untuk Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Pandemi Influenza.

4.Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis tahun 2011 (Keputusan Presiden No. 30 Tahun 2011): Rencana Strategis Nasional untuk Pengendalian Zoonosis Terintegrasi, 2012.

 

Model Logika ZDAP

 

1. Input:

 

a. Kebijakan dan regulasi: Panduan Teknis GHSA dan dokumen IHR.

b. Tenaga kerja dan pelatihan.

c. Dana.

d. Material: Manual dan protokol.

e. Mitra nasional: Pemerintah terkait, sektor publik, dan swasta.

f. Mitra internasional: WHO, FAO, OIE, Bank Dunia, negara mitra GHSA.

 

2. Aktivitas/Proses:


a. Penilaian dan perencanaan.

b. Pengembangan dan implementasi kerangka kerja.

c. Pengembangan tenaga kerja.

d. Kebijakan pencegahan.

e. Tanggap darurat wabah.

f. Kemitraan dan kolaborasi.

g. Komunikasi dan pelaporan.

 

3. Pemantauan dan Evaluasi

 

4. Hasil:

 

a. Jangka pendek (1-3 tahun):

  • Sistem kesehatan, laboratorium, dan surveilans mampu mendeteksi penyakit zoonosis prioritas.

  • Kebijakan nasional untuk mendeteksi, mencegah, dan mengendalikan wabah zoonosis.

  • Respons wabah bersama terhadap ancaman zoonosis secara real-time.

  • Pelatihan staf kesehatan hewan dan masyarakat dalam implementasi pendekatan One Health.

b. Jangka menengah (3-4 tahun):

  • Mengurangi waktu deteksi ancaman zoonosis.

  • Pemberitahuan dini wabah zoonosis di sektor kesehatan hewan dan manusia.

  • Inovasi dalam pencegahan, deteksi, dan respons penyakit zoonosis.

c. Jangka panjang (5+ tahun):

  • Pencegahan epidemi zoonosis yang dapat dicegah pada hewan dan manusia.

  • Mengurangi dampak wabah alami serta pelepasan patogen berbahaya secara internasional atau tidak sengaja.

 

6. Apakah perlu bantuan eksternal untuk memperkuat implementasi Paket Aksi?

1. Meningkatkan kapasitas dan jumlah sumber daya manusia.

2.Dukungan bantuan teknis (WHO dan FAO) untuk pakar zoonosis: rabies, pes, leptospirosis, antraks, dll.

3. Penguatan kapasitas laboratorium untuk zoonosis.

4. Dukungan pengembangan penelitian tentang zoonosis.

 

7. Tonggak dan Kegiatan Utama untuk 2016

1. Kolaborasi pelatihan IHR dan PVS untuk layanan kesehatan manusia dan hewan.

2.Meningkatkan dan memperkuat surveilans serta diagnosis (deteksi dini) kesehatan manusia dan hewan dengan memanfaatkan sistem yang ada.

3.Advokasi kebijakan dan regulasi tentang perdagangan dan produksi unggas serta ternak untuk pemangku kepentingan multisektoral nasional.

4.Memperkuat real-time bio-surveillance untuk implementasi pada hewan dan manusia.

5. Sosialisasi zoonosis bersama untuk tenaga kesehatan manusia dan hewan.

 

8. Rencana Aksi Lima Tahun

1. Menekankan pendekatan One Health di semua sektor pemerintah yang relevan.

2. Melaksanakan program pelatihan gabungan IHR dan PVS untuk layanan kesehatan manusia dan hewan.

3.Meningkatkan kompatibilitas data surveilans diagnostik hewan dan manusia yang ada.

4.Mengembangkan kebijakan nasional multisektoral dan pedoman regulasi yang mendukung produksi serta pemasaran unggas dan ternak.

5.Mendukung implementasi arsitektur nasional untuk real-time bio-surveillance, mencakup populasi hewan dan manusia untuk pemantauan dan pelaporan penyakit.

6.Secara aktif mengusulkan kompetensi inti dan persyaratan sistem untuk implementasi sistem surveilans.

7.Meningkatkan, menghubungkan, dan memperluas kemampuan analitis dalam sistem pelaporan penyakit untuk memastikan informasi yang relevan diterima WHO, FAO, dan OIE.

8.Memperkenalkan kerangka operasional yang mendukung pemberitahuan multisektoral untuk wabah yang dicurigai berasal dari zoonosis pada tahap awal kemunculannya.

9.Memperkenalkan sistem yang mendorong penelitian komplementer untuk tujuan kesehatan masyarakat.

 

9. Penutup