Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Monday, 20 September 2010

Potensi Tanaman Bunga Indonesia

 

 

 Jepang Melihat Potensi Pengembangan Tanaman Bunga Indonesia

 

Pe­merintah Indonesia harus meng­ubah cara melihat pengembang­an tanaman bunga atau flori­kultura yang semata-mata hanya sebagai kesibukan pedagang ta­naman. Jepang diam-diam me­lihat potensi florikultura Indo­nesia yang sesungguhnya memiliki ni­lai tambah tinggi dibandingkan dengan tanaman pangan.


Demikian diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Bunga Indonesia (Asbindo) Karen Tambayong di Jakarta, Selasa (14/9). Di Indo­nesia, potensi florikultura sudah dimasukkan dalam komoditas hortikultura.


Beberapa waktu lalu, Asbindo menerima kedatangan sejumlah peneliti Jepang, antara lain In­struktur Senior Chiba Prefecture Inba Agriculture and Forestry Promotion Center Kotake Hi­saku, Prof. Holticultural Plant Production and Physiology Gifu University Hirokazu Fukui, dan Presiden/CEO Lida Green Co Ltd Hisatoslii Iida.


Karen mengatakan, "Sejumlah pencinta sekaligus peneliti ta­naman Jepang diam-diam sudah melakukan studi adanya peluang nilai tambah dari florikultura di Indonesia. Mereka bukan men­cari peluang, tetapi justru sudah melihat adanya peluang besar yang masih dipandang sebelah mata oleh bangsa Indonesia."


Di Jawa saja, menurut Karen, total lahan potensial seluas 9,1 juta hektar, yang terbagi sekitar 4,3 juta ha lahan padi dan sekitar 4,8 juta ha untuk lahan nonpadi. Akses kepemilikan lahan hanya 0,25 ha per orang, sedangkan standarnya 2 ha per orang.


Karen mengatakan, nilai ekonomi padi hanya Rp 10 juta per ha. Padahal, kalau petani dido­rong memperkuat florikultura, nilai ekonomi dari bunga krisan bisa Rp 200 juta per ha.


Pemerintah semestinya men­dorong florikultura karena pe­ngembangan florikultura mampu mendapatkan lapangan kerja, me­ningkatkan pendapatan dan ke­mampuan petani, kesetaraan gender, industri kreatif, serta memberikan kontribusi pada produk domestik bruto.


Tahun 2008, perkembangan florikultura pada perdagangan dunia mencapai 90 miliar dollar AS. Pertumbuhan industri flo­rikultura 6 - 9 persen.


India, misalnya, nilai ekspor florikultura dengan lahan seluas 103.000 ha bisa mencapai 83,67 juta dollar AS. Kenya dengan la­han 2.000 ha bisa menghasilkan nilai ekspor 350 juta dollar AS. Etiopia dengan 2.000 ha meng­hasilkan nilai ekspor 112 juta dol­lar AS. Sementara Indonesia baru memanfaatkan 100 ha dengan nilai ekspor 19 juta dollar AS.


Ketua Dewan Hortikultura Nasional Benny Kusbini menga­takan bahwa Jepang sudah mulai melirik Indonesia sebagai negara yang sangat po­tensial. Berbagai bibit tanaman yang tentunya sudah melalui proses penelitian akan dikem­bangkan di Indonesia untuk me­menuhi pasar ekspor. Ini mem­butuhkan dukungan serius pe­merintah.


Sumber: Kompas halaman 18 tanggal 15 September 2010

Friday, 17 September 2010

Peluang Usaha Ternak Ayam Kampung

 

 Peluang Usaha Ternak Ayam Kampung Terbuka Lebar

 

Peluang usaha skala kecil, mikro, dan koperasi dalam pengembangan bisnis unggas lokal jenis ayam kampung terbuka. Permintaan daging ayam kampung terus meningkat, sementara hanya sebagian kecil yang baru bisa dipenuhi.


Pangsa Pasar Ayam Kampung

Permintaan daging ayam kampung per hari di wilayah Ja¬karta, Depok, Tangerang, dan Bekasi sekitar 280.000 ekor, dan baru dipenuhi 5 persen. Pangsa pasar daging ayam kampung di Jabodetabek sekitar 45 persen dari total pasar unggas nasional. Karena itu, peluang usahanya masih sangat terbuka.


Peningkatan pasar ayam kampung tidak akan mengganggu pasar ayam pedaging yang selama ini sudah eksis karena karakteristik konsumennya berbeda Konsumen daging ayam kampung umumnya masyarakat dengan tingkat ekonomi yang baik. Sebagian lainnya karena telah memiliki kesadaran tinggi untuk mengonsumsi produk daging ayam organik atau yang tidak melalui proses rekayasa genetika.


Cetak Biru Pengembangan Ayam Kampung

Kementerian Pertanian, saat ini tengah menyusun cetak biru pengembangan ayam kampung. Melalui cetak biru itu akan tertuang sistem pengembangan ayam kampung. Selain itu, juga memberikan proteksi usaha ternak ayam kampung dari investor besar.


Usaha ternak ayam kampung mendapat perlindungan dari pemerintah. Hanya peternak skala kecil, mikro, dan koperasi yang boleh masuk, pemodal besar tidak boleh. Kapasitas pemeliharaan maksimal 10.000 ekor. Melalui pembatasan ini diharapkan usaha ternak rakyat akan tumbuh berkembang. Diharapkan blue print sudah ditandatangani Oktober 2010.


Melalui cetak biru itu, dalam 10 tahun mendatang diharapkan pangsa pasar daging ayam kampung mencapai 25 persen dari total konsumsi daging ayam nasional, yang saat ini sebesar 5,5 persen.


Gerakkan Ekonomi Rakyat dari Pedesaan

Dengan target pasar 25 persen, diharapkan pasokan ayam kampung dalam 10 tahun mendatang mencapai 400 juta ekor setiap tahun. Bila satu ekor ayam kampung Rp 60.000, total perdagangan ayam kampung mencapai Rp 2,4 triliun. Ini tentu akan mampu menggerakkan ekonomi rakyat dan pedesaan. Belum lagi nilai perdagangan dari pakan ataupun jasa pengolahan. Saat ini baru ada 3.400 peternak ayam kampung secara intensif. Di luar itu masih ada 1 juta rumah tangga yang memelihara ayam kampung sekitar 35 ekor. Dengan pengembangan, diharapkan 100.000 rumah tangga akan beralih menjadi peternak ayam kampung intensif.


Bibit Ayam Buras

1.Bibit ayam buras yang dipelihara harus bebas dari penyakit unggas seperti Avian influenza, Newcastle disease, Fowl chollera, Fowl pox, Infectious bursal disease, dan Salmonellosis.

2.Bibit ayam buras yang dipelihara diutamakan yang berasal dari dari daerah lokasi usaha setempat.

3.Penyediaan dan pengembangan bibit ayam buras hasil persilangan antara ayam buras asli dari daerah setempat dengan ayam buras dari daerah lain atau yang disilangkan dengan ayam ras dapat dilakukan dibawah bimbingan Dinas Peternakan setempat atau lembaga / instansi teknis yang berwenang.


Kriteria Bibit Induk dan Pejantan yang Baik:

1. Bibit harus sehat dan tidak cacat;

2. Lincah dan gesit;

3. Penampilan tegap;

4. Mata bening dan bulat;

5. Rongga perut elastis;

6. Bulu halus dan mengkilat;

7. Produksi dan daya tetas tinggi;

8. Tidak mempunyai sifat kanibal;

9. Umur bibit antara 5-12 bulan untuk Induk dan 8-15 bulan untuk Pejantan.


Pakan Ayam Buras

1.Pakan yang digunakan harus cukup dan sehat.

2.Sediaan biologik, farmasetik, premiks, dan obat alami dapat digunakan pada usaha peternakan ayam buras dan telah mendapat nomor pendaftaran.


Obat Hewan Ayam Buras

1.Obat-obat, bahan kimia, hormon dan bahan biologik untuk ternak ayam buras yang digunakan adalah yang sudah terdaftar di Kementerian Pertanian.

2.Penggunaan obat hewan harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


Siapa berminat ekspor ayam kampung lezat tanpa residu antibiotik?



Referensi

 
1.Kompas halaman 18, tanggal 15 September 2010.
2.Kepmentan nomor 420/Kpts/OT.210/7/2001 tentang Pedoman Budidaya Ternak Ayam Buras yang baik (Good farming practice).

Thursday, 19 August 2010

Energi Berbahan Baku Produk Pertanian

Krisis pangan global yang dipicu booming harga komoditas telah menyadarkan banyak negara begitu pentingnya mengurangi ketergantungan pasokan pangan pada impor. Faktor penting yang menjadi kendala produksi, yakni faktor iklim dan kompetisi penggunaan lahan antara komoditas pangan dan bio-fuel.

Banyak kalangan korporasi multinasional meramaikan perburuan ”Emas Baru” yang difasilitasi habis-habisan oleh pemerintah negaranya. Bahkan, bank-bank investasi, hedge funds, dan equity funds swastapun tak ketinggalan. Rabobank menyebutkan, saat ini ada lebih dari 90 lembaga investasi baru di dunia yang dibentuk khusus dengan tujuan investasi langsung di lahan pertanian negara berkembang.

Kebutuhan Bio-diesel dan Bio-fuel di Indonesia

Menurut DJLPE tahun 2006, perkiraan permintaan bio-fuel di Indonesia pada tahun 2010 adalah sebagai berikut. Total keperluan bahan bakar diesel pada tahun 2010 sebayak 34,89 juta liter dimana diperlukan substitusi 5% bio-fuel sebanyak 1,74 juta liter dan substitusi 10% bio-fuel sebanyak 3,48 juta liter. Sedangkan Total keperluan bahan bakar gasoline sebanyak 38,27 juta liter diperlukan substitusi 5% bio-fuel sebanyak 1,91 juta liter dan 10% bio-fuel sebanyak 3,82 juta liter.


Target pemanfaatan bahan bakar biomassa

Menurut DJLPE tahun 2006, target pemanfaatan bahan bakar biomassa di Indonesia pada tahun 2010 sebagai substitusi bio-diesel (pengganti solar) sebanyak 2,41 juta kiloliter, substitusi Bio-ethanol (pengganti bensin) sebanyak 1,48 juta kiloliter. Sedangkan substitusi pengganti minyak tanah dan fuel oil (minyak bakar) masing-masing sebanyak 0,96 juta kiloliter dan 0,4 juta kiloliter. Sehingga total target substitusi bahan bakar biomassa pada tahun 2010 diperkirakan sebanyak 5,25 juta kiloliter. Dan ditargetkan total substitusi bahan bakar biomassa tersebut pada tahun 2025 sebanyak 22,26 juta kiloliter.


Potensi Indonesia memproduksi Bio-diesel dan Bio-fuel

Menurut APROBI, pada tahun 2009 dari 9 perusahaan di Indonesia berpotensi memproduksi Bio-diesel dengan kapasitas sebanyak 2.171.000 kiloliter per tahun. Untuk kebutuhan lokal diperlukan sebanyak 981.000 kiloliter.

Bahan Baku Bio-diesel dan Bio-fuel

Indonesia mempunyai sederet bahan baku produk pertanian yang bisa diolah menjadi bio-fuel dan bio-diesel. Banyak contoh pemanfaatan berbagai jenis Biomassa dan limbah Biomassa di Negara tercinta ini. CPO yang saat ini sebagai bahan baku industri pangan dan kosmetik dipromosikan menjadi bahan Bio-diesel. Serat sawit dan tandan kosong (FEB) digunakan sebagai bahan bakar boiler. Lumpur sawit yang saat ini sebagai pakan ternak sapi bisa bersaing menjadi Bio-briket. Jagung pada mulanya bahan makanan dan pakan ternak saja, sekarang komoditi tersebut sudah diperebutkan sebagai bahan baku Bio-ethanol.

Bagase bisanya untuk bahan pupuk dapat juga dijadikan bahan bakar boiler dan bahan dasar Bio-briket. Bonggol jagung bisa dijadikan bahan bakar tungku dan Bio-briket. Tetes tebu biasa untuk bahan bumbu masak dapat diolah menjadi Bio-ethanol. Sekam padi biasa digunakan untuk pakan ternak kalau diolah dapat menjadi Cogen, Bio-briket, bahan umpan gasifikasi, briket arang sekam.

Kelapa sebagai bahan pangan dan obat dapat dijadikan minyak bakar dan Bio-diesel. Serat kelapa bisasa digunakan sebagai bahan kemawan dan furniture bisa menjadi Bio-briket dan bahan bakar boiler. Batok kelapa bisa digunakan untuk arang aktif juga bisa dijadikan bahan bakar tungku dan bahan umpan gasifikasi. Limbah kandang peternakan dan rumah potong hewan bisa dijadikan Bio-gas.

Peluang Nyamplung

Nyamplung (Calophyllum inophyllum) merupakan tanaman pohon hutan yang potensial menjadi sumber energi Bio-fuel. Biji Nyamplung mempunyai rendemen tinggi, bisa mencapai 74%. Salah satu kelebihannya dalam pemanfaatannya tidak berkompetisi dengan kepentingan pangan. Produktifitas biji Nyamplung cukup tinggi yaitu 20 ton/ha/masa panen. Tanaman Nyamplung tumbuh dan tersebar merata secara alami hampir di seluruh daerah di Indonesia terutama pada daerah pesisir pantai. Regenerasinya mudah dan menunjukkan daya survival yang tinggi terhadap lingkungan. Cocok di daerah beriklim kering, pemudaan alami banyak, dan berbuah sepanjang tahun. Siapa berani berinvestasi?

Wednesday, 18 August 2010

Bacteriophage

Definisi

Bacteriophage adalah sejumlah virus yang menginfeksi bakteri dan dapat mematikannya.

Prevalence Bacteriophage di alam
Bacteriophage merupakan salah satu mikroorganisme yang banyak ditemukan hidup dipermukaan bumi. Sampai sekarang lebih dari 5.500 bacteriophage telah diketahui dan diperkirakan terdapat sekitar 10 pangkat 30 bacteriophage yang diketahui hidup pada lapisan biosfir tempat dimana bakteri biasa hidup seperti di tanah, air atau saluran pencernaan hewan.

Induk Semang spesifik
Bacteriophage merupakan parasit obligate intracelullar yang dapat berkembangbiak hanya di dalam sel induk semang. Kespesifikkan ini menunjukan bahwa bacteriphage tertentu hanya dapat menginfeksi bakteri tertentu yang mempunyai reseptor yang cocok dengan bacteriophage tersebut. Peneliti telah mengetahui jenis induk semang yang sesuai untuk bacteriophage tertentu.




















Proses Reproduksi Bacteriophage

Gambar di atas memperlihatkan skema perkembangbiakan bacteriophage dalam sel induk semangnya (bakteri). Pada setiap akhir reproduksi partikel parasit sel ini selalu menyebabkan kematian bakteri yang menjadi induk semangnya atau bakteri yang diinfeksi oleh bacteriophage tersebut. Hal ini terjadi karena ketika bacteriophage keluar dari bakteri yang terinfeksi selalu menyebabkan sel prokaryotik induk semangnya lisis. Untuk dapat masuk ke dalam sel induk semang, bacteriophage harus menempel pada reseptor yang cocok yang terdapat pada permukaan sel bakteri, didalamnya terdapat lipopolisakharida, teichoic acid, protein dan juga flagella. Setelah bacteriophage menempel pada permukaan bakteri (attachment), bacteriophage menginjeksi bahan genetiknya (DNA atau RNA) ke dalam sel induk semang. Dalam waktu beberapa menit, ribosom bakteri induk semang memulai melakukan translating mRNA bacteriophage menjadi protein. Sintesis protein dan asam nukleat induk semang yang biasanya dilakukan secara normal menjadi terganggu. Hal ini terjadi karena timbulnya proses replikasi dan perakitan bacteriophage baru serta pelisisan sel induk semang dalam rangka memproduksi bakcteriophage. Seluruh proses ini dilakukan hanya dalam waktu sekitar 22 menit.