Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Monday, 5 January 2009

Merajut diplomasi total dikala libur tahun baru 2009

Pada Pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu, Indonesia mencanangkan kembali diplomasi total. Menurut Menlu Hasan Wirayuda, Diplomasi total ialah diplomasi yang melibatkan semua komponen bangsa dalam suatu sinergi dan memandang substansi permasalahan secara integratif.

Diplomasi tersebut dilakukan antara pemerintah dengan pemerintah, swasta dengan swasta, NGO dengan NGO, masyarkat dengan masyarakat dan komponen bangsa lainnya atau kombinasinya. Dengan diplomasi total terdapat banyak langkah kreatif dan inovatif yang perlu dikembangkan oleh semua komponen bangsa.

Pada tanggal 1 Januari 2009, di pagi buta selepas subuh kami meluncur ke arah timur menuju Prefektur Ibaraki yang jaraknya 120 km dari Gotanda, Tokyo. Bersama Ketua Perhimpunan Petani dan Nelayan Sejahtera Indonesia (PPNSI) wilayah Sulawesi Selatan, Syamsari, S.Pt.MM. dan seorang mahasiswa S3 IPB yang sedang melakukan penelitian di Tokyo Marine Science University Sdri. Irma, kami bermaksud melakukan diplomasi people to people di Prefektur Ibaraki melalui partisipasi lomba lari marathon.

Pukul 08:00 tiba di Kantor Asosiasi Hortikultura dan Pertanian di Obata, Ibarakimachi, Prefektur Ibaraki. Kami melakukan persiapan dengan Mr. Syozo Fujita Pimpinan Asosiasi tersebut yang mengelola trainee bidang pertanian. Kami bersama 17 trainee bidang pertanian yang sedang berlatih di Prefektur Ibaraki membaur dengan masyarakat Mitoshi mengikuti lomba Gantan Marathon ke 34 di Mitoshi.


Meskipun udara dingin, suhu sekitar 0 derajat C, para trainee tetap bersemangat melakukan pemanasan sebelum berlomba. Lomba lari Marathon ini diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Mitoshi bertempat di taman Kairakuen di Prefektur Ibaraki.















Masyarakat Jepang biasa menyebut Marathon untuk lari selain lari cepat 100 m. Meskipun lomba ini hanya berjarak 3000 m, mereka menyebutnya lomba lari marathon. Lomba lari Marathon ini yang diselenggarakan untuk umum dari anak SD hingga dewasa, diikuti oleh 2.500 orang dimulai pukul 08.30. Setiap peserta lari mengelilingi Mizumi (danau kecil) bernama Senbakou yang kelilingnya 3 km. Tampak pada gambar suasana pendaftaran ulang sebelum lomba dimulai.










Danau mungil ini indah dihiasi pepohonan yang sudah gugur daunnya (gambar atas), dipadu kebebasan itik dan angsa berenang serta kilauan pantulan sinar mentari di permukaan air nan jernih.
















Tujuan kami berpartisipasi dalam lomba ini yaitu dalam rangka menjalin silaturahmi dengan warga di Mitoshi. Kami ingin tunjukan kepada mereka bahwa trainee dari Indonesia sehat, sportif, dan siap berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan positif yang diselenggarakan oleh masyarakat di Prefektur Ibaraki.













Tampak gambar saat lomba marathon 3000 m dimulai. Di antara waktu lomba telah dilakukan silaturahmi dengan Mr. Tachi anggota DPRD Prefektur Ibaraki. Menurut Mr. Fujita Ketua Asosiasi Hortikultura bahwa beliau menyampaikan terimakasih atas partisipasi para trainee asal Indonesia dalam kegiatan masyarakat Prefektur Ibaraki dan beliau berharap hubungan Indonesia dengan Jepang semakin erat, para trainee bisa berlatih pertanian di Ibaraki dengan sukses.










Dengan berpartisipasi dalam event penting ini, masyarakat Mitoshi dapat mengenal orang Indonesia dan mereka bersimpati terhadap masyarakat Indonesia. Salah satu buah silaturahim ini terdapat sekeluarga Jepang yang ingin mempelajari tentang Indonesia dan ingin belajar bahasa Indonesia kepada para trainee.













Pada kesempatan itu Syamsari Ketua PPNSI Wilayah Sulawesi Selatan mengajak para trainee yang berasal dari Sulawesi Selatan, ”Setelah kembali ke Sulawesi Selatan para trainee akan diajak bekerjasama membangun pertanian daerahnya, Sulawesi Selatan masih mempunyai lahan sekitar 130 ha yang siap untuk dikembangkan untuk tanaman pangan termasuk kedelai”.

Pada kesempatan yang baik ini tidak kami sia-siakan, kami tanamkan kepada para trainee bahwa profesi petani sangat mulia. Petani berjasa banyak karena telah bekerja keras memproduksi bahan makanan yang merupakan kebutuhan pokok umat manusia. Petani telah andil dalam pemenuhan gizi anak-anak pada masa pertumbuhan sehingga anak-anak tumbuh dan berkembang sehat, cerdas dan pintar. Anak-anak ini di kemudian hari kelak menjadi Lurah, Camat, Bupati, Gubernur, Menteri dan Presiden yang pandai dan bijaksana yang akan membawa Negara kita menjadi adil, makmur, sejahtera, aman sentosa”.

Pembahasan Pemberdayaan Sumber Daya Alam dengan MAFF Jepang

Dalam rangka peningkatan pemberdayaan sumber daya alam bidang Pertanian, pada tanggal 19 Desember 2008 Delegasi RI telah melakukan pembahasan penggunaan Zeolite dengan pejabat Ministry of Agriculture, Forestry and Fisheries (MAFF) Jepang. Delri terdiri dari Dr. Rudi Lumanto Staf Khusus Menteri Pertanian Bidang Inovasi dan Peningkatan Daya Saing, Dr. Mappaona Kepala Biro Perencanaan, Setjen Departemen Pertanian dan Drh. Pudjiatmoko, Ph.D Atase Pertanian KBRI Tokyo. Delri diterima oleh pejabat MAFF yaitu Mr. Tomohiro Bessho, Director Sustainable Agriculture and Soil Management Division, Agricultural Production Bureau dan Mr. Takahiko Nikaido Deputy Director.
Pembahasan pemberdayaan penggunaan sumber daya alam dengan pejabat MAFF Jepang bertujuan penjajagan kerjasama dengan Jepang dalam bidang teknologi peningkatan pemberdayaan sumber daya alam.

Sedangkan yang menjadi latar belakangnya adalah:

1) Tantangan pembangunan pertanian di Indonesia semakin berat: a) Pertumbuhan penduduk Indonesia 1,3% per tahun, b) Lahan terbatas dengan konversi yang tinggi, c) Kebutuhan pupuk semakin tinggi, d) Produksi terbatas, e) Rendahnya tingkat inovasi petani;

2) Peluang banyaknya SDA yang belum tergarap: a) Pemanfaatan Zeolite, b) Transfer technology antar petani.

Pejabat dari MAFF tersebut telah menjelaskan bahwa:

1) Untuk mencegah kondisi pertanian di Jepang semakin menurun maka perlu perhatian pemerintah.

2) Di beberapa daerah di Jepang mempunyai SDA yang bisa digunakan sebagai bahan baku untuk memperbaiki kesuburan tanah seperti Zeolite.

3) Pada mulanya belum terdapat peraturan pemakaian Zeolite sehingga pemerintah mengeluarkan peraturan standar penggunaan Zeolite yang bisa dipergunakan untuk umum.

4) Pabrik yang mengolah produk Zeolite akan mengikuti peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah tersebut.

5) Penggunaan Zeolite untuk berbagai macam keperluan di Jepang cukup banyak tetapi porsi pertanian masih kecil.

6) Pemakaian Zeolite di Jepang yang semakin lama semakin kecil karena terdapat promosi pemakaian produk organik, dan karena penggunaan Zeolite di lapangan lebih memerlukan tenaga sementara petani-petani Jepang rata-rata sudah berumur lanjut.

7) Pemerintah memberikan subsidi langsung kepada petani berupa insentif yang digunakan petani untuk mengontrol kesuburan tanahnya seperti dana untuk membeli Piranti Penguji Kandungan Hara Tanah, dalam rangka menentukan tindakan yang akan diambil untuk meningkatkan kesuburan tanahnya.

Untuk studi lapangan pada tanggal 23-24 Desember 2008 Delri melakukan kunjungan ke lapangan meninjau pabrik Nitto Funka Kogyo Co, Ltd. (NFK) yang berlokasi di Prefektur Fukushima. Sebelum melakukan kunjungan kelapangan telah dilakukan pertemuan dengan Mr. Furue Manabu Kepala Bidang Pemasaran NFK. Beliau menjelaskan bahwa fungsi Zeolit secara umum karena sifat fisiknya berporus sehingga dapat menjernihkan air dengan cara menyerap partikel kotoran yang terdapat dalam air, dapat menagkap dan melepaskan (menukar) kation-kation tanah, membuat pupuk keluar perlahan-lahan dalam tanah sehingga penggunaan pupuk lebih efisien, meningkatkan atau memperbaiki kondisi kimia tanah. Dua pabrik pengolahan Zeolite NFK terletak dekat dengan lokasi tanah berbukit yang mengandung bahan Zeolite yaitu di Iizawa dan Adachi, Prefektur Fukushima.

Pertama Delri melakukan kunjungan ke Pabrik NFK yang berlokasi di Iizaka, Prefektur Fukushima diterima oleh Mr. Sato Tsuneyoshi Wakil Kepala Bagian Produksi. Produk yang dihasilkan perusahaan NFK berfungsi untuk : a) penjernihan air, b) penggunaan untuk tambak udang (ditaburkan ke air untuk menetralisir racun, amonia, logam berbahaya), c) penggunaan untuk pupuk dalam bidang pertanian, d) penggunaan untuk makanan / ransum hewan sebagai sumber mineral.

Selanjutnya Delri melakukan kunjungan ke Pabrik NFK yang berlokasi di Adachi, Prefektur Fukushima diterima oleh Mr. Suzuki Akira Kepala Bagian Produksi. Di pabrik ini telah dilakukan observasi pembuatan media tanaman, Zeolite dari Jepang dicampur dengan Vermiculite dari Afrika Selatan, Peat (tanah gambut) dari Kanada. Dari pengolahan pabrik ini menunjukan bahwa Jepang memaksimalkan penggunaan sumber daya alamnya untuk memakmurkan negaranya. Di bawah terlihat gambar-gambar peralatan dan fasilias dalam proses pembuatan produk zeolit:

Pengambilan bahan dari tanah bukit menggunakan buldoser

















Pemilahan bahan berdasarkan ukurannya dengan cara penyaringan secara kasar dengan alat seperti pada gambar sebelah.

















Pemilahan bahan menggunakan mesin.



















Penyaringan bahan yang sudah digiling dengan mesin.


















Pengeringan bahan secara alami.



















Penampungan bahan yang sudah digiling.



















Penimbangan produk secara otomatis dan pengemasannya dengan sistem vakum seperti terlihat pada gambar sebelah.

















Salah satu kemasan produk yang sedang diamati persentase kandungannya oleh Dr. Rudi Lumanto dan Dr. Mappaona.

















Tindak lanjut dari kunjungan kerja ini adalah a) Mengkaji penggunaan teknologi tepat guna dari Jepang yang dapat diaplikasikan di Indonesia, b) Mendorong Peneliti baik dari lembaga penelitian maupun perguruan tinggi mempelajari dan mengembangkan teknologi pemanfaatan Zeolite untuk peningkatan produksi pertanian di Indonesia. c) Perlu dipertimbangankan pemberian insentif kepada para petani yang menggunakan teknologi yang direkomendasikan pemerintah. d) Penggunaan bahan Zeolite di Indonesia untuk memperbaiki tanah-tanah masam yang mempunyai pH rendah dengan cara mengikat unsur hidrogen.

Wednesday, 31 December 2008

Pembahasan Standar Produk Organik dengan MAFF Japan

Latar belakang

Indonesia telah mengembangkan sistem akreditasi dan sertifikasi pangan organik yang secara umum untuk menjamin produk pangan organik di Indonesia, dan secara khusus untuk memperoleh pengakuan sertifikasi pangan organik oleh negara lain.


Berdasarkan kerjasama antara Badan Standardisasi Nasional (BSN) dan Ministry of Agriculture, Fisheries dan Forestry (MAFF) Jepang, lembaga sertifikasi produk Indonesia yaitu PT. Mutu Agung Lestari telah ditetapkan oleh MAFF Jepang sebagai ROCB untuk produk plywood. Ini berarti sertifikat produk plywood Indonesia yang diterbitkan oleh PT. Mutu Agung Lestari diakui dan diterima oleh MAFF Jepang sebagai regulator.


Selaras dengan pendekatan tersebut, Pemerintah Indonesia bermaksud untuk mendapatkan pengakuan sistem akreditasi dan sertfifikasi pangan organik yang berlaku di Indonesia oleh Pemerintah Jepang. Sebagaimana diketahui peraturan di Jepang mensyaratkan semua produk makanan yang masuk ke Jepang wajib diberi label yang dibubuhkan berdasarkan lisensi lembaga sertifikasi yang diregistrasi MAFF Jepang. Pelabelan ini diatur dalam Japanese Agricultural Standard (JAS) Law No. 175 tahun 1950 - The Law Concerning Standardization and Proper Labelling of Agricultural and Forestry Product (revisi per 1 Maret 2006, tertera dalam article 19-8 hingga 19-10), yaitu ketentuan yang mengatur tentang pelabelan produk pertanian dan kehutanan. Aturan lain yang berkaitan dengan standardisasi produk pertanian dan kehutanan adalah aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah (No. 291 tahun 1951) dan yang dikeluarkan oleh MAFF Jepang (No. 62 tahun 1950).


Untuk mencapai maksud tersebut, Indonesia perlu mempunyai lembaga sertifikasi yang diregistrasi oleh pemerintah Jepang sebagai Registered Overseas Certifying Bodies (ROCB) yang dapat memberikan jaminan mutu pangan organik yang akan dipasarkan ke Jepang. Pelaksanaan pembentukan ROCB harus dilakukan secara komprehensif oleh berbagai pihak yang terkait di Indonesia dalam ruang lingkup perdagangan pangan organik ke Jepang.


Pada saat ini Indonesia telah ada 7 (tujuh) lembaga sertifikasi pangan organik (LSPO), yaitu: PT. Sucofindo Services; PT. Mutu Agung Lestari; Biocert; Inofice; Lesos; Persada; dan LSPO Sumbar. Namun mengingat untuk mendapatkan pengakuan sebagai ROCB untuk pangan organik perlu memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh MAFF, BSN mengadakan kunjungan kerja ke Jepang untuk menjajagi kemungkinan adanya MOU dengan pihak pemerintah Jepang, dalam hal ini dengan MAFF Jepang untuk adanya pengakuan sertifikasi pangan organik Indonesia.


Tujuan


Melakukan studi banding untuk mencari informasi tentang penerapan standar dan label pangan organik di Jepang, meliputi:
1. Peraturan tentang pangan organik,
2. Standar pangan organik,
3. Sertifikasi pangan organik,
4. Kemungkinan pengakuan (penerimaan) sertifikat yang dikeluarkan oleh Indonesia (apa persyaratannya dan apakah memerlukan MOU?)

Jadwal Pelaksanaan dan Agenda Kunjungan

1. Tanggal 10 November 208, melakukan persiapan dan kordinasi di Kedutaan Besar Republik Indonesia Tokyo, Jepang;

2. Tanggal 11 November 2008, melakukan kunjungan ke Ministry of Agriculture, Foresty and Fisheries of Japan (MAFF), di Tokyo.


Delegasi yang hadir

Pembahasan standar produk organik dengan pejabat MAFF Jepang dipimpin oleh Prof. Dr. Ir. Zaenal Bachruddin, M.Sc., Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, selaku Ketua Otoritas Kompeten Pangan Organik/OKPO. Sebagai anggota terdiri atas 2 (dua) orang wakil dari BSN, Drs. Suprapto, MPS, Kepala Pusat Sistem Penerapan Standar, dan Utomo, ST, Kepala Sub. Bidang Prasarana Penerapan Standar, serta 1 (satu) orang wakil dari Kedutaaan Besar Republik Indonesia di Jepang, Drh. Pudjiatmoko, Ph.D, Atase Pertanian.

Pelaksanaan Kerja Delri

Persiapan dan Koordinasi di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tokyo, Jepang

Pertemuan ini dilaksanakan pada tanggal 10 November 2008 di ruang kerja Atase Pertanian, KBRI Tokyo, Jepang. Pertemuan ini dihadiri oleh Sdr. Tulus Budhianto, Atase Perdagangan; Sdr. Achmad Sigit Dwiwahjono, Atase Perindustrian; Drh. Pudjiatmoko, Ph.D, Atase Pertanian; serta tim kunjungan kerja.

Pada awal pertemuan, tim menjelaskan maksud kunjungan ke MAFF Jepang, yang bertujuan untuk menjajagi kemungkinan ekspor produk pangan organik Indonesia, dengan sertifikat pangan organik yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi pangan organik di Indonesia.

Dalam pertemuan diperoleh informasi bahwa produk pangan organik di Jepang mempunyai nilai jual yang lebih baik, dengan demikian produk pangan organik mempunnyai nilai tambah yang prospektif. Selain produk pangan organik, dibahas pula produk lain yang mempunyai potensi untuk dipasarkan ke Jepang antara lain produk pisang, nanas, pepaya, mangga serta produk lainnya. Dalam pertemuan dibahas pula kendala yang dihadapi untuk ekspor ke Jepang seperti pisang masih ada bintik-bintiknya, ukuran belum seragam, dan pasokan tidak bisa berkelanjutan (sustainable).

Pembahasan Standar Produk Organik dengan Pejabat Ministry of Agriculture, Foresty and Fisheries of Japan (MAFF)

Pembahasan Standar Produk Organik dilakukan pada tanggal 11 November 2008, dan tim kunjungan kerja diterima oleh pejabat MAFF Jepang Mr. Masato Shimazaki, Associate Director Labelling and Standard Division Food Safety and Consumer Affairs Bureau, yang didampingi oleh Ms. Norie Kato, Section Chief Labelling and Standard Division Food Safety and Consumer Affairs Bureau.

Pada awal pertemuan Mr. Masato Shimazaki, menjelaskan JAS Law No. 175 Tahun 1950 tentang standardisasi dan label yang sesuai untuk produk pertanian dan kehutanan. Di dalam undang-undang tersebut dijelaskan terdapat empat label atau tanda (mark) sistem standardisasi yang dikembangkan oleh Japanes Agriculture Standard (JAS), yaitu:

1. Label yang digunakan untuk produk makanan olahan (kiri atas);

2. Label yang digunakan untuk produk ayam kampung (kanan atas);

3. Label yang digunakan untuk produk pangan organik (kiri bawah);

4. Label yang digunakan untuk produk sapi gila (kanan bawah).

Untuk produk pertanian dan kehutanan, di Jepang berlaku standar JAS (Japanese Agricultural Standard). Penetapan standar JAS diharapkan dapat meningkatkan kualitas produk, membuat proses produksi lebih efisien, memberikan kontribusi terhadap transaksi yang sederhana dan adil, serta memfasiltasi konsumen dalam memilih secara rasional.

Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, Jepang masih mengimpor produk pangan organik dengan persyaratan antara lain harus membubuhkan tanda/label organik berdasarkan lisensi yang diberikan oleh lembaga sertifikasi pangan organik terregistrasi oleh MAFF. Ini berarti masih terbuka kemungkinan ekspor pangan organik dari Indonesia ke Jepang.

Kriteria registrasi lembaga sertifikasi pangan organik untuk dalam negeri Jepang adalah ISO/IEC Guide 65 dan kriteria lainnya yang ditetapkan MAFF. Untuk dapat menjadi Registered Overseas Certifying Bodies (ROCB) selain memenuhi ISO/IEC Guide 65, negara di tempat lembaga sertifikasi pangan organik berada harus mempunyai sistem nasional yang ekuivalen dengan sistem JAS. Jadi lembaga sertifikasi pangan organik Indonesia yang diakreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN) mempunyai peluang yang sangat besar untuk menjadi ROCB karena sistem akreditasi dan sertifikasi di Indonesia untuk pangan organik berdasarkan ISO/IEC Guide 65 dan telah memenuhi persyaratan internasional.

Terdapat 2 cara untuk dapat diakui sebagai ROCB: (1) Lembaga Sertifikasi Pangan Organik (LSPO) dapat langsung mengajukan aplikasi ke MAFF; atau (2) melalui ekuivalensi sistem nasional Indonesia dengan sistem JAS. Jika pendekatan ini dapat dicapai, maka produk pangan organik Indonesia yang menggunakan logo pangan organik jika diekspor ke Jepang, oleh importir Jepang langsung dibubuhi stiker label pangan organik JAS. Ini berarti MAFF mengakui sertifikat penilaian kesesuaian (conformity assessment) yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi pangan organik di Indonesia yang diakreditasi oleh KAN.

Terkait dengan prosedur permohonan menjadi ROCB, LSPO Indonesia mengajukan aplikasi dan memenuhi semua persyaratan yang ditetapkan oleh MAFF. Semua dokumen, baik melalui aplikasi langsung maupun melalui ekuivalensi sistem nasional harus dalam bahasa Jepang. Dalam kaitan ini MAFF belum melihat perlu adanya MOU (Memorandum of Understanding). MAFF memberi informasi bahwa tidak tersedia bantuan teknis untuk pembentukan ROCB di Indonesia untuk pangan organik. MAFF hanya bisa menjelaskan persyaratan atau hal-hal yang diperlukan oleh pihak Indonesia tetapi tidak dapat membantu bagaimana harus menyiapkan atau membentuk lembaga sertifikasi pangan organik.

Kesimpulan

MAFF dapat memberikan konfirmasi bahwa lembaga sertifikasi pangan organik (LSPO) Indonesia yang diakreditasi KAN berdasarkan ISO/IEC Guide 65, terbuka kemungkinan adanya pengakuan sebagai ROCB. LSPO dapat mengajukan aplikasi langsung secara individu atau melalui ekuivalensi sistem akreditasi dan sertifikasi Indonesia dengan sistem JAS.

Langkah tindak lanjut yang diperlukan

1. Kerjasama antara Departemen Pertanian selaku Otoritas Kompeten Pangan Organik dengan BSN, KAN dan instansi terkait perlu lebih diintesifkan.

2. BSN perlu memberikan insentif kepada LSPO berupa pelatihan untuk pendalaman persyaratan MAFF terkait dengan pengakuan LSPO Indonesia sebagai ROCB.

3. BSN perlu menyiapkan segala dokumen dalam bahasa Jepang untuk persiapan ekuivalensi/kesetaraan sistem akreditasi dan sertifikasi nasional dengan sistem JAS.

4. BSN tetap memelihara komunikasi dengan MAFF baik langsung maupun melalui KBRI Tokyo untuk persiapan permohonan LSPO Indonesia menjadi ROCB.

5. KAN harus segera melakukan survailen dan memantapkan pemenuhan 7 LSPO yang telah diverifikasi oleh OKPO dan telah diserahkan pengelolaan akreditasinya kepada KAN.

Informasi umum tentang SPS (1)

Apa yang disebut SPS ?

SPS merupakan singkatan dari Sanitary and Phytosanitary Measures yang artinya tindakan-tindakan yang dilakukan untuk melindungi kehidupan atau kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan.
Perlindungan dimaksud meliputi 4 hal penting sebagai berikut:

1. Resiko yang ditimbulkan oleh masuknya, pembentukan atau penyebaran dari hama, penyakit, organism pembawa penyakit atau organism penyebab penyakit.

2. Resiko yang ditimbulkan oleh bahan tambahan makanan (food additives), pencemaran, racun atau organism penyebab penyakit yang terkandung dalam makanan, minuman atau bahan makanan.

3. Resiko terkena penyakit-penyakit yang dibawa oleh hewan, tumbuhan atau produk yang dibuat dari padanya.

4. Melakukan pencegahan dan membatasi bahaya lainnya di dalam wilayah negaranya dari masuknya, pembentukan atau penyebaran hama.

Ketentuan SPS ini berlaku secara global, karena ketentuan ini merupakan salah satu persetujuan (agreement) yang disepakati oleh seluruh negara anggota WTO pada pembentukan organisasi ini pada tahun 1994. Indonesia telah meratifikasi perjanjian tersebut dan mengundangkannya dalam hukum positif Indonesia. Regulasi ini tertuang dalam UU No. 7 tahun 1994 tentang pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization.

Selama produk yang diperdagangkan terkait dengan aturan SPS maka ketentuan ini digunakan sebagai dasar dalam persyaratan pemenuhan keberterimaan suatu produk. Seluruh anggota WTO, termasuk Indonesia sangat mungkin menggunakan ketentuan SPS dalam perdagangan antar Negara.

Isi dari perjanjian SPS-WTO pengaturan hal-hal sebagai berikut:
1. Ketentuan Umum
2. Hak dan Kewajiban
3. Harmonisasi
4. Kesepadanan
5. Analisis resiko dan penetapan tingkat perlindungan SPS
6. Adaptasi terhadap keadaan regional tranparansi
7. Prosedur pengendalian, Inspeksi dan pemberian persetujuan
8. Bantuan Teknis
9. Perlakuan Khusus dan Berbeda
10. Konsultasi dan penyelesaian perselisihan
11. Administrasi
12. Pelaksanaan
13. Ketentuan Penutup

Isu-isu SPS menjadi sangat penting belakangan ini. Dengan berangsur direduksinya hambatan berupa tariff, kuota serta subsidi dalam perdagangan internasional, maka isu-isu sentral dalam perdagangan saat ini bergerak pada yang disebut dengan hambatan non-tariff barrier. Hambatan ini diidentikan sebagai hambatan yang disebabkan oleh aspek-aspek teknis. Salah satu perjanjian di dalam WTO yang kental dengan aspek teknis tersebut adalah perjanjian tentang Sanitary and Phytosanitary Measures.

Amanah yang perlu diperhatikan oleh Negara anggota WTO sebagai rambu di dalam perdagangan menekankan 3 hal dalam perjanjian SPS yaitu sebagai berikut:
1. Tindakan SPS harus berlandaskan kajian disertai bukti ilmiah
2. Tindakan SPS harus transparan dan tidak boleh melanggar prinsip non diskriminasi
3. Tindakan SPS tidak dijadikan sebagai suatu hambatan terselubung di dalam perdagangan.

Saat ini terdapat tiga lembaga organisasi internasional yang menjadi rujukan dalam setiap tindakan SPS yang dikenal dengan three sisters adalah:
1. Codex Alimentarius Commission
2. International Plant Protection Convention
3. World Organization for Animal Health

Ruang lingkup justifikasi yang dikeluarkan oleh Codex Alimentarius Commission adalah mengatur regulasi teknis yang berkenaan dengan pangan, termasuk aspek keamanan pangan, standar, serta rekomendasi teknis lainnya. International Plant Protection Convention bertugas mengeluarkan standar-standar tentang perlindungan tanaman atau dikenal dengan International Standard for Phytosanitary Measerues (ISPM). Sedangkan World Organization for Animal Health berfungsi menetapkan peraturan (code-code) yang terkait dengan aspek kesehatan hewan.

Bila dilihat dari justifikasi yang dikeluarkan oleh ketiga lembaga diatas, tampaknya ketentuan SPS ini sangat kental nuansanya untuk perdagangan produk-produk pangan dan pertanian saja. Namun tidak sepenuhnya demikian. Pada prinsipnya, selama produk tersebut akan berdampak seperti pada alinea kedua di atas, sangat relevan ketentuan SPS diterapkan. Artinya tidak mesti hanya terbatas pada produk pangan dan pertanian saja.

Contohnya, pada kemasan kayu yang digunakan sebagai packing produk industri impor. Perhatian utama ketentuan SPS dalam hal ini bukan pada produk industri apa yang dikemas, namun pada bahan packing yang terbuat dari kayu. Maka dari itu perlu dilakukan memastikan bahwa tidak terdapat hama penyakit tertentu yang dapat terbawa pada media kayu yang digunakan sebagai kemasan produk industri tersebut.

Bersambung.

Sumber: 30 informasi umum seputar sanitary & Phytosanitary, SPS National Enquiry Point