RINGKASAN
Norovirus manusia anggota keluarga enterovirus merupakan
salah satu agen penyebab paling umum penyakit food-borne (bawaan-makanan). Dalam beberapa tahun terakhir telah
dilakukan penelitian intensif mengenai aktivitas antivirus berbahan baku tanaman
yang digunakan untuk mengawetkan makanan segar yang lebih aman untuk dikonsumsi
jika dibandingkan dengan bahan kimia sintetis. Sediaan tanaman dengan aktivitas
antimikroba terbukti berbeda dalam komposisi kimianya, secara signifikan mempengaruhi
aktivitas biologis mikroba. Kajian ini bertujuan untuk mempresentasikan hasil
penelitian terkait dengan karakteristik, penerapan, dan mekanisme aksi berbagai
persiapan dan metabolit nabati terhadap norovirus.
Pada saat ini diperlukan strategi baru untuk memerangi virus usus, tidak hanya
untuk memastikan keamanan pangan dan mengurangi infeksi pada manusia, tetapi
juga untuk menurunkan biaya kesehatan secara langsung.
1.
Introduksi
Pengetahuan tentang virus makanan tidak seluas pemahaman kita
tentang bakteri atau jamur, alasan utamanya adalah sulitnya mengisolasi dan menumbuhkan
virusnya serta memberi label pada produk makanan. Tidak seperti banyak kelompok
mikroorganisme lainnya, virus food-borne
(bawaan-makanan) tidak dapat berkembang biak dalam makanan. Namun, virus-virus
tersebut ternyata dapat bertahan dalam pemrosesan dan penyimpanan makanan [1].
Makanan yang terkontaminasi virus dapat menjadi sumber
infeksi pada konsumen. Norovirus telah dikaitkan dengan banyak wabah virus food-borne (bawaan-makanan) yang
tercatat di seluruh dunia, sedangkan virus usus lainnya, seperti human
astrovirus (HAstV), human rotavirus (HRV), sapovirus (SaV), enterovirus (EV),
atau virus Aichi (AiV) dapat menimbulkan wabah sporadis di seluruh dunia [2].
Norovirus manusia adalah penyebab utama epidemi dan radang
saluran pencernaan (gastroenteritis) akut yang terjadi secara berkala di
seluruh dunia. Virus-virus ini adalah penyebab paling umum penyakit food-borne (bawaan-makanan) di Amerika
Serikat dan Eropa, yang menimbulkan kerugian sosial puluhan miliar dolar dalam
perkiraan biaya penyakit [3,4,5].
Secara global, kejadian infeksi norovirus food-borne (bawaan-makanan) mencapai 120
juta kasus dan menimbulkan 35.000 kematian per tahun. Laporan resmi yang
diterbitkan pada tahun 2017 dan 2018 mencantumkan norovirus manusia di antara
pemicu wabah yang ditularkan melalui makanan paling sering dilaporkan. Laporan tersebut
menunjukkan bahwa virus merupakan penyebab 140 wabah (35% dari semua wabah) di
Amerika Serikat, dan 211 wabah (7,8%) di Eropa [7,8,9,10,11]. Menurut laporan RASFF (2019), 145 wabah
disebabkan oleh norovirus dan calicivirus lainnya ditemukan pada ikan dan
makanan laut, dan 14 wabah lainnya yang berkaitan dengan produk non-hewani
terdeteksi di Uni Eropa [12].
Menurut CDC, norovirus merupakan faktor etiologi yang
diidentifikasi dari gejala klinis saluran pencarnaan pada 2 dari 4 wabah pada
tahun 2020, pada 8 dari 10 wabah pada tahun 2019, dan pada 5 dari 11 wabah pada
tahun 2018 [13].
Penularan virus ke manusia melalui konsumsi makanan yang
terkontaminasi tergantung beberapa parameter, seperti stabilitas virus, metode
pengolahan makanan, dosis infeksi, dan kerentanan inang [14].
Perlu dicatat bahwa bahan makanan dapat terlindungi dari virus
selama pemrosesannya dan ketika dikonsumsi manusia. Dosis infeksi virus food-borne (bawaan-makanan) umumnya
rendah sehingga sejumlah kecil partikel virus dapat menyebabkan infeksi. Selain
itu, norovirus, sebagai kontaminan makanan, bertahan dalam makanan untuk waktu
yang lama tanpa kehilangan infektivitas [2].
Banyak strategi pengendalian yang bergantung pada sifat
internal dan eksternal makanan, misalnya pH dan pemanfaatan air, tidak efektif
melawan patogen ini. Perlakuan panas merupakan cara yang efektif untuk
menonaktifkan virus food-borne
(bawaan-makanan), tetapi dapat mengubah sifat organoleptik (misalnya, warna dan
tekstur) dan mengurangi kandungan nutrisi makanan (misalnya, protein dan
vitamin) [15].
Pada saat ini, konsumen menunjukkan peningkatan permintaan
akan produk makanan alami berkualitas tinggi. Salah satu masalah adalah
perubahan cara kita makan, sementara yang lain adalah memperkenalkan makanan
mentah atau yang diolah dengan sedikit panas ke menu sehari-hari: sushi, daging
sapi, makanan laut, dan serangga. Kerang, buah, dan sayuran menjadi ancaman
serius bagi manusia karena dimakan mentah. Makanan ini rentan terhadap
kontaminasi, karena penggunaan air yang terkontaminasi tinja untuk irigasi atau
kurangnya kesempurnaan kebersihan pribadi ketika bersentuhan dengan makanan
[17,18].
Norovirus termasuk dalam kelompok virus yang tahan terhadap
faktor eksternal. Virus ini tidak sensitif terhadap pembekuan, pemanasan jangka
pendek, radiasi pengion, asam organik, pengawet dan senyawa klorin, alkohol,
dan deterjen lainnya. Penonaktifan virus ini dapat dilakukan dengan pemanasan
60 °C selama 30 menit. Di lingkungan alaminya, virus ini dapat tetap aktif
selama beberapa minggu atau bahkan bertahun-tahun [19,20].
Faktor etiologi infeksi virus ini adalah virus mencemari
makanan dapat dicegah terutama dengan menetralisir sumber kontaminasi selama
proses sanitasi makanan. Dalam konteks kesehatan masyarakat, ini merupakan
tantangan yang besar bagi industri makanan [21,22,23].
Untuk alasan ini, baik menonaktifkan virus maupun
mempertahankan standar tinggi berisiko menurunkan karakteristik kualitas
makanan, menjadi tantangan bagi pengolah makanan. Teknologi pemrosesan makanan
non-termal yang inovatif, termasuk pemrosesan bertekanan tinggi (HPP), plasma
dingin (CP), sinar ultraviolet (UV), radiasi, dan perawatan medan listrik
berdenyut (PEF) telah diuji untuk penonaktifan virus yang ditularkan melalui
makanan, sensorik sifat, dan nilai gizi dipertahankan dari makanan olahan [14].
Dalam beberapa tahun terakhir, penelitian intensif telah
dilakukan pada sifat-sifat fitokimia dengan aktivitas antivirus. Tidak seperti
bahan kimia, metabolit ini merupakan pilihan yang aman jika digunakan sebagai
pengawet makanan segar. Strategi baru untuk memerangi virus usus diperlukan,
tidak hanya untuk memastikan keamanan pangan dan mengurangi jumlah infeksi pada
manusia tetapi juga untuk mengurangi biaya kesehatan langsung yang terkait
dengannya [5].
Tujuan dari penelitian kami adalah untuk merevisi hasil
literatur terbaru yang menggambarkan penerapan dan kemanjuran berbagai
metabolit asal tumbuhan yang dapat digunakan sebagai agen modern dan aman
lingkungan terhadap norovirus manusia bawaan makanan.
2. Karakteristik
Norovirus Manusia
Human Norovirus (HuNoV), sebelumnya dikenal sebagai
virus Norwalk, adalah virus RNA yang
tidak tersegmentasi dan tidak berselubung masuk dalam Famili Caliciviridae. Calicivirus adalah virus kecil berukuran 30-35 nm, yang terlihat
pada gambar mikroskopis sebagai partikel bulat, tanpa amplop dan paku [24]. Norovirus tidak berkembang biak secara in vitro dalam kultur sel. HuNoV, serta
penggantinya yang umum digunakan dalam uji laboratorium, yaitu murine norovirus (MNV) atau feline calicivirus (FCV), tidak memiliki
selubung, mengandung ssRNA, dan menunjukkan ketahanan yang tinggi terhadap
preparat antimikroba dan kondisi lingkungan [ 14,25].
Menurut sistematika terbaru, norovirus dibagi menjadi tujuh
kelompok gen (dari GI hingga GVII) dengan 30 genotipe yang terdeteksi secara
global. GI, GII dan GIV adalah penyebab paling umum dari infeksi manusia.
Banyak sistem surveilans epidemi internasional (CaliciNet dan NoroNet) mencatat
penularan infeksi norovirus dan memberikan informasi penting tentang penyebaran
berbagai jenis norovirus manusia. Menurut Hoa Tran dkk. [26], galur dengan
genotipe GII.4 menyumbang 70-80% dari semua wabah yang dilaporkan selama dekade
terakhir. Frekuensi genotipe bervariasi sesuai dengan tingkat populasi dan rute
penularan [27]. Genotipe GII.4 lebih sering dikaitkan dengan penyebaran melalui
kontak interpersonal, sedangkan genotipe non-GII.4, seperti GI.3, GI.6, GI.7,
GII.3, GII.6 dan GII.12, paling sering ditularkan melalui makanan [28]. Penularan
melalui air lebih sering terjadi di antara galur kelompok gen GI daripada galur
GII.7. Ini mungkin terkait dengan fakta bahwa galur GI memiliki stabilitas air
yang lebih tinggi daripada galur GII [29]. Antara tahun 2009 dan 2013, genotipe
GII.4 adalah penyebab dari 2.853 (72%) wabah di Amerika Serikat, dimana, 94%
adalah GII.4 New Orleans atau GII.4 Sydney [30].
Virus tidak berkembang biak di permukaan makanan mentah.
Partikel virus tidak akan bertambah jumlahnya ketika dimasukkan ke dalam
makanan mentah sebagai tempat kontaminasi utama mereka. Sebaliknya, jumlah
mereka dapat turun selama periode penyimpanan yang diperpanjang, atau berubah,
tergantung pada kondisi penyimpanannya. Penyimpanan dingin produk mentah,
seringkali pada suhu di bawah 0 °C, dapat mempertahankan virus yang ada di
dalamnya, meninggalkan makanan yang masih terkontaminasi sehingga berpotensi
menularkan [31].
3. Metodologi
Penelitian Mengenai Aktivitas Antivirus Fitokimia
Karena fakta bahwa ekstrak tumbuhan dapat mengandung beberapa
lusin hingga beberapa ratus senyawa, standardisasi diperlukan, dengan
mempertimbangkan profil kimianya yang unik. Sesuai dengan standar
internasional, karakteristik tersebut juga harus mencakup afiliasi sistematis
tanaman dari mana minyak atau ekstrak berasal dan menentukan sifat fisikokimia
dari fitokimia ini [32].
Aktivitas antivirus minyak atsiri dan ekstrak tumbuhan lebih
rendah dalam matriks makanan, dibandingkan dengan tes in vitro. Konsentrasi terendah minyak yang diperlukan untuk
menghambat pertumbuhan mikroorganisme dalam makanan mungkin lebih dari 1.000
kali lebih tinggi daripada yang dibutuhkan dalam kondisi model dalam studi in vitro [33].
Untuk memastikan bahwa kisaran aktivitas senyawa aktif
biologis dalam makanan ditentukan dengan tepat, perlu untuk menggunakan
analisis eksperimen yang dirancang secara memadai. Metodologi pengujian
aktivitas antivirus metabolit asal tumbuhan harus memenuhi sejumlah kriteria:
misalnya, titer awal harus ditentukan dengan benar, menurut virus yang diuji;
sitotoksisitas produk tanaman tidak berpengaruh pada pertumbuhan sel dan/atau
morfologi sel; fitokimia yang berasal dari tumbuhan tersebut menunjukkan
aktivitas antivirus terhadap model virus yang diuji [34].
Menentukan efek antivirus dari persiapan yang aktif secara
biologis memerlukan konfirmasi dengan tes yang sesuai. Penggunaan metode
suspensi pada tahap pertama penelitian memungkinkan kita untuk menentukan apakah
metabolit tanaman aktif, menjadi komponen atau salah satu komponen dari sediaan
yang diuji, menunjukkan aktivitas antivirus [35]. Pada langkah berikutnya,
virus uji diekspos ke produk tanaman pada konsentrasi, waktu kontak, dan suhu
yang berbeda, yang memungkinkan penentuan titer virus menular. Titer infeksi
virus ditentukan dengan menilai ada tidaknya efek sitopatik dalam kultur sel.
Kemampuan produk tanaman yang diuji untuk menonaktifkan virus uji ditentukan
dengan menurunkan titer infeksiusnya jika dibandingkan dengan campuran kontrol
[36].
Aktivitas virucidal dari sediaan yang diuji terhadap virus
tertentu dikonfirmasi jika virus infeksius telah menurun setidaknya 4 log dalam
titer dibandingkan dengan campuran kontrol. Ini berarti hilangnya infektivitas
virus sebesar 99,99% [37].
Penggunaan model sel dalam uji in vitro memungkinkan penentuan aktivitas antivirus secara cepat
dan tepat dari berbagai sediaan [38]. Semua hasil studi in vitro tentang aksi metabolit aktif yang diturunkan dari tumbuhan
(misalnya, endpoint titration technique
(EPTT), penghambatan efek sitopatik yang diinduksi virus (cytopathic effect inhibition / CPE), uji pengurangan hasil virus,
uji MTT, uji reduksi plak, uji penonaktifan virus, uji adsorpsi virus,
penempelan virus, dan uji penetrasi virus [39]) juga harus dikonfirmasi dengan
pengujian in vivo [40,41,42], yang,
pada tahap selanjutnya, merupakan langkah yang diperlukan dalam aplikasi registrasi
produk ke pemerintah badan pengawas obat dan makanan dan dalam membuat sediaan
tersedia untuk industri farmasi makanan [43].
Hasil studi in vitro
mengenai aktivitas metabolit yang berasal dari tumbuhan memerlukan konfirmasi
melalui uji referensi, juga dilakukan secara in vivo, untuk memungkinkan permohonan pendaftaran ke badan
pengawas makanan pemerintah yang sesuai sebelum sediaan tersebut dilisensikan
untuk digunakan dalam makanan atau obat-obatan. industri.
Faktor-faktor yang secara nyata mempengaruhi aktivitas
antimikroba sediaan tanaman meliputi aktivitas enzim makanan, air, pH, suhu,
dan jumlah mikroba yang mencemari produk makanan tertentu [44,45]. Virion berada
dalam matriks makanan dan bahan makanan ditemukan lebih tahan terhadap
aktivitas antivirus senyawa tanaman daripada virion yang berada di dalam air
[46,47].
4. Mekanisme Kerja
Antivirus Senyawa Asal Tumbuhan
Dalam beberapa tahun terakhir, banyak laboratorium di seluruh
dunia telah terlibat dalam penelitian ekstrak tumbuhan dan aktivitas
biologisnya masing-masing. Fitokimia yang berasal dari tumbuhan menunjukkan
berbagai aktivitas antivirus dan menggunakan mekanisme aksi yang berbeda
(Gambar 1) [46,48]. Senyawa individu yang diisolasi dari tanaman dapat
menunjukkan efek yang berbeda dari keseluruhan ekstrak. Mempertimbangkan fakta
bahwa efektivitas tindakan antimikroba dari sediaan tanaman didasarkan pada
interaksi timbal balik dari senyawa aktif biologis, sangat penting untuk
memahami struktur molekul tersebut. Metode bioinformatika telah terbukti sangat
membantu dalam bidang ini, sehingga memungkinkan untuk mempelajari interaksi
berbagai senyawa bermolekul rendah dengan protein virus atau seluler (yang
disebut moleculer docking). Meskipun
demikian, penggunaan yang lebih luas dari senyawa tanaman dengan aktivitas
antimikroba sangat tergantung pada penentuan mekanisme aksi molekulernya [49].
Gambar 1. Representasi berbagai kemungkinan mode aksi
ekstrak tumbuhan, minyak esensial, dan konstituennya terhadap norovirus.
Aktivitas biologis dan farmakologis metabolit sekunder yang
berasal dari tumbuhan, seperti polifenol, terpen, dan alkaloid, telah lama
dikenal dan digunakan dalam pengobatan. Fitokimia antivirus tanaman dapat
mengikat partikel pada permukaan virion, mencegah pengenalan sel target dan
adsorpsi virus melalui reseptor yang tepat (Gambar 1). Penyumbatan reseptor pada
permukaan sel inang adalah satu lagi mekanisme aksi yang ditunjukkan oleh
fitokimia. Ini terdiri dari menghalangi penetrasi virus ke dalam sel atau
menghalangi sintesis asam nukleat virus. Aktivitas senyawa ini juga dapat
menghambat sintesis dan pemrosesan pasca-translasi protein virus. Ini juga
dapat memblokir proses yang berkaitan dengan perakitan virion anak, atau
pelepasan partikel anak virus dari sel inang [50] (Gambar 1).
Perbanyakan virus dalam sel inang tergantung pada faktor
seluler dan virus. Metabolit tanaman menunjukkan kualitas antivirus dan, oleh
karena itu, menemukan kegunaan dalam obat antivirus secara khusus menghambat
perbanyakan virus tanpa merusak sel inang [48]. Situs target aksi mereka yang
paling sering adalah molekul yang ditemukan di permukaan virion yang berperan
dalam pengenalan, adsorpsi, dan penetrasi virus ke dalam sel. Asam nukleat (DNA
atau RNA), protein, replikasi RNA virus, dan reverse transcriptase juga telah diakui sebagai situs target yang
menarik untuk aksi fitokimia ini [50].
Mengingat potensi penggunaan minyak atsiri dan ekstrak
tumbuhan lainnya untuk memerangi atau menonaktifkan virus bawaan makanan,
mekanisme antimikrobanya harus dianalisis terlebih dahulu. Literatur yang
tersedia tentang topik ini masih langka, terutama pada kelompok virus tidak
berselubung, yang karena strukturnya, merupakan tujuan yang sulit untuk
penelitian laboratorium. Metabolit antimikroba tanaman dapat menunjukkan
berbagai mekanisme aktivitas antivirus, yang dikonfirmasi oleh hasil yang diperoleh
dari penulis studi eksperimental [51,52].
Dalam studi yang dilakukan oleh Gilling et al. [53,54],
pengaruh dan mekanisme aktivitas antivirus minyak allspice, minyak serai,
minyak jeruk (khususnya, citral), minyak oregano dan metabolit aktif utamanya,
carvacrol, terhadap murine norovirus (MNV) dianalisis. Sebagai bagian dari
penelitian, tes dilakukan pada infektivitas kultur sel, perlindungan terhadap
RNase I, pengikatan reseptor di dalam sel inang, dan pencitraan dalam mikroskop
TEM dilakukan [53,54]. Berdasarkan hasil yang diperoleh, ditemukan bahwa
efektivitas fitokimia aktif sangat bervariasi tergantung pada jenis virusnya.
Hal ini dikonfirmasi oleh pengamatan sebelumnya, yang menunjukkan bahwa
perbedaan kecil dalam struktur atau genom virus dapat secara signifikan
mempengaruhi kerentanannya terhadap berbagai agen antivirus [55,56]. Pada
gilirannya, hasil yang diperoleh Kovač dkk. [57] menunjukkan bahwa minyak
esensial yang diuji, diperoleh dari hisop dan marjoram bisa aktif melawan virus
HSV yang berselubung tetapi tidak bisa menonaktifkan dua virus yang tidak
berselubung (HAdV-2 dan MNV-1).
Pada virus yang tidak berselubung, kapsid melindungi
integritas asam nukleat virus. RNA virus mungkin tetap utuh, sementara
perubahan struktur kapsid dapat menonaktifkan virus [58,59]. Modifikasi kapsid
virus merupakan salah satu mekanisme yang dapat menyebabkan terhambatnya proses
adsorpsi virus, yang terkait dengan penonaktifannya. Dalam kasus MNV, hasil
yang diperoleh Gilling et al. [54] menyarankan bahwa, karena minyak sereh dan
citral mengikat kapsid virus, kemungkinan besar minyak tersebut menonaktifkan
virus dengan menginduksi perubahan konformasi pada protein kapsid. Pembesaran
partikel virus, seperti yang terlihat pada gambar TEM, menunjukkan bahwa minyak
oregano dan carvacrol mempengaruhi hilangnya integritas kapsid [53]. Berbagai
jenis perubahan struktural dalam kapsid FCV, dan deformasi partikel NoV (HuNoV
GII.4) dan MNV-1, juga ditemukan setelah aplikasi jus cranberry dan ekstrak
biji anggur [55,60,61].
Pemblokiran epitop yang diperlukan untuk proses adsorpsi
dalam ssRNA virus memungkinkan pengamatan contoh lain dari mekanisme aksi
senyawa yang berasal dari tumbuhan. Dengan demikian, virus kehilangan
afinitasnya terhadap reseptor di permukaan sel inang dan tidak dapat
menginfeksinya. Dalam hal ini, metabolit tanaman yang diuji tidak merusak RNA
virus [54]. Paparan FCV-F9 dan MNV-1 pada jus delima juga mengurangi
infektivitas virus yang diteliti [60]. Fitokimia
dalam minyak allspice telah ditemukan menjadi virucidal terhadap virus MNV.
Mereka menyebabkan degradasi protein kapsid dan RNA virus [54].
Tinjauan terhadap literatur ini menunjukkan kesimpulan bahwa
berbagai metabolit tanaman penyebab efek virucidal langsung terhadap ssRNA
virus non-enveloped dengan mendegradasi kapsid atau asam nukleat virus. Senyawa
yang berasal dari tumbuhan juga dapat mengikat permukaan virus tanpa merusak
protein di kapsid sehingga akan mengganggu adsorpsinya ke sel inang [54,62].
5. Sediaan Tumbuhan
sebagai Agen Antivirus terhadap Norovirus
Aktivitas antivirus dari metabolit tanaman adalah subyek dari
banyak penelitian ilmiah
[23,41,53,54,55,56,57,58,59,60,61,62,63,64,65,66,67,68,
69,70,71,72,73,74,75,76,77,78,79,80,81,82,83,84,85,86,87,88,89,90,91,92,93,
94,95,96,97,98,99,100,101,102,103,104,105,106,107,108,109,110,111,112.113,114,115,116.117,118,119,120.121].
Literatur yang tersedia mencakup laporan penggunaan berbagai ekstrak tumbuhan
yang mengandung minyak esensial dan metabolit lain terhadap virus, termasuk
norovirus (Gambar 2). Publikasi yang direferensikan diklasifikasikan menurut
berbagai senyawa asal tumbuhan yang digunakan untuk pengujian dan metabolit
aktif yang dikandungnya (Tabel 1). Perhatian khusus diberikan pada kemanjuran
antivirus dari preparat tanaman yang diuji dan mekanisme aksinya melawan norovirus.
Tinjauan kami menyajikan contoh yang paling menarik dan menjanjikan dari
potensi penggunaan senyawa yang berasal dari tumbuhan sebagai fitokimia
antivirus dalam pengobatan dan industri makanan.
Gambar 2. Aktivitas
antivirus metabolit asal tumbuhan terhadap norovirus.
Tabel 1. Komposisi
minyak esensial dan aktivitas antivirusnya terhadap norovirus.
5.1. Efek Minyak Atsiri
pada Norovirus
Minyak atsiri (EO) adalah zat aromatik yang mudah menguap
yang termasuk dalam metabolit sekunder tanaman. Komponen utama minyak atsiri
adalah terpen, termasuk monoterpen dan seskuiterpen (Tabel 1). Setiap minyak
dapat mengandung antara selusin dan beberapa lusin senyawa dengan berbagai
konsentrasi dan sifat. Komposisi kimia EO yang sangat beragam mendukung
aktivitas biologis yang sangat luas. Aktivitas biologis minyak dan
bahan-bahannya telah menjadi subyek banyak penelitian in vitro dan beberapa tes
in vivo. Tabel 1 mencantumkan minyak esensial dan bahan utamanya yang digunakan
dalam penelitian terhadap pengganti norovirus, yaitu feline calicivirus (FCV) dan murine
norovirus (MNV).
Minyak atsiri Oregano (Origanum vulgare) berhasil
menonaktifkan pengganti norovirus manusia yang tidak berselubung—feline calicivirus (FCV) dan murine norovirus (MNV) [53,67]. Gilling
dkk. [53] mencatat bahwa efek antivirus dari 4% minyak oregano menghasilkan
penurunan MNV yang signifikan secara statistik dalam waktu 15 menit setelah
terpapar. Para penulis mengamati perubahan partikel virus di bawah mikroskop
elektron transmisi (transmission electron
microscopy / TEM) setelah 24 jam terpapar minyak oregano. Partikel virus
yang diberi perlakuan lebih besar (40–75 nm) daripada partikel virus yang tidak
diberi perlakuan (20–35 nm). Berdasarkan hasil uji pengikatan sel, uji
perlindungan RNase I, dan pencitraan TEM, penulis menarik kesimpulan mengenai
mekanisme kerja minyak atsiri oregano pada MNV dan mengklaim bahwa minyak ini
kemungkinan akan mengganggu integritas kapsid virus. Elizaquivel dkk. [67]
menemukan pengurangan yang signifikan di kedua MNV dan FCV pada 4% minyak
esensial oregano. Namun, pengurangan ternyata tergantung pada suhu. Aktivitas
antivirus minyak atsiri oregano tercatat hanya pada suhu 37 °C, sementara tidak
ada penurunan signifikan yang diamati pada suhu 4 °C.
Gilling dkk. [54] menggunakan minyak esensial allspice
(Pimenta dioica) dan serai (Cymbopogon citratus) pada konsentrasi 2% dan 4%
untuk menentukan kemanjuran antivirus mereka terhadap MNV. Minyak atsiri serai
dalam kedua konsentrasi secara signifikan mengurangi infektivitas virus MNV
dalam waktu 6 jam setelah paparan, sementara minyak allspice hanya efektif pada
konsentrasi 4% setelah 30 menit paparan. Para penulis juga menunjukkan bahwa
aktivitas antivirus minyak atsiri allspice bergantung pada waktu dan
konsentrasi, sedangkan efek minyak atsiri serai hanya bergantung pada waktu.
Penelitian Gilling et al. [54] termasuk percobaan perlindungan RNase I untuk menilai
apakah kapsid MNV terdegradasi oleh minyak serai dan allspice, dan percobaan
pengikatan sel untuk memeriksa apakah kedua minyak yang diuji menghambat
kemampuan MNV untuk mengikat sel RAW 264,7. Hasil pengujian yang diperoleh
menunjukkan adanya degradasi kapsid virus pada sampel yang diberi perlakuan
dengan minyak sereh dan allspice. Meskipun demikian, pengikatan spesifik
partikel MNV ke sel inang tidak berubah setelah terpapar minyak esensial yang
diuji, yang berarti bahwa mereka tidak mempengaruhi adsorpsi virus. Para
penulis juga menggunakan TEM untuk menentukan apakah ada perubahan struktural
pada partikel virus setelah perawatan dengan minyak. Partikel MNV yang terpapar
minyak allspice ternyata sedikit lebih besar (dari 25 hingga 75 nm) dibandingkan
dengan MNV yang tidak diberi perlakuan (dari 20 nm hingga 35 nm). Partikel
virus setelah perlakuan dengan minyak serai lebih panjang dan berukuran 100-500
nm.
Pengaruh minyak atsiri cengkeh dan Zataria multiflora pada
FCV dan MNV pada suhu 4 °C dan 37 °C dipelajari oleh Elizaquivel et al. [67].
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa konsentrasi 1% minyak cengkeh dan 0,1%
minyak Zataria efektif terhadap MNV dan FCV pada suhu 37 °C.
Chung dkk. [92] menguji efek antivirus dari minyak esensial
yang diperoleh dari tanaman obat yang dapat dimakan Artemisia princeps var.
orientalis, yang populer di Korea. Senyawa aktif dalam minyak esensial ini,
alpha-thujone (thujone), borneol, dan kamper, digunakan dalam uji plak terhadap
MNV-1 dan FCV-F9, dan 48% efikasi diamati untuk FCV-F9 dan 64% untuk MNV- 1
pada 0,1% dan 0,01% konsentrasi minyak esensial. Selain itu, ditemukan bahwa
hanya -thujone yang menunjukkan aktivitas antivirus yang kuat, sedangkan dalam
kasus borneol dan kamper, tidak ada efek penghambatan yang diamati terhadap
FCV-F9 dan MNV-1. Para penulis menunjukkan perlunya penelitian lebih lanjut
untuk menjelaskan mekanisme antivirus dari aksi minyak esensial yang diperoleh
dari Artemisia princeps var. orientalis dan alpha-thujone terhadap FCV-F9 dan
MNV-1, serta pengaruh suhu terhadap penghambatan norovirus yang diuji oleh
fitokimia aktif yang digunakan dalam penelitian [92].
Kovač dkk. [57] menyelidiki kemampuan minyak esensial yang
berasal dari dua tanaman aromatik-Hyssopus
officinalis (hyssop) dan Thymus mastichina
(marjoram)-untuk menonaktifkan non-enveloped
mouse norovirus (MNV-1). Tidak ada penurunan yang signifikan dari titer MNV
yang diamati setelah perawatan dengan hisop dan marjoram pada konsentrasi
0,02%.
Biji dan dinding buah terluar Zanthoxylum schinifolium banyak digunakan di Korea, Cina, dan
Jepang sebagai rempah-rempah. Aktivitas antivirus minyak esensial Z. schinifolium (ZSE) terhadap virus
pengganti makanan FCV-F9 dan MNV-1 dianalisis, menggunakan uji efek sitopatik
[82]. Dalam penelitian ini, sel RAW 264,7 atau CRFK terpapar ZSE pada
konsentrasi 0,00001%, 0,0001%, dan 0,001% selama 72 jam. Penghambatan efek
sitopatik pada sel CRFK atau RAW 264,7 tidak terdeteksi setelah inkubasi FCV-F9
dan MNV-1 pada semua konsentrasi ZSE yang diuji. Hasil ini menunjukkan bahwa
ZSE tidak menonaktifkan virus.
Kim dkk. [89] menentukan pengaruh minyak atsiri serai pada
infektivitas dan replikasi MNV-1. Dari hasil uji reduksi plak, minyak ini
ditemukan dapat menghambat MNV-1, baik secara time-dependent maupun
dose-dependent (73,09%, menggunakan konsentrasi 0,02%). Telah terbukti bahwa
minyak serai, dan komponen utamanya citral, menonaktifkan protein mantel virus
yang diperlukan untuk infeksi virus dan menghambat replikasi genom virus dalam
sel inang, yang selanjutnya dikonfirmasi dalam studi in vivo.
5.2. Pengaruh Ekstrak
Tumbuhan pada Norovirus
Ekstrak tumbuhan, yang mengandung bahan yang tak terhitung
banyaknya, merupakan sumber berharga dari molekul baru dan aktif secara
biologis dengan sifat antimikroba. Laporan mengenai aktivitas antivirus ekstrak
tumbuhan agak terbatas.
Li dkk. [61] menguji ekstrak biji anggur (GSE) pada
norovirus—murine norovirus MNV dan norovirus manusia NoV GII.4. Infektivitas
MNV dideteksi dengan uji plak, sedangkan infektivitas NoV GII.4 diperiksa
dengan cell-binding reverse transcription-PCR, setelah perlakuan GSE dengan dua
larutan: 0,2 mg/mL dan 2 mg/mL. Infektivitas MNV berkurang menjadi >3-log
PFU/mL. Kemampuan NoV GII.4 untuk mengikat sel-sel baris sel Caco-2 enterositik
manusia berkurang secara signifikan dengan memperlakukan GSE dengan cara yang
bergantung pada dosis.
Para penulis juga memeriksa efek GSE pada partikel NoV GII.4
P menggunakan uji imunosorben terkait-enzim pengikat air liur. Domain P
membentuk permukaan terluar pada kapsid protein NoV, dan ini diperlukan untuk
pengikatan virus ke reseptor karbohidrat pada sel inang. Sinyal pengikatan
(OD450) partikel NoVs GII.4 P ke lapisan karbohidrat saliva pada pelat ELISA
berkurang. Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam uji plak untuk MNV-1, RT-PCR
pengikat sel untuk manusia NoV GII.4, dan ELISA pengikat air liur untuk
partikel NoV GII.4 P manusia, penulis menyimpulkan bahwa GSE dapat menyebabkan
denaturasi. protein kapsid virus. Oleh karena itu, morfologi NoV GII.4 sebelum
dan sesudah perlakuan GSE diperiksa dengan TEM. NoVs manusia dalam sampel
kontrol yang tidak diobati muncul sebagai partikel bulat kecil dengan dua
ukuran: 18-20 nm dan 30-38 nm. Setelah pengobatan dengan GSE pada 0,2 mg/mL,
partikel virus menggumpal. Deformasi sebagian besar partikel yang lebih besar
juga diamati. Pada dosis GSE 2 mg/mL, partikel bulat menghilang, dan
konsentrasi protein residu yang tinggi diamati. Hasil ini memberikan bukti
langsung bahwa GSE dapat secara efektif merusak protein kapsid NoV.
Sifat antivirus GSE dijelaskan oleh Su dan D'Souza [93].
Mereka menilai aktivitas GSE terhadap pengganti norovirus manusia, MNV-1 dan
FCV-F9, menggunakan selada dan cabai jalapeno, yang sering dikaitkan dengan
wabah bawaan makanan. Selada dan cabai jalapeno diinokulasi dengan MNV-1 dan
FCV-F9 pada titer tinggi (~7 log10 PFU/mL) atau rendah (~5 log10 PFU/mL), dan
diberi perlakuan dengan 0,25, 0,5, 1 mg/mL GSE untuk 30 detik sampai 5 menit.
Pada titer yang lebih tinggi, FCV-F9 berkurang 2,33, 2,58, dan 2,71 log10 PFU
pada selada, dan 2,20, 2,74, dan 3,05 log10 PFU pada paprika setelah 1 menit,
masing-masing. Titer FCV-F9 yang rendah tidak dapat dideteksi setelah 1 menit
pada ketiga konsentrasi GSE. Titer MNV-1 yang rendah berkurang 0,2-0,3 log10
PFU pada selada dan 0,8 log10 PFU pada paprika. MNV-1 titer tinggi tidak
direduksi oleh GSE pada ketiga konsentrasi yang diuji.
Tujuan penelitian oleh Joshi et al. [94] adalah untuk
menentukan aktivitas antivirus GSE terhadap FCV-F9 dan MNV-1 pada suhu kamar
dan 37 °C, dan dalam matriks makanan kompleks dalam waktu 24 jam. Berdasarkan
hasil yang diperoleh, diketahui bahwa efek antivirus dari ekstrak yang diuji
meningkat secara proporsional terhadap waktu dan dosis. Di sisi lain, melakukan
tes dalam model makanan (jus apel dan susu 2%) dan kondisi lambung simulasi
melemahkan efek GSE.
Oh dkk. [95] menentukan efek ekstrak biji murbei (MSE) pada
FCV-F9 dan MNV-1, menggunakan uji plak. Efek antivirus MSE pada konsentrasi
0,01, 0,1, dan 1 mg/mL dinilai pada berbagai waktu selama infeksi virus untuk
menilai mekanisme kerja antivirus: pra-perawatan sel, pra-perawatan virus,
pengobatan bersamaan, dan pasca-perawatan . Efek antivirus maksimum MSE
terhadap MNV-1 dan FCV-F9 dicapai ketika MSE pada 1 mg/mL ditambahkan, bersama
dengan virus secara bersamaan ditambahkan ke sel RAW 264.7 dan CRFK dengan
virus. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa MAS dapat mempengaruhi kedua
norovirus pada fase awal replikasi virus.
Kemampuan ekstrak kesemek, pial, kopi, dan teh hijau untuk
menonaktifkan FCV dan MNV diuji [96]. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ekstrak kesemek menonaktifkan kedua virus, menghambat infektivitasnya. Ekstrak
pial dan teh hijau mengurangi infektivitas FCV. Ekstrak kopi tidak memiliki
efek supresif pada virus apa pun.
Penelitian lain menunjukkan bahwa ekstrak teh hijau (GTE)
menghambat replikasi MNV dan FCV [21,52,97]. Selain itu, telah diamati bahwa
GTE dan katekin dapat menonaktifkan virus ini dengan mengikat non-spesifik
reseptor mereka, sehingga mencegah virus dari mengikat sel inang [97]. MNV
benar-benar dinonaktifkan oleh GTE pada 37 ° C [46]. Berdasarkan hasil
penelitian selanjutnya juga ditemukan bahwa akumulasi turunan katekin selama
penyimpanan ekstrak teh hijau matang (aged-GTE) (24 jam pada suhu 25 °C)
mengakibatkan peningkatan aktivitas antivirus GTE yang signifikan terhadap
norovirus GII.4 manusia dalam kondisi laboratorium [98,99]. Hasilnya yang
diperoleh Falco dkk. [99] menunjukkan potensi penggunaan efek antivirus
sinergis dari age-GTE, dan perlakuan panas yang lembut (50 °C, 30 menit) untuk
memastikan keamanan pangan, terutama dalam jus buah.
Randazzo dkk. [100] mengamati penghambatan lengkap replikasi
norovirus GII.4 manusia oleh GTE tua pada konsentrasi 1 mg/mL pada 37 °C, 1,75
mg/mL untuk 21 °C, dan 2,5 mg/mL pada 7 °C.
Oh dkk. [101] menyelidiki aktivitas antivirus ekstrak metanol dari
tanaman obat, termasuk rempah-rempah, teh herbal, dan jamu, terhadap FCV dengan
menggunakan uji pengurangan plak. Rempah-rempah: bawang putih, jahe, paprika
merah; teh herbal: rosemary, teh hijau; dan tanaman obat: rimpang Cnidium, safflower, pohon kismis, jeruk trifoliate, danggwi dan kulit
mandarin digunakan dalam pengujian. Aktivitas antivirus dari ekstrak tumbuhan
diukur dalam uji reduksi plak di mana aktivitas dinyatakan sebagai nilai EC50.
Di antara ekstrak obat yang diselidiki, ekstrak teh hijau menunjukkan aktivitas
anti-FCV yang paling efektif. Nilai EC50 adalah 0,13 mg/mL. Ekstrak kulit Danggwi, safflower, rosemary, orange
trifoliate, dan tangerine juga
menunjukkan aktivitas antivirus. Nilai EC50 masing-masing adalah 0,26, 0,27,
0,34, 0,49, dan 0,54 mg/mL.
Penulis lain menggunakan ekstrak air yang diperoleh dari
cengkeh, fenugreek, bawang putih, bawang merah, jahe, dan jalapeno, yang juga
diuji aktivitas antivirusnya, menggunakan FCV sebagai pengganti norovirus
manusia. Berdasarkan hasil pengujian, ditemukan bahwa penggunaan ekstrak cengkeh
(eugenol-29,5%) dan jahe (1,2-propanediol-10,7%) masing-masing menonaktifkan
6,0 dan 2,7 log dari titer virus awal [102].
Seo dan Choi [103] menentukan aktivitas 29 ekstrak herbal
Korea yang dapat dimakan terhadap pengganti norovirus manusia, MNV dan FCV.
Hasil awal menunjukkan bahwa ekstrak yang diperoleh dari Camellia sinensis, Ficus carica, Pleuropterus multiflorus, Alnus
japonica, Inonotus obliquus, Crataegus pinnatifida, dan Coriandrum sativum menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap MNV
dan FCV, yang memungkinkan penggunaannya sebagai agen antivirus alami.
Taman dkk. [104] menentukan aktivitas antivirus dari cuka 5%,
10%, dan 15% (asam asetat 6%) terhadap MNV-1 pada rumput laut segar yang dapat
dimakan dan terkontaminasi secara eksperimental (Enteromorpha intestinalis). Setelah periode penyimpanan 7 hari pada
suhu 4 °C, penurunan yang signifikan pada titer MNV-1 diamati. Dalam penelitian
lain, capsaicin juga ditemukan berkontribusi pada pengurangan MNV selama
fermentasi kimchi pada berbagai suhu [105].
Ekstrak berair kaya polisakarida (HWE) dan alkohol (HEE) dari
Houttuynia cordata, dengan sifat
farmakologis, digunakan oleh Cheng dkk. [106]. Selain itu, polisakarida (HP) H.
cordata dengan berat molekul ~43 kDa, yang terutama terdiri dari asam
galakturonat, galaktosa, glukosa, dan xilosa, juga digunakan untuk menentukan
potensi antivirus terhadap MNV-1. HWE terbukti paling efektif dalam uji plak.
Partikel virus berubah bentuk dan mengembang. Perubahan ini membuat virus sulit
untuk menembus sel target, yang menegaskan sifat antivirus dari HP [106].
Tujuan penelitian oleh Joshi et al. [107] adalah untuk
menentukan aktivitas antivirus ekstrak Hibiscus sabdariffa berair terhadap
FCV-F9 dan MNV-1. Titer FCV-F9 diturunkan ke tingkat yang tidak terdeteksi
setelah 15 menit pada konsentrasi 40 dan 100 mg/mL ekstrak kembang sepatu;
dalam kasus MNV-1, efek serupa diperoleh hanya setelah 24 jam.
Solis-Sanchez dkk. [23] meneliti efek antivirus ekstrak daun
Lindera obtusiloba (LOLE) dengan kandungan signifikan pinene (49,7%), phellandrene
(26,2%), dan limonene (17%). Senyawa
ini secara signifikan menghambat infektivitas MNV-1. Preinkubasi virus dengan
LOLE pada konsentrasi 4, 8, atau 12 mg/mL selama 1 jam pada 25 °C mengurangi
infektivitas MNV-1 masing-masing sebesar 51,8%, 64,1%, dan 71,2%. Hasil
penelitian mengenai aktivitas antivirus LOLE, seperti yang diperoleh oleh
penulis, tidak memungkinkan untuk menetapkan mekanisme kerja fitokimia ini pada
virus yang diteliti. Eksperimen lebih lanjut diperlukan untuk memperjelas
masalah ini.
5.3. Pengaruh Senyawa
Tanaman Bioaktif pada Norovirus
Aktivitas antivirus minyak atsiri dan ekstrak tumbuhan
mungkin terkait dengan keberadaan senyawa bioaktif. Timi dan oregano mengandung sejumlah besar
monoterpen, seperti timol dan carvacrol. Gilling dkk. [53] menentukan khasiat
antivirus carvacrol, yang merupakan bahan aktif utama dalam minyak atsiri
oregano. Bergantung pada asal geografis, kontennya bisa mencapai 85%. Carvacrol
diuji pada konsentrasi 0,25% dan 0,5%. Kedua konsentrasi menghasilkan penurunan
MNV yang signifikan secara statistik dalam waktu 15 menit, dibandingkan dengan
sampel kontrol. Para penulis menggunakan percobaan perlindungan RNase I dan
percobaan pengikatan sel dalam penelitian untuk menentukan kemungkinan
mekanisme aksi carvacrol pada MNV. Pengurangan yang diamati pada infektivitas
kultur sel untuk carvacrol meningkat dengan durasi yang lebih lama dari paparan
carvacrol (misalnya, dari 1,28-log10 setelah 15 menit menjadi> 4,52-log10
setelah 24 jam paparan konsentrasi 0,5%), sedangkan pengurangan diamati pada
RNA virus awalnya lebih besar. Hasil ini menunjukkan bahwa carvacrol sebagian
mendegradasi kapsid, tetapi virus mungkin masih menular. Gambar TEM menunjukkan
bahwa semua partikel virus yang diobati dengan carvacrol berukuran sangat besar
(100 hingga 900 nm). Diantaranya adalah partikel utuh
dan yang lainnya benar-benar pecah menjadi komponen kapsid.
Carvacrol pada berbagai konsentrasi (0,25, 0,5, 1% selama 2
jam pada 37 °C) digunakan dalam uji penonaktifan MNV dan FCV pada titer sekitar
6-7 log TCID50/mL. Carvacrol, pada konsentrasi 0,5%, sepenuhnya
menonaktifkan kedua pengganti norovirus. Selain itu, ditemukan juga bahwa 0,5
atau 1% carvacrol dapat digunakan dalam air pencuci selada untuk menurunkan titer
MNV dan FCV, yang menunjukkan kemungkinan penggunaan metabolit tanaman ini
sebagai agen pereduksi kontaminasi virus alami pada sayuran segar. 108].
Timol juga efektif dalam mengurangi titer pengganti norovirus
dengan cara yang bergantung pada dosis. Timol dalam konsentrasi 0,5 dan 1%
mengurangi titer FCV ke tingkat yang tidak terdeteksi, sedangkan dalam kasus
MNV, timol pada konsentrasi 1 dan 2% menguranginya masing-masing sebesar 1,66
dan 2,45 log TCID50/mL [109].
Aktivitas antivirus terhadap MNV-1 juga ditemukan menggunakan
ekstrak alami Aloe vera dan Eriobotryae folium. Aloin dan emodin adalah
metabolit aktif utama dari kedua ekstrak [110].
Aktivitas antivirus citral, salah satu bahan aktif utama
minyak serai, dipelajari oleh Gilling et al. [54]. Konsentrasi citral 2% dan 4%
secara signifikan mengurangi infektivitas kultur sel MNV selama 6 dan 24 jam
paparan, dibandingkan dengan kontrol. Partikel MNV yang diolah citral sangat
diperbesar hingga ukuran rata-rata 600 nm. Namun, partikel MNV yang diberi
citral tampak utuh.
Katekin adalah bahan aktif penting dalam teh hijau. Aktivitas
antivirus dari empat katekin—epigallocatechin
(EGC), epicatechin (EC), epigallocatechin gallate (EGCG), dan epicatechin gallate (EKG)—ditentukan
oleh Oh et al. [101]. EGCG yang merupakan komponen utama teh hijau menunjukkan
aktivitas paling efektif (EC50, 12 mg/mL) terhadap FCV.
Pengaruh cranberry proanthocyanidins (PAC) pada konsentrasi
0,30, 0,60 dan 1,20 mg/mL pada MNV dan FCV ditentukan [55]. Pada titer virus
yang rendah (~5 log10 PFU/mL), FCV tidak terdeteksi setelah 1 jam paparan
ketiga larutan PAC yang diuji, sedangkan MNV menurun sebesar 2,63, 2,75 dan
2,95 log10 PFU/mL dari 0,15, 0,30 dan 0,60 mg/ mL PAC, masing-masing.
Eksperimen dengan titer virus yang tinggi (~7 log10 PFU/mL) menunjukkan tren
yang serupa tetapi dengan efek yang berkurang. Su dkk. [111] menunjukkan bahwa
pengurangan virus dalam 10 menit pertama pengobatan PAC adalah 50% dari total
pengurangan. Perubahan struktural pada FCV yang dirawat dengan PAC diamati di
bawah TEM.
Su dkk. [112] menyelidiki efek polifenol delima pada
infektivitas FCV dan MNV. Virus dengan titer tinggi (~7 log10 PFU/mL) atau
rendah (~5 log10 PFU/mL) diobati dengan polifenol delima pada konsentrasi 8,
16, dan 32 mg/mL. FCV tidak terdeteksi setelah 1 jam paparan semua polifenol
delima yang diuji, menggunakan titer rendah dan tinggi. MNV dengan titer awal
yang rendah menurun sebesar 1,30, 2,11, dan 3,61 log10 PFU/mL, dan pada titer
awal yang tinggi masing-masing sebesar 1,56, 1,48, dan 1,54 log10 PFU/mL, dari
perlakuan dengan 4,8 dan 16 mg/mL polifenol delima. Su dkk. [60] menggambarkan
efek tergantung waktu dari polifenol delima pada dua konsentrasi (2 dan 4
mg/mL) pada infektivitas FCV dan MNV. Pengurangan titer virus oleh polifenol
delima ditemukan sebagai proses yang cepat, dengan penurunan titer 50% dalam 20
menit pertama pengobatan. Titer FCV dan MNV-1 diturunkan sebesar 4,02 dan 0,68
log10 PFU/mL pada 2 mg/mL polifenol delima. Dengan adanya polifenol delima pada
konsentrasi 4 mg/mL, titer FCV dan MNV masing-masing menurun 5,09 dan 1,14
log10 PFU/mL.
Aktivitas antivirus myricetin, L-epicatechin, tangeretin dan
naringenin, milik flavonoid, didirikan oleh Su et al. [113]. Flavonoid pada
konsentrasi 0,25 dan 0,5 mM digunakan dalam penelitian. Myricetin ditemukan
paling efektif melawan FCV. FCV titer rendah (~5 log10 PFU/mL) menurun ke
tingkat yang tidak terdeteksi setelah pengobatan selama 2 jam dengan myricetin,
pada konsentrasi 0,25- dan 0,5-mM. Titer FCV yang tinggi (~7 log10 PFU/mL)
berkurang masing-masing 1,73 dan 3,17 log10 PFU/mL dengan 0,25 dan 0,5 mM
myricetin. L-epicatechin kurang efektif; pada 0,25 dan 0,5 mM, ini mengurangi
titer FCV tinggi sebesar 0,18 dan 0,72 log10 PFU/mL dan titer FCV rendah
masing-masing sebesar 0,33 dan 1,40 log10 PFU/mL. Tangeretin dan naringenin,
pada kedua konsentrasi yang diuji, tidak menyebabkan penonaktifan signifikan
dari titer FCV tinggi dan rendah. Semua flavonoid yang diuji pada 0,25 mM tidak
menunjukkan penonaktifan terukur dari titer MNV rendah setelah 2 jam inkubasi.
Hanya myricetin dan 0,5 mM L-epicatechin yang menunjukkan penurunan yang dapat
diabaikan pada MNV titer rendah masing-masing 0,22 log10 PFU/mL dan 0,27 log10
PFU/mL. Tangeretin dan naringenin pada 0,5 mM tidak menunjukkan efek terukur
pada titer MNV rendah. Su dkk. [113] menggambarkan efek myricetin,
L-epicatechin, tangeretin, dan naringenin pada konsentrasi 0,25 mM pada
adsorpsi virus dan replikasi FCV dan MNV. Hanya myricetin yang menunjukkan
sedikit efek terukur pada adsorpsi FCV ke sel inang. Tidak ada efek terukur
dari semua flavonoid yang diuji pada adsorpsi MNV ke dalam sel inang yang
diamati. Tak satu pun dari flavonoid memiliki efek pada replikasi virus.
Pengaruh senyawa yang mengandung tanin (glucose pentagalloyl
(PGG), propyl gallate (PRG), pyrogallol (PYG)) pada FCV dan MNV diselidiki
[96]. Uji antivirus dilakukan dengan mengukur infektivitas virus setelah
pengobatan dengan tanin dengan metode standar TCID50. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa PGG, PRG, dan PYG memiliki efek redaman yang lemah terhadap
FCV dan MNV.
Kunyit, sebagai komponen tanaman aktif, mengandung 1-5%
komponen fenolik. Sifat antivirus kurkumin telah ditunjukkan dalam contoh
norovirus. Dari 18 fitokimia yang digunakan dalam penelitian ini, kurkumin
menunjukkan aktivitas penetral yang paling efektif terhadap MNV. Tindakan
kurkumin tergantung pada konsentrasi dan waktu inkubasinya dengan patogen.
Peningkatan konsentrasi kurkumin dan perpanjangan waktu inkubasi mengakibatkan
peningkatan jumlah MNV yang dinetralkan. Penelitian menggunakan konsentrasi
kurkumin pada 0,25, 0,5, 0,75, 1 dan 2 mg/mL. Kehadiran kurkumin pada
konsentrasi 2 mg/mL menetralkan sekitar 91% partikel MNV. Selain itu, ditemukan
bahwa kurkumin tidak menghambat replikasi RNA virus [34].
Studi lain yang menyelidiki efek kurkumin pada norovirus
didasarkan pada terapi fotodinamik. Metode ini terdiri dari produksi spesies
oksigen reaktif dengan partisipasi fotosensitizer yang diinduksi cahaya [114].
Salah satunya ditemukan kurkumin, yang efeknya pada FCV dan MNV dinilai setelah
fotoaktivasi awal dengan dioda LED. Meskipun aktivitas antivirus ditemukan
terhadap kedua virus yang diuji, itu sedikit lebih rendah untuk MNV. Hasil ini
menunjukkan kemungkinan penggunaan kurkumin fotoaktif sebagai aditif alami
dalam industri makanan, untuk mengurangi kontaminasi makanan dengan virus usus
[115].
Penghambatan lengkap multiplikasi virus diamati menggunakan
ekstrak dan fraksinya pada konsentrasi 0,1-1 mg/mL [116]. Kapsid virus yang
membesar diamati menggunakan TEM, yang dapat mengganggu pengikatan protein
permukaan virus ke sel inang. Selain itu, dua senyawa polifenol yang diturunkan
dari RCS-F1 diidentifikasi yang menghambat replikasi virus yang diuji. Hasil
pengujian diperoleh Lee dkk. [116] menunjukkan kemungkinan penggunaan ekstrak
biji raspberry hitam dalam proses pengawetan makanan.
Joshi dkk. [117] menilai efek antivirus dari
proanthocyanidins blueberry (B-PAC) dalam matriks makanan (jus apel dan susu
2%), di bawah kondisi gastrointestinal simulasi, terhadap FCV-F9 dan MNV-1.
Susu, yang merupakan matriks makanan yang jauh lebih kompleks dibandingkan
dengan jus apel, menghambat aktivitas antivirus B-PAC.
Hasil yang diperoleh Kim et al. [41] mendemonstrasikan efek
penghambatan fucoidans yang diperoleh dari tiga spesies alga coklat (Laminaria
japonica, LJ), Undaria pinnatifida (UP), dan Undaria pinnatifida sporophyll
(UPS) terhadap MNoV, FCV, dan HuNoV. Penggunaan senyawa ini pada konsentrasi 1
mg/mL menunjukkan aktivitas antivirus yang tinggi, dengan penurunan log
rata-rata titer virus sebesar 1,1 pada uji plak. LJ menunjukkan efektivitas
antivirus terbesar (54-72% penghambatan pada 1 mg/mL). Diamati bahwa
pra-perawatan dengan fuconaids mengganggu perlekatan virus ke reseptor sel
inang. Perlu dicatat bahwa, menurut penulis, ini adalah laporan pertama di
mana, studi in vivo dilakukan pada tikus diberikan dengan fucoidan ganggang
coklat, penurunan 0,6 log pada titer MNoV diamati, dengan peningkatan yang
sesuai dalam tingkat kelangsungan hidup tikus dalam kelompok perlakuan
dibandingkan dengan hewan dari kelompok kontrol [41].
5.4. Pengaruh Jus pada
Norovirus
Tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh Horm dan D'Souza
[118] adalah untuk menentukan kelangsungan hidup pengganti norovirus MNV-1 dan FCV-F9
manusia dalam jus jeruk dan delima, dan campuran kedua jus, lebih dari 0,1.2, 7
, 14, dan 21 hari dalam lemari es (4 °C). Kedua jus diinokulasi dengan
masing-masing virus selama 21 hari, kemudian diencerkan secara serial dalam
media kultur sel, dan plak diuji. MNV-1 tidak menunjukkan penurunan titer
setelah 21 hari dalam jus jeruk. Penurunan moderat titer (1,4 log) ditemukan
dalam jus delima. MNV-1 benar-benar
berkurang setelah 7 hari dalam campuran jus jeruk dan delima. FCV-F9 benar-benar berkurang setelah 14 hari
dalam jus jeruk dan delima. FCV-F9
benar-benar berkurang setelah 1 hari dalam campuran jus jeruk dan delima.
Su dkk. [112] menyelidiki pengaruh jus delima (PJ) pada MNV-1
dan FCV-F9. Virus dengan titer tinggi (~7 log10 PFU/mL) atau rendah (~5 log10
PFU/mL) dicampur dengan volume PJ yang sama dan diinkubasi selama 1 jam pada
suhu kamar. Infektivitas virus pasca perawatan dinilai menggunakan tes plak
standar. PJ menurunkan titer FCV-F9 dan MNV-1 masing-masing sebesar 2,56 dan
1,32 log10 PFU/mL, untuk titer rendah, dan 1,20 dan 0,06 log10 PFU/mL untuk
titer tinggi, masing-masing. Kelompok penelitian yang sama [60] menentukan efek
ketergantungan waktu dari PJ pada infektivitas virus pengganti makanan. Setiap
virus pada ~5 log10 PFU/mL dicampur dengan volume PJ yang sama dan diinkubasi
selama 0, 10, 20, 30, 45, dan 60 menit pada suhu kamar. Pengurangan viral load dengan PJ ditemukan sebagai
proses yang cepat. Virus uji berkurang 50% selama 20 menit pertama perlakuan.
Titer menurun masing-masing sebesar 3,12 dan 0,79 log10 PFU/mL, untuk FCV-F9
dan MNV-1.
Pengaruh jus cranberry (CJ) pada MNV-1 dan FCV-F9 dipelajari
oleh Su et al. [55]. Kedua virus dengan titer tinggi (~7 log10 PFU/mL) dan
rendah (~5 log10 PFU/mL) dicampur dengan volume CJ yang sama (pH 2,6) dan
diinkubasi selama 1 jam pada suhu kamar. Uji plak standar digunakan untuk
menilai infektivitas virus. CJ mengurangi FCV-F9 pada viral load rendah ke
tingkat yang tidak terdeteksi dalam uji suspensi, dan MNV-1 menurun sebesar
2,06 log10 PFU/mL. Percobaan dengan titer virus yang tinggi menunjukkan efek
yang sama. Dalam studi lain yang bergantung pada waktu oleh Su et al. [111],
FCV-F9 pada titer virus rendah berkurang ~5 log10 PFU/mL, lebih dari 30 menit
ketika perlakuan dengan CJ (pH 2,6 dan pH 7,0). Titer MNV-1 juga menurun untuk
CJ pada pH 2,6 atau 7,0.
Rubus coreanus adalah spesies raspberry hitam, yang kaya akan
polifenol dan dengan sifat anti-inflamasi, antibakteri, dan antivirus. Oh dkk.
[119] membandingkan aktivitas antivirus jus R.
coreanus (jus raspberry hitam, BRB) dan jus cranberry, anggur, dan jeruk
menggunakan tes plak. Dari semua jus yang diuji, jus BRB adalah yang paling
efektif dalam mengurangi pembentukan plak pada MNV-1 dan FCV-F9. Studi berusaha
untuk menentukan mekanisme kerja jus BRB pada virus. Efek antivirus maksimum
jus BRB pada MNV-1 diamati ketika ditambahkan ke sel monosit leukemia makrofag murine
(RAW 264.7) bersamaan dengan virus (perlakuan bersama). Pra-perlakuan sel Crandell Reese Feline Kidney (CRFK) -
FCV-F9 dengan jus BRB menunjukkan aktivitas antivirus yang signifikan.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa penghambatan infeksi
virus dengan jus BRB pada MNV-1 dan FCV-F9 mungkin terjadi selama internalisasi
virion ke dalam sel atau pada penempelan protein permukaan virus ke sel
reseptor.
Tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh Joshi dkk. [120]
adalah untuk menentukan efek antivirus dari jus blueberry (BJ) dan proanthocyanidins (BB-PAC) terhadap
FCV-F9 dan MNV-1 (37 °C, 24 jam) dengan mengurangi tes plak. Potensi
profilaksis dan terapeutik dari jus yang tersedia secara komersial dan BB-PAC
diuji dengan cara yang bergantung pada dosis dan waktu. Berdasarkan hasil yang
diperoleh, ditemukan bahwa baik BB-PAC dan BJ memiliki pengaruh pada proses
adsorpsi dan replikasi virus usus yang dipelajari secara in vitro (pengurangan titer MNV-1 ke tingkat yang tidak terdeteksi
diamati setelah 3 jam selama 1, 2, dan 5 mg/mL BBPAC, dan setelah 6 jam untuk
BJ). Menentukan aktivitas antivirusnya di hadapan matriks makanan di bawah
simulasi kondisi lambung merupakan prasyarat untuk penggunaan persiapan ini
dalam terapi [120].
Aktivitas antivirus Morus
alba (jus murbei, MA) pada MNV-1 dan FCV-F9 diuji dengan penghambatan
sitopatik, reduksi trombosit, dan uji ekspresi RNA [121]. Jus MA ditemukan
efektif dalam mengurangi infektivitas kedua virus selama pengobatan awal dan
bersamaan. Konsentrasi jus 0,005% (setara dengan 100% jus alami) untuk MNV-1
dan 0,25% untuk FCV-F9 menyebabkan penurunan viral load 50%. 0,1% MA jus
menunjukkan sekitar 60% pengurangan ekspresi gen MNV-1 polimerase,
mengkonfirmasikan penekanan replikasi virus. Oleh karena itu dapat disimpulkan
bahwa jus MA dapat menghambat replikasi MNV-1 dan internalisasi kedua virus
yang diuji.
6. Aplikasi Praktis
Metabolit Asal Tumbuhan dalam Industri Makanan
Salah satu strategi paling efektif yang dikembangkan dalam
metode pengawetan makanan modern adalah penerapan kemasan aktif yang mengandung
minyak atsiri. Fitokimia aktif secara biologis merupakan komponen integral dari
bahan kemasan [122]. Kemasan aktif berinteraksi dengan makanan, membatasi
pertumbuhan mikroorganisme, dan menonaktifkan virus. Dengan cara ini, kemasan
aktif sebagian besar menghilangkan risiko kesehatan masyarakat dan
memperpanjang umur simpan produk makanan [123].
Dalam beberapa tahun terakhir, pekerjaan intensif telah
dilakukan pada penggunaan film dan pelapis yang dapat dimakan dengan penambahan
minyak esensial untuk pengawetan makanan. Keuntungan dari metode ini telah
ditunjukkan dalam studi eksperimental buah, sayuran, keju, daging, dan ikan
yang terkontaminasi, di mana kontaminan mikroba yang terjadi secara alami dan
strain yang diperkenalkan secara artifisial dimasukkan.
Fabra dkk. [124] mengembangkan membran antivirus aktif yang
dapat dimakan dengan menambahkan lipid ke membran alginat. Matriks polimer yang
disiapkan dengan cara ini diperkaya dengan dua ekstrak alami dengan kandungan
senyawa fenolik yang tinggi, ekstrak teh hijau (GTE) dan ekstrak biji anggur
(GSE). Semua ini adalah metabolit tanaman yang aktif secara biologis dan,
dengan demikian, menunjukkan aktivitas antivirus terhadap norovirus tikus
(MNV). Lapisan antivirus yang dapat dimakan yang memanfaatkan efek sinergis
karagenan dan GTE juga merupakan strategi inovatif yang digunakan untuk
menghilangkan atau mengurangi kontaminasi virus pada buah beri tanpa mengubah
sifat fisikokimianya secara signifikan [125]. Selain itu, diamati bahwa larutan
GTE secara signifikan meningkatkan aktivitas antivirusnya terhadap MNV jika
dibiarkan dalam kondisi pH yang berbeda selama 24 jam. Ini mungkin terkait
dengan pembentukan turunan katekin selama penyimpanan sediaan ini [52]. Selain
itu, diamati bahwa larutan GTE secara signifikan meningkatkan aktivitas
antivirusnya terhadap MNV jika dibiarkan dalam kondisi pH yang berbeda selama
24 jam, yang dikaitkan dengan pembentukan turunan katekin selama penyimpanan
sediaan ini [98].
Ditemukan juga bahwa penambahan penuaan GTE ke jus yang
sedikit dipanaskan meningkatkan penonaktifan MNV-1 lebih dari 4 log. Tindakan
sinergis dari kedua agen antivirus mengurangi infektivitas MNV-1, yang
menegaskan hipotesis bahwa GTE dapat digunakan sebagai agen kontrol tambahan
yang meningkatkan keamanan pangan [99].
Efek antivirus ekstrak daun Lindera obtusiloba (LOLE) pada MNV-1, yang berasal dari aksi
sinergis beberapa senyawa dengan pinene
sebagai molekul kunci, diuji pada selada segar, kubis, dan tiram. Inkubasi
selama satu jam pada suhu 25 °C dengan LOLE pada konsentrasi 12 mg/mL
menghasilkan penurunan yang signifikan dari plak virus (pembentukan plak) MNV-1
pada selada (76,4%), kubis (60,0%), dan tiram (38,2%). Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa LOLE dapat menonaktifkan norovirus dan dapat
digunakan sebagai desinfektan dan pengawet alami pada produk makanan segar
[23].
Aktivitas antivirus juga ditemukan dengan menganalisis efek
ekstrak lidah buaya dan Eriobotryae folium alami. Aloin dan emodin, fitokimia
aktif utama dalam ekstrak tanaman ini, menunjukkan efek pengawet. Hal ini
dikonfirmasi, berdasarkan hasil penelitian di mana kubis segar diinokulasi
dengan MNV-1 pada permukaannya [110].
Film kitosan yang dilengkapi dengan ekstrak teh hijau (GTE)
juga dapat diaplikasikan sebagai bahan pengemas aktif. Kitosan merupakan
polimer polisakarida non toksik yang digunakan sebagai bahan pembuatan edible packaging film, dimana aktivitas
antimikrobanya digunakan untuk meningkatkan umur simpan produk pangan.
Metabolit tumbuhan alami dengan aktivitas antimikroba, misalnya, minyak
esensial dan ekstrak tumbuhan, dapat dianggap sebagai komponen yang mungkin
dari edible film. Penting bahwa semua
fitokimia di atas memiliki status GRAS (Umumnya Diakui sebagai Aman). Ditemukan
bahwa, setelah 24 jam inkubasi dengan penambahan 5 dan 10% GTE, terjadi
penurunan yang signifikan pada titer MNV-1 masing-masing sebesar 1,6 dan 4,5
log. Film yang mengandung 15% GTE mengurangi MNV-1 ke tingkat yang tidak
terdeteksi [21].
Enkapsulasi minyak atsiri (kapsul dengan ukuran 1–1000 mm (mikrokapsul) atau 1–100 nm
(nanokapsul) menawarkan kesempatan lain untuk mengawetkan makanan menggunakan
minyak atsiri [122]. Polietilen, karbohidrat (pati, selulosa, kitosan), protein
(kasein, albumin, gelatin), lemak (asam lemak, lilin, parafin), dan gom
(alginat, karagenan, akasia) adalah bahan yang paling sering digunakan dalam
teknologi ini. Minyak atsiri tertutup dalam kapsul menjaga stabilitas yang
lebih besar, dan ini menentukan sifat antimikroba optimal mereka [126].
7. Kesimpulan
Norovirus sangat tahan terhadap faktor lingkungan, sehingga
dapat ditularkan secara efisien melalui makanan, air, atau permukaan benda yang
terkontaminasi, dan menimbulkan potensi ancaman bagi kesehatan masyarakat.
Metabolit antivirus asal tumbuhan memiliki keunggulan penting
dibandingkan pengawet sintetis yang digunakan sebagai desinfektan makanan segar
karena efektif pada dosis yang aman, tersedia secara umum, dan menggunakan
ketidakmampuan mikroorganisme untuk menjadi resisten terhadap viroid nabati.
Sebagai metabolit sekunder tumbuhan, minyak atsiri, dan
ekstrak tumbuhan merupakan bagian dari sistem pertahanannya terhadap patogen.
Oleh karena itu, mereka sering menunjukkan aktivitas antimikroba, termasuk antivirus.
Spektrum aktivitas metabolit tanaman beragam. Efektivitas
sediaan tanaman dan kemungkinan penggunaannya dalam memerangi virus usus
seperti norovirus terutama bergantung pada komposisi kualitatif dan kuantitatif
fitokimia aktif biologis, dan konsentrasinya dalam makanan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Miranda R.C., Schaffner D.W. Virus risk in
the food supply chain. Curr. Opin. Food Sci. 2019;30:43–48. doi:
10.1016/j.cofs.2018.12.002.
2. Sanchez G., Bosch A. Survival of enteric
viruses in the environment and food. Viruses Foods.2016;26:367–392.
3. Ahmed S.M., Hall A.J., Robinson A.E.,
Verhoef L., Premkumar P., Parashar U.D., Koopmans M., Lopman B.A. Global
prevalence of norovirus in cases of gastroenteritis: A systematic review and
meta-analysis. Lancet Infect. Dis. 2014;14:725–730. doi:
10.1016/S1473-3099(14)70767-4.
4. Havelaar A.H., Kirk M.D., Torgerson P.R.,
Gibb H.J., Hald T., Lake R.J., Praet N., Bellinger D.C., de Silva N.R.,
Gargouri N., et al. World Health Organization global estimates and regional
comparisons of the burden of foodborne disease in 2010. PLoS Med.
2015;12:e1001923. doi: 10.1371/journal.pmed.1001923.
5. Bartsch S.M., Lopman B.A., Ozawa S., Hall
A.J., Lee B.Y. Global economic burden of norovirus gastroenteritis. PLoS ONE.
2016;11:e0151219. doi: 10.1371/journal.pone.0151219.
6. World Health Organization. WHO Estimates of
the Global Burden of Foodborne Diseases. World Health Organization;
Geneva, Switzerland: 2018.
7. Pires S.M., Fischer-Walker C.L., Lanata
C.F., Devleesschauwer B., Hall A.J., Kirk M.D., Duarte A.S.R., Black R.E.,
Angulo F.J. Aetiology-specific estimates of the global and regional incidence
and mortality of diarrhoeal diseases commonly transmitted through food. PLoS
ONE. 2015;10:e0142927. doi: 10.1371/journal.pone.0142927.
8. Centers for Disease Control and Prevention
Surveillance for Foodborne Disease Outbreaks United States, 2017: Annual
Report. [(accessed on 6 June 2020)].
9. Neethirajan S., Ahmed S.R., Chand R., Buozis
J., Nagy E. Recent advances in biosensor development for foodborne virus
detection. Nanotheranostics. 2017;1:272–295. doi: 10.7150/ntno.20301.
10. EFSA (European Food Safety Authority) The
European Union summary report on trends and sources of zoonoses, zoonotic
agents and food-borne outbreaks in 2017. EFSA J. 2018;16:e5500.
11. EFSA (European Food Safety Authority) The
European Union One Health 2018 Zoonoses Report. EFSA J. 2019;17:e05926.
12. EFSA (European Food Safety Authority) The
European Union One Health 2019 Zoonoses Report, European Food Safety Authority
European Centre for Disease Prevention and Control. EFSA J. 2021;19:e6406.
13. Centers for Disease Control and Prevention
Norovirus Worldwide. [(accessed on 6 June 2020)];2020
14. Bosch A., Gkogka E., Le Guyader F.S.,
Loisy-Hamon F., Lee A., van Lieshout L., Marthi B., Myrmel M., Sansom A.,
Schultz A.C., et al. Foodborne viruses: Detection, risk assessment, and control
options in food processing. Int. J. Food Microbiol. 2018;285:110–128. doi: 10.1016/j.ijfoodmicro.2018.06.001.
15. Pexara A., Govaris A. Foodborne viruses and
innovative non-thermal food-processing technologies. Food. 2020;9:1520. doi:
10.3390/foods9111520.
16. Robilotti E., Deresinski S., Pinsky B.A.
Norovirus. Clin. Microbiol. Rev. 2015;28:134–164. doi: 10.1128/CMR.00075-14.
17. Callejon R.M., Rodriguez-Naranjo M.I., Ubeda
C., Hornedo-Ortega R., Garcia-Parrilla M.C., Troncoso A.M. Reported foodborne
outbreaks due to fresh produce in the United States and European Union: Trends and
causes. Foodborne Pathog. Dis. 2015;12:32–38. doi: 10.1089/fpd.2014.1821.
18. Machado-Moreira B., Richards K., Brennan F.,
Abram F., Burgess C.M. Microbial contamination of fresh produce: What, where,
and how? Compr. Rev. Food Sci. Food Saf. 2019;18:1727–1750. doi:10.1111/1541-4337.12487.
19. Lopman B.A., Reacher M.H., Vipond I.B.,
Sarangi J., Brown D.W. Clinical manifestation of norovirus gastroenteritis in
health care settings. Clin. Infect. Dis. 2004;39:318–324.
doi: 10.1086/421948.
20. Moore M.D., Goulter R.M., Jaykus L.A. Human
norovirus as a foodborne pathogen: Challenges and developments. Annu. Rev. Food
Sci. Technol. 2015;6:411–433. doi: 10.1146/annurev-food-022814-015643.
21. Amankwaah C., Li J., Lee J., Pascall M.A.
Antimicrobial activity of chitosan-based films enriched with green tea extracts
on murine norovirus, Escherichia coli, and Listeria innocua. Int. J. Food Sci.
2020;2:3941924. doi: 10.1155/2020/3941924.
22. Rajiuddin S.M., Vigre H., Musavian H.S., Kohle
S., Krebs N., Hansen T.B., Gantzer C., Schultz A.C. Inactivation of hepatitis A
virus and murine norovirus on surfaces of plastic, steel and raspberries using
steam-ultrasound treatment. Food Environ. Virol. 2020;12:295–309. doi:
10.1007/s12560-020-09441-1.
23. Solis-Sanchez D., Rivera-Piza A., Lee S., Kim
J., Kim B., Choi J.B., Kim Y.W., Ko G.P., Song M.J., Lee S.J. Antiviral effects
of Lindera obtusiloba leaf extract on murine norovirus-1 (MNV-1), a human
norovirus surrogate, and potential application to model Foods. Antibiotics. 2020;9:697.
doi: 10.3390/antibiotics9100697.
24. Green K.Y., Ando T., Balayan M.S., Berke T.,
Clarke I.N., Estes M.K. Taxonomy of the caliciviruses. J. Infect. Dis. 2000;181:322–330.
doi: 10.1086/315591.
25. Vinjé J. Advances in laboratory methods for
detection and typing of norovirus. J. Clin. Microbiol. 2015;53:373–381. doi:
10.1128/JCM.01535-14.
26. Hoa Tran T.N., Trainor E., Nakagomi T.,
Cunliffe N.A., Nakagomi O. Molecular epidemiology of noroviruses associated
with acute sporadic gastroenteritis in children: Global distribution of
genogroups, genotypes and GII.4 variants. J. Clin. Virol. 2013;56:185–193. doi:
10.1016/j.jcv.2012.11.011.
27. Kroneman A., Verhoef L., Harris J., Vennema
H., Duizer E., van Duynhoven Y., Gray J., Iturriza M., Böttiger B., Falkenhorst
G., et al. Analysis of integrated virological and epidemiological reports of
norovirus outbreaks collected within the foodborne viruses in Europe network from
1 July 2001 to 30 June 2006. J. Clin. Microbiol. 2008;46:2959–2965. doi: 10.1128/JCM.00499-08.
28. Teunis P.F., Moe C.L., Liu P., Miller S.E., Lindesmith
L., Baric R.S., Le Pendu J., Calderon R.L. Norwalk virus: How infectious is it?
J. Med. Virol. 2008;80:1468–1476. doi: 10.1002/jmv.21237.
29. Lysen M., Thorhagen M., Brytting M.,
Hjertqvist M., Andersson Y., Hedlund K.O. Genetic diversity among food-borne
and waterborne norovirus strains causing outbreaks in Sweden. J. Clin.
Microbiol. 2009;47:2411–2418. doi: 10.1128/JCM.02168-08.
30. Vega E., Barclay L., Gregoricus N., Shirley
S.H., Lee D., Vinje J. Genotypic and epidemiologic trends of norovirus
outbreaks in the United States, 2009 to 2013. J. Clin.
Microbiol.2014;52:147–155.
31. Hassard F., Sharp J.H., Taft H., LeVay L.,
Harris J.P., McDonald J.E., Tuson K., Wilson J., Jones D.L., Malham S.K.
Critical review on the public health impact of norovirus contamination in
shellfish and the environment: A UK perspective. Food Environ. Virol.
2017;9:123–141. doi: 10.1007/s12560-017-9279-3
32. Bansal A., Chhabra V., Rawal R.K., Sharma S.
Chemometrics: A new scenario in herbal drug standardization. J. Pharm. Anal. 2014;4:223–233.
doi: 10.1016/j.jpha.2013.12.001.
33. Bakkali F., Averbeck S., Averbeck D., Idaomar
M. Biological effects of essential oils—A review. Food Chem. Toxicol.
2008;46:446–475. doi: 10.1016/j.fct.2007.09.106.
34. Yang M., Lee G., Si J., Lee S.J., You H.J., Ko
G. Curcumin shows antiviral properties against norovirus. Molecules. 2016;21:1401.
doi: 10.3390/molecules21101401.
35. Drevinskas T., Mickiene R., Maruska A.,
Stankevicius M., Tiso N., Salomskas A., Lelesius R., Karpovaite A.,
Ragazinskiene O. Confirmation of antiviral properties of medicinal plants via
chemical analysis, machine learning methods and antiviral tests: Methodological
approach. Anal. Methods. 2018;10:1875–1885. doi: 10.1039/C8AY00318A.
36. Lee H.Y., Yum J.H., Rho Y.K., Oh S.J., Choi
H.S., Chang H.B., Choi D.H., Leem M.J., Choi E.J., Ryu J.M., et al. Inhibition
of HCV replicon cell growth by 2-arylbenzofuran derivatives isolated from Mori
Cortex Radicis. Planta Med. 2007;73:1481–1485. doi: 10.1055/s-2007-990249.
37. Eggers M., Schwebke I., Suchomel M.,
Fotheringham V., Gebel J., Meyer B., Morace G., Roedger H.J., Roques C., Visa
P., et al. The European tiered approach for virucidal efficacy
testing-rationale for rapidly selecting disinfectants against emerging and
re-emerging viral diseases. Eurosurveillance. 2021;26:2000708. doi: 10.2807/1560-7917.ES.2021.26.3.2000708.
38. Musarra-Pizzo M., Pennisi R., Ben-Amor I.,
Mandalari G., Sciortino M.T. Antiviral activity exerted by natural products
against human viruses. Viruses. 2021;13:828. doi: 10.3390/v13050828.
39. Mukherjee
P.K. Antiviral evaluation of herbal drugs. Qual. Control Eval. Herb. Drugs.
2019:599–628. doi: 10.1016/B978-0-12-813374-3.00016-8.
40. Atanasov A.G., Waltenberger B.,
Pferschy-Wenzig E.M., Linder T., Wawrosch C. Discovery and resupply of
pharmacologically active plant-derived natural products: A review. Biotechnol.
Adv. 2015;33:1582–1614. doi: 10.1016/j.biotechadv.2015.08.001.
41. Kim H., Lim C.Y., Lee D.B., Seok J.H., Kim
K.H., Chung M.S. Inhibitory effects of Laminaria japonica fucoidans
against noroviruses. Viruses. 2020;12:997. doi: 10.3390/v12090997.
42. Van Dycke J., Cuvry A., Knickmann J., Ny A.,
Rakers S., Taube S., de Witte P., Neyts J., Rocha-Pereira J. Infection of
zebrafish larvae with human norovirus and evaluation of the In Vivo efficacy of
small-molecule inhibitors. Nat. Protoc. 2021;16:1830–1849. doi:
10.1038/s41596-021-00499-0.
43. Thomford N.E., Senthebane D.A., Rowe A., Munro
D., Seele P., Maroyi A., Dzobo K. Natural products for drug discovery in the
21st century: Innovations for novel drug discovery. Int. J. Mol. Sci. 2018;19:1578.
doi: 10.3390/ijms19061578.
44. Lee S.J., Si J., Yun H.S., Ko G.P. Effect of
temperature and relative humidity on the survival of foodborne viruses during
food storage. Appl. Environ. Microb. 2015;81:2075–2081. doi:
10.1128/AEM.04093-14.
45. Huang X., Lao Y., Pan Y., Chen Y., Zhao H.,
Gong L., Xie N., Mo C.H. Synergistic antimicrobial effectiveness of plant
essential oil and its application in seafood preservation: A review. Molecules.
2021;26:307.
46. Ni Z.J., Wang X., Shen Y., Thakur K., Han J.,
Zhang J.G., Hu F., Wei Z.J. Recent updates on the chemistry, bioactivities,
mode of action, and industrial applications of plant essential oils. Trends
Food Sci. Technol. 2021;110:78–89. doi: 10.1016/j.tifs.2021.01.070.
47. Bertrand I., Schijven J.F., Sanchez G.,
Wyn-Jones P., Ottoson J., Morin T., Muscillo M., Verani M., Nasser A., de Roda
Husman A.M., et al. The impact of temperature on the inactivation of enteric
viruses in food and water: A review. J. Appl. Microbiol. 2012;112:1059–1074.
doi: 10.1111/j.1365-2672.2012.05267.x.
48. Ben-Shabat S., Yarmolinsky L., Porat D., Dahan
A. Antiviral effect of phytochemicals from medicinal plants: Applications and
drug delivery strategies. Drug Deliv. Transl. Res. 2020;10:354–367. doi:
10.1007/s13346-019-00691-6.
49. Andricoplo A.D., Ceron-Carrasco J.P.,
Mozzarelli A. Bridging molecular docking to molecular dynamics in exploring
ligand-protein recognition process: An overview. Front. Pharmacol. 2018;9:438.
50. Perez R.M. Antiviral activity of compounds isolated
from plants. Pharm. Biol. 2003;41:107–157. doi:
10.1076/phbi.41.2.107.14240.
51. Seo D.J., Jeon S.B., Oh H., Lee B.H., Lee
S.Y., Oh S.H., Jung J.Y., Choi C. Comparison of the antiviral activity of
flavonoids against murine norovirus and feline calicivirus. Food Control.
2016;60:25–30. doi: 10.1016/j.foodcont.2015.07.023.
52. Randazzo W., Falco I., Aznar R., Sanchez G.
Effect of green tea extract on enteric viruses and its application as natural
sanitizer. Food Microbiol. 2017;66:150–156. doi: 10.1016/j.fm.2017.04.018.
53. Gilling D.H., Kitajima M., Torrey J.T., Bright
K.R. Antiviral efficacy and mechanisms of action of oregano essential oil and
its primary component carvacrol against murine norovirus. J. Appl. Microbiol. 2014;116:1149–1163.
doi: 10.1111/jam.12453.
54. Gilling D.H., Kitajima M., Torrey J.T., Bright
K.R. Mechanisms of antiviral action of plant antimicrobials against murine
norovirus. Appl. Environ. Microbiol. 2014;80:4898–4910. doi:
10.1128/AEM.00402-14.
55. Su X., Howell A.B., D’Souza D.H. The effect of
cranberry juice and cranberry proanthocyanidins on the infectivity of human
enteric viral surrogates. Food Microbiol. 2010;27:535–540. doi:
10.1016/j.fm.2010.01.001.
56. Pilau M.R., Alves S.H., Weiblen R., Arenhart
S., Cueto A.P., Lovato L.T. Antiviral activity of the Lippia
graveolens (Mexican oregano) essential oil and its main compound carvacrol
against human and animal viruses. Braz. J. Microbiol. 2011;42:1616–1624. doi: 10.1590/S1517-83822011000400049.
57. Kovač K., Diez-Valcarce M., Raspor P.,
Hernández M., Rodríguez-Lázaro D. Natural plant essential oils do not
inactivate non-enveloped enteric viruses. Food Environ. Virol. 2012;4:209–212. doi:
10.1007/s12560-012-9088-7.
58. Cliver D.O. Capsid and infectivity in virus detection.
Food Environ. Virol. 2009;1:123–128. doi: 10.1007/s12560-009-9020-y.
59. Tubiana T., Boulard Y., Bressanelli S.
Dynamics and asymmetry in the dimer of the norovirus major capsid protein. PLoS
ONE. 2017;12:e0182056. doi: 10.1371/journal.pone.0182056.
60. Su X., Sangster M.Y., D’Souza D.H.
Time-dependent effects of pomegranate juice and pomegranate polyphenols on
foodborne virus reduction. Foodborne Pathog. Dis. 2011;8:1177–1183. doi:
10.1089/fpd.2011.0873.
61. Li D., Baert L., Zhang D., Xia M., Zhong W.,
Van Coillie E., Xiang J., Uyttendaele M. The effect of grape seed extract on
human norovirus GII.4 and murine norovirus-1 in viral suspensions, on stainless
steel discs, and in lettuce wash water. Appl. Environ. Microbiol. 2012;78:7572–7578.
doi: 10.1128/AEM.01987-12.
62. Koch C., Reichling J., Schneele J., Schnitzler
P. Inhibitory effect of essential oils against herpes simplex virus type 2.
Phytomedicine. 2008;15:71–78. doi: 10.1016/j.phymed.2007.09.003.
63. Essoil Database. [(accessed on 6 May 2021)];
Available online: http://www.nipgr.ac.in/Essoildb/
64. Leyva-López N., Gutiérrez-Grijalva E.P.,
Vazquez-Olivo G., Heredia J.B. Essential oils of oregano: Biological activity
beyond their antimicrobial properties. Molecules. 2017;22:989. doi: 10.3390/molecules22060989.
65. Swamy M.K., Akhtar M.S., Sinniah U.R.
Antimicrobial properties of plant essential oils against human pathogens and
their mode of action: An updated review. Evid. Based Complement. Altern. Med.
2016;2016:3012462. doi: 10.1155/2016/3012462.
66. Adam K., Sivropoulou A., Kokkini S., Lanaras
T., Arsenakis M. Antifungal activities
of Origanum vulgare subsp. hirtum, Mentha spicata, Lavandula angustifolia, and
Salvia fruticosa essential oils against human pathogenic fungi. J. Agric. Food
Chem. 1998;46:1739–1745. doi: 10.1021/jf9708296.
67. Elizaquivel P., Azizkhani M., Aznar R.,
Sanchez G. The effect of essential oils on norovirus surrogates. Food Control. 2013;32:275–278.
doi: 10.1016/j.foodcont.2012.11.031.
68. Cutillas A.B., Carrasco A., Martinez-Gutierrez
R., Tomas V., Tudela J. Thymus mastichina L. essential oils from Murcia
(Spain): Composition and antioxidant, antienzymatic and antimicrobial
bioactivities. PLoS ONE. 2018;13:e0190790.
69. Rodrigues M., Lopes A.C., Vaz F., Filipe M.,
Alves G., Ribeiro M.P., Coutinho P., Araujo A.R.T.S. Thymus mastichina:
Composition and biological properties with a focus on antimicrobial activity.
Pharmaceuticals. 2020;19:479. doi: 10.3390/ph13120479.
70. Fraternale
D., Giamperi L., Ricci D. Chemical composition and antifungal activity of
essential oil obtained from In Vitro plants of Thymus
mastichina L. J. Essent. Oil Res. 2003;15:278–281.
doi: 10.1080/10412905.2003.9712142.
71. Borugă O., Jianu C., Mişcă C., Goleţ I., Gruia
A.T., Horhat F.G. Thymus vulgaris essential oil: Chemical composition and
antimicrobial activity. J. Med. Life. 2014;7:56–60.
72. Kryvtsova M.V., Salamon I., Koscova J., Bucko
D., Spivak M. Antimicrobial, antibiofilm and biochemichal properties of Thymus
vulgaris essential oil against clinical isolates of opportunistic infections.
Biosyst. Divers. 2019;27:270–275. doi: 10.15421/011936.
73. Mahboubi M., Heidarytabar R., Mahdizadeh E.
Antibacterial activity of Zataria multiflora essential oil and its main components
against Pseudomonas aeruginosa. Herba Pol. 2017;63:18–24. doi:
10.1515/hepo-2017-0015.
74. Saei-Dehkordi S.S., Tajik H., Moradi M.,
Khalighi-Sigaroodi F. Chemical composition of essential oils in Zataria
multiflora Boiss. from different parts of Iran and their radical scavenging and
antimicrobial activity. Food Chem. Toxicol. 2010;48:1562–1567. doi: 10.1016/j.fct.2010.03.025.
75. Eftekhar F., Zamani S., Yusefzadi M., Hadian
J., Ebrahimi S.N. Antibacterial activity of Zataria multiflora Boiss
essential oil against extended spectrum β lactamase produced by urinary
isolates of Klebsiella pneumoniae. Jundishapur J. Microbiol. 2011;4:S43–S49.
76. Mahboubi M., Bidgoli F.G. Antistaphylococcal
activity of Zataria multiflora essential oil and its synergy with vancomycin. Phytomedicine.
2010;17:548–550. doi: 10.1016/j.phymed.2009.11.004.
77. Naeini A.R., Nazeri M., Shokri H. Antifungal
activity of Zataria multiflora, Pelargonium graveolens and Cuminum cyminum essential
oils towards three species of Malassezia isolated from patients with pityriasis
versicolor. J. Mycol. Med. 2011;21:87–91. doi: 10.1016/j.mycmed.2011.01.004.
78. Selles S.M.A., Kouidri M., Belhamiti B.T.,
Amrane A.A. Chemical composition, In-Vitro antibacterial and antioxidant
activities of Syzygium aromaticum essential oil. J. Food Meas. Charact. 2020;13:1–7.
doi: 10.1007/s11694-020-00482-5.
79. Saeed A., Shahwar D. Evaluation of biological
activities of the essential oil and major component of Syzygium
aromaticum. J. Anim. Plant Sci. 2015;25:1095–1099.
80. Kizil S., Hasimi N., Tolan V., Kilinc E.,
Karatas H. Chemical composition, antimicrobial and antioxidant activities of
hyssop (Hyssopus officinalis L.) essential oil. Not. Bot. Horti Agrobot. Cluj
Napoca. 2010;38:99–103.
81. Mahboubi M., Haghi G., Kazempour N.
Antimicrobial activity and chemical composition of Hyssopus officinalis L.
essential oil. J. Biol. Act. Prod. Nat. 2011;1:132–137.
82. Oh M., Chung M.S. Effects of oils and
essential oils from seeds of Zanthoxylum schinifolium against foodborne viral
surrogates. Evid. Based Complement. Altern. Med. 2014;8:135797.
83. Diao W.R., Hu Q.P., Feng S.S., Li W.Q., Xu
J.G. Chemical composition and antibacterial activity of the essential oil from
green huajiao (Zanthoxylum schinifolium) against selected foodborne pathogens.
J. Agric. Food Chem. 2013;61:6044–6049. doi: 10.1021/jf4007856.
84. Dharmadasa R.M., Abeysinghe D.C., Dissanayake
D.M.N., Fernando N.S. Leaf essential oil composition, antioxidant activity,
total phenolic content and total flavonoid content of Pimenta dioica (L.)
Merr (Myrtaceae): A superior quality spice grown in Sri Lanka. Univers. J.
Agric. Res. 2015;3:49–52.
85. Mérida-Reyes M.S., Muñoz-Wug M.A.,
Oliva-Hernández B.E., Gaitán-Fernández I.C., Simas D.L.R., Ribeiro da Silva
A.J., Pérez-Sabino J.F. Composition and antibacterial activity of the essential
oil from Pimenta dioica (L.) Merr. from Guatemala. Medicines. 2020;7:59. doi:
10.3390/medicines7100059.
86. Milenkovic A., Stanojević J., Stojanović-Radić
Z., Pejčić M., Cvetkovic D., Zvezdanović J.B., Stanojević L. Chemical
composition, antioxidative and antimicrobial activity of allspice (Pimenta
dioica (L.) Merr.) essential oil and extract. Adv. Technol. 2020;9:27–36. doi:
10.5937/savteh2001027M.
87. Majewska W., Kozłowska M., Gruczyńska-Sękowska
E., Kowalska D., Tarnowska K. Lemongrass (Cymbopogon citratus) essential oil:
Extraction, composition, bioactivity and uses for food preservation—A
review. Pol. J. Food Nutr. Sci. 2019;69:327–341.
doi: 10.31883/pjfns/113152.
88. Premathilake U.G.A.T., Wathugala D.L.,
Dharmadasa R.M. Evaluation of chemical composition and assessment of
antimicrobial activities of essential oil of lemongrass (Cymbopogon
citratus (DC.) Stapf) Int. J. Minor Fruits Med. Aromat. Plants.
2018;4:13–19.
89. Kim Y.W., You H.J., Lee S., Kim B., Kim D.K.,
Choi J.B., Kim J.A., Lee H.J., Joo I.S., Lee J.S., et al. Inactivation of
norovirus by lemongrass essential oil using a norovirus surrogate system. J.
Food Prot. 2017;80:1293–1302. doi: 10.4315/0362-028X.JFP-16-162.
90. Abad M.J., Bedoya L.M., Apaza L., Bermejo P.
The Artemisia L. genus: A review of bioactive essential oils. Molecules.
2012;17:2542–2566. doi: 10.3390/molecules17032542.
91. Choi H.S. The variation of the major compounds
of Artemisia princeps var. Orientalis (Pampan) Hara essential oil by harvest
year. Korean J. Food Nutr. 2015;28:533–543. doi: 10.9799/ksfan.2015.28.4.533.
92. Chung M.S. Antiviral activities of Artemisia
princeps var. Orientalis essential oil and its α-thujone against norovirus surrogates.
Food Sci. Biotechnol. 2017;28:1457–1461. doi: 10.1007/s10068-017-0158-3.
93. Su X., D’Souza D.H. Grape seed extract for
foodborne virus reduction on produce. Food Microbiol. 2013;34:1–6. doi: 10.1016/j.fm.2012.10.006.
94. Joshi S.S., Su X., D’Souza D.H. Antiviral
effects of grape seed extract against feline calicivirus, murine norovirus, and
hepatitis A virus in model food systems and under gastric conditions. Food
Microbiol. 2015;52:1–10. doi: 10.1016/j.fm.2015.05.011.
95.Oh
M., Bae S.Y., Chung M.S. Mulberry (Morus alba) seed extract and its polyphenol
compounds for control of foodborne viral surrogates. J. Korean Soc. Appl. Biol.
Chem. 2013;56:655–660. doi: 10.1007/s13765-013-3266-7.
96. Ueda K., Kawabata R., Irie T., Nakai Y., Tohya
Y., Sakaguchi T. Inactivation of pathogenic viruses by plant-derived tannins:
Strong effects of extracts from persimmon (Diospyros kaki) on a broad range of
viruses. PLoS ONE. 2013;8:e55343. doi: 10.1371/journal.pone.0055343.
97. Falco I., Randazzo W., Rodriguez-Diaz J.,
Gozalbo-Rovira R., Luque D., Aznar R., Sanchez G. Antiviral activity of aged
green tea extract in model food systems and under gastric conditions. Int. J.
Food Microbiol. 2019;2:101–106. doi: 10.1016/j.ijfoodmicro.2018.12.019.
98. Falco I., Randazzo W., Gomez-Mascaraque L.G.,
Aznar R., Lopez-Rubio A., Sanchez G. Fostering the antiviral activity of green
tea extract for sanitizing purposes through controlled storage conditions. Food
Control. 2018;84:485–492. doi: 10.1016/j.foodcont.2017.08.037.
99. Falco I., Díaz-Reolid A., Randazzo W., Sanchez
G. Green tea extract assisted low-temperature pasteurization to inactivate
enteric viruses in juices. Int. J. Food Microbiol. 2020;334:108809. doi: 10.1016/j.ijfoodmicro.2020.108809.
100.Randazzo
W., Costantini V., Morantz E.K., Vinje J. Human intestinal enteroids to
evaluate human norovirus GII.4 inactivation by aged-green tea. Front. Microbiol.
2020;18:1917. doi: 10.3389/fmicb.2020.01917.
101.Oh
E.G., Kim K.L., Shin S.B., Son K.T., Lee H.J., Kim T.H., Kim Y.M., Cho E.J.,
Kim D.K., Lee E.W., et al. Antiviral activity of green tea catechins against
feline calicivirus as a surrogate for norovirus. Food Sci.
Biotechnol. 2013;22:593–598. doi: 10.1007/s10068-013-0119-4.
102.Aboubakr
H.A., Nauertz A., Luong N.T., Agrawal S., El-Sohaimy S.A., Youssef M.M., Goyal
S.M. In Vitro antiviral activity of clove and ginger aqueous extracts against
feline calicivirus, a surrogate for human norovirus. J. Food Prot.
2016;79:1001–1012. doi: 10.4315/0362-028X.JFP-15-593.
103.Seo
D.J., Choi C. Inhibition of murine norovirus and feline calicivirus by edible
herbal extracts. Food Environ. Virol. 2017;9:35–44. doi: 10.1007/s12560-016-9269-x.
104.Park
S.Y., Kang S., Ha S.D. Antimicrobial effects of vinegar against norovirus
and Escherichia coli in the traditional Korean vinegared green laver
(Enteromorpha intestinalis) salad during refrigerated storage. Int. J. Food
Microbiol. 2016;5:208–214.
105.Lee
H.M., Kim S.J., Lee J., Park B., Yang J.S., Ha S.D., Choi C., Ha J.H.
Capsaicinoids reduce the viability of a norovirus surrogate during kimchi fermentation.
LWT. 2019;115:108460. doi: 10.1016/j.lwt.2019.108460.
106.Cheng
D., Sun L., Zou S., Chen J., Mao H., Zhang Y., Liao N., Zhang R. Antiviral
effects of Houttuynia cordata polysaccharide extract on murine norovirus-1
(MNV-1)-a human norovirus surrogate. Molecules. 2019;24:1835. doi: 10.3390/molecules24091835.
107.Joshi
S.S., Dice L., D’Souza D.H. Aqueous extracts of hibiscus sabdariffa calyces
decrease hepatitis A virus and human norovirus surrogate titers. Food
Environ. Virol. 2015;7:366–373. doi: 10.1007/s12560-015-9209-1.
108.Sanchez
C., Aznar R., Sanchez G. The effect of carvacrol on enteric viruses. Int. J.
Food Microbiol. 2015;192:72–76. doi: 10.1016/j.ijfoodmicro.2014.09.028.
109.Sanchez
G., Aznar R. Evaluation of natural compounds of plant origin for inactivation
of enteric viruses. Food Environ. Virol. 2015;7:183–187. doi: 10.1007/s12560-015-9181-9.
110.Ng
Y.C., Kim Y.W., Ryu S., Lee A., Lee J.S., Song M.J. Suppression of norovirus by
natural phytochemicals from Aloe vera and Eriobotryae folium. Food Control. 2017;73:1362–1370.
doi: 10.1016/j.foodcont.2016.10.051.
111.Su
X., Howell A.B., D’Souza D.H. Antiviral effects of cranberry juice and
cranberry proanthocyanidins on foodborne viral surrogates—A time dependence
study In Vitro. Food Microbiol. 2010;27:985–991. doi: 10.1016/j.fm.2010.05.027.
112.Su
X., Sangster M.Y., D’Souza D.H. In Vitro effects of pomegranate juice and
pomegranate polyphenols on foodborne viral surrogates. Foodborne Pathog.
Dis. 2010;7:1473–1479. doi: 10.1089/fpd.2010.0583.
113.Su
X., D’Souza D.H. Naturally occurring flavonoids against human norovirus surrogates. Food
Environ. Virol. 2013;5:97–102. doi: 10.1007/s12560-013-9106-4.
114.Narayanan
A., Kehn-Hall K., Senina S., Lundberg L., Duyne R.V., Guendel I., Das R., Baer
A., Bethel L., Turell M., et al. Curcumin inhibits rift valley fever virus
replication in human cells. J. Biol. Chem. 2012;287:33198–33214. doi: 10.1074/jbc.M112.356535.
115.Randazzo
W., Aznar R., Sanchez G. Curcumin-mediated photodynamic inactivation of
norovirus surrogates. Food Environ. Virol. 2016;8:244–250. doi: 10.1007/s12560-016-9255-3.
116.Lee
J.H., Bae S.Y., Oh M., Seok J.H., Kim S., Chung Y.B., Gowda K.G., Mun J.Y.,
Chung M.S., Kim K.H. Antiviral effects of black raspberry (Rubus coreanus) seed
extract and its polyphenolic compounds on norovirus surrogates. Biosci.
Biotechnol. Biochem. 2016;80:1196–1204. doi: 10.1080/09168451.2016.1151337.
117.Joshi
S., Howell A.B., D’Souza D.H. Blueberry proanthocyanidins against human
norovirus surrogates in model foods and under simulated gastric
conditions. Food Microbiol. 2017;63:263–267. doi: 10.1016/j.fm.2016.11.024.
118. Horm K.M., D’Souza D.H. Survival of human
norovirus surrogates in milk, orange, and pomegranate juice, and juice blends
at refrigeration (4 °C) Food Microbiol. 2011;28:1054–1061. doi: 10.1016/j.fm.2011.02.012.
119.Oh
M., Bae S.Y., Lee J.H., Cho K.J., Kim K.H., Chung M.S. Antiviral effects of
black raspberry (Rubus coreanus) juice on foodborne viral surrogates. Foodborne
Pathog. Dis. 2012;9:915–921. doi: 10.1089/fpd.2012.1174.
120.Joshi
S.S., Howell A.B., D’Souza D.H. Reduction of enteric viruses by blueberry juice
and blueberry proanthocyanidins. Food Environ. Virol. 2016;8:235–243. doi: 10.1007/s12560-016-9247-3.
121.Lee
J.H., Bae S.Y., Oh M., Kim K.H., Chung M.S. Antiviral effects of mulberry
(Morus alba) juice and its fractions on foodborne viral surrogates. Foodborne
Pathog. Dis. 2014;11:224–229. doi: 10.1089/fpd.2013.1633.
122.Ribeiro-Santos
R., Andrade M., de Melo N.R., Sanches-Silva A. Use of essential oils in active
food packaging: Recent advances and future trends. Trends Food Sci.
Technol. 2017;61:132–140. doi: 10.1016/j.tifs.2016.11.021.
123.Pandey
A.K., Kumar P., Singh P., Tripathi N.N., Bajpai V.K. Essential oils: Sources of
antimicrobials and food preservatives. Front.
Microbiol. 2017;16:2161. doi: 10.3389/fmicb.2016.02161.
124.Fabra
M.J., Falco I., Randazzo W., Sanchez G., Lopez-Rubio A. Antiviral and
antioxidant properties of active alginate edible films containing phenolic
extracts. Food Hydrocoll. 2018;81:96–103. doi:
10.1016/j.foodhyd.2018.02.026.
125.Falco
I., Flores-Meraz P.L., Randazzo W., Sanchez G., Lopez-Rubio A., Fabra M.J.
Antiviral activity of alginate-oleic acid based coatings incorporating green
tea extract on strawberries and raspberries. Food Hydrocoll. 2019;87:611–618.
doi: 10.1016/j.foodhyd.2018.08.055.
126. Ju J., Chen X., Xie Y., Yu H., Guo Y.,
Cheng Y., Qian H., Yao W. Application of essential oil as a sustained release
preparation in food packaging. Trends Food Sci. Technol. 2019;92:22–32. doi:10.1016/j.tifs.2019.08.005.
SUMBER:
Jolanta Sarowska, Dorota Wojnicz, Agnieszka Jama-Kmiecik,
Magdalena Frej-Madrzak, and Irena Chorozy-Krol.
2021. Antiviral Potential of Plants against Noroviruses. Molecule: 26(15):
4669.