Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Friday, 26 November 2021

Penularan Schistosoma Japonicum


Risiko Penularan Schistosoma Japonicum


Chistosomiasis atau demam keong merupakan penyakit parasitik yang disebabkan oleh infeksi cacing genus Schistosoma (Miyazaki, 1991). Terdapat lima jenis schistosoma penyebab paling banyal kasus chistosomiasis pada orang, yaitu Schistosoma hematobium menginfeksi saluran kemih, Schistosoma mansoni, Schistosoma japonicum, Schistosoma mekongi, dan Schistosoma intercalatum yang menginfeksi usus dan hati, serta Schistosoma mansoni yang menyebar luas di Afrika dan satu-satunya schistosome di wilayah barat.

 

Schistosoma mansoni dan Schistosoma japonicum biasanya menetap di dalam pembuluh darah kecil pada usus. Beberapa telur mengalir dari usus melalui aliran darah menuju ke hati, yang berakibat terjadinya peradangan hati sehingga bisa menyebabkan luka parut dan meningkatkan tekanan di dalam pembuluh darah yang membawa darah antara saluran usus dan hati (pembuluh darah portal). Tekanan darah tinggi di dalam pembuluh darah portal (hipertensi portal) bisa menyebabkan pembesaran pada limpa dan pendarahaan dari pembuluh darah di dalam kerongkongan.

 

Di Indonesia, schistosomiasis disebabkan oleh Schistosoma japonicum ditemukan endemik di dua daerah di Sulawesi Tengah, yaitu di Dataran Tinggi Lindu dan Dataran Tinggi Napu. Secara keseluruhan penduduk yang berisiko tertular schistosomiasis (population of risk) sebanyak 15.000 orang. Pemberantasan schistosomiasis telah dilakukan sejak tahun 1974 dengan berbagai metoda yaitu pengobatan penderita dengan Niridazole dan pemberantasan siput penular (O.h. lindoensis) dengan molusisida dan agroengineering.

 

Schistosomiasis merupakan penyakit  menular, dengan media penularan melalui air. Seseorang dapat terjangki schistosomiasis melalui kulit dalam bentuk cercaria yang mempunyai ekor berbentuk seperti kulit manusia, parasit tersebut mengalami transformasi dengan cara membuang ekornya dan berubah menjadi cacing. Kemudian cacing ini menembus jaringan bawah kulit dan memasuki pembuluh darah masuk jantung dan paru-paru untuk selanjutnya menuju hati. Di dalam hati cacing ini tumbuh menjadi dewasa dalam bentuk jantan dan betina. Pada tingkat ini, tiap cacing betina memasuki celah tubuh cacing jantan dan tinggal di dalam hati orang yang dijangkiti untuk selamanya. Pada akhirnya pasangan-pasangan cacing Schistosoma bersama-sama pindah ke tempat tujuan terakhir yakni pembuluh darah usus kecil yang merupakan tempat persembunyian bagi pasangan cacing Schistosoma sekaligus tempat bertelur.

 

Menurut Kasnodiharjo (1994), pada umumnya orang yang beresiko menderita schistosomiasis adalah mereka yang mempunyai kebiasaan yang tidak terpisahkan dari air. Seringnya kontak dengan perairan atau memasuki perairan yang terinfeksi parasit Schistosoma menyebabkan meningkatnya penderita schistosomiasis di dalam masyarakat. Sementara menurut Olds & Dasarathy (2001), beberapa pekerjaan yang mempunyai risiko besar untuk terinfeksi Schistosoma di daerah endemis yaitu petani, nelayan dan pekerja irigasi. Kebiasaan masyarakat mencuci atau melakukan aktivitas rumah tangga lainnya di dalam air juga mempunyai risiko tinggi terinfeksi Schistosoma.

 

Beberapa variabel yang mempengaruhi penularan schistosomiasis antara lain faktor manusia, faktor cacing Schistosoma japonicum, faktor keong Oncomelania hupensis lindoensis sebagai hospes perantara, serta faktor tikus (Rattus) sebagai reservoir Schistosoma japonicum.

 

Faktor  Manusia

Menurut Kasnodiharjo (1994), secara epidemiologi penularan schistosomiasis tidak terpisahkan dari faktor perilaku atau kebiasaan manusia. Pada umumnya orang yang menderita schistosomiasis adalah mereka yang mempunyai kebiasaan yang tidak terpisahkan dari air. Seringnya kontak dengan perairan atau memasuki perairan yang terinfeksi parasit Schistosoma menyebabkan meningkatnya penderita schistosomiasis di dalam masyarakat.

 

Schistosomes berkembang biak di dalam keong jenis khusus yang menetap di air, dimana mereka dilepaskan untuk berenang bebas di dalam air. Jika mereka mengenai kulit seseorang, mereka masuk ke dalam dan bergerak melalui aliran darah menuju paru-paru, dimana mereka menjadi dewasa menjadi cacing pita dewasa. Cacing pita dewasa tersebut masuk melalui aliran darah menuju tempat terakhir di dalam pembuluh darah kecil di kandung kemih atau usus, dimana mereka tinggal untuk beberapa tahun. Cacing pita dewasa tersebut meletakkan telur-telur dalam jumlah besar pada dinding kandung kemih atau usus. Telur-telur tersebut menyebabkan jaringan setempat rusak dan meradang, yang menyebabkan borok, pendarahan, dan pembentukan jaringan luka parut. Beberapa telur masuk ke dalam kotoran(tinja)atau kemih. Jika kemih atau kotoran pada orang yang terinfeksi memasuki air bersih, telur-telur tersebut menetas, dan parasit memasuki keong untuk mulai siklusnya kembali.

 

Masa Inkubasi penyakit ini dimulai ketika schistosomes pertama kali memasuki kulit, ruam yang gatal bisa terjadi (gatal perenang). Sekitar 4 sampai 8 minggu kemudian (ketika cacing pita dewasa mulai meletakkan telur), demam, panas-dingin, nyeri otot, lelah, rasa tidak nyaman yang samar (malaise), mual, dan nyeri perut bisa terjadi. Batang getah bening bisa membesar untuk sementara waktu, kemudian kembali normal. kelompok gejala-gejala terakhir ini disebut demam katayama.

 

Sedangkan gejala-gejala lain bergantung pada organ-organ yang terkena:

Jika pembuluh darah pada usus terinfeksi secara kronis : perut tidak nyaman, nyeri, dan pendarahan (terlihat pada kotoran), yang bisa mengakibatkan anemia.

Jika hati terkena dan tekanan pada pembuluh darah adalah tinggi : pembesaran hati dan limpa atau muntah darah dalam jumlah banyak.

Jika kandung kemih terinfeksi secara kronis : sangat nyeri, sering berkemih, kemih berdarah, dan meningkatnya resiko kanker kandung kemih.

Jika saluran kemih terinfeksi dengan kronis : peradangan dan akhirnya luka parut yang bisa menyumbat saluran kencing.

Jika otak atau tulang belakang terinfeksi secara kronis (jarang terjadi) : Kejang atau kelemahan otot.

 

Menurut WHO (1985), prevalensi tinggi infeksi S. japonicum dapat ditemukan pada semua kelompok umur di atas umur 6 tahun. Sementara menurut Jiang et al ( 1997), di daerah endemis, prevalensi dan intensitas infeksi tertinggi terjadi pada anak remaja, umur 10 -16 tahun (Olds & Dasarathy, 2001). Pada kelompok umur 18 – 49 tahun infeksi terjadi ketika melakukan aktivitas rumah tangga dan pada saat bekerja.

 

Menurut Olds & Dasarathy (2001), beberapa pekerjaan yang mempunyai risiko besar untuk terinfeksi Schistosoma di daerah endemis yaitu petani, nelayan dan pekerja irigasi. Kebiasaan masyarakat mencuci atau melakukan aktivitas rumah tangga lainnya di dalam air juga mempunyai risiko tinggi terinfeksi Schistosoma.. Pada umumnya laki-laki mempunyai prevalensi dan intensitas schistosomiasis yang lebih tinggi dibandingkan perempuan, mungkin ini disebabkan karena laki-laki lebih sering terpapar dengan daerah fokus dan juga lebih sering kontak dengan air.

 

Faktor Cacing Schistosoma Japonicum

Schistosomiasis di Indonesia disebabkan oleh cacing Schistosoma Japonicum
yang termasuk ke dalam Filum Platyhelminthes, Kelas Trematoda, Ordo Prosostomata, Family Schistosomatoidea, Genus Schistosoma. Cacing dewasa hidup dalam vena mesenterika superior serta cabang¬cabangnya, akan tetapi dapat pula di dalam vena mesenterika inferior, vena porta atau di tempat ektopik lainnya (Hadidjaja, 1985).

Cacing dewasa jantan berwarna kelabu atau putih kehitam-hitaman berukuran 9,5 9,5 mm x ,9 mm. Badannya berbentuk bundar gemuk. Di bagian ventral badan terdapat canalis gynaecophorus tempat terletak cacing betina sehingga seolah-olah cacing betina ada di dalam pelukan cacing jantan (Ichhpujani & Bhatia, 1998).

 

Cacing betina badannya lebih halus dan panjang, berukuran 16 26 mm x 0,3 mm. Ovarium terdapat di bagian tengah badan. Pada umumnya uterus berisi 50 300 butir telur pada waktu tertentu.  Batil isap perut berukuran 0,35 mm diameter dan batil isap mulut 0,3 mm diameter. Permukaan badannya licin, hanya pada bagian pinggir canalis gynaecophorus dan bagian dalam kedua batil isap terdapat tonjolan-tonjolan kecil. Pada bagian anterior terdapat 7 buah testis berbentuk lonjong, berjejeran secara longitudinal (Hadidjaja, 1985).

 

Telur berbentuk lonjong dan lebih pendek, berwarna kuning kelabu, berukuran 70 100 x 60 60µ, kadang-kadang ada tonjolan kecil pada bagian lateral. Telur ditemukan di dalam tinja dan di dalam air menetas dan keluarlah mirasidium. Mirasidium berkembang menjadi sporokista I yang berukuran 2 mm dan sporokista II berukuran 1mm yang kemudian membentuk cercaria. Sedangkan cercaria bentuknya lonjong, berukuran 16898ji x 53    5ji. Mempunyai ekor bercabang yang berukuran 137 18 2ji x 23 30ji. Cabangnya berukuran 76 99ji x 6,4 8,0 ji. Badan cercaria mempunyai 5 pasang kelenjar, dua pasang bergranula kasar, sedangkan 3 pasang yang di posterior mengandung granula halus .

 

Faktor Keong Oncomelania hupensis lindoensis

Keong Oncomelania hupensis lindoensis berperan sebagai hospes perantara penyakit ini. Keong Oncomelania hupensis lindoensis merupakan subspesies dari filum Mollusca, kelas Gastropoda, genus Oncomelania, spesies Oncomelania hupensis. Menurut WHO (2005), pada dasarnya setiap spesies cacing Schistosoma memerlukan siput tertentu yang sesuai untuk perkembangan larva cacing Schistosoma. Untuk S. japonicum memerlukan siput Oncomelania yang merupakan siput amfibi karena dapat hidup di darat dan di air.

Warna badan pada Oncomelania hupensis lindoensis bervariasi dari warna hitam, kelabu sampai coklat. Kelenjar di sekitar mata yang disebut eyebrows berwarna kuning muda sampai kuning jeruk.  Sedangkan cangkang keong berbentuk kerucut, permukaan licin berwarna coklat kekuning-kuningan dan agak jernih bila dibersihkan dan terdiri dari 6,5 7,5 lingkaran (pada bentuk dewasa). Panjangnya 5,2 ± 0,6 mm dengan umbilikus yang terbuka, varix-nya lemah, bibir luar melekuk dan bibir bagian dalam menonjol di bawah basis cangkang. Panjang dan lebar aperture adalah 2,38 dan 1,75 mm, diameter lingkar terakhir adalah 0,34 mm. Perbedaan cangkang keong jantan dan betina terletak pada perbandingan ukuran panjang yang lebih pendek dari pada ukuran lebar. Operkulum mengandung zat tanduk, agak keras dan paucispiral (Hadidjaja, 1985).

 

Faktor Tikus (Rattus)

Faktor Tikus (Rattus) ini berperan sebagai  reservoir Schistosoma japonicum. Menurut Sudono (2008), schistosomiasis di Indonesia selain menginfeksi manusia juga menginfeksi hewan mamalia. Ada 13 mamalia yang diketahui terinfeksi oleh schistosomiasis antara lain sapi, kerbau, kuda, anjing, babi, musang, rusa dan berbagai jenis tikus diantaranya Rattus exulans, R. marmosurus, R. norvegicus dan R. pallelae. Sementara menurut (Hadidjaja (1985), penangkapan tikus dengan perangkap terutama mengenai jenis Rattus di daerah Danau Lindu menunjukkan lima spesies tikus yaitu Rattus exulans, R. hoffmani, R. penitus, R. marmosurus dan R. hellmani mengandung infeksi cacing S. japonicum dengan infection rate rata-rata 25%.

 

Surveilans Schistoma japonicum

Surveilans schistosomiasis merupakan aspek yang paling penting dalam program pemberantasan schistosomiasis. Tujuan dari surveilans untuk mendapatkan informasi jumlah kasus, keberadaan hospes perantara dan reservoir. Surveilans schistosomiasis yang dilakukan antara lain :

 

Survei tinja: Survei tinja dilakukan untuk menemukan penderita secara dini. Jika ditemukan penduduk positif telur dalam tinjanya, diberikan pengobatan untuk mencegah perkembangan penyakiy serta mengurangi resiko penularan dengan pengendalian pada aspek pelepasan telur oleh cacing.

 

Survei keong: Survei ini dilakukan untuk mencari keong di daerah yang dicurigai sebagai habitat yang cocok untuk kehidupan keong oncomelania hupensis lindoensis. Jika ditemukan keong, dilakukan manipulasi lingkungan di daerah tersebut seperti dengan melakukan pengeringan agar keong tidak dapat hidup, atau dengan kegiatan moluskisida.

 

Survei reservoir: Survei reservoir dilakukan untuk menangkap tikus. Selanjutnya dilakukan pembedahan pada tikus untuk memastikan terdapat cacing Schistosoma atau tidak. Jika ditemukan cacing pada tikus, dapat disimpulkan masih terjadi resiko penularan pada daerah tersebut.

 

DAFRAR PUSTAKA

1.    Miyazaki, I. 1991. An Illustrated Book of Helminthic Zoonosis; Jiang, Z. et al, .1997. Analysis of social factors and human behavior attributed to family distribution of schistosomiasis japonica cases;

2.   Kasnodiharjo. 1994. Penularan Schistosomiasis dan Penanggulangannya Pandangan dari Ilmu Perilaku;

3.      Ichhpujani, R.L. & Rajesh Bhatia. 1998. Medical Parasitolgy;

4.       Olds, G.R. & S. Dasarathy. 2001. Schistosomiasis;

5.       WHO. 1985. The Control of Schistosomiasis.

Wednesday, 17 November 2021

Zoonosis Bovine tuberculosis, Tuberkulosis Sapi

 

Mengenal Bovine tuberculosis atau Tuberkulosis pada Sapi


Bovine tuberculosis adalah penyakit bakteri kronis pada hewan yang disebabkan oleh anggota Mycobacterium tuberculosis complex, terutama oleh M. bovis . Ini adalah penyakit zoonosis utama, dan ternak adalah sumber utama infeksi bagi manusia. Ini juga mempengaruhi hewan peliharaan lainnya seperti domba, kambing, kuda, babi, anjing dan kucing, dan spesies satwa liar seperti babi hutan, rusa, dan kijang.

 

Nama 'tuberkulosis' berasal dari nodul yang disebut 'tuberkel', yang terbentuk di kelenjar getah bening dan jaringan lain dari hewan dan manusia yang terkena. Meskipun infeksi pada kawanan ternak telah dikendalikan di sebagian besar negara, eliminasi lengkap penyakit ini diperumit oleh infeksi persisten pada hewan liar, seperti luak Eropa di Inggris, rusa berekor putih di beberapa bagian Amerika Serikat dan posum ekor sikat. di Selandia Baru. Tuberkulosis sapi tetap menjadi masalah serius bagi kesehatan hewan dan manusia di banyak negara berkembang.

 

Apa itu Bovine tuberculosis atau tuberkulosis sapi?

Bovine tuberculosis (bTB) adalah penyakit bakteri kronis pada hewan yang disebabkan oleh anggota Mycobacterium tuberculosis complex terutama oleh M. bovis , tetapi juga oleh M. caprae dan pada tingkat lebih rendah M. tuberculosis. Penyakit ini merupakan penyakit menular utama di antara ternak, dan juga mempengaruhi hewan peliharaan lainnya dan populasi satwa liar tertentu, menyebabkan keadaan umum penyakit, pneumonia, penurunan berat badan, dan akhirnya kematian.

 

Nama Tuberkulosis berasal dari nodul (benjolan), yang disebut 'tuberkel', yang terbentuk di kelenjar getah bening dan jaringan lain yang terkena dari hewan yang terkena.

 

Sapi dianggap sebagai reservoir utama M. bovis , dan merupakan sumber utama infeksi kepada manusia. Namun demikian, penyakit ini telah dilaporkan pada banyak hewan peliharaan dan non-domestikasi lainnya.

 

Mycobacterium bovis telah diisolasi dari berbagai spesies satwa liar, termasuk kerbau Afrika, kerbau Asia domestik, banteng, domba, kambing, kuda, unta, babi, babi hutan, rusa, antelop, anjing, kucing, rubah, cerpelai, musang, musang, tikus , primata, llama, kudus, elands, tapir, elks, gajah, sitatungas, oryx, addaxes, badak, posum, tupai tanah, berang-berang, anjing laut, kelinci, mole, rakun, anjing hutan, dan beberapa kucing pemangsa termasuk singa, harimau, macan tutul, dan lynx (kucing liar di Amerika Utara dan Eurasia).

 

Tuberkulosis sapi adalah penyakit yang terdaftar di OIE dan harus dilaporkan ke OIE seperti yang ditunjukkan dalam Kode Kesehatan Hewan Terestrial.

 

Distribusi geografis

Tuberkulosis sapi ditemukan di seluruh dunia, tetapi beberapa negara tidak pernah mendeteksi TB, dan banyak negara maju telah mengurangi atau menghilangkan TB sapi dari populasi ternak mereka dan membatasi penyakit pada satu zona atau lebih. Namun, sumber infeksi yang signifikan tetap ada di satwa liar. Prevalensi tertinggi tuberkulosis sapi adalah di Afrika dan sebagian Asia, tetapi penyakit ini juga ditemukan di negara-negara di Eropa dan Amerika.

 

Transmisi dan penyebaran

Penyakit ini menular dan dapat ditularkan langsung melalui kontak dengan hewan peliharaan dan hewan liar yang terinfeksi atau secara tidak langsung melalui konsumsi bahan yang terkontaminasi.

 

Rute infeksi yang biasa dalam kawanan ternak adalah dengan menghirup aerosol yang terinfeksi, yang dikeluarkan dari paru-paru (dengan batuk). Anak sapi dapat terinfeksi dengan menelan kolostrum atau susu dari sapi yang terinfeksi.

 

Manusia dapat terinfeksi dengan minum susu mentah dari sapi yang terinfeksi, atau melalui kontak dengan jaringan tubuh yang terinfeksi di rumah potong hewan atau tempat pemotongan hewan.

 

Perjalanan penyakit lambat dan membutuhkan waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun untuk mencapai tahap yang fatal. Akibatnya, hewan yang terinfeksi dapat melepaskan bakteri di dalam kawanan ternak sebelum munculnya tanda-tanda klinis. Oleh karena itu, pergerakan hewan domestik yang terinfeksi yang tidak terdeteksi adalah cara utama penyebaran penyakit.

 

Tanda-tanda klinis

Tuberkulosis sapi mungkin subakut atau kronis, dengan tingkat perkembangan yang bervariasi. Sejumlah kecil hewan dapat menjadi sangat terpengaruh dalam beberapa bulan setelah infeksi, sementara yang lain mungkin memerlukan beberapa tahun untuk mengembangkan tanda-tanda klinis. Bakteri juga dapat tertidur di inang tanpa menyebabkan penyakit untuk waktu yang lama.

 

Tanda-tanda klinis yang biasa meliputi:

1. kelemahan

2. kehilangan nafsu makan dan berat badan

3. demam berfluktuasi

4. dyspnoea dan batuk retas intermiten

5. tanda-tanda pneumonia tingkat rendah

6. diare

7. pembesaran, kelenjar getah bening menonjol.

 

Diagnosa

Tanda-tanda klinis TB sapi tidak secara khusus khas dan, oleh karena itu, tidak memungkinkan dokter hewan untuk membuat diagnosis definitif berdasarkan tanda-tanda klinis saja.

 

Tes kulit tuberkulin adalah metode standar diagnosis TB pada hewan hidup peliharaan. Netoda dilakukan dengan cara menyuntikkan tuberkulin sapi (ekstrak protein murni yang berasal dari M. bovis) secara intradermal dan kemudian mengukur ketebalan kulit di tempat suntikan 72 jam kemudian untuk mendeteksi pembengkakan di tempat suntikan (tanda hipersensitivitas tertunda terkait dengan infeksi).

 

Tes in vitro berbasis darah yang mendeteksi bakteri, antibodi, atau imunitas yang diperantarai sel juga saat ini tersedia, atau sedang dikembangkan. Yang paling banyak digunakan tes berbasis darah adalah uji pelepasan interferon gamma yang mendeteksi respons imun yang diperantarai sel terhadap infeksi M. bovis . Tes ini didasarkan pada prinsip bahwa sel darah sapi yang sebelumnya telah terpapar M. bovis melalui infeksi diketahui menghasilkan peningkatan kadar interferon gamma setelah inkubasi in vitro dengan antigen M. bovis.

 

Sementara itu, kepastian diagnosis dikonfirmasi dengan kultur bakteri dan identifikasi di laboratorium, sebuah proses yang bisa memakan waktu delapan minggu atau lebih.

Metode diagnostik yang direkomendasikan, termasuk prosedur untuk pembuatan dan pemberian tuberkulin bovine, dijelaskan dalam Manual Tes Diagnostik dan Vaksin OIE untuk Hewan Terestrial.

 

Risiko kesehatan masyarakat

Bentuk TB yang paling umum pada manusia disebabkan oleh M. tuberculosis. Namun, tidak mungkin untuk membedakan secara klinis infeksi yang disebabkan oleh M. tuberculosis dari yang disebabkan oleh M. bovis, yang diperkirakan mencapai 10% dari kasus tuberkulosis manusia di beberapa negara. Diagnosis mungkin lebih rumit dengan kecenderungan infeksi M. bovis berada di jaringan selain paru-paru (yaitu infeksi ekstrapulmonal) dan fakta bahwa M. bovis secara alami resisten terhadap salah satu antimikroba yang biasa digunakan untuk mengobati tuberkulosis manusia, pirazinamid.

 

The OIE Terrestrial Animal Health Code dan OIE Manual of Diagnostic Test and Vaccines for Terrestrial Animals memberikan standar teknis dan rekomendasi yang dimaksudkan untuk mengelola risiko kesehatan manusia dan hewan yang terkait dengan infeksi hewan dengan anggota Mycobacterium tuberculosis complex, termasuk M bovis.

 

Peta jalan untuk tuberkulosis zoonosis

Tuberkulosis manusia adalah penyebab utama penyakit dan kematian di seluruh dunia. Hal ini terutama disebabkan oleh M. tuberculosis dan biasanya ditularkan melalui jalur pernapasan melalui kontak dekat dan inhalasi aerosol yang terinfeksi. TBC zoonosis adalah bentuk tuberkulosis manusia yang kurang umum yang disebabkan oleh anggota terkait dari kompleks Mycobacterium tuberculosis (M. bovis). Bentuk zoonosis terutama ditularkan secara tidak langsung, melalui konsumsi susu yang terkontaminasi, produk susu, atau daging yang mengandung bahan yang terinfeksi. Di daerah di mana kebersihan makanan diterapkan secara konsisten, risiko terhadap masyarakat umum telah berkurang, namun infeksi tuberkulosis zoonosis tetap menjadi bahaya pekerjaan bagi peternak, pekerja rumah potong hewan, dan tukang daging.

 

Organisasi Kesehatan Hewan (OIE), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) dan Persatuan Internasional Melawan Tuberkulosis dan Penyakit Paru (The Union) bersama-sama meluncurkan peta jalan pertama untuk mengatasi TB zoonosis pada Oktober 2017. Hal ini didasarkan pada pendekatan One Health yang mengakui saling ketergantungan sektor kesehatan manusia dan hewan untuk mengatasi dampak kesehatan dan ekonomi utama dari penyakit ini.

Peta jalan ini menyerukan tindakan bersama dari lembaga pemerintah, donor, akademisi, organisasi non-pemerintah dan pemangku kepentingan swasta di seluruh tingkat politik, keuangan dan teknis. Ini mendefinisikan sepuluh prioritas untuk mengatasi TB zoonosis pada manusia dan TB sapi pada hewan.

 

Ini termasuk dalam tiga tema inti:

1. Tingkatkan basis bukti ilmiah

2. Kurangi penularan pada antarmuka hewan-manusia

3. Memperkuat pendekatan lintas sektor dan kolaboratif

Pencegahan dan pengendalian

Program pengendalian dan pemberantasan nasional berdasarkan pengujian dan penyembelihan hewan yang terinfeksi telah berhasil dilaksanakan di banyak negara, sebagai pendekatan yang disukai untuk mengelola tuberkulosis sapi. Namun, pendekatan ini tetap tidak praktis di beberapa negara yang terinfeksi berat karena dapat mengharuskan pemotongan ternak dalam jumlah besar, dan ini mungkin tidak layak, karena keterbatasan sumber daya manusia atau keuangan dalam program kesehatan hewan, atau karena alasan budaya. Oleh karena itu, negara-negara menggunakan berbagai bentuk pengujian dan pemisahan pada tahap awal, dan kemudian beralih ke metode pengujian dan pemotongan pada tahap akhir.

 

Beberapa program pemberantasan penyakit telah sangat berhasil dalam mengurangi atau menghilangkan penyakit pada ternak, dengan menggunakan pendekatan berbagai segi yang meliputi:

1. Pemeriksaan daging post mortem (mencari tuberkel di paru-paru, kelenjar getah bening, usus, hati, limpa, pleura, dan peritoneum), untuk mendeteksi hewan dan ternak yang terinfeksi.

2. Pengawasan intensif termasuk kunjungan ke peternakan.

3. Pengujian individu ternak secara sistematis.

4. Pemusnahan hewan yang terinfeksi dan kontak.

5. Peraturan daerah yang memadai.

6. Pengawasan pergerakan ternak yang efektif.

7. Identifikasi hewan individu.

8. Ketertelusuran yang efektif.

Mendeteksi hewan yang terinfeksi mencegah daging yang tidak aman memasuki rantai makanan dan memungkinkan Layanan Veteriner untuk melacak kembali ke kawanan asal hewan yang terinfeksi yang kemudian dapat diuji dan dihilangkan jika diperlukan.

 

Pasteurisasi atau pemanasan susu dari hewan yang berpotensi terinfeksi ke suhu yang cukup untuk membunuh bakteri telah terbukti efektif untuk mencegah penyebaran penyakit ke manusia.

 

Pengobatan antimikroba pada hewan yang terinfeksi jarang dicoba karena dosis dan durasi pengobatan yang diperlukan, biaya pengobatan yang tinggi, dan gangguan pada tujuan utama menghilangkan penyakit, dan potensi risiko berkembangnya resistensi.

 

Vaksinasi dipraktekkan dalam pengobatan manusia, tetapi sejauh ini tidak digunakan sebagai tindakan pencegahan pada hewan, karena kurangnya ketersediaan vaksin yang aman dan efektif, dan potensi gangguan pada surveilans dan tes diagnostik bovine tuberculosis, karena hasil reaksi positif palsu pada hewan yang divaksinasi. Para peneliti secara aktif menyelidiki potensi vaksin tuberkulosis sapi baru atau yang lebih baik dan rute alternatif pemberian vaksin untuk digunakan pada hewan domestik dan reservoir satwa liar, serta tes diagnostik baru untuk membedakan hewan yang divaksinasi dari hewan yang terinfeksi secara andal.

 

DAFTAR PUSTAKA

1. Technical card (CFSPH)Health

2. Iowa State University

3. Merck Veterinary Manual

Sunday, 14 November 2021

Mengenal Kredit Karbon


Kegiatan manusia di muka bumi menyebabkan pemanasan global yang besar dan hal ini sangat bergantung pada emisi gas rumah kaca atau emisi karbon. Indonesia sendiri telah berkomitmen mengurangi emisi karbon di wilayah negaranya. Pemerintah telah menetapkan target unconditional sebesar 29% dan target conditional sampai dengan 41% dibandingkan skenario Business as Usual (BaU) pada tahun 2030.

 

Pada abad 20 samapai abad ini terjadi peningkatan kegiatan industri di berbagai sektor sehingga menimbulkan percepatan pemanasan global.  Maka dari out seluruh dunia harus segera berperan yang signifikan dalam mengurangi emisi karbon. Sehingga akhirnya perlu konsep kredit karbon yang berperan untuk menjadi salah satu mekanisme yang efisien.

 

Konsep kredit karbon

Kredit karbon adalah representasi dari ‘hak’ bagi sebuah perusahaan atau instansi untuk mengeluarkan sejumlah emisi karbon atau gas rumah kaca lainnya dalam proses industrinya.  Satu unit kredit karbon setara dengan penurunan emisi 1 ton karbon dioksida (CO2). Kredit karbon menjadi unit yang diperdagangkan dalam pasar karbon untuk kegiatan carbon offset.


Carbon offset adalah kegiatan menyeimbangkan sejumlah emisi karbon yang dihasilkan dari kegiatan tertentu dengan cara membeli karbon kredit (dalam pasar sukarela). Kegiatan yang menghasilkan emisi karbon termasuk kegiatan industri hingga kegiatan sehari-hari.

 

Dari mana kredit karbon berasal?

Kredit karbon berasal dari pengurangan emisi yang dilakukan oleh proyek sukarela, di mana proyek ini secara khusus bertujuan untuk mengurangi emisi; seperti pembangunan turbin, proyek pengurangan metana, atau pemulihan hutan.

 

Secara alami, tumbuhan mampu menyerap karbon dioksida dan mengeluarkan kembali oksigen ke udara melalui proses fotosintesis. Namun, laju produksi karbon dioksida jauh lebih cepat daripada kemampuan penyerapannya. Dengan pertumbuhan industri dan populasi, luas hutan semakin sempit untuk dialihkan menjadi perkebunan, pemukiman, pabrik, dan sejenisnya.

 

Ilustrasinya, proyek-proyek penghijauan dapat mengajukan perhitungan daya serap lahannya ke lembaga verifikasi kredit karbon yang diakui secara internasional. Setelah memperoleh sertifikasi akan sejumlah kredit karbon (yang masing-masing setara dengan 1 ton CO2), kredit karbon tersebut tercatat dalam depository (lembaga yang bertanggung jawab menyimpan kredit karbon tersebut). Barulah kredit karbon dapat diperdagangkan di pasar karbon.

 

Potensi kredit karbon Indonesia

Berdasarkan data dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Indonesia memiliki hutan hujan tropis ke-3 terbesar di dunia dengan luas area 125,9 juta hektar yang mampu menyerap emisi karbon sebesar 25,18 miliar ton. Sedangkan luas area hutan mangrove di Indonesia saat ini mencapai 3,31 juta hektar yang mampu menyerap emisi karbon sekitar 950 ton karbon per hektar atau setara 33 miliar karbon. Indonesia juga memiliki lahan gambut terluas di dunia dengan area 7,5 juta hektar yang mampu menyerap emisi karbon mencapai sekitar 55 miliar ton.

 

Dari data tersebut maka total emisi karbon yang mampu diserap Indonesia kurang lebih sebesar 113,18 gigaton. Jika pemerintah Indonesia dapat menjual kredit karbon dengan harga USD 5 di pasar karbon, maka potensi pendapatan Indonesia mencapai USD565,9 miliar atau setara dengan Rp8.000 triliun.

 

Menjaga Jumlah Emisi Karbon Lewat Perdagangan Karbon di Bursa

Penanganan masalah iklim akibat emisi karbon yang sangat urgen ini semakin mendesak. Tidak hanya masyarakat, pemerintah dan swasta raksasa pun perlu mencanangkan komitmen global untuk permasalahan ini.

 

Pada 12 Desember 2015, sebanyak 195 negara termasuk Indonesia, menyepakati perjanjian iklim global yang dikenal sebagai Perjanjian Paris (Paris Agreement). Perjanjian ini sepenuhnya bersifat sukarela, di mana semua negara yang menyepakatinya berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca dan memastikan suhu global tidak naik lebih dari 2˚C (3.6˚F); menjaga kenaikan suhu global tetap di bawah 1.5˚C (2.7˚F). Perjanjian Paris mulai berlaku efektif pada 4 November 2016.

 

Melanjutkan kesepakatan tersebut, skema-skema perdagangan karbon global pun dilaksanakan untuk menjaga jumlah emisi karbon yang dikeluarkan ke atmosfer. Terkait pengawasan emisi karbon, perdagangan karbon umumnya dilakukan melalui bursa dengan standar satuan tertentu.

 

”Karbon” yang dimaksud dalam perdagangan karbon di bursa adalah kredit karbon. Kredit karbon sendiri telah diakui secara internasional sebagai komoditas. Maka dari itu, ekosistem bursa akan memfasilitasi perdagangan karbon yang terorganisasi dan efisien.

Edukasi Emisi Karbon



Karbon merupakan salah satu unsur yang telah diketahui keberadaannya sejak zaman kuno, dan boleh dikatakan sebagai unsur dasar bagi kehidupan di bumi. Sebanyak 20% dari tubuh manusia terdiri dari karbon, dalam bentuk senyawa, seperti hidrogen dan oksigen.


Dalam konteks lingkungan, karbon yang dimaksud bisa merusak lingkungan hidup kita adalah gas-gas emisi yang memiliki kandungan karbon dioksida tinggi. Gas-gas ini dihasilkan dari pembakaran senyawa yang mengandung karbon, seperti asap dari pembakaran bensin, solar, kayu, daun, gas LPG, dan bahan bakar lain yang mengandung hidrokarbon.


Emisi karbon menjadi salah satu penyumbang terbesar dalam perubahan iklim global yang berdampak buruk pada lingkungan dan kelangsungan hidup makhluk hidup di muka bumi. Tingginya kadar karbon dioksida dalam emisi karbon yang dihasilkan oleh industri dan aktivitas manusia, telah memberikan sejumlah dampak signifikan terhadap lingkungan. Kandungan karbon dioksida dalam emisi yang terperangkap di atmosfer menyebabkan peningkatan suhu bumi.


Dampak Emisi Karbon

1.     Mencairnya es di kutub yang menyebabkan kenaikan permukaan air laut.

2.     Kemarau panjang dan kekurangan air bersih akibat iklim yang lebih panas.

3.     Cuaca ekstrim dan bencana alam.

4.     Rantai makanan terganggu.

5.     Penyebaran penyakit, khususnya di wilayah tropis.

6.     Kerusakan ekosistem laut.


Perdagangan Emisi Karbon

Urgensi penanganan masalah iklim akibat emisi karbon semakin mendesak. Tidak hanya masyarakat, pemerintah dan perusahaan swasta raksasa pun perlu berkomitmen untuk mengatasi tingginya kadar emisi karbon dunia. Pada 12 Desember 2015, sebanyak 195 negara termasuk Indonesia, menyepakati perjanjian iklim global yang dikenal sebagai Perjanjian Paris (Paris Agreement).


Melanjutkan kesepakatan tersebut skema-skema perdagangan karbon global pun dilaksanakan untuk menjaga jumlah emisi karbon yang dikeluarkan ke atmosfer. Terkait pengawasan emisi karbon, perdagangan karbon umumnya dilakukan melalui bursa komoditi dengan standar satuan tertentu.


“Karbon” yang dimaksud dalam perdagangan karbon di bursa adalah kredit karbon. Secara sederhana, kredit karbon merepresentasikan ‘hak’ menghasilkan karbon. Kredit ini dihasilkan oleh proyek-proyek penghijauan dengan metode perhitungan potensi penyerapan karbon yang telah diakui secara global. Sementara itu, perusahaan maupun instansi yang menghasilkan emisi karbon lebih dari kredit (atau ‘hak’) yang dimiliki, dapat membeli kredit karbon yang dijual di pasar karbon.


Perdagangan Karbon Terorganisir di Indonesia

Pada tahun 2100 nanti, dunia diproyeksikan mengalami kenaikan suhu sekitar 5 °C. Jika umat manusia tidak mulai transisi rendah karbon, hal ini akan memberikan konsekuensi serius pada kehidupan manusia dan generasi mendatang. Oleh karena itu, kita harus mengurangi emisi karbon. Sebagai salah satu paru-paru dunia, Indonesia menyumbang 75-80% kredit karbon dunia. Artinya, Indonesia secara tidak langsung bertanggung jawab atas sebagian besar potensi dunia untuk menghasilkan penyimbangan karbon, dan menjadikan Indonesia sebagai pasar potensial dalam pelaksanaan perdagangan kredit karbon. 


Perdagangan karbon ini dapat memberikan kontribusi hingga lebih dari USD150 miliar bagi perekonomian Indonesia. Perdagangan karbon yang terorganisir melalui bursa akan memudahkan Indonesia untuk mencapai target yang telah ditetapkan dengan biaya minimal, dan memaksimalkan peluangnya di pasar perdagangan karbon internasional.

 

Saturday, 6 November 2021

Virus dari Kelelawar Memberi Petunjuk Asal-usul Virus Covid-19

 

Kelelawar Rhinolophus pusillus, satu dari tiga spesies kelelawar tapal kuda yang diamati dalam suatu penelitian.  Coronavirus yang ditemukan pada kelelawar dari Laos secara mengejutkan dapat menginfeksi sel manusia, menunjukkan bahwa sifat mematikan ini dapat berkembang di luar laboratorium.

Pada musim panas 2020, setengah tahun pandemi virus corona, para ilmuwan melakukan perjalanan ke hutan di Laos utara untuk menangkap kelelawar yang dapat membawa kerabat dekat patogen tersebut.

 

Di tengah malam, mereka menggunakan jaring dan perangkap untuk menangkap hewan-hewan yang muncul dari gua-gua terdekat, mengumpulkan sampel air liur, urin, dan kotoran, lalu melepaskannya kembali ke kegelapan.

Sampel tinja ternyata mengandung virus corona, yang dipelajari para ilmuwan di laboratorium keamanan hayati tingkat 3, yang dikenal sebagai BSL-3, menggunakan alat pelindung khusus dan filter udara.

 

Tiga dari virus corona Laos tidak biasa: Virus ini membawa “kait molekuler” di permukaannya yang sangat mirip dengan “kait molekuler” pada virus penyebab Covid-19, yang resmi disebut SARS-CoV-2. Seperti SARS-CoV-2, “kait molekuler”  virus tersebut memungkinkan virus ini untuk menempel pada sel manusia.

Virus Ini bahkan lebih kuat daripada strain awal SARS-CoV-2 (Menurut Marc Eloit, Profesor Virologi) merujuk pada seberapa kuat kait pada virus corona Laos mengikat sel manusia. Studi ini diposting online bulan lalu dan belum dipublikasikan dalam jurnal ilmiah.

 

Pakar virus mengumandangkan tentang penemuan itu. Beberapa menduga bahwa virus mirip-SARS-CoV-2 ini mungkin sudah menginfeksi orang dari waktu ke waktu, hanya menyebabkan wabah ringan dan terbatas. Tetapi dalam situasi yang tepat, patogen dapat menimbulkan pandemi seperti Covid-19, kata mereka.

Temuan ini juga memiliki implikasi signifikan untuk perdebatan yang dituduhkan tentang asal-usul Covid-19, kata para ahli. Beberapa orang berspekulasi bahwa kemampuan mengesankan SARS-CoV-2 untuk menginfeksi sel manusia tidak mungkin berevolusi melalui limpahan alami dari hewan. Tetapi temuan baru tampaknya menunjukkan sebaliknya.

 

Hal itu benar-benar menghilangkan anggapan bahwa virus ini harus dibuat, atau entah bagaimana dimanipulasi di laboratorium, agar bisa menginfeksi manusia dengan baik (Menurut Michael Worobey, ahli virologi Universitas Arizona).

 

Virus kelelawar ini, bersama dengan lebih dari selusin lainnya yang ditemukan dalam beberapa bulan terakhir di Laos, Kamboja, Cina, dan Thailand, juga dapat membantu para peneliti mengantisipasi pandemi di masa depan dengan lebih baik. Pohon kekerabatan virus menawarkan petunjuk tentang di mana strain yang berpotensi berbahaya bersembunyi, dan hewan mana yang harus dilihat oleh para ilmuwan untuk menemukannya.

 

Pengambilan Sampel Virus dari Satwa Liar

Tiga kelelawar yang ditangkap di Laos utara membawa virus yang sangat mirip dengan SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19. Sampel dari hewan liar, dapat membantu para peneliti mengantisipasi pandemi di masa depan.

Pemerintah AS baru saja mengumumkan proyek senilai $125 juta untuk mengidentifikasi ribuan virus liar di Asia, Amerika Latin, dan Afrika untuk menentukan risiko penyebarannya. Dr Eloit memperkirakan masih banyak kerabat SARS-CoV-2 yang tersisa untuk ditemukan.

 

Ketika SARS-CoV-2 pertama kali terungkap, kerabat terdekatnya yang diketahui adalah virus corona kelelawar yang ditemukan oleh para peneliti Tiongkok pada tahun 2016 di sebuah tambang di Provinsi Yunnan, Tiongkok selatan. RaTG13, seperti diketahui, 96 persen genomnya sama dengan SARS-CoV-2. Berdasarkan mutasi yang dibawa oleh masing-masing virus, para ilmuwan memperkirakan bahwa SARS-CoV-2 dan RaTG13 memiliki nenek moyang sama yang menginfeksi kelelawar sekitar 40 tahun yang lalu.

Kedua virus menginfeksi sel inang dengan menggunakan kait molekuler, yang disebut “domain pengikatan reseptor”, untuk menempel pada permukaan sel kelelawar. Kait RaTG13, yang disesuaikan untuk menempel pada sel kelelawar, hanya dapat menempel setiap minggu ke sel manusia. Kait SARS-CoV-2, sebaliknya, dapat masuk ke sel-sel di saluran pernapasan manusia, langkah awal menuju kasus Covid-19 yang berpotensi mematikan.

Untuk menemukan kerabat dekat SARS-CoV-2 lainnya, pakar virus satwa liar memeriksa sampel lama yang disimpan di lemari es mereka yang berasal dari seluruh dunia. Mereka mengidentifikasi beberapa virus corona serupa dari bagian selatan, Kamboja, dan Thailand. Sebagian besar berasal dari kelelawar, sementara beberapa berasal dari mamalia bersisik yang dikenal sebagai trenggiling.

 

Tidak ada kerabat yang lebih dekat dari RaTG13.  Dr Eloit dan rekan-rekannya malah berangkat mencari virus corona baru.  Mereka melakukan perjalanan ke Laos utara, sekitar 150 mil dari tambang tempat peneliti China menemukan RaTG13. Selama enam bulan mereka menangkap 645 kelelawar, yang termasuk dalam 45 spesies berbeda. Kelelawar menyimpan dua lusin jenis virus corona, tiga di antaranya sangat mirip dengan SARS-CoV-2 – terutama dalam domain pengikatan reseptor.

Di RaTG13, 11 dari 17 blok bangunan utama domain identik dengan yang ada pada SARS-CoV-2. Tetapi hingga saat ini pada tiga virus dari Laos, sebanyak 16 identik — kecocokannya terdekat.

Eloit berspekulasi bahwa satu atau lebih virus corona mungkin dapat menginfeksi manusia dan menyebabkan penyakit ringan. Dalam studi terpisah, ia dan rekannya mengambil sampel darah dari orang-orang di Laos yang bekerja mengumpulkan pupuk kotoran kelelawar. Meskipun orang Laos tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda telah terinfeksi SARS-CoV-2, mereka memiliki penanda kekebalan, yang disebut antibodi, yang tampaknya disebabkan oleh virus serupa.

 

Linfa Wang, ahli virologi molekuler di Duke-NUS Medical School di Singapura yang tidak terlibat dalam penelitian ini, setuju bahwa infeksi semacam itu mungkin terjadi, karena virus yang baru ditemukan dapat menempel erat pada protein pada sel manusia yang disebut ACE2.  Jika domain pengikat reseptor siap menggunakan ACE2, orang-orang ini berbahaya (Menurut Wang)

 

Paradoksnya, beberapa gen lain dalam tiga virus Laos lebih jauh terkait dengan SARS-CoV-2 daripada virus kelelawar lainnya. Penyebab tambal sulam genetik ini adalah evolusi kompleks virus corona.

Jika kelelawar yang terinfeksi satu virus corona menangkap yang kedua, kedua virus yang berbeda dapat berakhir di satu sel sekaligus. Saat sel itu mulai mereplikasi masing-masing virus itu, gen virus tersebut bercampur bersama sehingga menghasilkan hibrida virus baru.

Dalam coronavirus Laos, pencampuran gen ini telah memberi mereka domain pengikatan reseptor yang sangat mirip dengan SARS-CoV-2. Pertukaran genetik asli terjadi sekitar satu dekade lalu, menurut analisis awal oleh Spyros Lytras, seorang mahasiswa pascasarjana di Universitas Glasgow di Skotlandia.

 

Lytras dan rekan-rekannya sekarang membandingkan SARS-CoV-2 tidak hanya dengan virus baru dari Laos, tetapi juga dengan kerabat dekat lainnya yang telah ditemukan dalam beberapa bulan terakhir. Mereka menemukan lebih banyak bukti tentang pencampuran gen. Proses ini - yang dikenal sebagai rekombinasi - dapat membentuk kembali virus dari tahun ke tahun. Semakin jelas betapa pentingnya rekombinasi.

Dia dan rekan-rekannya sekarang menggambar pohon evolusi yang berantakan dari virus mirip SARS-CoV-2 berdasarkan wawasan baru ini. Menemukan lebih banyak virus dapat membantu memperjelas gambaran tersebut. Tetapi para ilmuwan terbagi ke mana harus mencarinya.

 

Dr. Eloit percaya bahwa spekulasi terbaik adalah zona Asia Tenggara yang mencakup situs tempat rekan-rekannya menemukan virus corona, serta tambang terdekat di Yunnan tempat RaTG13 ditemukan.  Lanskap utama yang sesuai dengan Vietnam utara, Laos utara, dan Cina selatan.

 

Proyek perburuan virus baru pemerintah AS, yang disebut DEEP VZN, dapat memunculkan satu atau lebih virus mirip SARS-CoV-2 di wilayah itu. Seorang juru bicara USAID, lembaga yang mendanai upaya tersebut, menyebut Vietnam sebagai salah satu negara tempat para peneliti akan mencari, dan mengatakan bahwa virus corona baru adalah salah satu prioritas utama mereka.

Ilmuwan lain berpikir ada baiknya mencari kerabat SARS-CoV-2 lebih jauh. Dr. Worobey dari University of Arizona mengatakan bahwa beberapa virus corona kelelawar yang membawa segmen mirip SARS-CoV-2 telah ditemukan di China timur dan Thailand.  Jelas rekombinasi menunjukkan kepada kita bahwa virus ini adalah bagian dari kumpulan gen tunggal lebih dari ratusan dan ratusan mil, jika tidak ribuan mil.

 

Colin Carlson, seorang ahli biologi di Universitas Georgetown, menduga bahwa virus yang mampu menghasilkan wabah seperti Covid mungkin mengintai lebih jauh. Kelelawar sampai ke timur yaitu di Indonesia dan ke barat yaitu di India, berbagi banyak fitur biologis dengan hewan yang diketahui membawa virus mirip SARS-CoV-2.  Ini bukan hanya masalah Asia Tenggara. Virus ini beragam, dan virus tersebut lebih kosmopolitan daripada yang kita duga.

 

Ketertarikan pada asal mula pandemi telah memberikan perhatian baru pada langkah-langkah keamanan yang digunakan para peneliti ketika mempelajari virus yang berpotensi berbahaya. Untuk memenangkan hibah DEEP VZN, para ilmuwan harus menyediakan rencana keselamatan hayati dan keamanan hayati, menurut juru bicara USAID, termasuk pelatihan untuk para pegawai, pedoman tentang peralatan pelindung yang akan dikenakan di lapangan dan langkah-langkah keamanan untuk pekerjaan laboratorium.

 

Jika para ilmuwan menemukan kekerabatan yang lebih dekat dari SARS-CoV-2, itu tidak berarti virus tersebut menimbulkan ancaman yang mematikan. Virus tersebut mungkin gagal menyebar pada manusia atau, seperti yang diperkirakan beberapa ilmuwan, hanya menyebabkan wabah kecil. Hanya tujuh virus corona yang diketahui telah melompati penghalang spesies menjadi patogen manusia yang mapan.

 

Menurut Metcalf, ahli ekologi evolusioner di Universitas Princeton, Mungkin ada sejumlah besar virus corona lain yang akhirnya tidak ke mana-mana.

Namun, rekombinasi mungkin dapat mengubah virus yang tidak akan kemana-mana menjadi ancaman baru. Pada bulan Mei, para peneliti melaporkan bahwa dua virus corona pada anjing digabungkan kembali di Malaysia. Hasilnya adalah hibrida yang menginfeksi delapan anak.

Perlu studi lagi lebih mendalam  karena virus corona yang telah dipantau selama beberapa dekade, yang dianggap hanya sebagai sesuatu yang bisa didapat pada hewan peliharaan ternyata dapat melakukan lompatan ke Manusia.

Sumber:

Carl Zimmer. New York Times. 19 Oktober 20121. Bagian D, Halaman 3, dengan tajuk: Newly Found Viruses Give Hints to Covid Origins.