Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Monday, 3 February 2025

Peternakan untuk Kesejahteraan Global

 

Mengoptimalkan Peran Peternakan untuk Kesejahteraan Global di Tengah Tantangan Perubahan Iklim

 

Di tengah gemuruh aktivitas kota besar, tersembunyi sebuah keberhasilan yang tak terbantahkan: peran penting produk dan layanan peternakan dalam memastikan kesejahteraan manusia. Peternakan tidak hanya menjadi pilar penting dalam menyediakan 33% protein global dan 17% kalori yang diperlukan oleh populasi dunia, tetapi juga menjadi tulang punggung bagi ekonomi dengan menyumbang hampir 40% dari total produk domestik bruto pertanian di seluruh dunia.

 

Namun, keberhasilan ini bukan hanya terbatas pada angka statistik. Di balik data tersebut, peternakan membuka pintu bagi peluang-peluang baru, terutama bagi masyarakat pedesaan yang sering kali terpinggirkan. Sebagai penyedia utama pangan, peternakan bukan hanya memenuhi kebutuhan nutrisi, tetapi juga menjadi sumber pendapatan bagi penduduk negara berkembang.

 

Semakin meningkatnya jumlah penduduk dunia dan peningkatan pendapatan menyebabkan permintaan terhadap produk peternakan terus berkembang pesat. Dalam dinamika ini, peternakan menjadi garda terdepan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan pangan yang berkualitas dan terjangkau.

 

Perubahan iklim bukan lagi sekadar isu yang terpencil; ia telah menancapkan diri dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam ranah produksi peternakan. Naiknya suhu global, variasi ekstrem dalam pola hujan, dan peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer menjadi ancaman nyata bagi kinerja peternakan di banyak wilayah. Masa depan peternakan diprediksi akan semakin terpengaruh oleh dampak-dampak negatif ini.

 

Namun, tantangan itu tidak berhenti di situ. Peternakan sendiri juga menjadi kontributor utama dari gas rumah kaca (GRK), baik secara langsung maupun tidak langsung melalui penggunaan lahan dan produksi pakan. Di tingkat global, sekitar 14,5% dari total emisi GRK berasal dari aktivitas peternakan, membentuk bagian penting dari apa yang disebut sebagai emisi antropogenik.

 

Kini, di tengah interaksi yang semakin intens antara perubahan iklim dan kebutuhan akan produksi peternakan yang terus meningkat, muncul tantangan baru: bagaimana meningkatkan produksi sambil mengurangi dampak negatif terhadap iklim. Dalam agenda ini, menurunkan emisi GRK menjadi prioritas utama.

 

Maka dari itu, pemahaman mendalam mengenai dampak perubahan iklim terhadap produksi peternakan, serta upaya mitigasi yang efektif, menjadi kunci dalam menghadapi tantangan ini. Hanya dengan pemahaman yang komprehensif dan tindakan yang tepat, kita dapat membawa industri peternakan ke arah yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.

 

Langkah-langkah untuk mengurangi emisi GRK dari sektor peternakan merupakan langkah krusial dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Intensitas emisi yang beragam antar wilayah menjadi poin penting dalam menentukan potensi mitigasi. Dalam kesenjangan antara praktik-praktik pengelolaan dengan tingkat emisi tertinggi dan terendah, terletak kunci untuk mengurangi dampak negatif.

 

Para peneliti optimistis bahwa potensi pengurangan emisi dari sektor peternakan mencapai angka signifikan, yakni sekitar 30%. Namun, untuk mewujudkan potensi tersebut, produsen harus mengadopsi praktik-praktik terbaik yang telah teruji dalam wilayah dengan iklim tertentu. Mereka dapat belajar dari 10% produsen teratas yang telah berhasil mengurangi intensitas emisi secara drastis.

 

Ada empat tindakan mitigasi yang menjadi fokus dalam upaya mengurangi emisi GRK dari peternakan. Dengan langkah-langkah yang tepat, kita dapat bergerak menuju masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan bagi sektor peternakan.

 

1. Optimasi Pengelolaan Lahan

 

Pengelolaan sumber daya lahan menjadi kunci dalam upaya mitigasi dampak peternakan terhadap lingkungan. Thornton dkk pada tahun 2010 memperkirakan bahwa potensi mitigasi maksimum dari pengelolaan ternak dan padang rumput dapat mencapai sekitar 7% dari potensi mitigasi global peternakan hingga tahun 2030. Strategi untuk mencapai hal ini termasuk penerapan padang rumput yang lebih efektif, meningkatkan intensifikasi pola makan ternak, memperbaharui bibit ternak, mengurangi tingkat penebaran, dan mengelola intensitas penggembalaan.

 

Temuan dari Havlik dkk pada tahun 2014 menunjukkan bahwa pengurangan emisi yang signifikan dapat dicapai dengan mengalihkan ke sistem peternakan yang lebih efisien, tanpa harus menghabiskan banyak lahan tambahan.

Pentingnya kebijakan mitigasi yang menargetkan perubahan dalam penggunaan lahan menjadi semakin jelas, dengan efisiensi yang jauh lebih tinggi, yakni 5–10 kali lipat dibandingkan dengan kebijakan yang hanya berfokus pada emisi langsung dari peternakan.

 

Mitigasi juga dapat dicapai melalui praktik penggunaan lahan lainnya yang berhubungan dengan penyerapan karbon, terutama dalam konteks produksi pangan. Tindakan seperti penggunaan pengolahan tanah konservasi, penanaman tanaman dengan hasil yang lebih produktif, pengurangan deforestasi, konversi lahan pertanian menjadi padang rumput, dan perbaikan spesies rumput menjadi langkah-langkah konkrit dalam memperbaiki keseimbangan ekologi.

 

2. Mengelola Fermentasi di Dalam Lambung

 

Peternakan, yang mencakup sekitar 26% lahan di seluruh dunia, memainkan peran penting dalam rantai makanan global. Namun, sebagian besar lahan ini digunakan untuk memproduksi pakan ternak. Di balik produksi pakan ini, tersembunyi sumber emisi utama: fermentasi enterik dari hewan ternak ruminansia, seperti sapi dan domba.

 

Namun, ada harapan. Dengan manajemen pola makan yang cerdas dan manipulasi genetika, kita dapat mengurangi jejak karbon dari ternak. Strategi nutrisi yang canggih, seperti meningkatkan kecernaan hijauan, telah terbukti dapat mengurangi emisi metana enterik sebesar 2,5–15% per unit susu yang diproduksi.

 

Lebih lanjut, dengan menggabungkan pendekatan genetik dengan manajemen pakan yang cermat, pengurangan emisi metana bisa lebih signifikan lagi. Berbagai bahan tambahan dan suplemen pakan, mulai dari antibiotik hingga lipid, telah terbukti efektif dalam menurunkan tingkat emisi metana dari ternak.

Dengan langkah-langkah inovatif ini, kita dapat mengubah cara peternakan berkontribusi terhadap perubahan iklim, membuka jalan menuju sistem peternakan yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.

 

3. Mengubah Kotoran Menjadi Solusi Energi

 

Kotoran ternak, selain dari mengotori lingkungan, juga menjadi sumber emisi GRK seperti nitrogen oksida dan metana. Namun, terobosan dalam manajemen limbah ternak menawarkan solusi inovatif untuk mengurangi jejak karbon dari peternakan.

 

Dengan melakukan perubahan pada cara kita menyimpan dan menangani kotoran ternak, kita dapat mengurangi emisi GRK secara signifikan. Pendekatan seperti mengurangi durasi penyimpanan, menjaga suhu penyimpanan tetap rendah, serta memisahkan kotoran padat dan cair, dapat membantu mengurangi dampak negatifnya.

 

Melalui proses pencernaan anaerobik, di mana mikroorganisme memecah kotoran tanpa adanya oksigen, kita bisa menghasilkan biogas yang terdiri dari metana dan karbon dioksida. Biogas ini dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif untuk menghasilkan panas atau listrik, mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil yang merusak lingkungan.

 

Pengolahan anaerobik juga memiliki dampak positif lainnya, yakni mengubah komposisi emisi dari nitrogen oksida dan metana menjadi kombinasi karbon dioksida dan metana, yang lebih ramah lingkungan.

 

Dengan mengadopsi teknologi ini, kita dapat mencapai pengurangan emisi GRK hingga lebih dari 30% dibandingkan dengan metode pengolahan kotoran ternak konvensional. Selain itu, penyesuaian pola makan hewan juga dapat memainkan peran penting dalam mengubah volume dan komposisi kotoran, membawa kita satu langkah lebih dekat menuju peternakan yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.

 

4. Inovasi dalam Manajemen Pupuk

 

Penggunaan pupuk dalam produksi tanaman pakan telah menjadi salah satu penyebab emisi nitrogen oksida yang signifikan. Untuk mengurangi dampaknya, strategi mitigasi yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan nitrogen telah dikembangkan. Langkah-langkah ini mencakup pemanfaatan nitrogen yang dilepaskan, penerapan presisi, penggunaan pupuk organik, pemuliaan tanaman, modifikasi genetik, dan bahkan perubahan pada jenis tanaman yang ditanam.

 

Namun, menilai potensi mitigasi dari peningkatan efisiensi pupuk dalam produksi pakan ternak bukanlah hal yang sederhana. Ini merupakan area yang kompleks dan masih perlu diteliti lebih lanjut untuk memahami dampaknya secara menyeluruh.

 

Selain itu, ada praktik lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi emisi yang berasal dari produksi pakan. Salah satunya adalah dengan mengubah jenis pakan yang diberikan kepada ternak.

 

Salah satu inovasi yang menarik adalah potensi penggunaan protein mikroba sebagai pengganti pakan. Pendekatan ini bisa menggantikan sebagian besar kebutuhan protein ternak yang sebelumnya diperoleh dari tanaman konvensional. Selain membantu memenuhi kebutuhan pakan ternak, penggunaan protein mikroba juga dapat menghasilkan pengurangan emisi GRK dari sektor pertanian sebesar 7%. Dengan terus mengembangkan dan mengadopsi teknologi-teknologi inovatif seperti ini, kita dapat memperbaiki dampak lingkungan dari praktik-praktik peternakan kita.

 

KESIMPULAN

 

Sektor peternakan merupakan salah satu pilar penting dalam ekonomi, namun juga menjadi salah satu penyumbang utama emisi GRK. Tantangan ini harus ditanggulangi dengan tindakan yang tepat dan segera, mengingat konsekuensi bencana yang dapat timbul di masa depan jika tidak diatasi.

 

Pemerintah memegang peran penting dalam meningkatkan penerapan teknologi mitigasi untuk mengurangi emisi GRK dari peternakan. Namun, upaya ini tidak hanya tugas pemerintah semata. Para peternak juga memiliki tanggung jawab dalam menurunkan emisi GRK dengan melakukan budidaya ternak yang lebih baik, menggunakan bibit unggul, dan pakan berkualitas. Langkah-langkah seperti pengomposan kotoran untuk pupuk dan produksi biogas juga merupakan bagian penting dari upaya mitigasi GRK.

 

Diperlukan komitmen yang kuat dari semua pihak yang terlibat, termasuk pemerintah, peternak, dan pemangku kepentingan lainnya, untuk menjalankan program mitigasi ini secara terencana dan berkelanjutan. Dengan upaya bersama dan kesadaran akan pentingnya mengurangi emisi GRK, kita dapat menuju masa depan yang lebih berkelanjutan bagi sektor peternakan dan lingkungan hidup.

 

SUMBER:

Pudjiatmoko. (Medik Veteriner Ahli Utama. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan). Mengoptimalkan Peran Peternakan untuk Kesejahteraan Global di Tengah Tantangan Perubahan Iklim.   https://ditjenpkh.pertanian.go.id/ 01 April 2024.

 

Sunday, 2 February 2025

Perbedaan Generasi Z dan Milenial

 

Kalian pasti sudah sering mendengar istilah Generasi Z atau Milenial, kan? Dua kelompok ini memang sering dibahas, terutama soal perbedaan cara pandang dan perilaku hidup mereka. Meskipun keduanya termasuk dalam kategori generasi muda, ada beberapa perbedaan mencolok yang membedakan keduanya. Yuk, kita lihat apa saja yang membuat Gen Z dan Milenial itu berbeda!


Tahun Kelahiran

Dimulai dengan tahun kelahiran, perbedaan antara Milenial dan Generasi Z sangat jelas. Milenial, atau yang sering disebut dengan Gen Y, lahir antara tahun 1981 hingga 1996. Saat ini, mereka berada di kisaran usia 27 hingga 42 tahun (pada 2023). Sementara itu, Generasi Z adalah mereka yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012, dengan usia 11 hingga 26 tahun. Jadi, meskipun mereka berdua adalah kelompok yang masih muda, perbedaan usia ini memberikan dampak besar pada cara pandang dan kebiasaan hidup mereka.

 

Karakteristik

Mereka Tumbuh dengan Teknologi yang Berbeda. Milenial tumbuh dewasa di era yang penuh dengan perkembangan teknologi, terutama internet yang mulai populer di akhir 90-an. Mereka mengalami transisi dari dunia tanpa internet ke dunia yang semakin terhubung. Karena itu, mereka cenderung lebih fokus pada pencapaian karier dan keamanan finansial. Mereka juga menghargai kebebasan dan fleksibilitas dalam hidup, serta senang berbagi pengalaman di media sosial.

 

Sementara itu, Generasi Z sudah lahir dan besar di dunia digital yang sudah matang. Mereka tidak hanya tumbuh dengan internet, tetapi juga dengan teknologi yang semakin canggih, seperti smartphone dan media sosial yang lebih interaktif. Gen Z lebih fokus pada kreativitas, inovasi, dan keberagaman. Mereka cenderung lebih mengutamakan privasi dan keaslian, serta lebih nyaman dengan segala hal yang berhubungan dengan teknologi.

 

Perilaku dan Preferensi

Perbedaan antara Gen Z dan Milenial juga bisa terlihat dari perilaku mereka dalam berbelanja dan memilih hiburan. Milenial lebih suka berbelanja online dan mengikuti tren yang dipopulerkan oleh influencer di media sosial. Musik dan film klasik juga sering menjadi pilihan mereka.

 

Sebaliknya, Generasi Z cenderung lebih suka berbelanja langsung di toko (offline), meskipun mereka juga tetap aktif di dunia digital. Mereka lebih mengikuti konten kreator di platform seperti TikTok, dan lebih suka menikmati musik serta film kontemporer yang lebih up-to-date dengan tren masa kini.

 

Nilai dan Prioritas

Bicara soal nilai dan prioritas hidup, ada juga perbedaan signifikan. Milenial sangat menghargai keadilan sosial dan kesetaraan, dan mereka cenderung fokus pada pengembangan diri serta karier. Banyak dari mereka yang memilih pekerjaan yang memberikan stabilitas dan rasa aman secara finansial.

 

Namun, bagi Generasi Z, keseimbangan hidup adalah hal yang jauh lebih penting. Mereka sangat peduli dengan kesehatan mental dan lebih menghargai kebebasan berekspresi serta kreativitas. Bagi Gen Z, hidup bukan hanya soal kerja keras dan pencapaian karier, tetapi juga bagaimana menjalani hidup dengan bahagia dan seimbang.

 

Menjembatani Perbedaan

Meskipun ada perbedaan-perbedaan ini, penting untuk diingat bahwa setiap individu adalah unik dan bisa memiliki karakteristik yang berbeda dari yang umum dikenal tentang generasi mereka. Banyak faktor, seperti budaya, lingkungan sosial, dan pengalaman hidup, yang membentuk siapa mereka sebenarnya.

 

Jadi, meskipun Gen Z dan Milenial terlihat berbeda dalam banyak hal, mereka tetap berbagi banyak kesamaan, terutama dalam hal menciptakan dunia yang lebih terbuka, kreatif, dan saling mendukung.

Friday, 31 January 2025

Manfaat Penting Semut Bagi Manusia


Manfaat Penting Semut Bagi Lingkungan dan Kehidupan Manusia

 

Semut memiliki berbagai manfaat penting bagi lingkungan dan kehidupan manusia. Salah satunya adalah dalam menjaga kesehatan tanah. Semut berperan dalam mengaerasi tanah, sehingga memudahkan akar tanaman untuk mendapatkan oksigen dan air. Aktivitas penggalian dan pencarian makanan yang mereka lakukan juga berkontribusi pada daur ulang nutrisi, menjadikan tanah lebih subur dan mendukung pertumbuhan tanaman.

 

Selain itu, semut juga berfungsi sebagai pengendali hama alami. Mereka berburu dan memakan berbagai jenis serangga, termasuk hama pertanian seperti kutu daun, ulat, dan rayap. Dengan cara ini, semut membantu mengurangi kerusakan yang disebabkan oleh hama pada tanaman, sehingga mendukung keberlanjutan pertanian dan kebun.

 

Peran semut dalam perputaran nutrisi juga tidak kalah penting. Semut mengonsumsi serangga mati dan materi organik lainnya, yang kemudian membantu memecah dan mendaur ulang nutrisi kembali ke dalam tanah. Proses ini menjaga keseimbangan ekosistem dan mendukung kelangsungan hidup organisme lain yang bergantung pada tanah yang sehat.

 

Tak hanya itu, semut juga berkontribusi dalam penyebaran benih. Mereka membawa benih ke dalam terowongan mereka untuk memakan elaiosom yang bergizi, yang sering kali tumbuh menjadi tanaman baru. Melalui mekanisme ini, semut membantu dalam proses penyebaran dan pertumbuhan vegetasi baru, yang sangat penting bagi keberagaman flora di alam.

 

Selain berfungsi dalam proses alami, semut juga berperan dalam menjaga kebersihan ekosistem. Mereka memakan serangga mati, sisa-sisa tanaman, dan sampah organik lainnya, yang membantu mencegah penumpukan limbah di lingkungan. Kebersihan ini turut mendukung terciptanya lingkungan yang lebih sehat bagi semua makhluk hidup.

 

Dalam hal keanekaragaman hayati, semut memainkan peran yang tak kalah signifikan. Mereka menciptakan hubungan simbiosis dengan berbagai organisme lain. Misalnya, semut "berkebun" kutu daun dengan mengumpulkan mereka untuk melindungi tanaman dari kerusakan. Sebagai imbalannya, kutu daun mendapatkan perlindungan dari predator, menciptakan keseimbangan yang menguntungkan kedua belah pihak.

 

Terakhir, semut juga dapat menjadi sumber protein hewani yang potensial. Dengan memanfaatkan semut sebagai sumber pangan, manusia dapat mengurangi tekanan terhadap sumber daya alam yang lebih besar, seperti hewan ternak. Ini menjadikan semut sebagai alternatif pangan yang lebih ramah lingkungan.

 

Dengan berbagai manfaat tersebut, semut memainkan peran yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan mendukung kehidupan manusia. Tanpa kehadiran semut, banyak proses alami yang mendukung kelangsungan hidup berbagai spesies, termasuk manusia, mungkin tidak dapat berjalan dengan baik.

Wednesday, 29 January 2025

Dokter Jerman Bongkar Praktik Dukun

 


Dokter Jerman yang Membongkar Praktik Dukun di Hindia Belanda


Pada masa lalu, sebelum ilmu kedokteran berkembang pesat seperti sekarang, masyarakat lebih mengandalkan dukun untuk menangani berbagai masalah kesehatan. Bagi banyak orang, terutama di daerah pedesaan, dukun adalah sosok yang dipercaya karena dianggap memiliki kemampuan supranatural serta keahlian meracik obat-obatan herbal. Namun, di kota-kota besar, seiring dengan masuknya pengaruh Barat, praktik perdukunan mulai dipandang sebagai sesuatu yang tidak ilmiah dan tidak teruji kebenarannya.

 

Salah satu tokoh yang tertarik mengkaji praktik dukun di Hindia Belanda adalah seorang dokter asal Jerman bernama Friedrich August Carl. Pada tahun 1823, Carl dikirim oleh Departemen Kesehatan Hindia Belanda untuk bertugas di Semarang. Saat tiba di sana, ia mendapati sebuah fenomena menarik: banyak warga, baik pribumi maupun orang Eropa, lebih memilih berobat ke dukun dibandingkan ke dokter. Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang sembuh setelah menjalani pengobatan tradisional tersebut.

 

Sebagai seorang dokter yang mengandalkan ilmu medis modern, Carl merasa penasaran. Bagaimana mungkin pengobatan yang tidak berbasis ilmu kedokteran tetap bisa memberikan hasil yang baik? Ia juga menyadari bahwa di Hindia Belanda saat itu, akses terhadap obat-obatan modern masih sangat terbatas, berbeda dengan di Eropa. Hal ini semakin memotivasinya untuk meneliti lebih lanjut praktik pengobatan tradisional yang dilakukan oleh para dukun.

 

Ternyata, rasa penasaran Carl juga dirasakan oleh banyak dokter Eropa lainnya. Dalam bukunya Merawat Bangsa (2018), sejarawan Hans Pols menjelaskan bahwa sejak lama para dokter Eropa merasa tersaingi oleh dukun. Salah satu penyebabnya adalah keterbatasan akses layanan kesehatan modern di Hindia Belanda. Para dokter umumnya hanya bertugas di kota-kota besar, sementara mayoritas penduduk tinggal di pedesaan. Selain itu, biaya pengobatan medis juga tergolong mahal bagi masyarakat umum. Ditambah lagi, masyarakat masih merasa asing dan takut dengan metode pengobatan modern. Faktor-faktor ini membuat dukun tetap menjadi pilihan utama bagi banyak orang.

 

Keinginan untuk memahami lebih dalam praktik perdukunan mendorong Carl untuk mengamati dan meneliti langsung cara kerja para dukun. Dalam penelitiannya yang dikutip oleh Hans Pols dalam artikel European Physicians and Botanists, Indigenous Herbal Medicine in the Dutch East Indies, and Colonial Networks of Mediation (2008), Carl menemukan bahwa para dukun sebenarnya memiliki metode tersendiri dalam mendiagnosis penyakit. Mereka mengamati gejala yang dialami pasien, kemudian merapalkan mantra dan memberikan ramuan herbal sebagai obat.

 

Setelah melakukan berbagai observasi, Carl sampai pada kesimpulan bahwa kekuatan utama dari pengobatan dukun bukan terletak pada mantranya, melainkan pada penggunaan tanaman herbal. Meskipun tidak didasarkan pada ilmu medis modern, ramuan herbal yang diberikan sering kali efektif dalam meredakan penyakit. Namun, Carl juga menyadari bahwa pengobatan ini hanya berdasarkan pengalaman turun-temurun dan belum divalidasi secara ilmiah. Oleh karena itu, ia mulai melakukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan khasiat obat-obatan herbal tersebut secara medis.

 

Dengan penuh dedikasi, Carl mulai menggali informasi tentang pengobatan herbal dari berbagai sumber. Ia mewawancarai masyarakat, pedagang obat, pasien, bahkan istrinya sendiri. Tak hanya itu, ia juga melakukan uji coba langsung terhadap dirinya sendiri serta pasien-pasiennya untuk membuktikan efektivitas ramuan yang digunakan oleh dukun. Usaha kerasnya ini akhirnya membuahkan hasil yang luar biasa.

 

Hasil penelitian Carl kemudian dibukukan dalam sebuah karya berjudul “Pratische Waarnemingen Over Eenige Javaansche Geneesmiddelen” atau “Pengamatan Praktis Beberapa Obat Jawa”. Dalam buku ini, ia mencatat berbagai jenis obat herbal yang digunakan di Jawa, lalu membandingkannya dengan obat-obatan modern yang tersedia saat itu. Carl juga mengelompokkan ramuan-ramuan tersebut berdasarkan jenis penyakit yang dapat diobati, sesuai dengan pendekatan medis modern.

 

Penemuan Carl membawa dampak besar dalam dunia kedokteran di Hindia Belanda. Banyak dokter Eropa mulai menerima dan mengadopsi penggunaan obat herbal sebagai bagian dari pengobatan medis. Dengan adanya katalog obat herbal yang disusun oleh Carl, para dokter pun lebih mudah menemukan alternatif pengobatan bagi pasien mereka, terutama di daerah yang sulit dijangkau oleh obat-obatan modern.

 

Popularitas Carl pun meningkat pesat pada akhir abad ke-19. Ia diakui sebagai dokter pertama yang secara sistematis meneliti dan mengembangkan pedoman pengobatan berbasis herbal di Hindia Belanda. Karyanya tidak hanya membuka mata banyak dokter tentang manfaat tanaman obat, tetapi juga menjadi salah satu pijakan awal bagi perkembangan ilmu farmasi di Indonesia.

 

Kisah Friedrich August Carl menjadi bukti bahwa pendekatan ilmiah dalam memahami praktik tradisional dapat menghasilkan manfaat yang besar bagi dunia kesehatan. Dengan mengombinasikan pengetahuan lokal dan metode ilmiah, ia berhasil mengangkat pengobatan herbal dari sekadar praktik turun-temurun menjadi bagian dari ilmu medis yang lebih sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan. Hingga kini, warisannya masih terasa dalam perkembangan pengobatan berbasis herbal di Indonesia dan dunia.

 

SUMBER:

CNBC Indonesia, 27 Januari 2025