Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Friday, 23 December 2011

Peringatan Hari Rabies Sedunia 2011

Peringatan Hari Rabies Sedunia ( World Rabies Day ) tahun 2011 dibuka oleh Gubernur Bali yang diwakili oleh Kepala Dinas Peternakan Provinsi Bali, Ir. I Putu Sumantra,M.App.Sc. didampingi oleh Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI beserta undangan para Bupati/Wali Kota se Bali atau yang mewakili, Ketua DPRD Provinsi Bali atau yang mewakili, Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan RI, Kepala Badan Karantina Pertanian, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Nasional, Ketua Komnas Zoonosis Kemenko Kesra RI, Para Kadisnak dan Kesehatan Hewan dari seluruh Indonesia, Kadis Kesehatan Provinsi Bali, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Jawa Barat dan NTT, Perwakilan dari FAO, WHO, UNICEP dan Negara- negara Donor dan para undangan lainya.

Dalam acara ini Kadisnak menyampaikan pertama marilah kita haturkan Pujastuti dan angayu bagia kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa/Tahan Yang Maha Esa atas Asung Kertha Wara Nugraha-Nya maka kita dapat berkumpul di Artsenter dalam keadaan sehat dan berbahagia mengikuti acara Peringatan Hari Rabies Sedunia ( World Rabies Day ) Tahun 2011 untuk Indonesia. Sumantra menyampaikan sambutan Gubernur Bali pada kesempatan yang berbahagia ini atas nama Pemerintah Provinsi Bali dan masyarakat Bali mengucapkan selamat datang di Bali khususnya kepada seluruh peserta dan undangan dari luar Bali dan penghargaan yang sebesar besarnya kepada semua pihak, khususnya kepada Dirjen Peternakan dan Keswan Kementerian Pertanian RI yang bekerjasama dengan Food and Agriculture Organization ( FAO ) Indonesia telah memilih kembali Provinsi Bali sebagai tempat penyelenggaraan peringatan Hari Rabies Sedunia ( World Rabies Day ) tahun 2011.

Rabies merupakan penyakit zoonosis yang sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kematian hingga 100% bagi manusia maupun hewan yang telah terinfeksi. Penyakit Rabies telah menyebabkan kekhawatiran masyarakat di dunia karena telah ditemukan hampir di seluruh dunia. Bahkan saja di negara-negara berkembang, di negara-negara yang sedang berkembang tetapi juga di negara-negara maju, sesuai dengan catatan WHO jumlah orang meninggal akibat rabies melebihi 55.000 orang setiap tahunya, Oleh karena itu maka pengendalian penyakit rabies didunia harus mendapatkan perhatian selutuh negara dan organisasi di dunia.

Kasus rabies di Bali yang terjadi pada tanggal 28 Nopember 2008 merupakan kejadian yang mengejutkan Pemerintah dan masyarakat Bali yang sebelumnya secara historis merupakan daerah yang bebas dari rabies. Penyebarannya yang sangat cepat diseluruh Kabupaten dan Kota se Bali yang disertai dengan kasus gigitan anjing pada masyarakat yang sangat banyak menjadikan suasana yang sangat mengkhawatirkan. Sejak ditemukan penyakit rabies di Bali, hingga saat ini telah menyebabkan kematian sebanyak 132 orang dan telah menyedot dana puluhan milyar rupiah untuk pengendalian dan penanganan kasus gigitan. Sebagai destinasi pariwisata dunia dan pintu gerbang kepariwisataan Indonesia, tentunya kejadian tersebut sangat tidak diharapkan berlangsung lama dan harus segera dilakukan langkah-langkah pengendalian yang strategis agar Provinsi Bali dapat cepat terbebas dari kasus rabies.

Sebagai upaya telah dilaksanakan guna pengendalian pemberantasan dan pembebasan rabies di Bali seperti : Sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat, vaksinasi, eliminasi, surveilans, pengawasan lalu lintas dan perdagangan hewan penular rabies dan lain sebagainya seperti yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Daerah Provinsi Bali No. 15 tahun 2009 tentang Penanggulangi Rabies di Provinsi Bali. Evaluasi dan analisa dampak dari seluruh kegiatan dilapangan juga dilakukan guna mendapatkan strategi yang lebih baik dalam pengendalian dan pemberantasannya menuju terwujudnya Program Bali Bebas Kasus Rabies Tahun 2012.

Vaksinasi massal pada hewan penular rabies khususnya anjing salah satu langkah yang telah dilaksanakan. Pelaksanaan vaksinasi massal tahap pertama telah dilaksanakan pada bulan September 2010 hingga Maret 2011 yang bekerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat Bali Animal Welirare Asociation ( BAWA ) dengan dukungan pendanaan dari World Society for Protection of Animal ( WSPA ) serta dana APBD Provinsi dan Kabupaten Kota se Bali serta APBN . Pelaksanaan vaksinasi massal rabies tahap II juga telah digelar mulai tanggal 25 Mei hingga 15 September 2011 yang didanai dari APBD Prov.Bali, APBN serta dukungan dari FAO dan WHO.

Pelaksanaan vaksinasi massal tersebut yang disertai dengan kebijakan pemberian VAR terhadap setiap orang yang beresiko akibat tergigit anjing telah menurunkan kasus rabies pada hewan penular rabies maupun kematian pada manusia. Jika pada tahun 2010 ditemukan sebanyak 404 kasus positif rabies pada anjing dari hasil uji laboratorium yang dilakukan oleh Balai Besar Veteriner Denpasar terhadap 3.303 sempel otak anjing yang dikirim dari seluruh Bali. Pada tahun 2011 sampai dengan tanggal 14 September 2011 telah terjadi penurunan yaitu sebanyak 231 ekor anjing yang dicurigai rabies dan sebanyak 67 ekor yang positif dari hasil pengamatan laboratorium. Dari 273 desa di Bali yang pernah ditemukan kasus rabies saat ini sebanyak 174 desa sudah tidak ditemukan lagi kasus selama lebih dari 12 bulan, 33 desa lebih dari 9 bulan dan 23 desa lebih dari 6 bulan.

Kasus kematian pada manusia juga telah terjadi penurunan yang berarti. Selama tahun 2010 jumlah orang meninggal yang dicurigai rabies sebanyak 82 orang dan yang positif secara laboratorium sebanyak 34 kasus, sedangkan selama tahun 2011 sampai dengan hari ini dilaporkan kematian orang yang dicurigai rabies sebanyak 18 orang dan 5 diantaranya yang masih positif secara laboratorium. Rabies di Bali sudah menunjukan penurunan, namun kewaspadaan tetap dilakukan di masyarakat.

Pada tahun 2012 akan dilaksanakan kembali vaksinasi massal rabies tahap III yang akan diikuti dengan langkah pengendalian populasi serta penertiban pemeliharaan dan perdagangan hewan penular rabies khususnya pemeliharaan dan perdagangan anjing. Hal ini sangat perlu dilakukan agar populasi anjing tidak terus berkembang. Populasi anjing di Bali diharapkan bisa dipertahankan sebanyak 150.000 hingga maksimal 200.000 ekor saja dengan pemeliharaan yang baik dan benar. Dengan jumlah dan cara pemeliharaan tersebut maka program vaksinasi akan lebih berhasil yang diikuti dengan berkurangnya kasus gigitan dan tidak lagi terjadi kematian pada manusia sehingga dapat diwujudkanya Bali Bebas Kasus Rabies Tahun 2012. Dengan dukungan dan partisipasi semua pihak baik Nasional maupun Internasional guna mensukseskan cita-cita tersebut sesuai dengan prinsip " One World One Health".

Berdasarkan apa yang telah disampaikan tadi dalam sambutan Gubenur Bali dibacakan oleh Sumantra maka momentum ini saya pandang sangatlah penting bagi kita semua dalam rangka upaya bersama-sama memberantas rabies di dunia, khususnya di Indonesia dan lebih khusus lagi di Provinsi Bali. Dalam acara dan kesempatan ini atas nama Pemerintah Provinsi Bali dan masyarakat Bali juga memberikan penghargaan dan terima kasih yang sebanyak-banyaknya atas partisipasi Yayasan Bali Animal Walfare Asociation ( BAWA ) serta perhatian dan dukungan dari World Society for Protection of Animal (WSPA), FAO, WHO, ACIAR, AusAID. USAID, JSI Deliver serta Pemerintah Pusat dalam pemberantasan rabies di Provinsi Bali. Mudah-mudahan kerja sama ini dapat berjalan dengan baik dan berlangsung terus hingga status Bali Bebas dari Rabies dapat tercapai dan dapat terus dipertahankan.

Sumber : Pranata Humas Disnak Provinsi Bali

Tuesday, 5 July 2011

Perbaikan Warna dan Masa Simpan Daging

 
 

 Perbaikan Warna dan Masa Simpan Daging dengan Nitrat dan Nitrit

 
 
Daging baik yang belum diolah maupun yang sudah diolah bisa kurang menarik apabila warnanya lemah atau pudar. Sementara masa simpan yang lebih panjang tetap menjadi dambaan para produsen maupun konsumen. Warna daging dapat diperkuat dan masa simpan nya dapat diperpanjang dengan cara mencampurkan senyawa kimia nitrat (NO3) dan atau Nitrit (NO2) pada daging atau produk olahannya.

Yang berperan langsung pada proses perbaikan warna daging adalah nitro-oksigen (NO) yang dihasilkan oleh nitrat dan nitrit. Sedangkan untuk perpanjangan masa simpan yang berperan adalah nitrit. Terjadi reaksi bakteriologis nitrat menghasilkan nitrit lalu berlanjut dengan proses reaksi kimia nitrit menghasilkan NO, masing-masing dengan pengurangan unsur oksigen pada molekulnya.

Pelepasan unsur oksigen pada nitrat dan nitrit merupakan hasil proses reaksi kimia yang berbeda. Reduksi unsur oksigen dari nitrat menjadi nitrit terjadi oleh raksi bakteriologis, sedangkan pengurangan unsur oksigen pada nitrit menjadi nitro-oksigen (NO) merupakan reaksi kimia. Dari nitrat hingga menjadi NO perlu dua langkah. Artinya untuk keperluan proses cepat kehadiran dan aktifitas nitro-oksigen maka penggunaan nitrit lebih tepat karena menghasilkan NO dengan lebih cepat.

Sehingga pada upaya memperbaiki warna produk daging yang sudah dimasak atau direbus yang diutamakan adalah penggunaan nitrit. Hal sama juga berlaku pada upaya perpanjangan masa simpan. Sedangkan untuk daging yang sudah diolah dan difermentasi seperti daging diasini dan sosis yang difermentasi kering, peran nitrat lebih menonjol karena prosesnya lebih lambat dan butuh waktu lebih panjang. Pada daging yang telah diolah dan difermentasi, kultur starter dan bakteri mengubah nitrat menjadi nitrit.

Nitro-oksigen memperbaiki warna melalui reaksi dengan myoglobin dalam daging, suatu reaksi satu arah yang biasanya tidak bisa balik (irreversible). Reaksi tersebut menghasilkan komponen yang stabil, yakni melalui rekasi NO dengan atom besi dalam myoglobin. Proses tersebut yang berlangsung dengan bantuan pemanasan atau lainnya menyebabkan terjadi pengurangan unsur dan denaturasi protein sehingga memberi warna yang lebih baik pada daging. Namun penggunaan nitrat dan nitrit harus berhati-hati karena bila berlebihan bisa menyebabkan oksidasi daging yang menimbulkan pigmen hijau.

Pada efek perpanjangan masa simpan, peran nitrit dan nitrat berada dalam lingkup teknologi penghambatan yang merupakan kombinasi berbagai cara pengawetan. Produk yang dimasak mengutamakan penghambat berupa pemanasan, bahan tambahan pangan (btp), pH dan kandungan air. Produk yang diolah dan difermentasikan mengandalkan kultur starter, pH, kandungan air dan btp. Nitrat dan nitrit merupakan bahan penghambat penting pertumbuhan bakteri seperti Chlostridia sehingga perlu ditambahkan untuk memperpanjang masa simpan.

Daging yang dimasak menghadapi masalah warna dan masa simpan sekaligus. Pemanasan menyebabkan warna menjadi coklat atau abu-abu. Dengan aplikasi nitrat dan nitrit, warna bisa lebih menarik mendekati warna daging normal dan pertumbuhan bakteri bisa terhambat. Daging yang belum diolah atau belum difermentasi lebih rawan terhadap bakteri. Ada beberapa kombinasi penghambat yang telah dikembangkan tanpa penggunaan nitrat dan nitrit. Tetapi dengan penggunaan nitrat dan nitrit warna bisa lebih menarik dan kwlitas produk lebih baik.

Perlu diperhatikan pengaruh yang bisa diilakukan nitrat dan nitrit terhadap daging tipe kering-padat-gelap (dark firm dry / DFD) dan tipe pucat-lembek-basah (pale soft exudative / PSE).
Daging tipe DFD memiliki pH tinggi (6,2 - 6,4) sehingga warnanya gelap, daya serap air sangat baik, tetapi stabilitas, warna dan daya simpan tidak bagus. Aplikasi nitrat dan nitrit pada daging DFD yang dimasak memberikan pengaruh positif terhadap warnanya. Pada perlakuan fermentasi, daging tipe DFD tidak bisa digunakan karena pada produk akhir warna tetap akan gelap, pH tetap tinggi dan pertumbuhan bakteri tidak stabil.

Pada daging tipe PSE, warnanya sangat pucat, protein yang terkandung sedikit terdenaturasi dan basah. Bila dimasak, penambahan nitrit akan memberi warna yang lebih baik walaupun tidak menyamai warna daging normal. Secara bakteriologis daging PSE lebih baik dibanding DFD dan menyamai daging normal.

Pada pencegahan oksidasi yang membuat daging menjadi tengik, bahan antioksidan seperti natrium askorbat, vitamin C dan lainnya bisa digunakan. Tetapi dibanding senyawa-senyawa antioksidan, nitrat dan nitrit memiliki kemampuan lebih kuat untuk mencegah ketengikan akibat oksidasi.

Sumber : Sinar Tani Edisi 29 Juni –m 5 Juli 2011 no. 3412 Tahun XLI hal 20.

Tuesday, 28 June 2011

Status Beberapa Penyakit Hewan

 

 Status Terbaru Beberapa Penyakit Hewan

Pada Sidang Umum Tahunan ke 79 Organisasi Kesehatan Dunia (OIE) di Paris 22-27 Mei 2011 telah dicatat bahwa dunia telah terbebas dari penyakit hewan Rinderpest, dan ancaman sejumlah penyakit utama lainnya pada hewan sudah semakin berkurang. Peserta sidang berjumlah 600 orang delegasi bersemangat membahas cara-cara yang lebih sempurna dan efisien dalam pengendalian berbagai penyakit.

Sidang membahas 118 jenis penyakit hewan di permukaan bumi. Di antara yang paling menyedot perhatian peserta adalah yang terkait dengan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), flu burung, rabies, dan penyakit hewan akuatik.

Tiga penyakit utama yang dievaluasi pada persidangan tersebut adalah penyakit sapi gila (Bovine Spongiform encephalopathy/BSE), PMK, serta Contagious bovine pleuropneumoniae (CBPP).

Tentang penyakit BSE disepakati bahwa Denmark dan Panama yang selama ini dinilai stutus risiko BSE terkendali(controlled risk) kini telah dinyatakan dalam status risiko yang bisa diabaikan (negligible risk).

Tujuh negara yang baru diberikan pengakuan sudah bebas penyakit PMK dengan atau tanpa vaksinasi di seluruh wilayah negara-negara tersebut adalah Jepang, Bostwana, Pilipina, Arhgentina, Bolivia, Brasil, dan Paraguay.

Sedangkan pada saat ini negara yang baru dinyatakan bebas penyakit CBPP adalah China.

Hal lain yang dibahas dalam Sidang Umum OIE 2011 itu termasuk penyempurnaan berbagai aturan dan standar internasional kesehatan dan kesejahteraan hewan termasuk hewan liar. Pembahasan khusus lain termasuk penyakit lebah, kesejahteraan hewan pada produksi ayam potong, dan penyakit rabies pada anjing.

Para delegasi juga memberikan pandangan dan masukan untuk implementasi strategi global pengendalian PMK yang akan diluncurkan dalam waktu dekat.

Sidang menyatakan dukungan terhadap pengembangan kapasitas, dan Iptek OIE. Di antaranya program kerjasama laboratorium Utara-Selatan dan Selatan-Sealatan yang mencakup 38 Laboratorium. Sidang menyepakati akreditasi tiga Pusat Kerjasama (Collaborating Centres) baru dan 11 laboratorium rujukan baru sehingga sekarang terdapat 263 Pusat Ilmiah dalam jaringan global OIE.

Sumber: Sidang Umum OIE

Friday, 10 June 2011

Anthrax


Klasifikasi dan Sumber Daya Eksternal

 

Antraks adalah penyakit akut yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis. Sebagian besar bentuk penyakit ini bersifat mematikan, dan dapat menyerang manusia serta hewan lainnya. Terdapat vaksin efektif untuk melawan antraks, dan beberapa bentuk penyakit ini merespons dengan baik terhadap pengobatan antibiotik.

 

Seperti banyak anggota lain dari genus Bacillus, Bacillus anthracis dapat membentuk endospora dorman (sering disebut "spora" untuk singkatnya, tetapi jangan bingung dengan spora jamur) yang dapat bertahan dalam kondisi keras selama beberapa dekade atau bahkan berabad-abad.[1] Spora-spora ini dapat ditemukan di seluruh benua, bahkan di Antartika.[2] Ketika spora terhirup, tertelan, atau bersentuhan dengan luka kulit pada inang, mereka dapat teraktivasi dan berkembang biak dengan cepat.

 

Antraks umumnya menginfeksi mamalia herbivora liar dan domestik yang menelan atau menghirup spora saat merumput. Penelanan diyakini sebagai rute paling umum dimana herbivora terinfeksi antraks. Karnivora yang hidup di lingkungan yang sama dapat terinfeksi dengan mengonsumsi hewan yang terinfeksi. Hewan yang terinfeksi dapat menyebarkan antraks ke manusia, baik melalui kontak langsung (misalnya, inokulasi darah terinfeksi pada kulit yang terluka) atau dengan mengonsumsi daging hewan yang terinfeksi.

 

Spora antraks dapat diproduksi di laboratorium dan digunakan sebagai senjata biologis. Antraks tidak menyebar langsung dari satu hewan atau manusia yang terinfeksi ke yang lain; penyakit ini menyebar melalui spora. Spora-spora ini dapat dipindahkan melalui pakaian atau sepatu. Tubuh hewan yang memiliki antraks aktif pada saat kematiannya juga dapat menjadi sumber spora antraks.

 

Ikhtisar

 

Hingga abad kedua puluh, infeksi antraks membunuh ratusan hingga ribuan hewan dan manusia setiap tahun di Australia, Asia, Afrika, Amerika Utara, dan Eropa, terutama di kamp konsentrasi selama Perang Dunia II.[3] Ilmuwan Prancis Louis Pasteur mengembangkan vaksin pertama yang efektif untuk antraks pada tahun 1881.[4][5][6] Berkat lebih dari seratus tahun program vaksinasi hewan, sterilisasi limbah bahan mentah hewan, dan program pemberantasan antraks di Amerika Utara, Australia, Selandia Baru, Rusia, Eropa, serta beberapa bagian Afrika dan Asia, infeksi antraks sekarang relatif jarang terjadi pada hewan domestik, dengan hanya beberapa kasus dilaporkan setiap tahun. Antraks sangat jarang terjadi pada anjing dan kucing, yang dibuktikan dengan satu kasus yang dilaporkan di AS pada tahun 2001.[7] Antraks biasanya tidak menyebabkan penyakit pada karnivora dan pemulung, bahkan ketika hewan-hewan ini mengonsumsi bangkai hewan yang terinfeksi antraks. Wabah antraks memang terjadi pada beberapa populasi hewan liar secara teratur.[8] Penyakit ini lebih sering ditemukan di negara berkembang yang tidak memiliki program kesehatan hewan atau kesehatan masyarakat manusia yang luas.

 

Spora bakteri Bacillus anthracis terdapat di tanah, dan karena masa hidupnya yang panjang, spora ini masih ada secara global, termasuk di lokasi pemakaman hewan yang mati akibat antraks, bahkan puluhan tahun setelahnya; spora-spora ini diketahui telah menginfeksi kembali hewan lebih dari 70 tahun setelah situs pemakaman hewan terinfeksi antraks diganggu.[9]

 

Strain virulen Ames, yang digunakan dalam serangan antraks tahun 2001 di Amerika Serikat, menerima perhatian media paling banyak dari segala wabah antraks. Strain Ames mengandung dua plasmid virulensi, yang masing-masing mengkodekan untuk toksin tiga protein, yang disebut toksin antraks, dan kapsul poliglutamat. Meskipun demikian, strain Vollum, yang dikembangkan namun tidak pernah digunakan sebagai senjata biologis selama Perang Dunia Kedua, jauh lebih berbahaya. Strain Vollum (juga salah disebut sebagai Vellum) diisolasi pada tahun 1935 dari seekor sapi di Oxfordshire, Inggris. Ini adalah strain yang sama yang digunakan selama uji coba senjata biologi Gruinard. Variasi dari Vollum yang dikenal sebagai "Vollum 1B" digunakan pada tahun 1960-an dalam program senjata biologi AS dan Inggris. Vollum 1B diyakini secara luas[10] diisolasi dari William A. Boyles, seorang ilmuwan berusia 46 tahun di Laboratorium Perang Biologi Angkatan Darat AS di Camp (kemudian Fort) Detrick (cikal bakal USAMRIID) yang meninggal pada tahun 1951 setelah secara tidak sengaja terinfeksi dengan strain Vollum. Strain Sterne, yang dinamai menurut imunolog Max Sterne asal Trieste, adalah strain tereduksi yang digunakan sebagai vaksin, yang hanya mengandung plasmid virulensi toksin antraks dan bukan plasmid pengungkap kapsul poliglutamat.

 

Penyebab

 

Bakteri

 

Bacillus anthracis adalah bakteri berbentuk batang, Gram-positif, aerobik dengan panjang sekitar 1 x 9 mikrometer. Bakteri ini pertama kali terbukti menyebabkan penyakit oleh Robert Koch pada tahun 1876.[11] Bakteri ini biasanya beristirahat dalam bentuk endospora di tanah, dan dapat bertahan selama beberapa dekade dalam keadaan ini. Herbivora sering terinfeksi saat merumput atau mencari makan, terutama ketika memakan vegetasi kasar, iritatif, atau berduri: diduga vegetasi ini menyebabkan luka pada saluran pencernaan yang memungkinkan masuknya endospora bakteri ke dalam jaringan, meskipun ini belum terbukti. Setelah tertelan atau dimasukkan ke dalam luka terbuka, bakteri mulai berkembang biak di dalam hewan atau manusia dan biasanya membunuh inangnya dalam beberapa hari atau minggu. Endospora akan berkecambah di lokasi masuknya ke dalam jaringan dan kemudian menyebar melalui peredaran darah ke sistem limfatik, di mana bakteri berkembang biak.

 

Penyebab kematian dalam penyakit antraks adalah produksi dua eksotoksin yang kuat dan toksin mematikan oleh bakteri. Dokter hewan sering kali dapat mendeteksi kemungkinan kematian yang disebabkan oleh antraks berdasarkan kejadian yang tiba-tiba dan darah gelap yang tidak membeku yang keluar dari orifis tubuh. Sebagian besar bakteri antraks di dalam tubuh setelah kematian akan dikalahkan dan dihancurkan oleh bakteri anaerobik dalam waktu beberapa menit hingga beberapa jam setelah kematian. Namun, bakteri vegetatif antraks yang lolos dari tubuh melalui darah yang keluar atau melalui pembukaan bangkai hewan dapat membentuk spora yang keras. Satu spora terbentuk untuk setiap bakteri vegetatif. Pemicu untuk pembentukan spora belum diketahui, meskipun tegangan oksigen dan kekurangan nutrisi dapat berperan. Setelah terbentuk, spora-spora ini sangat sulit untuk diberantas.

 

Infeksi pada herbivora (dan kadang-kadang manusia) melalui jalur inhalasi biasanya berlangsung sebagai berikut: Setelah spora terhirup, spora ini diangkut melalui saluran udara menuju kantung udara kecil (alveolus) di paru-paru. Spora kemudian diambil oleh sel pemulung (makrofag) di paru-paru dan diangkut melalui pembuluh kecil (limfatik) ke kelenjar getah bening di rongga dada tengah (mediastinum). Kerusakan yang disebabkan oleh spora dan basil antraks pada rongga dada tengah dapat menyebabkan nyeri dada dan kesulitan bernapas. Setelah sampai di kelenjar getah bening, spora berkecambah menjadi basil aktif yang berkembang biak dan akhirnya merobek makrofag, melepaskan lebih banyak basil ke dalam aliran darah untuk dipindahkan ke seluruh tubuh. Setelah masuk ke dalam aliran darah, basil ini melepaskan tiga protein yang disebut faktor mematikan (lethal factor), faktor edema (edema factor), dan antigen pelindung (protective antigen). Ketiga protein ini tidak beracun jika terpisah, namun kombinasinya sangat mematikan bagi manusia.[12] Antigen pelindung bergabung dengan dua faktor lainnya untuk membentuk toksin mematikan dan toksin edema. Toksin-toksin ini adalah agen utama perusakan jaringan, perdarahan, dan kematian inang. Jika antibiotik diberikan terlalu terlambat, meskipun antibiotik dapat membasmi bakteri, beberapa inang tetap akan mati akibat toksimia. Hal ini disebabkan oleh toksin yang diproduksi oleh basil yang tetap berada dalam sistem inang pada tingkat dosis mematikan.

 

Kematian yang disebabkan oleh penyakit antraks disebabkan oleh dua faktor virulensi utama dari bakteri ini: (i) kapsul poliglutamat-D, yang melindungi bakteri dari fagositosis oleh neutrofil inang, dan (ii) toksin protein tripartit, yang disebut toksin antraks. Toksin antraks adalah campuran dari tiga komponen protein: (i) antigen pelindung (PA), (ii) faktor edema (EF), dan (iii) faktor mematikan (LF). PA ditambah LF menghasilkan toksin mematikan, dan PA ditambah EF menghasilkan toksin edema. Toksin-toksin ini menyebabkan kematian dan pembengkakan jaringan (edema), masing-masing.

 

Untuk dapat masuk ke dalam sel, faktor edema dan faktor mematikan menggunakan protein lain yang diproduksi oleh B. anthracis yang disebut antigen pelindung. Antigen pelindung mengikat pada dua reseptor permukaan di sel inang. Protease sel kemudian memotong PA menjadi dua fragmen: PA20 dan PA63. PA20 terlepas ke dalam medium ekstraseluler dan tidak berperan lebih lanjut dalam siklus toksik. PA63 kemudian oligomerisasi dengan enam fragmen PA63 lainnya membentuk struktur berbentuk cincin heptamer yang disebut prepore. Setelah membentuk bentuk ini, kompleks tersebut dapat secara kompetitif mengikat hingga tiga EF atau LF membentuk kompleks yang tahan.[12] Endositosis yang dimediasi oleh reseptor kemudian terjadi, memberikan akses kompleks toksik yang baru terbentuk ke dalam interior sel inang. Lingkungan asam dalam endosom memicu heptamer untuk melepaskan LF dan/atau EF ke dalam sitosol.[13] Cara tepat bagaimana kompleks ini mengakibatkan kematian sel masih belum diketahui.

 

Faktor edema adalah adenilat siklase yang bergantung pada kalmodulin. Adenilat siklase mengkatalisis konversi ATP menjadi AMP siklik (cAMP) dan pirofosfat. Kompleksasi adenilat siklase dengan kalmodulin menghilangkan kalmodulin dari stimulasi sinyal yang dipicu oleh kalsium, sehingga menghambat respons imun.[12] Secara spesifik, LF menginaktivasi neutrofil (sejenis sel fagosit) melalui proses yang baru saja dijelaskan, sehingga mereka tidak dapat melakukan fagositosis bakteri. Sepanjang sejarah, diyakini bahwa faktor mematikan menyebabkan makrofag memproduksi TNF-alpha dan interleukin 1, beta (IL1B). TNF-alpha adalah sitokin yang peran utamanya adalah mengatur sel imun serta menginduksi peradangan dan apoptosis atau kematian sel terprogram. Interleukin 1, beta adalah sitokin lain yang juga mengatur peradangan dan apoptosis. Produksi berlebihan TNF-alpha dan IL1B akhirnya mengarah pada syok sepsis dan kematian. Namun, bukti terkini menunjukkan bahwa antraks juga menargetkan sel endotel (sel yang melapisi rongga serosa seperti rongga perikardial, rongga pleura, dan rongga peritoneum, pembuluh limfatik, dan pembuluh darah), menyebabkan kebocoran vaskular cairan dan sel, dan akhirnya menyebabkan syok hipovolemik (volume darah rendah) dan syok sepsis.

 

Paparan

 

Paparan pekerjaan terhadap hewan yang terinfeksi atau produk-produk mereka (seperti kulit, wol, dan daging) adalah jalur paparan yang biasa bagi manusia. Pekerja yang terpapar hewan mati dan produk hewan berada pada risiko tertinggi, terutama di negara-negara tempat antraks lebih umum terjadi. Antraks pada ternak yang merumput di padang terbuka di mana mereka berbaur dengan hewan liar masih sesekali terjadi di Amerika Serikat dan tempat lainnya. Banyak pekerja yang menangani wol dan kulit hewan terpapar rutin pada tingkat rendah spora antraks, tetapi sebagian besar paparan tidak cukup untuk menyebabkan infeksi antraks. Diperkirakan bahwa pertahanan alami tubuh dapat menghancurkan paparan pada tingkat rendah. Orang-orang ini biasanya terkena antraks kulit jika mereka menangkap penyakit. Sepanjang sejarah, bentuk paling berbahaya dari antraks inhalasi disebut sebagai penyakit penyortir wol (Woolsorters' disease) karena merupakan bahaya pekerjaan bagi orang-orang yang menyortir wol. Saat ini, bentuk infeksi ini sangat jarang, karena hampir tidak ada hewan yang terinfeksi yang tersisa. Kasus fatal terakhir dari antraks inhalasi alami di Amerika Serikat terjadi di California pada tahun 1976, ketika seorang penenun rumah meninggal setelah bekerja dengan wol yang terinfeksi yang diimpor dari Pakistan. Autopsi dilakukan di rumah sakit UCLA. Untuk meminimalkan kemungkinan penyebaran penyakit, jenazah dibawa ke UCLA dalam kantong tubuh plastik tertutup dalam wadah logam tertutup.[14]

 

Pada November 2008, seorang pembuat drum di Inggris yang bekerja dengan kulit hewan yang belum diproses meninggal akibat antraks.[15] Antraks gastrointestinal sangat jarang terjadi di Amerika Serikat, dengan hanya satu kasus tercatat, yang dilaporkan pada tahun 1942, menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC).[16] Pada Desember 2009, terjadi wabah antraks di antara para pecandu heroin di Glasgow, Skotlandia, yang mengakibatkan sepuluh kematian.[17] Sumber antraks diduga berasal dari pencampuran heroin dengan tepung tulang di Afghanistan.[18]

 

Juga pada Desember 2009, Departemen Kesehatan dan Layanan Manusia New Hampshire mengonfirmasi satu kasus antraks gastrointestinal pada seorang wanita dewasa. CDC menyelidiki sumber dan kemungkinan bahwa penyakit tersebut ditularkan dari drum Afrika yang baru saja digunakan oleh wanita tersebut dalam sebuah kegiatan musik drum.[19] Wanita tersebut diduga menghirup spora antraks dari kulit drum tersebut. Ia jatuh sakit parah, namun dengan antraks gastrointestinal, bukan antraks inhalasi, yang menjadikannya kasus yang unik dalam sejarah medis Amerika. Bangunan tempat infeksi terjadi dibersihkan dan dibuka kembali untuk umum, dan wanita tersebut pulih. Jodie Dionne-Odom, seorang epidemiolog negara bagian New Hampshire, menyatakan, "Ini adalah misteri. Kami benar-benar tidak tahu mengapa itu bisa terjadi."[20] Antraks gastrointestinal sangat jarang terjadi di Amerika Serikat, dengan hanya satu kasus tercatat, yang dilaporkan pada tahun 1942, menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC).[16]

 

Mode Infeksi

 

Antraks dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pencernaan (pencernaan), paru-paru (inhalasi), atau kulit (kutaneus) dan menyebabkan gejala klinis yang berbeda tergantung pada jalur masuknya. Secara umum, manusia yang terinfeksi akan dikarantina. Namun, antraks biasanya tidak menyebar dari manusia yang terinfeksi ke manusia yang tidak terinfeksi. Namun, jika penyakit ini fatal bagi tubuh orang tersebut, massa bakteri antraks dapat menjadi sumber potensi infeksi bagi orang lain, sehingga perlu dilakukan tindakan pencegahan khusus untuk mencegah kontaminasi lebih lanjut. Antraks inhalasi, jika tidak diobati hingga gejala yang jelas muncul, dapat berakibat fatal.

 

Antraks dapat tertular melalui kecelakaan di laboratorium atau dengan menangani hewan yang terinfeksi atau produk-produk hewan mereka seperti wol atau kulit. Penyakit ini juga pernah digunakan sebagai agen perang biologis dan oleh teroris untuk sengaja menginfeksi, seperti yang terjadi pada serangan antraks 2001.

 

Pulmoner

 

Infeksi pernapasan pada manusia awalnya menunjukkan gejala mirip flu atau pilek selama beberapa hari, diikuti dengan keruntuhan pernapasan yang parah (dan seringkali fatal). Angka kematian historis mencapai 92%, tetapi, ketika diobati lebih awal (seperti pada serangan antraks 2001), angka kematian yang diamati adalah 45%.[21] Membedakan antraks pulmoner dari penyebab lebih umum penyakit pernapasan sangat penting untuk menghindari keterlambatan diagnosis dan dengan demikian meningkatkan hasil pengobatan. Sebuah algoritma untuk tujuan ini telah dikembangkan.[22] Penyakit yang berkembang ke fase fulminan memiliki angka kematian 97% terlepas dari pengobatan.

 

Infeksi yang fatal dilaporkan terjadi akibat inhalasi sekitar 10.000–20.000 spora, meskipun dosis ini bervariasi antar spesies inang.[23] Seperti halnya semua penyakit, diperkirakan ada variasi besar dalam kerentanannya, dengan bukti bahwa beberapa orang dapat meninggal akibat paparan yang jauh lebih rendah; namun, sedikit bukti terdokumentasi yang dapat memverifikasi jumlah atau dosis rata-rata spora yang diperlukan untuk infeksi. Antraks inhalasi juga dikenal sebagai penyakit Woolsorters' atau Ragpickers' karena profesi-profesi ini lebih rentan terhadap penyakit akibat paparan produk hewan yang terinfeksi. Praktik lain yang terkait dengan paparan termasuk pemotongan tanduk hewan untuk pembuatan kancing, penanganan bulu hewan yang digunakan untuk pembuatan sikat, dan penanganan kulit hewan. Apakah kulit hewan ini berasal dari hewan yang mati akibat penyakit atau dari hewan yang hanya tergeletak di tanah yang terkontaminasi spora masih belum diketahui. Mode infeksi ini juga digunakan sebagai senjata biologi.

 

Gastrointestinal

 

Infeksi gastrointestinal pada manusia paling sering disebabkan oleh konsumsi daging yang terinfeksi antraks dan ditandai dengan kesulitan gastrointestinal yang serius, muntah darah, diare parah, peradangan akut pada saluran pencernaan, dan hilangnya nafsu makan. Beberapa lesi ditemukan di usus serta di mulut dan tenggorokan. Setelah bakteri menyerang sistem usus, ia menyebar melalui aliran darah ke seluruh tubuh, menghasilkan lebih banyak racun di sepanjang perjalanan. Infeksi gastrointestinal dapat diobati tetapi biasanya menghasilkan tingkat fatalitas antara 25% hingga 60%, tergantung pada seberapa cepat pengobatan dimulai.[24] Bentuk antraks ini adalah bentuk yang paling jarang. Di Amerika Serikat, hanya ada satu kasus resmi yang tercatat pada tahun 1942 oleh CDC.[16]

 

Kutaneus (Kulit)

 

Lesi kulit akibat antraks

Infeksi antraks kutaneus (pada kulit) pada manusia muncul sebagai lesi kulit mirip bisul yang akhirnya membentuk luka dengan pusat hitam (eskar). Eskar hitam ini sering muncul sebagai ulkus nekrotik besar yang tidak menyakitkan (dimulai sebagai lesi kulit yang mengganggu dan gatal atau lepuhan yang gelap dan biasanya terkonsentrasi sebagai titik hitam, agak mirip dengan jamur roti) di lokasi infeksi. Secara umum, infeksi kutaneus terbentuk dalam waktu 2 hingga 5 hari setelah paparan spora. Berbeda dengan memar atau lesi lainnya, infeksi antraks kutaneus biasanya tidak menyebabkan rasa sakit.[24]

 

 

Antraks kutaneus umumnya disebabkan ketika spora Bacillus anthracis masuk melalui luka pada kulit. Bentuk antraks ini paling sering ditemukan ketika manusia menangani hewan yang terinfeksi dan/atau produk-produk hewan (misalnya, kulit hewan yang digunakan untuk membuat drum).

 

Antraks kutaneus jarang berakibat fatal jika diobati,[21] karena area infeksi terbatas pada kulit, mencegah Faktor Letal, Faktor Edema, dan Antigen Pelindung untuk masuk dan merusak organ vital. Tanpa pengobatan, sekitar 20% kasus infeksi kulit kutaneus berkembang menjadi toksimia dan kematian.

 

Pengobatan umumnya melibatkan terapi antibiotik. Pedoman spesifik tersedia untuk orang dewasa, anak-anak, wanita hamil, dan orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah. Diagnosis banding mencakup berbagai entitas, sehingga diagnosis yang akurat sangat penting. Pemeriksaan klinis yang dilengkapi dengan kultur dan biopsi kulit dapat membantu dalam diagnosis yang tepat.

 

Diagnosis

 

Selain pewarnaan Gram pada spesimen, tidak ada teknik identifikasi langsung yang spesifik untuk identifikasi spesies Bacillus pada bahan klinis. Organisme ini adalah Gram positif, tetapi dengan usia dapat menjadi variabel Gram atau negatif Gram. Ciri spesifik dari spesies Bacillus yang membedakannya dari mikroorganisme aerobik lainnya adalah kemampuannya untuk menghasilkan spora. Meskipun spora tidak selalu terlihat pada pewarnaan Gram organisme ini, keberadaan spora mengonfirmasi bahwa organisme tersebut berasal dari genus Bacillus.

 

Semua spesies Bacillus tumbuh baik pada agar darah domba 5% dan media kultur rutin lainnya. PLET (polimiksin-lisozim-EDTA-asetat talium) dapat digunakan untuk mengisolasi B. anthracis dari spesimen yang terkontaminasi, dan agar bikarbonat digunakan sebagai metode identifikasi untuk merangsang pembentukan kapsul.

 

Spesies Bacillus biasanya tumbuh dalam waktu 24 jam setelah inkubasi pada suhu 35°C, di udara biasa (suhu kamar) atau dalam 5% CO2. Jika agar bikarbonat digunakan untuk identifikasi, maka media harus diinkubasi dalam 5% CO2.

 

B. anthracis muncul sebagai koloni berukuran sedang-besar, abu-abu, datar, tidak teratur dengan proyeksi berputar yang sering disebut sebagai tampilan "kepala medusa", dan tidak hemolitik pada agar darah domba 5%. Organisme ini tidak bergerak, rentan terhadap penisilin, dan menghasilkan zona lecithinase yang lebar pada agar kuning telur. Pengujian konfirmasi untuk mengidentifikasi B. anthracis termasuk pengujian gamma bakteriofag, hemaglutinasi tidak langsung, dan uji imunosorben terkait enzim untuk mendeteksi antibodi.[25]

 

Pencegahan

 

Vaksin

Vaksin antraks yang disetujui oleh FDA (Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat) dan diproduksi dari satu strain Bacillus anthracis yang tidak virulen, diproduksi oleh BioPort Corporation, anak perusahaan dari Emergent BioSolutions. Nama dagangnya adalah BioThrax, meskipun sering disebut sebagai Vaksin Antraks Teradsorpsi (AVA). Sebelumnya, vaksin ini diberikan dalam rangkaian primer enam dosis pada minggu ke-0, 2, 4, 6, 12, dan 18 bulan, dengan suntikan penguat tahunan untuk mempertahankan kekebalan. Pada 11 Desember 2008, FDA menyetujui penghapusan dosis minggu ke-2, sehingga menghasilkan rangkaian lima dosis yang direkomendasikan saat ini.[26]

 

Berbeda dengan negara-negara NATO, Soviet mengembangkan dan menggunakan vaksin antraks spora hidup, yang dikenal sebagai vaksin STI, yang diproduksi di Tbilisi, Georgia. Efek samping serius dari vaksin ini membatasi penggunaannya hanya untuk orang dewasa yang sehat.[27]

 

Pengobatan

 

Antraks tidak dapat menular langsung dari orang ke orang, namun pakaian dan tubuh pasien dapat terkontaminasi dengan spora antraks. Dekontaminasi yang efektif pada orang dapat dilakukan dengan mencuci secara menyeluruh menggunakan sabun antimikroba yang efektif dan air. Air limbah harus diperlakukan dengan pemutih atau agen antimikroba lainnya. Dekontaminasi yang efektif pada barang-barang dapat dilakukan dengan merebus barang yang terkontaminasi dalam air selama 30 menit atau lebih. Pemutih klorin tidak efektif dalam menghancurkan spora dan sel vegetatif di permukaan, meskipun formaldehida efektif. Membakar pakaian sangat efektif dalam menghancurkan spora. Setelah dekontaminasi, tidak perlu melakukan imunisasi, pengobatan, atau isolasi kontak dari orang yang sakit akibat antraks kecuali mereka juga terpapar sumber infeksi yang sama.

 

Antibiotik

 

Pengobatan antibiotik dini untuk antraks sangat penting—penundaan pengobatan secara signifikan mengurangi peluang untuk bertahan hidup. Pengobatan infeksi antraks dan infeksi bakteri lainnya melibatkan dosis besar antibiotik intravena dan oral, seperti fluoroquinolon, seperti siprofloksasin (cipro), doksisiklin, eritromisin, vankomisin, atau penisilin. Agen yang disetujui oleh FDA termasuk siprofloksasin, doksisiklin, dan penisilin.[28]

 

Pada kemungkinan kasus antraks akibat inhalasi, pengobatan profilaksis antibiotik dini sangat penting untuk mencegah kemungkinan kematian.
Pada Mei 2009, Human Genome Sciences mengajukan Aplikasi Lisensi Biologis (BLA, izin untuk dipasarkan) untuk obat baru mereka, raksibakumab (nama merek ABthrax) yang dimaksudkan untuk pengobatan darurat antraks yang terhirup.[29] Jika kematian terjadi akibat antraks, tubuh harus diisolasi untuk mencegah penyebaran kuman antraks. Pemakaman tidak membunuh spora antraks.

 

Dalam beberapa tahun terakhir, telah ada banyak upaya untuk mengembangkan obat baru melawan antraks, tetapi obat-obatan yang ada efektif jika pengobatan dimulai cukup cepat.

 

Pencegahan

 

Jika seseorang diduga meninggal karena antraks, setiap langkah pencegahan harus diambil untuk menghindari kontak kulit dengan tubuh yang mungkin terkontaminasi dan cairan yang keluar melalui lubang tubuh alami. Tubuh harus ditempatkan dalam karantina ketat. Sampel darah yang diambil dalam wadah tertutup dan dianalisis di laboratorium yang disetujui harus digunakan untuk memastikan apakah antraks adalah penyebab kematian. Visualisasi mikroskopis dari basil terenkapsulasi, biasanya dalam jumlah yang sangat besar, pada smear darah yang diwarnai dengan metilena biru polikrom (pewarnaan McFadyean) sepenuhnya dapat mendiagnosis, meskipun kultur organisme masih merupakan standar emas untuk diagnosis. Isolasi penuh tubuh sangat penting untuk mencegah kemungkinan kontaminasi orang lain. Pakaian pelindung yang tidak dapat ditembus dan perlengkapan seperti sarung tangan karet, apron karet, dan sepatu bot karet tanpa perforasi harus digunakan saat menangani tubuh. Tidak ada kulit yang boleh terpapar, terutama jika terdapat luka atau goresan. Perlengkapan pelindung pribadi sekali pakai lebih disukai, tetapi jika tidak tersedia, dekontaminasi dapat dilakukan dengan cara autoklaf. Perlengkapan pelindung pribadi sekali pakai dan filter harus diautoklaf, dan/atau dibakar dan dikubur. Basil Bacillus anthracis memiliki ukuran antara 0,5–5,0 μm. Siapa pun yang bekerja dengan antraks pada korban yang diduga atau terkonfirmasi harus memakai perlengkapan pernapasan yang mampu menyaring partikel dengan ukuran ini atau lebih kecil. Respirator efisiensi tinggi yang disetujui oleh US National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) dan Mine Safety and Health Administration (MSHA), seperti respirator sekali pakai setengah wajah dengan filter udara partikel efisiensi tinggi (HEPA), disarankan.[30] Semua tempat tidur atau pakaian yang mungkin terkontaminasi harus diisolasi dalam dua kantong plastik dan diperlakukan sebagai limbah biohazard yang mungkin. Korban harus disegel dalam kantong tubuh kedap udara. Korban yang sudah mati dan tidak dibakar menyediakan sumber ideal untuk spora antraks. Kremasi korban adalah cara yang disarankan untuk menangani pembuangan tubuh. Tidak ada pengawetan atau otopsi yang boleh dilakukan tanpa laboratorium biohazard yang lengkap dan personel yang terlatih dan berpengetahuan.

 

Penundaan hanya beberapa hari dapat membuat penyakit ini tidak dapat diobati, dan pengobatan harus dimulai bahkan tanpa gejala jika kontaminasi atau paparan yang mungkin terjadi dicurigai. Hewan yang terinfeksi antraks sering kali langsung mati tanpa gejala yang terlihat. Gejala awal dapat menyerupai pilek biasa—sakit tenggorokan, demam ringan, nyeri otot, dan rasa tidak enak badan. Setelah beberapa hari, gejala dapat berkembang menjadi masalah pernapasan yang parah dan syok, dan akhirnya kematian. Kematian dapat terjadi antara dua hari hingga sebulan setelah paparan, dengan kematian yang tampaknya mencapai puncaknya sekitar 8 hari setelah paparan.[31] Strain antraks yang resisten terhadap antibiotik telah diketahui ada.

 

Deteksi dini sumber infeksi antraks dapat memungkinkan langkah-langkah pencegahan diambil. Sebagai respons terhadap serangan antraks pada Oktober 2001, United States Postal Service (USPS) memasang Sistem Deteksi Bio (BDS) di fasilitas pembatalan surat skala besar mereka. Rencana respons BDS disusun oleh USPS bersama dengan responden lokal, termasuk pemadam kebakaran, polisi, rumah sakit, dan kesehatan masyarakat. Karyawan fasilitas ini telah diberi pendidikan tentang antraks, tindakan respons, dan pengobatan profilaksis. Karena adanya penundaan waktu yang melekat dalam memperoleh verifikasi akhir bahwa antraks telah digunakan, pengobatan antibiotik profilaksis untuk personel yang mungkin terpapar harus dimulai sesegera mungkin.

 

Sejarah

 

Etimologi

 

Nama ini berasal dari kata Yunani anthrax [άνθραξ], yang berarti 'arang', karena lesi kulit hitam yang berkembang pada korban dengan infeksi antraks kutaneus.

 

Penemuan

 

Robert Koch, seorang dokter dan ilmuwan Jerman, pertama kali mengidentifikasi bakteri penyebab penyakit antraks pada tahun 1875.[11][32] Karya perintisnya pada akhir abad kesembilan belas merupakan salah satu bukti pertama bahwa penyakit dapat disebabkan oleh mikroba. Dalam serangkaian eksperimen yang sangat penting, ia mengungkapkan siklus hidup dan cara penularan antraks. Eksperimennya tidak hanya membantu memahami antraks, tetapi juga membantu menjelaskan peran mikroba dalam menyebabkan penyakit pada masa ketika debat mengenai generasi spontan versus teori sel masih berlangsung. Koch kemudian melanjutkan studinya mengenai mekanisme penyakit lainnya dan dianugerahi Hadiah Nobel Fisiologi atau Kedokteran pada tahun 1905 atas penemuannya terhadap bakteri penyebab tuberkulosis. Saat ini, Koch diakui sebagai salah satu biologiwan terbesar dalam sejarah dan sebagai pendiri bakteriologi modern.

 

Vaksinasi Pertama

 

Pada Mei 1881, Louis Pasteur melakukan eksperimen publik untuk mendemonstrasikan konsep vaksinasi. Ia mempersiapkan dua kelompok yang masing-masing terdiri dari 25 domba, satu kambing, dan beberapa sapi. Hewan-hewan dari satu kelompok disuntikkan dengan vaksin antraks yang dipersiapkan oleh Pasteur sebanyak dua kali, dengan interval 15 hari; kelompok kontrol dibiarkan tanpa vaksinasi. Tiga puluh hari setelah suntikan pertama, kedua kelompok disuntikkan dengan kultur bakteri antraks hidup. Semua hewan di kelompok yang tidak divaksinasi mati, sementara semua hewan di kelompok yang divaksinasi selamat.[33] Vaksin antraks untuk manusia tersedia pada tahun 1954. Vaksin ini adalah vaksin bebas sel, bukan vaksin sel hidup gaya Pasteur yang digunakan untuk tujuan kedokteran hewan. Vaksin bebas sel yang lebih baik tersedia pada tahun 1970.[34]

 

Masyarakat dan Budaya

 

Pembersihan Lokasi

Spora antraks dapat bertahan dalam waktu yang lama di lingkungan setelah dilepaskan. Metode pembersihan situs yang terkontaminasi antraks biasanya menggunakan agen pengoksidasi seperti peroksida, etilen oksida, Sandia Foam,[35] klorin dioksida (digunakan di gedung kantor Senat Hart), dan produk pemutih cair yang mengandung natrium hipoklorit. Agen-agen ini secara perlahan merusak spora bakteri. Larutan pemutih untuk merawat permukaan keras telah disetujui oleh EPA.[36] Pemutih dan cuka tidak boleh dicampur langsung, karena hal ini dapat menghasilkan gas klorin. Sebaliknya, beberapa air harus ditambahkan terlebih dahulu ke pemutih (misalnya, dua cangkir air untuk satu cangkir pemutih), kemudian cuka (misalnya, satu cangkir), dan kemudian sisa air (misalnya, enam cangkir). pH larutan harus diuji dengan strip uji kertas; dan permukaan yang dirawat harus tetap kontak dengan larutan pemutih selama 60 menit (aplikasi berulang mungkin diperlukan untuk menjaga permukaan tetap basah).

 

Klorin dioksida telah muncul sebagai biosit yang lebih disukai untuk situs yang terkontaminasi antraks, yang telah digunakan dalam perawatan sejumlah gedung pemerintah dalam dekade terakhir. Kekurangan utamanya adalah kebutuhan akan proses in situ untuk memiliki reaktan yang siap digunakan.

 

Untuk mempercepat proses, sejumlah kecil katalis non-toksik yang terdiri dari besi dan ligan makrosiklik tetro-amido dikombinasikan dengan natrium karbonat dan bikarbonat dan diubah menjadi semprotan. Formula semprotan ini diterapkan ke area yang terinfeksi dan diikuti dengan semprotan lain yang mengandung tert-Butil hidroperoksida.[37]

 

Dengan metode katalis ini, penghancuran total semua spora antraks dapat tercapai dalam waktu kurang dari 30 menit.[37] Semprotan standar tanpa katalis menghancurkan kurang dari separuh spora dalam waktu yang sama. Spora-spora ini dapat dipanaskan, terpapar bahan kimia yang keras, dan tidak mudah mati.[tidak jelas]

 

Pembersihan di gedung kantor Senat, beberapa fasilitas pos terkontaminasi, dan gedung kantor pemerintah serta swasta lainnya menunjukkan bahwa dekontaminasi itu mungkin, tetapi memakan waktu dan biaya yang besar. Pembersihan gedung kantor Senat dari spora antraks menelan biaya $27 juta, menurut Kantor Akuntabilitas Pemerintah. Pembersihan fasilitas pos Brentwood di luar Washington menelan biaya $130 juta dan memakan waktu 26 bulan. Sejak saat itu, metode yang lebih baru dan lebih murah telah dikembangkan.[38]

 

Pembersihan area yang terkontaminasi antraks di peternakan dan alam liar jauh lebih bermasalah. Bangkai hewan dapat dibakar, meskipun sering kali memakan waktu hingga tiga hari untuk membakar bangkai hewan besar dan ini tidak memungkinkan di daerah yang minim kayu. Bangkai juga bisa dikubur, meskipun penguburan hewan besar cukup dalam untuk mencegah munculnya kembali spora memerlukan tenaga kerja yang banyak dan alat yang mahal. Bangkai telah direndam dalam formaldehid untuk membunuh spora, meskipun ini menimbulkan masalah kontaminasi lingkungan. Pembakaran blok vegetasi di area luas yang mencakup wabah antraks telah dicoba; meskipun merusak lingkungan, hal ini menyebabkan hewan sehat berpindah dari area dengan bangkai untuk mencari rumput dan daun baru. Beberapa pekerja satwa liar telah bereksperimen dengan menutupi bangkai antraks yang segar dengan kain peneduh dan benda berat. Ini mencegah beberapa pemulung membuka bangkai, sehingga memungkinkan bakteri pembusuk dalam bangkai untuk membunuh sel vegetatif B. anthracis dan mencegah sporulasi. Metode ini juga memiliki kekurangan, karena pemulung seperti hyena mampu menembus hampir semua penghalang. Kejadian antraks yang sebelumnya dorman, yang terangkat dari bawah permukaan tanah oleh gerakan angin di daerah yang dilanda kekeringan dengan padang rumput yang habis, dapat dilihat sebagai bentuk pemangkasan alami dan langkah pertama dalam rehabilitasi area tersebut.

 

Senjata Biologi

 

Antraks pertama kali diuji sebagai senjata biologis oleh Unit 731 Tentara Kwantung Jepang di Manchuria pada tahun 1930-an; beberapa uji coba ini melibatkan infeksi sengaja terhadap tahanan perang, ribuan di antaranya meninggal. Antraks, yang pada waktu itu disebut sebagai Agen N, juga diselidiki oleh sekutu pada tahun 1940-an. Antraks yang dimodifikasi menjadi senjata biologis adalah bagian dari stok senjata AS sebelum tahun 1972, ketika Amerika Serikat menandatangani Konvensi Senjata Biologis.[39]

 

Spora antraks dapat dan telah digunakan sebagai senjata perang biologis. Insiden pertama penggunaan modern terjadi ketika para pejuang kebebasan Skandinavia ("kelompok pemberontak") yang disuplai oleh Staf Umum Jerman menggunakan antraks dengan hasil yang tidak diketahui terhadap Tentara Kekaisaran Rusia di Finlandia pada tahun 1916.[40] Ada sejarah panjang penelitian senjata biologis praktis di wilayah ini. Misalnya, pada tahun 1942, uji coba senjata biologis Inggris[41] sangat mencemari Pulau Gruinard di Skotlandia dengan spora antraks dari strain Vollum-14578, menjadikannya area yang tidak bisa dimasuki hingga akhirnya didekontaminasi pada tahun 1990.[42][43] Uji coba Gruinard melibatkan pengujian efektivitas submunisi dari "bom N"—sebuah senjata biologis. Selain itu, lima juta "kue sapi" yang dibasahi dengan antraks dipersiapkan dan disimpan di Porton Down dalam "Operasi Vegetarian"—sebuah senjata anti-ternak yang direncanakan untuk serangan terhadap Jerman oleh Royal Air Force.[44] Kue sapi yang terinfeksi ini direncanakan untuk dijatuhkan di Jerman pada tahun 1944. Namun, baik kue-kue sapi maupun bom tersebut tidak digunakan; kue-kue sapi dibakar pada akhir tahun 1945.

 

Lebih baru lagi, pemerintah Rhodesia menggunakan antraks terhadap ternak dan manusia pada periode 1978–1979 selama perang melawan nasionalis kulit hitam.[45]

 

Personel militer Amerika dan Angkatan Darat Inggris secara rutin divaksinasi terhadap antraks sebelum bertugas aktif di tempat-tempat di mana serangan biologis dianggap sebagai ancaman. Vaksin antraks, yang diproduksi oleh BioPort Corporation, mengandung bakteri non-hidup, dan sekitar 93% efektif dalam mencegah infeksi.[citation needed]

 

Stok senjata antraks yang dimodifikasi di AS dihancurkan pada tahun 1971–72 setelah Presiden Nixon memerintahkan pembongkaran program senjata biologis AS pada tahun 1969 dan penghancuran semua stok senjata biologis yang ada.

 

Uni Soviet menciptakan dan menyimpan 100 hingga 200 ton spora antraks di Kantubek di Pulau Vozrozhdeniya. Spora-spora ini ditinggalkan pada tahun 1992 dan dihancurkan pada tahun 2002.

 

Insiden Sverdlovsk 2 April 1979

 

Kebocoran antraks Sverdlovsk

Meskipun telah menandatangani perjanjian tahun 1972 untuk mengakhiri produksi senjata biologis, pemerintah Uni Soviet memiliki program senjata biologis aktif yang mencakup produksi ratusan ton antraks kelas senjata setelah periode tersebut. Pada 2 April 1979, beberapa dari lebih satu juta orang yang tinggal di Sverdlovsk (sekarang disebut Ekaterinburg, Rusia), sekitar 850 mil timur Moskow, terpapar pelepasan antraks yang tidak sengaja dari kompleks senjata biologis yang terletak di dekat sana. Setidaknya 94 orang terinfeksi, di antaranya setidaknya 68 meninggal. Salah satu korban meninggal empat hari setelah pelepasan, sepuluh orang selama periode delapan hari pada puncak kematian, dan enam lainnya enam minggu kemudian. Pembersihan ekstensif, vaksinasi, dan intervensi medis berhasil menyelamatkan sekitar 30 korban.[46] Penutupan besar-besaran dan penghancuran catatan oleh KGB terus dilakukan dari tahun 1979 hingga Presiden Rusia Boris Yeltsin mengakui kecelakaan antraks ini pada tahun 1992. Jeanne Guillemin melaporkan pada tahun 1999 bahwa tim gabungan Rusia dan Amerika Serikat menyelidiki insiden tersebut pada tahun 1992.[46][47][48]
Hampir semua pekerja shift malam di pabrik keramik yang terletak tepat di seberang jalan dari fasilitas biologis (kompleks 19) terinfeksi, dan sebagian besar meninggal. Karena sebagian besar adalah pria, ada kecurigaan dari pemerintah NATO bahwa Uni Soviet telah mengembangkan senjata spesifik jenis kelamin.[49] Pemerintah menyalahkan wabah tersebut pada konsumsi daging yang terkontaminasi antraks dan memerintahkan penyitaan semua daging yang tidak diperiksa yang masuk ke kota. Mereka juga memerintahkan agar semua anjing liar ditembak dan agar orang tidak kontak dengan hewan yang sakit. Selain itu, program evakuasi sukarela dan vaksinasi antraks juga dibentuk untuk orang-orang berusia 18–55 tahun.[50]

 

Untuk mendukung cerita penutupan, jurnal medis dan hukum Soviet menerbitkan artikel tentang wabah pada ternak yang menyebabkan antraks saluran pencernaan pada orang yang mengonsumsi daging terinfeksi, dan antraks kulit pada orang yang bersentuhan dengan hewan tersebut. Semua catatan medis dan kesehatan masyarakat disita oleh KGB.[50] Selain masalah medis yang ditimbulkan oleh wabah tersebut, insiden ini juga mendorong negara-negara Barat untuk lebih curiga terhadap program senjata biologis rahasia Soviet dan meningkatkan pengawasan terhadap situs yang dicurigai. Pada tahun 1986, pemerintah AS diizinkan untuk menyelidiki insiden tersebut, dan menyimpulkan bahwa paparan tersebut berasal dari aerosol antraks dari fasilitas senjata militer.[51] Pada tahun 1992, Presiden Yeltsin mengakui bahwa dia "sangat yakin" bahwa "desas-desus" tentang pelanggaran Uni Soviet terhadap Perjanjian Senjata Biologis 1972 adalah benar. Uni Soviet, seperti AS dan Inggris, telah setuju untuk menyerahkan informasi kepada PBB tentang program senjata biologis mereka tetapi mengabaikan fasilitas-fasilitas yang diketahui dan tidak pernah mengakui program senjata mereka.[49]

 

Bioterorisme Antraks

 

Secara teori, spora antraks dapat dibudidayakan dengan peralatan khusus yang minimal dan pendidikan mikrobiologi tingkat perguruan tinggi tahun pertama. Namun, dalam praktiknya, prosedur ini sulit dan berbahaya. Untuk menghasilkan dalam jumlah besar bentuk aerosol antraks yang cocok untuk perang biologis, diperlukan pengetahuan praktis yang luas, pelatihan, dan peralatan yang sangat canggih.[citation needed]

 

Spora antraks dalam bentuk terkonsentrasi digunakan dalam serangan bioterorisme antraks tahun 2001 di Amerika Serikat, yang dilakukan dengan mengirimkan surat pos berisi spora tersebut.[52] Surat-surat tersebut dikirim ke beberapa kantor media berita serta kepada dua senator dari Partai Demokrat: Tom Daschle dari South Dakota dan Patrick Leahy dari Vermont. Akibatnya, 22 orang terinfeksi dan lima orang meninggal.[12] Hanya beberapa gram materi yang digunakan dalam serangan ini, dan pada Agustus 2008, Departemen Kehakiman Amerika Serikat mengumumkan bahwa mereka meyakini Dr. Bruce Ivins, seorang peneliti senior pertahanan biologis yang bekerja untuk pemerintah Amerika Serikat, bertanggung jawab atas serangan tersebut.[53] Peristiwa ini juga memicu banyak aksi penipuan antraks.

 

Sebagai tanggapan terhadap peristiwa ini, Layanan Pos Amerika Serikat (U.S. Postal Service) memasang sistem deteksi biohazard di pusat distribusi utama mereka untuk secara aktif memindai keberadaan antraks yang mungkin dikirim melalui pos.[54]

 

Dekontaminasi Surat

 

Sebagai respons terhadap serangan antraks melalui pos dan berbagai aksi penipuan, Layanan Pos Amerika Serikat mensterilkan beberapa surat menggunakan proses iradiasi gamma dan perlakuan dengan formula enzim milik Sipco Industries Ltd.[55]

 

Sebuah eksperimen ilmiah yang dilakukan oleh seorang siswa sekolah menengah, yang kemudian diterbitkan dalam The Journal of Medical Toxicology, menunjukkan bahwa setrika listrik rumah tangga pada suhu tertinggi (setidaknya 400 °F atau 204 °C) yang digunakan selama minimal 5 menit dapat menghancurkan semua spora antraks dalam amplop surat biasa.[56]

 

RESERENSI

1."Crossrail work stopped after human bones found on site". London Evening Standard. http://www.thisislondon.co.uk/standard/article-23689394-details/Crossrail+work+stopped+after+human+bones+found+on+site/article.do.

2.Hudson JA, Daniel RM, Morgan HW (2006). "Acidophilic and thermophilic Bacillus strains from geothermally heated antarctic soil". FEMS Microbiol Lett 60 (3): 279–282.

3.Cherkasskiy, B. L. (1999). "A national register of historic and contemporary anthrax foci". Journal of Applied Microbiology 87 (2): 192–195. doi:10.1046/j.1365-2672.1999.00868.x. PMID 10475946.

4.David V. Cohn (11 February 1996). "Life and Times of Louis Pasteur". School of Dentistry, University of Louisville. Archived from the original on 8 April 2008. http://web.archive.org/web/20080408070236/http://louisville.edu/library/ekstrom/special/pasteur/cohn.html. Retrieved 13 August 2008.

5.Mikesell, P.; Ivins, B. E.; Ristroph, J. D.; Vodkin, M. H.; Dreier, T. M.; Leppla, S. H. (1983). "Plasmids, Pasteur, and Anthrax" (PDF). ASM News 49: 320–2. http://www.asm.org/ASM/files/CCLIBRARYFILES/FILENAME/0000000221/490783p320.pdf.

6."Robert Koch (1843-1910)". About.com. http://german.about.com/library/blerf_koch.htm. Retrieved 13 August 2008.

7."Can Dogs Get Anthrax?" Canine Nation, 30 October 2001. Retrieved 17 February 2007.

8.Dragon, D. C.; Elkin, BT; Nishi, JS; Ellsworth, TR (1999). "A review of anthrax in Canada and implications for research on the disease in northern bison". Journal of Applied Microbiology 87 (2): 208. doi:10.1046/j.1365-2672.1999.00872.x. PMID 10475950.

9.Guillemin 1999, p. 3

10.Scott Shane (23 December 2001). "Army harvested victims' blood to boost anthrax". Boston Sun. UCLA Dept. of Epidemiology site. http://www.ph.ucla.edu/epi/bioter/armyanthraxvictimsblood.html. Retrieved 6 August 2009.

11.a b Koch, R (1876). "Untersuchungen über Bakterien: V. Die Ätiologie der Milzbrand-Krankheit, begründet auf die Entwicklungsgeschichte des Bacillus anthracis" (PDF). Beitrage zur Biologie der Pflanzen 2 (2): 277–310. http://edoc.rki.de/documents/rk/508-5-26/PDF/5-26.pdf. [Investigations into bacteria: V. The etiology of anthrax, based on the ontogenesis of Bacillus anthracis], Cohns

12.a b c d Pimental RA, Christensen KA, Krantz BA, Collier RJ (September 2004). "Anthrax toxin complexes: heptameric protective antigen can bind lethal factor and edema factor simultaneously". Biochem Biophys Res Commun 322 (1): 258–62. PMID 15313199. http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0006-291X(04)01621-3.

13.Chvyrkova I, Zhang XC, Terzyan S (August 2007). "Lethal Factor of Anthrax Toxin Binds Monomeric Form of Protective Antigen". Biochem Biophys Res Commun 360 (3): 690–5. doi:10.1016/j.bbrc.2007.06.124. PMC 1986636. PMID 17617379. http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0006-291X(07)01388-5.

14.Suffin, S. C.; Carnes, W. H.; Kaufmann, A. F. (September 1978). "Inhalation anthrax in a home craftsman". Human Pathology 9 (5): 594–7. doi:10.1016/S0046-8177(78)80140-3. PMID 101438.

15."Man who breathed in anthrax dies". BBC News. 2 November 2008. http://news.bbc.co.uk/2/hi/uk_news/7705328.stm.

16.a b c The Boston Globe http://www.boston.com/news/health/articles/2010/01/04/nh_anthrax_case_linked_to_animal_skinned_drums/

17."Addict death as anthrax spreads". BBC News. 22 February 2010. http://news.bbc.co.uk/2/hi/uk_news/scotland/south_of_scotland/8528734.stm. Retrieved 25 February 2010.

18.McNeil Jr, Donald G. (12 January 2010). "Anthrax: In Scotland, Six Heroin Users Die of Anthrax Poisoning". The New York Times. http://www.nytimes.com/2010/01/12/health/12glob.html?partner=rss&emc=rss.

19.PROMED: ANTHRAX, HUMAN — USA: (NEW HAMPSHIRE) 26 December 2009

20.PROMED: ANTHRAX, HUMAN — USA: (NEW HAMPSHIRE) 18 April 2010

21.a b Bravata DM, Holty JE, Liu H, McDonald KM, Olshen RA, Owens DK (February 2006). "Systematic review: a century of inhalational anthrax cases from 1900 to 2005". Ann Intern Med 144 (4): 270–80. PMID 16490913.

22.Kyriacou DN, Yarnold PR, Stein AC, Schmitt BP, Soltysik RC, Nelson RR, Frerichs RR, Noskin GA, Belknap SM, Bennett CL (February 2007). "Discriminating inhalational anthrax from community-acquired pneumonia using chest radiograph findings and a clinical algorithm". Chest 131 (2): 489–96. doi:10.1378/chest.06-1687. PMID 17296652. http://www.chestjournal.org/cgi/pmidlookup?view=long&pmid=17296652.

23."Anthrax, Then and Now". MedicineNet.com. http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp?articlekey=18812&page=2. Retrieved 13 August 2008.

24. a b "Anthrax Q & A: Signs and Symptoms". Emergency Preparedness and Response. Centers for Disease Control and Prevention. 2003. http://www.bt.cdc.gov/agent/anthrax/faq/signs.asp. Retrieved 19 April 2007.

25.Forbes, B.A. (2002). Bailey & Scott's Diagnostic Microbiology (11th ed.).

26.http://www.fda.gov/biologicsbloodvaccines/vaccines/approvedproducts/ucm124462.htm

27.Guillemin, Jeanne (1999). ANTHRAX, the investigation of a Deadly Outbreak. University of California Press. pp. 34. ISBN 0-520-22917-7.

28."CDC Anthrax Q & A: Treatment". http://emergency.cdc.gov/agent/anthrax/faq/treatment.asp. Retrieved 2011-04-04.

29."HGSI asks for FDA approval of anthrax drug ABthrax". Forbes. Associated Press. 21 May 2009. http://www.forbes.com/feeds/ap/2009/05/21/ap6450866.html.

30.National Personal Protective Technology Laboratory Respirators. National Institute for Occupational Safety and Health. 30 April 2009.

31.Guillemin 1999, p. 27 chart of Russian deaths at Sverdlovsk, 1979

32.Madigan M; Martinko J (editors). (2005). Brock Biology of Microorganisms (11th ed.). Prentice Hall. ISBN 0-13-144329-1.

33.Decker, Janet (2003). Deadly Diseases and Epidemics, Anthrax. Chelesa House Publishers. pp. 27–28. ISBN 0-7910-7302-5.

34."Anthrax and Anthrax Vaccine - Epidemiology and Prevention of Vaccine-Preventable Diseases", National Immunization Program, Centers for Disease Control and Prevention, January 2006. (PPT format)

35."Sandia decon formulation, best known as an anthrax killer, takes on household mold". 26 April 2007. http://www.eurekalert.org/pub_releases/2007-04/dnl-sdf042607.php. Retrieved 13 August 2008.

36."Using Bleach to Destroy Anthrax and Other Microbes". Society for Applied Microbiology. http://ehso.com/bleach.htm. Retrieved 13 August 2008.

37.a b "Pesticide Disposal Goes Green". Science News. http://www.sciencenews.org/view/generic/id/5581/title/Pesticide_Disposal_Goes_Green. Retrieved 8 June 2009.

38.The Bulletin Vol. 57 - No. 36 October 17, 2003PDF (332 KiB)[verification needed]

39.Croddy, Eric; Wirtz, James J. (2005). Weapons of mass destruction: an encyclopedia of worldwide policy, technology, and history. ABC-CLIO. pp. 21. ISBN 9781851094905. http://books.google.com/books?id=ZzlNgS70OHAC&pg=PA21.

40.Bisher, Jamie, "During World War I, Terrorists Schemed to Use Anthrax in the Cause of Finnish Independence," Military History, August 2003, pp. 17–22. Anthrax Sabotage in Finland. Archived 25 October 2009.

41.http://www.sonicbomb.com/v1.php?vid=military/anthrax_island.wmv&id=533&ttitle=Anthrax%20Island

42.Cole, Leonard A. (1990). Clouds of Secrecy: The Army’s Germ Warfare Tests Over Populated Areas. Rowman and Littlefield. ISBN 0-8226-3001-X. http://leonardcole.com/otherworks.htm.

43."Saddam's germ war plot is traced back to one Oxford cow". The Times. http://www.timesonline.co.uk/article/0,,2-1726745,00.html.

44."UK planned to wipe out Germany with anthrax". Sunday Herald (Glasgow). 14 October 2001. http://www.fpp.co.uk/bookchapters/WSC/Bwar2.html. Retrieved 13 August 2008.

45.Southern African News Feature : the plague wars

46.a b Guillemin 1999, pp. 275–7

47."Plague war: The 1979 anthrax leak". Frontline. PBS. http://www.pbs.org/wgbh/pages/frontline/shows/plague/sverdlovsk/. Retrieved 13 August 2008.

48.Michael C. Fishbein. "Anthrax - From Russia with Love". Infectious Diseases: Causes, Types, Prevention, Treatment and Facts. MedicineNet.com. http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp?articlekey=18982. Retrieved 13 August 2008.

49.a b Alibek, K. (1999). Biohazard. New York: Delta Publishing. ISBN 0385334966.

50.a b Meselson, M.; et al., J; Hugh-Jones, M; Langmuir, A; Popova, I; Shelokov, A; Yampolskaya, O (1994). "The Sverdlovsk anthrax outbreak of 1979". Science 266 (5188): 1202–1208. doi:10.1126/science.7973702. PMID 7973702.

51.Sternbach, G. (2002). "The History of Anthrax". Journal of Emergency Medicine 24 (4): 463–467. doi:10.1016/S0736-4679(03)00079-9. PMID 12745053.

52. ^ Cole, Leonard A. (2009). The Anthrax Letters: A Bioterrorism Expert Investigates the Attacks That Shocked America—Case Closed?. SkyhorsePublishing. ISBN 978-1-60239-715-6. http://leonardcole.com.

53.Bohn, Kevin (6 August 2008). "U.S. officials declare researcher is anthrax killer". CNN. http://www.cnn.com/2008/CRIME/08/06/anthrax.case/index.html. Retrieved 7 August 2008.

54."Cepheid, Northrop Grumman Enter Into Agreement for the Purchase of Anthrax Test Cartridges". Security Products. 16 August 2007. http://secprodonline.com/articles/2007/08/16/cepheid-northrop-grumman.aspx. Retrieved 26 March 2009.

55."Latest Facts Update". USPS. 12 February 2002. http://www.usps.com/news/facts/lfu_021202.htm. Retrieved 13 August 2008.

56."High school senior discovers ironing deactivates anthrax". Pittsburgh Tribune-Review. 20 February 2006. http://www.pittsburghlive.com/x/tribune-review/trib/pittsburgh/s_425621.html.

 

SUMBER : 

Wikipedia, the free encyclopedia