Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Showing posts with label WOAH. Show all posts
Showing posts with label WOAH. Show all posts

Wednesday, 22 January 2025

Waspada! Perubahan Iklim Picu Penyebaran Virus Bluetongue di Eropa — Ancaman Baru bagi Ternak Dunia!

 



Perubahan iklim bukan hanya memengaruhi cuaca dan lingkungan, tetapi juga berdampak pada kesehatan hewan. Salah satu contoh terbaru adalah penyebaran virus bluetongue, yang kini semakin mengkhawatirkan di Eropa. Terutama serotipe 3 virus bluetongue yang baru-baru ini muncul dan mulai menyebar di berbagai negara Eropa, menimbulkan kekhawatiran besar di kalangan peternak dan ahli kedokteran hewan. Lalu, bagaimana suhu yang semakin meningkat dapat memengaruhi pola penyebaran penyakit ini, dan apa yang dapat dilakukan untuk melindungi ternak?

 

Apa Itu Bluetongue?

Bluetongue adalah penyakit virus yang ditularkan oleh vektor, yaitu lalat penghisap darah yang menyerang hewan pemamah biak seperti domba, sapi, dan kambing. Penyakit ini sebelumnya hanya ditemukan di daerah tropis dan subtropis, di mana suhu dan kelembaban ideal untuk kelangsungan hidup vektor lalat penghisap darah. Namun, sejak akhir 1990-an, penyakit ini mulai menyebar ke daerah Mediterania dan Eropa Selatan.

 

Berdasarkan data dari Sistem Informasi Kesehatan Hewan Dunia (WAHIS), virus bluetongue terus bergerak ke utara menuju Eropa Tengah dan Utara. Di wilayah ini, suhu yang lebih rendah sebelumnya dianggap tidak cocok untuk kelangsungan hidup vektor penyebar penyakit. Namun, perubahan iklim yang meningkatkan suhu global membuat virus ini bisa bertahan lebih lama, bahkan di wilayah yang sebelumnya tidak terjangkau. Hal ini menyebabkan terjadinya wabah tak terduga di 28 negara Eropa antara tahun 2007 hingga 2010. Pada 2023, serotipe 3 virus bluetongue ditemukan di negara-negara Eropa dengan dampak yang serupa.

 

Penyebaran Serotipe 3 yang Mengkhawatirkan

Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (WOAH) sedang memantau penyebaran serotipe 3 virus bluetongue dengan cermat. Serotipe ini sangat berbahaya, terutama bagi domba, karena dapat menyebabkan tingkat kematian yang sangat tinggi. Meskipun bluetongue tidak menular pada manusia, dampaknya terhadap hewan ternak sangat merugikan, seperti penurunan produksi susu, kematian, dan kerugian ekonomi yang besar. Peternak pun sangat rentan terhadap konsekuensi ekonomi yang ditimbulkan oleh penyakit ini.

 

Tantangan Pengendalian dengan Banyaknya Serotipe

Virus bluetongue memiliki lebih dari 27 serotipe, masing-masing dengan cara perkembangan yang berbeda di dalam inangnya. Akibatnya, vaksin atau kekebalan terhadap satu serotipe tidak dapat memberikan perlindungan terhadap serotipe lainnya. Misalnya, serotipe 8 yang menyebabkan wabah besar antara tahun 2007-2010 di Eropa memiliki dinamika penyebaran yang berbeda dengan serotipe 3 yang baru ditemukan pada 2023. Ini membuat pengendalian penyakit ini semakin kompleks.

 

Perubahan Pola Penyakit Ditularkan oleh Vektor

Penyebaran virus bluetongue ke wilayah Eropa Selatan, Tengah, dan Utara menunjukkan bagaimana perubahan iklim dapat mengubah pola penyakit yang ditularkan oleh vektor. Dengan meningkatnya suhu global, banyak penyakit yang sebelumnya hanya ditemukan di daerah tropis dan subtropis, seperti demam Krimea-Kongo, demam West Nile, dan ensefalitis yang ditularkan oleh serangga, kini mulai menyebar ke wilayah beriklim sedang. Hal ini tentu saja menambah tantangan besar bagi peternak dan para ahli kesehatan hewan di seluruh dunia.

 

Panjang Musim Penularan yang Berubah

Perubahan iklim juga mempengaruhi panjang musim penularan penyakit. Virus bluetongue, misalnya, dapat bertahan hidup lebih lama berkat perubahan suhu yang memungkinkan virus ini untuk bertahan selama musim dingin dan muncul kembali pada musim semi. Dr. Christopher Sanders, seorang ahli di The Pirbright Institute di Inggris, menjelaskan bahwa perubahan iklim telah memperpanjang periode penularan virus bluetongue. " Midge (lalat penghisap darah) aktif lebih awal dan terus aktif hingga lebih lama di tahun ini, yang berarti celah antara musim penularan berkurang, memudahkan virus untuk bertahan hidup lebih lama," jelasnya.

 

Langkah Pengendalian Penyebaran Bluetongue

Untuk mencegah penyebaran bluetongue, penting untuk memastikan bahwa pergerakan hewan ternak, seperti sapi, domba, dan kambing, tidak menyebabkan penyebaran penyakit ini ke wilayah yang lebih luas. WOAH telah mengembangkan standar internasional yang mengatur perdagangan hewan untuk memastikan agar tidak terjadi penyebaran penyakit antar negara.

 

Kampanye vaksinasi tetap menjadi langkah pengendalian yang paling efektif. Namun, sangat penting bahwa vaksin yang digunakan memenuhi standar WOAH dan memberikan perlindungan terhadap serotipe yang beredar di daerah tersebut. Meskipun vaksin terhadap beberapa serotipe bluetongue sudah ada, vaksin ini belum selalu tersedia dengan mudah di semua wilayah. Oleh karena itu, kolaborasi antara sektor publik dan swasta sangat dibutuhkan untuk memahami risiko yang muncul dan memastikan vaksin tersedia untuk peternak.

 

Pentingnya Pendekatan Kolaboratif dan Inovatif

Para profesional kedokteran hewan, seperti yang dijelaskan oleh Paolo Tizzani dari WOAH, berperan penting dalam memantau dan mengendalikan penyakit ini. “Penentuan risiko di mana vektor dan patogen dapat berkembang biak sangat penting,” katanya. Selain itu, Alexandre Fediaevsky dari WOAH menekankan pentingnya pendekatan kreatif dan kolaboratif dalam menghadapi dampak perubahan iklim terhadap kesehatan hewan. Pemahaman tentang ekologi vektor sangat penting untuk mempersiapkan diri menghadapi risiko dan mengidentifikasi langkah pengendalian alternatif.

 

Masa Depan Kesehatan Hewan dan Manusia

Perubahan iklim mempengaruhi seluruh ekosistem, termasuk manusia, hewan, dan lingkungan. Dengan semakin meluasnya penyakit yang ditularkan oleh vektor ke wilayah beriklim sedang, pemantauan yang intensif dan pengendalian yang efektif menjadi sangat penting. Oleh karena itu, pendekatan One Health, yang mengutamakan kerjasama antara sektor kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan, menjadi sangat relevan. Investasi dalam pemantauan dan pengendalian penyakit, serta inovasi dalam penelitian dan vaksinasi, adalah kunci untuk melindungi kesehatan hewan dan manusia di masa depan.

 

Sebagai contoh nyata

Penyebaran virus bluetongue di Eropa menjadi contoh nyata bagaimana perubahan iklim memengaruhi pola penyakit yang ditularkan oleh vektor. Dengan meningkatnya suhu global, penyakit yang sebelumnya hanya ada di daerah tropis kini mulai menyebar ke wilayah yang lebih luas, mengancam kesehatan hewan ternak dan perekonomian peternak. Penting bagi sektor publik dan swasta untuk bekerja sama dalam memahami risiko ini dan mencari solusi yang inovatif untuk melindungi ternak dan memastikan kesejahteraan peternak di masa depan.

 

Tindakan yang harus dilakukan Indonesia mencegah masuknya Bluetongue dari Eropa

Indonesia perlu meningkatkan beberapa langkah penting dalam mengantisipasi masuknya penyakit Bluetongue dari Eropa, mengingat pentingnya melindungi kesehatan hewan ternak dan mencegah dampak negatif terhadap perekonomian peternakan. Beberapa langkah utama yang perlu diambil Indonesia antara lain:

 

1. Peningkatan Pemantauan dan Pengawasan Kesehatan Hewan

Indonesia melalui Kementerian Pertanian dan Badan Karantina Indonesia terus memperkuat sistem pemantauan dan pengawasan kesehatan hewan di seluruh wilayah. Hal ini mencakup deteksi dini terhadap penyakit yang dapat masuk dari luar negeri, termasuk Bluetongue, dengan memantau perkembangan wabah yang terjadi di negara-negara lain, khususnya di Eropa.

 

2. Peningkatan Keamanan Karantina Hewan

Untuk mencegah masuknya penyakit ini, Indonesia memperketat prosedur karantina hewan di pintu-pintu masuk negara, seperti pelabuhan dan bandara. Karantina hewan yang masuk ke Indonesia akan menjalani pemeriksaan kesehatan yang ketat, termasuk pengecekan kemungkinan membawa vektor atau penyakit yang dapat menular ke hewan domestik.

 

3. Edukasi dan Sosialisasi kepada Peternak

Pemerintah juga melakukan edukasi kepada peternak mengenai penyakit Bluetongue, termasuk cara-cara pencegahan, tanda-tanda gejala pada ternak, dan pentingnya menjaga kebersihan serta biosekuriti di peternakan. Hal ini bertujuan agar peternak dapat segera melaporkan jika ada gejala yang mencurigakan pada ternak mereka.

 

4. Vaksinasi Ternak

Meskipun belum ada vaksinasi rutin yang khusus untuk Bluetongue di Indonesia, pemerintah terus memantau perkembangan vaksin dan obat-obatan terkait. Jika penyakit Bluetongue terdeteksi di negara tetangga atau ada kemungkinan penyebaran melalui vektor yang dibawa oleh angin, vaksinasi dapat dipertimbangkan sebagai langkah pencegahan.

 

5. Kolaborasi Internasional

Indonesia juga berpartisipasi dalam berbagai forum internasional yang membahas penyakit hewan, termasuk di bawah organisasi seperti Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (WOAH). Kerja sama ini penting untuk mendapatkan informasi terkini tentang penyebaran penyakit dan langkah-langkah pengendalian yang diterapkan di negara lain, khususnya Eropa.

 

6. Penelitian dan Pengembangan

Penelitian tentang Bluetongue dan penyakit hewan lainnya terus dilakukan oleh lembaga penelitian di Indonesia, seperti BRIN yang membidangi Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Hewan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi risiko masuknya penyakit ke Indonesia, serta mencari solusi yang lebih efektif dalam mengendalikan penyakit tersebut.

 

7. Penguatan Sistem Informasi

Indonesia juga mengembangkan dan memperkuat sistem pelaporan penyakit hewan, seperti Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional yaitu ISIKHNAS, yang memungkinkan pelaporan dan pemantauan penyakit secara lebih efektif dan cepat. Melalui sistem ini, pemerintah dapat mengambil tindakan cepat jika ada kasus penyakit yang terdeteksi.

 

Dengan tujuh langkah strategis yang diambil, Indonesia harus terus memperkuat upaya antisipasi dan pencegahan terhadap masuknya penyakit Bluetongue. Langkah-langkah ini sangat penting untuk melindungi kesehatan hewan ternak, mengurangi risiko wabah yang dapat merugikan subsektor peternakan, serta menjaga stabilitas perekonomian peternakan nasional. Pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan ini dijalankan secara konsisten dan efektif agar Indonesia tetap aman dari ancaman penyakit yang dapat menghancurkan mata pencaharian peternak dan merusak industri pertanian secara keseluruhan.

 

SUMBER:

Pudjiatmoko. Dampak Perubahan Iklim terhadap Pola Penyebaran Penyakit Bluetongue di Eropa. PanganNews.13 Desember 2024.

Thursday, 12 May 2022

Rahasia di Balik Penandaan Ternak: Sistem Canggih Ketertelusuran Hewan yang Wajib Diketahui Peternak!

Penandaan Hewan Ternak Mampu Telusur 


Artikel 4.3.1.

Pendahuluan dan tujuan

Rekomendasi ini didasarkan pada prinsip-prinsip umum yang disajikan dalam Artikel 4.2.1. Rekomendasi menguraikan untuk Negara Anggota elemen dasar yang perlu diperhitungkan dalam desain dan implementasi sistem identifikasi hewan untuk mencapai ketertelusuran hewan. Apapun sistem identifikasi hewan yang diadopsi negara tersebut, harus sesuai dengan standar WOAH yang relevan, termasuk Chapter 5.10. ke 5.12. untuk hewan dan produk hewan yang dimaksudkan untuk diekspor. Setiap negara harus merancang program sesuai dengan ruang lingkup dan kriteria kinerja yang relevan untuk memastikan bahwa hasil penelusuran hewan yang diinginkan dapat dicapai.

Artikel 4.3.2.

Definisi

Untuk tujuan Chapter ini definisi berikut berlaku:

Hasil yang diinginkan menggambarkan tujuan keseluruhan dari suatu program dan biasanya dinyatakan dalam istilah kualitatif, mis. “untuk membantu memastikan bahwa hewan atau produk hewani aman dan sesuai untuk digunakan”. Keamanan dan kesesuaian untuk digunakan dapat didefinisikan dalam hal-hal seperti kesehatan hewan, keamanan pangan, perdagangan dan aspek peternakan.

Kriteria kinerja adalah spesifikasi untuk kinerja suatu program dan biasanya dinyatakan dalam istilah kuantitatif, seperti "semua hewan dapat dilacak hingga pembentukan kelahiran dalam waktu 48 jam setelah penyelidikan".

Pelaporan berarti memberi tahu Otoritas Veteriner dan organisasi mitra lainnya yang sesuai sesuai dengan prosedur yang tercantum dalam program.

Lingkup menentukan spesies, populasi atau produksi atau sektor perdagangan yang ditargetkan dalam area tertentu (negara, zona) atau kompartemen yang menjadi subjek program identifikasi dan ketertelusuran.

Transhumance berarti pergerakan hewan secara periodik atau musiman antara padang rumput yang berbeda di dalam atau antar negara.

Artikel 4.3.3.

Elemen kunci dari sistem identifikasi hewan

1. Hasil yang diinginkan

Hasil yang diinginkan harus ditentukan melalui konsultasi antara Otoritas Veteriner dan pihak-pihak yang berkepentingan, yang harus mencakup mereka yang berada dalam rantai produksi dan pemrosesan hewan, dokter hewan sektor swasta, organisasi penelitian ilmiah dan organisasi publik dan swasta lainnya. Hasil yang diinginkan dapat didefinisikan dalam hal salah satu atau semua hal berikut:

a.kesehatan hewan (misalnya surveilans dan pemberitahuan penyakit; deteksi dan pengendalian penyakit; program vaksinasi);

b.kesehatan masyarakat (misalnya pengawasan dan pengendalian penyakit zoonosis dan keamanan pangan);

c.manajemen keadaan darurat, mis. bencana alam atau peristiwa buatan manusia;

d.perdagangan (dukungan untuk kegiatan inspeksi dan sertifikasi Pelayanan Veteriner, sebagaimana dijelaskan dalam Chapter 5.10 sampai 5.12 yang mereproduksi model sertifikat veteriner internasional);

e.aspek peternakan seperti kinerja hewan, dan data genetik.

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup juga harus ditentukan melalui konsultasi antara Otoritas Veteriner dan pihak lain, seperti yang dibahas di atas. Cakupan sistem identifikasi hewan sering kali didasarkan pada definisi spesies dan sektor, dengan mempertimbangkan karakteristik tertentu dari sistem pertanian, mis. Chapteri dalam produksi ekspor daging Chapteri; unggas di kompartemen yang ditentukan; ternak dalam zona bebas PMK yang ditentukan. Sistem yang berbeda akan sesuai sesuai dengan sistem produksi yang digunakan di negara-negara dan sifat industri dan perdagangan mereka.

3. Kriteria kinerja

Kriteria kinerja juga dirancang dengan berkonsultasi dengan pihak lain, seperti yang dibahas di atas. Kriteria kinerja tergantung pada hasil dan cakupan program yang diinginkan. Mereka biasanya dijelaskan dalam istilah kuantitatif sesuai dengan epidemiologi penyakit. Sebagai contoh, beberapa negara menganggap perlu untuk melacak hewan yang rentan dalam waktu 24-48 jam ketika berhadapan dengan penyakit yang sangat menular seperti PMK dan flu burung. Untuk keamanan pangan, penelusuran hewan untuk mendukung investigasi insiden mungkin juga mendesak. Untuk penyakit hewan kronis yang bukan zoonosis, mungkin dianggap tepat bahwa hewan dapat dilacak dalam jangka waktu yang lebih lama.

4. Studi pendahuluan

Dalam merancang sistem identifikasi hewan perlu dilakukan studi pendahuluan, yang harus mempertimbangkan:

a. populasi hewan, spesies, distribusi, manajemen kawanan,

b. pertanian dan struktur industri, produksi dan lokasi,

c. kesehatan Hewan,

d. kesehatan masyarakat,

e. masalah perdagangan,

f. aspek peternakan,

g. zonasi dan kompartementalisasi,

h. pola pergerakan hewan (termasuk transhumance),

i. manajemen informasi dan komunikasi,

j. ketersediaan sumber daya (manusia dan keuangan),

k. aspek sosial dan budaya,

l. pengetahuan pemangku kepentingan tentang masalah dan harapan,

m. kesenjangan antara undang-undang yang memungkinkan saat ini dan apa yang dibutuhkan dalam jangka panjang,

n. pengalaman internasional,

o. pengalaman nasional,

p. pilihan teknologi yang tersedia,

q. sistem identifikasi yang ada,

r. mengharapkan manfaat dari sistem identifikasi hewan dan ketertelusuran hewan dan kepada siapa mereka diperoleh,

s. masalah yang berkaitan dengan kepemilikan data dan hak akses,

t. persyaratan pelaporan.

Proyek percontohan dapat menjadi bagian dari studi pendahuluan untuk menguji sistem identifikasi hewan dan ketertelusuran hewan dan untuk mengumpulkan informasi untuk desain dan implementasi program.

Analisis ekonomi dapat mempertimbangkan biaya, manfaat, mekanisme pendanaan dan keberlanjutan.

5. Desain program

a. Ketentuan umum

  Program harus dirancang dengan berkonsultasi dengan para pemangku kepentingan untuk memfasilitasi penerapan sistem identifikasi hewan dan ketertelusuran hewan. Ini harus memperhitungkan ruang lingkup, kriteria kinerja dan hasil yang diinginkan serta hasil dari setiap studi pendahuluan.

  Semua dokumentasi yang ditentukan harus distandarisasi untuk format, konten, dan konteks.

 Untuk melindungi dan meningkatkan integritas sistem, prosedur harus dimasukkan ke dalam desain program untuk mencegah, mendeteksi, dan memperbaiki kesalahan, mis. penggunaan algoritma untuk mencegah duplikasi nomor identifikasi dan untuk memastikan data yang masuk akal.

b. Alat identifikasi hewan

 Pemilihan hewan fisik atau pengidentifikasi kelompok harus mempertimbangkan unsur-unsur seperti daya tahan, sumber daya manusia, spesies dan usia hewan yang akan diidentifikasi, periode identifikasi yang diperlukan, aspek budaya, kesejahteraan hewan, teknologi, kompatibilitas dan standar yang relevan, praktik budidaya. , sistem produksi, populasi hewan, kondisi iklim, ketahanan terhadap gangguan, pertimbangan perdagangan, biaya, dan retensi serta keterbacaan metode identifikasi.

   Otoritas Veteriner bertanggung jawab untuk menyetujui bahan dan peralatan yang dipilih, untuk memastikan bahwa alat identifikasi hewan ini memenuhi spesifikasi teknis dan kinerja lapangan, dan untuk pengawasan distribusinya. Otoritas Veteriner juga bertanggung jawab untuk memastikan bahwa pengidentifikasi unik dan digunakan sesuai dengan persyaratan sistem identifikasi hewan.

    Otoritas Veteriner harus menetapkan prosedur untuk identifikasi hewan dan ketertelusuran hewan termasuk:

i. penetapan kelahiran, dan periode waktu di mana seekor binatang dilahirkan;

ii.  ketika hewan dimasukkan ke dalam suatu tempat;

iii. ketika seekor hewan kehilangan identitasnya atau pengenalnya menjadi tidak dapat digunakan;

iv. pengaturan dan aturan untuk penghancuran atau penggunaan kembali pengidentifikasi;

v.  hukuman untuk perusakan atau pemindahan alat pengenal resmi hewan.

   Jika identifikasi kelompok tanpa pengenal fisik memadai, dokumentasi harus dibuat dengan menyebutkan setidaknya jumlah hewan dalam kelompok, spesies, tanggal identifikasi, orang yang bertanggung jawab secara hukum atas hewan atau tempat tersebut. Dokumentasi ini merupakan pengidentifikasi grup yang unik dan harus diperbarui agar dapat dilacak jika ada perubahan.

     Dimana semua hewan dalam kelompok diidentifikasi secara fisik dengan pengidentifikasi kelompok, dokumentasi juga harus menentukan pengidentifikasi kelompok yang unik.

c. Registrasi

  Prosedur perlu dimasukkan ke dalam desain program untuk memastikan bahwa peristiwa dan informasi yang relevan didaftarkan secara tepat waktu dan akurat.

  Bergantung pada ruang lingkup, kriteria kinerja dan hasil yang diinginkan, rekaman seperti yang dijelaskan di bawah ini harus menyebutkan, setidaknya, spesies, pengidentifikasi hewan atau kelompok yang unik, tanggal peristiwa, pengidentifikasi tempat di mana peristiwa itu terjadi, dan kode untuk acara itu sendiri.

i.  Perusahaan atau pemilik atau penjaga yang bertanggung jawab

  Tempat pemeliharaan hewan harus diidentifikasi dan didaftarkan, termasuk setidaknya lokasi fisik mereka (seperti koordinat geografis atau alamat jalan), jenis tempat dan spesies yang dipelihara. Daftar tersebut harus mencantumkan nama orang yang secara hukum bertanggung jawab atas hewan-hewan tersebut di tempat usaha.

    Jenis tempat usaha yang mungkin perlu didaftarkan termasuk kepemilikan (peternakan), pusat perakitan (misalnya pameran dan pekan raya pertanian, acara olahraga, pusat transit, pusat pembiakan), pasar, rumah pemotongan hewan/pemotongan hewan, pabrik pengolahan, titik pengumpulan stok mati, transhumance daerah, pusat nekropsi dan diagnosis, pusat penelitian, kebun binatang, pos perbatasan, stasiun karantina.

  Dalam kasus di mana pendaftaran perusahaan tidak berlaku, mis. beberapa sistem transhumance, pemilik hewan, tempat tinggal pemilik dan spesies yang dipelihara harus dicatat.

ii.    Hewan

    Identifikasi dan spesies hewan harus didaftarkan untuk setiap pendirian atau pemilik. Informasi lain yang relevan tentang hewan di setiap tempat atau pemilik juga dapat dicatat (misalnya tanggal lahir, kategori produksi, jenis kelamin, jenis, jumlah hewan dari setiap spesies, identifikasi hewan dari orang tua).

iii.   Acara lainnya

      Registrasi pergerakan hewan diperlukan untuk mencapai ketertelusuran hewan. Ketika seekor binatang diperkenalkan ke atau meninggalkan suatu pendirian, peristiwa-peristiwa ini merupakan suatu gerakan.

Beberapa negara mengklasifikasikan kelahiran, penyembelihan dan kematian hewan sebagai gerakan. Ketika perusahaan tidak terdaftar sebagai bagian dari sistem identifikasi hewan, kepemilikan dan perubahan lokasi merupakan catatan pergerakan.

Informasi yang didaftarkan harus mencakup tanggal pemindahan, tempat asal hewan atau kelompok hewan tersebut diberangkatkan, jumlah hewan yang dipindahkan, tempat tujuan, dan tempat yang digunakan dalam transit. Catatan pergerakan juga dapat mencakup deskripsi alat angkut dan identifikasi kendaraan/kapal.

Prosedur harus tersedia untuk menjaga ketertelusuran hewan selama pengangkutan dan ketika hewan tiba dan meninggalkan tempat usaha.

Kejadian berikut juga dapat didaftarkan:

 kelahiran, penyembelihan dan kematian hewan (bila tidak diklasifikasikan sebagai gerakan),

 lampiran pengidentifikasi unik untuk hewan,

 perubahan pemilik atau penjaga terlepas dari perubahan pendirian,

 pengamatan hewan di suatu tempat (pengujian, pemeriksaan kesehatan, sertifikasi kesehatan, dll.),

 hewan yang diimpor: catatan identifikasi hewan dari negara pengekspor harus disimpan dan dihubungkan dengan identifikasi hewan yang ditugaskan di negara pengimpor,

 hewan yang diekspor: catatan identifikasi hewan dari negara pengekspor harus diberikan kepada Otoritas Veteriner di negara pengimpor,

 pengenal hewan hilang atau diganti,

 hewan hilang (hilang, dicuri, dll),

 pengenal hewan dihentikan (saat penyembelihan, setelah kehilangan pengenal atau kematian hewan di peternakan, di laboratorium diagnostik, dll.).

d. Dokumentasi

Persyaratan dokumentasi harus didefinisikan dengan jelas dan distandarisasi, sesuai dengan ruang lingkup, kriteria kinerja dan hasil yang diinginkan dan didukung oleh kerangka hukum.

e. Pelaporan

Tergantung pada ruang lingkup, kriteria kinerja dan hasil yang diinginkan, informasi yang relevan (seperti identifikasi hewan, pergerakan, peristiwa, perubahan jumlah ternak, pendirian) harus dilaporkan ke Otoritas Veteriner oleh orang yang bertanggung jawab atas hewan.

f. Sistem Informasi

Sebuah sistem informasi harus dirancang sesuai dengan ruang lingkup, kriteria kinerja dan hasil yang diinginkan. Ini mungkin berbasis kertas atau elektronik. Sistem harus menyediakan pengumpulan, kompilasi, penyimpanan dan pengambilan informasi tentang hal-hal yang relevan dengan pendaftaran. Pertimbangan berikut ini penting:

  memiliki potensi keterkaitan dengan ketertelusuran di bagian lain dari rantai makanan;

  meminimalkan duplikasi;

  komponen yang relevan, termasuk database, harus kompatibel;

  kerahasiaan data;

  pengamanan yang tepat untuk mencegah hilangnya data, termasuk sistem untuk membuat cadangan data.

Otoritas Veteriner harus memiliki akses ke sistem informasi ini yang sesuai untuk memenuhi ruang lingkup, kriteria kinerja, dan hasil yang diinginkan.

    g. Laboratorium

  Hasil tes diagnostik harus mencatat pengidentifikasi hewan atau     pengidentifikasi kelompok, tanggal sampel diambil dari hewan dan tempat     pengambilan sampel.

h.Rumah potong hewan/pemotongan hewan, pabrik rendering, titik pengumpulan stok mati, pasar dan pusat perakitan

 Rumah potong hewan/pemotongan hewan, pabrik rendering, titik pengumpulan stok mati, pasar dan pusat perakitan harus mendokumentasikan pengaturan untuk pemeliharaan identifikasi hewan dan ketertelusuran hewan sesuai dengan kerangka hukum.

 Tempat-tempat ini merupakan titik kritis untuk pengendalian kesehatan hewan dan keamanan pangan.

  Identifikasi hewan harus dicatat pada dokumen yang menyertai sampel yang dikumpulkan untuk analisis.

  Komponen sistem identifikasi hewan yang beroperasi di dalam rumah potong hewan/pemotongan hewan harus melengkapi dan kompatibel dengan pengaturan untuk melacak produk hewani di seluruh rantai makanan. Di rumah potong hewan/RPH, identitas hewan harus dipelihara selama pemrosesan karkas hewan sampai karkas dianggap layak untuk dikonsumsi manusia.

   Identifikasi hewan dan tempat asal hewan tersebut diberangkatkan harus didaftarkan oleh rumah potong hewan/pemotongan hewan, pabrik pengurai dan tempat pengumpulan hewan mati.

     Rumah pemotongan hewan/pemotongan hewan, pabrik pengolahan dan tempat pengumpulan ternak mati harus memastikan bahwa tanda pengenal dikumpulkan dan dibuang sesuai dengan prosedur yang ditetapkan dan diatur dalam kerangka hukum. Prosedur ini harus meminimalkan risiko penggunaan kembali yang tidak sah dan, jika sesuai, harus menetapkan pengaturan dan aturan untuk penggunaan kembali pengidentifikasi.

   Pelaporan pergerakan oleh rumah potong hewan/pemotongan hewan, pabrik rendering dan titik pengumpulan stok mati harus dilakukan sesuai dengan ruang lingkup, kriteria kinerja dan hasil yang diinginkan dan kerangka hukum.

i.   Regulasi

     Tingkat dan jenis regulasi yang berbeda harus ditentukan dalam program  dan didukung oleh kerangka hukum.

6. Kerangka hukum

Otoritas Veteriner, dengan lembaga pemerintah terkait lainnya dan berkonsultasi dengan pemangku kepentingan, harus menetapkan kerangka hukum untuk penerapan dan penegakan sistem identifikasi hewan dan ketertelusuran hewan di negara tersebut. Struktur kerangka kerja ini akan bervariasi dari satu negara ke negara lain.

Identifikasi hewan, ketertelusuran hewan dan pergerakan hewan harus berada di bawah tanggung jawab Otoritas Veteriner.

Kerangka hukum ini harus membahas:

a.    hasil dan ruang lingkup yang diinginkan;

b.    kewajiban Otoritas Veteriner dan pihak lain;

c.  pengaturan organisasi, termasuk pilihan teknologi dan metode yang digunakan untuk sistem identifikasi hewan dan ketertelusuran hewan;

d. manajemen pergerakan hewan;

e. kerahasiaan data;

f.  akses atau aksesibilitas data;

g. pemeriksaan, verifikasi, pemeriksaan dan sanksi;

h. jika relevan, mekanisme pendanaan;

i. jika relevan, pengaturan untuk mendukung proyek percontohan.

7. Implementasi

a. Rencana aksi

     Untuk menerapkan sistem identifikasi hewan, rencana aksi harus disiapkan dengan merinci jadwal dan termasuk pencapaian dan indikator kinerja, sumber daya manusia dan keuangan, dan pengaturan pemeriksaan, penegakan dan verifikasi.

     Kegiatan berikut harus ditangani dalam rencana aksi:

i.       Komunikasi

   Cakupan, kriteria kinerja, hasil yang diinginkan, tanggung jawab, pergerakan dan persyaratan pendaftaran dan sanksi perlu dikomunikasikan kepada semua pihak.

  Strategi komunikasi perlu ditargetkan kepada audiens, dengan mempertimbangkan unsur-unsur seperti tingkat literasi (termasuk literasi teknologi) dan bahasa lisan.

ii.      Program pelatihan

    Diinginkan untuk melaksanakan program pelatihan untuk membantu Dinas Veteriner dan pihak lain.

iii.     Dukungan teknis

     Dukungan teknis harus diberikan untuk mengatasi masalah-masalah praktis.

b. Pengecekan dan verifikasi

 Kegiatan pengecekan harus dimulai pada awal implementasi untuk mendeteksi, mencegah dan memperbaiki kesalahan dan untuk memberikan umpan balik pada desain program.

 Verifikasi harus dimulai setelah periode pendahuluan sebagaimana ditentukan oleh Otoritas Veteriner untuk menentukan kepatuhan terhadap kerangka hukum dan persyaratan operasional.

c. audit

     Audit harus dilakukan di bawah kewenangan Otoritas Veteriner untuk mendeteksi masalah apapun dengan sistem identifikasi hewan dan ketertelusuran hewan dan untuk mengidentifikasi kemungkinan perbaikan.

d. Tinjauan

     Program harus ditinjau secara berkala, dengan mempertimbangkan hasil kegiatan pemeriksaan, verifikasi dan audit.

Sumber:

Terrestrial Animal Health Code Chapter 4.3.

Saturday, 31 October 2020

Pengenalan Veterinary Statutory Body atau Badan Hukum Kedokteran Hewan


Pengenalan Badan Hukum Kedokteran Hewan atau Veterinary Statutory Body


Peran Badan Hukum Kedokteran Hewan atau Veterinary Statutory Body adalah mengawasi kualitas dan kompetensi dokter hewan di suatu negara.  Badan Hukum Kedokteran Hewan harus kompeten (mampu, cakap, tangkas, sanggup, mempunyai kekuasaan, resmi); memiliki otonomi yang bebas dari kepentingan politik dan bebas dari kepentingan komersial apapun; dapat memastikan keunggulan dari profesi kedokteran hewan melalui perizinan yang tepat atau pendaftaran profesional kedokteran hewan, dan memberikan standar minimum untuk (awal dan lanjutan) pendidikan dan perilaku profesional.


Kerangka fungsional dan legislatif di mana Badan Hukum Kedokteran Hewan menjalankan kapasitas pengaturannya didefinisikan dalam Artikel 3.2.12 Terrestrial Animal Health Code, WOAH.


Untuk memastikan efektivitas Badan Hukum Kedokteran Hewan suatu negara anggota WOAH, didorong dilakukan program twinning untuk memperkuat kompetensi yang dibutuhkan Badan Hukum Kedokteran Hewan di suatu negara agar memenuhi tanggung jawabnya di bawah Otoritas Veteriner, dengan tetap mematuhi standar internasional.


Tujuan akhir dari program twinning adalah untuk membantu Badan Hukum Kedokteran Hewan menjadi mandiri dan mengawasi praktik profesional.

Proyek di bawah Program twinning Badan Hukum Kedokteran Hewan WOAH dilakukan oleh Badan Hukum Kedokteran Hewan yang diakui - 'Induk' - dan Badan Hukum Kedokteran Hewan 'Kandidat', dan bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi Induk dan Kandidat untuk mengumpulkan dan mengembangkan keahlian.


Selain itu, proyek-proyek tersebut cukup fleksibel untuk memenuhi dukungan yang dibutuhkan oleh Badan Hukum Kedokteran Hewan Kandidat, terlepas dari alasan twinning. Proyek twinning dapat membantu Kandidat menjadi mapan dalam situasi di mana terdapat kurangnya peraturan nasional atau dapat berfungsi untuk membantu Badan Hukum Kedokteran Hewan yang sudah mapan meningkatkan kepatuhannya dengan standar internasional.


Disarankan agar proyek-proyek di bawah program ini mencakup partisipasi negara-negara berkembang dan dalam transisi untuk mencapai keseimbangan yang lebih baik dalam distribusi keahlian global, terutama di wilayah geografis yang kapasitasnya masih kurang.


Lamanya proyek akan tergantung pada ruang lingkupnya. Proyek twinning OIE berlangsung minimal satu tahun dan maksimal tiga tahun (perpanjangan mungkin dipertimbangkan). Rincian lebih lanjut mengenai proyek kembar antara Badan Hukum Kedokteran Hewan dapat dilihat di Panduan OIE untuk Proyek twinning Badan Hukum Kedokteran Hewan.

 

Artikel 3.2.12. Evaluasi badan hukum veteriner

 

1. Ruang Lingkup

Dalam evaluasi Badan Hukum kedokteran Hewan, hal-hal berikut dapat dipertimbangkan, tergantung pada tujuan evaluasi:

a) tujuan dan fungsi;

b) dasar legislatif, otonomi dan kapasitas fungsional;

c) komposisi dan representasi keanggotaan badan;

d) akuntabilitas dan transparansi pengambilan keputusan;

e) sumber dan pengelolaan pendanaan;

f) administrasi program pelatihan dan pengembangan profesional berkelanjutan untuk dokter hewan dan paraprofesional veteriner.


2. Evaluasi tujuan dan fungsi

Badan hukum veteriner harus menetapkan kebijakan dan tujuannya, termasuk uraian rinci tentang kewenangan dan fungsinya seperti:

a) untuk mengatur dokter hewan dan para-profesional veteriner melalui perizinan dan / atau pendaftaran orang-orang tersebut;

b) untuk menentukan standar minimal pendidikan (awal dan lanjutan) yang diperlukan untuk gelar, ijazah dan sertifikat yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk terdaftar sebagai dokter hewan dan para profesional veteriner;

c) untuk menentukan standar perilaku profesional dokter hewan dan paraprofesional veteriner dan untuk memastikan standar ini terpenuhi.


3. Evaluasi landasan legislatif, otonomi dan kapasitas fungsional

Badan hukum kedokteran hewan harus dapat menunjukkan bahwa ia memiliki kapasitas, didukung oleh perundang-undangan yang sesuai, untuk menjalankan dan menegakkan kendali atas semua dokter hewan dan paraprofesional veteriner. Kontrol ini harus mencakup, jika sesuai, lisensi dan registrasi wajib, standar minimum pendidikan (awal dan lanjutan) untuk pengakuan gelar, diploma dan sertifikat, menetapkan standar perilaku profesional dan menginvestigasi keluhan dan penerapan prosedur disiplin.

Badan hukum veteriner harus mampu menunjukkan otonomi dari kepentingan politik dan komersial yang tidak semestinya.

Jika berlaku, perjanjian regional untuk pengakuan derajat, diploma dan sertifikat untuk dokter hewan dan para-profesional veteriner harus ditunjukkan.


4. Evaluasi representasi keanggotaan

Deskripsi rinci harus tersedia sehubungan dengan keanggotaan badan hukum kedokteran hewan dan metode serta durasi pengangkatan anggota. Informasi tersebut meliputi:

a) dokter hewan yang ditunjuk oleh Otoritas Veteriner, seperti Chief Veterinary Officer;

b) dokter hewan yang dipilih oleh anggota yang terdaftar oleh badan hukum kedokteran hewan;

c) dokter hewan yang ditunjuk atau ditunjuk oleh asosiasi kedokteran hewan;

d) perwakilan dari para-profesi veteriner;

e) perwakilan dari akademisi kedokteran hewan;

f) perwakilan pemangku kepentingan lainnya dari sektor swasta;

g) prosedur pemilihan dan durasi pengangkatan;

h) persyaratan kualifikasi untuk anggota.


5. Evaluasi akuntabilitas dan transparansi pengambilan keputusan

Informasi rinci harus tersedia tentang prosedur disipliner mengenai pelaksanaan penyelidikan atas kesalahan profesional, transparansi pengambilan keputusan, publikasi temuan, hukuman dan mekanisme untuk naik banding.

Informasi tambahan mengenai publikasi laporan kegiatan secara berkala, daftar orang yang terdaftar atau berlisensi termasuk penghapusan dan penambahan juga harus dipertimbangkan.


6. Evaluasi sumber keuangan dan pengelolaan keuangan

Informasi mengenai pendapatan dan pengeluaran, termasuk struktur biaya untuk perizinan / pendaftaran orang harus tersedia.


7. Evaluasi program dan program pelatihan untuk melanjutkan pengembangan profesional, untuk dokter hewan dan para-profesional veteriner

Ringkasan deskriptif tentang pengembangan profesional berkelanjutan, program pelatihan dan pendidikan harus disediakan, termasuk deskripsi konten, durasi dan peserta; rincian terdokumentasi dari manual dan standar mutu yang berkaitan dengan Praktik Kedokteran Hewan yang Baik harus disediakan.

 

SUMBER

Veterinary Statutory Bodies. https://www.oie.int/solidarity/veterinary-statutory-bodies/

Artikel 3.2.12. Terrestrial Animal Health Code. https://www.oie.int/doc/ged/D10905.PDF