Pembelajaran dari Ketangguhan Koperasi Pertanian Zen Noh Jepang
Pemerintah harus segera membuat
program menuju ke korporatisasi koperasi dengan berbasis produksi pertanian dan
pangan, dari saat ini koperasi kovensional yang hanya terbatas simpan-pinjam
saja. Langkah strategis tersebut akan menciptakan koperasi kelas dunia, seperti
dilakukan petani di Jepang yang berhasil membangun pabrik pengolahan pasca
panen yang maju dan dapat mengekspor produknya ke banyak negara.
Sejarah Koperasi Pertanian
Jepang
Zen Noh Jepang merupakan koperasi
terbesar di dunia dari 300 koperasi yang diranking oleh International
Co-operative Alliance (ICA). Dengan basis pertanian, jejaring Zen Noh telah
merambah ke berbagai bisnis, yang menjangkau banyak negara. Padahal, koperasi
ini baru dibentuk pada 1972, jauh lebih muda ketimbang koperasi-koperasi
raksasa di Eropa dan Amerika Serikat.
Para petani Jepang, memiliki
posisi tawar yang luar biasa kuat dalam konstelasi ekonomi dan politik di
negaranya. Sudah menjadi pengetahuan umum masyarakat Jepang bahwa berbagai
komoditi pertanian yang dihasilkan petaninya jauh lebih mahal ketimbang
komoditi sejenis dari negara lain.
Namun mereka yakin bahwa produk
yang dihasilkan petani Jepang lebih unggul mutunya dibanding produk dari negara
lain. Maka pemerintah Jepang tidak bisa sembarangan mengimpor komoditi tersebut
tanpa persetujuan petani Jepang. Lengsernya Menteri Pertanian karena
mengabaikan aspirasi petani, merupakan hal yang wajar terjadi di Jepang.
Petani Jepang memiliki kekuatan luar biasa karena mereka kompak bersatu dalam
koperasi pertanian. Soliditasnya bukan cuma ditunjukkan untuk menekan secara
politik, namun juga dalam mengembangkan jaringan bisnis industri pertaniannya.
Dan, ini yang perlu dicatat dengan tinta tebal, semuanya bisa terjadi lantaran
para petani Jepang bersatu dalam koperasi.
Ketangguhan Koperasi Zen Noh
Koperasi pertanian Jepang,
membentang dalam sebuah jaringan yang kokoh, dari tingkat primer hingga
sekunder, yang mengerucut pada Zen Noh sebagai gabungan koperasi pertanian pada
level nasional. Dengan perputaran omset pernah mencapai 63.449 dolar AS per
tahun, Zen Noh menempati urutan tertinggi dalam ICA Global 300, yang dirilis
ICA pada Oktober 2007.
Di sektor pertanian dan industri
pangan, koperasi yang terbesar di dunia berdasarkan kontribusi terhadap produk
domestik bruto (PDB) adalah Zen-Noh dari Jepang senilai sekitar USD56,15
miliar, diikuti Nonghyup USD41,41 miliar dari Korea Selatan, dan CHS Inc
USD32,68 miliar dari Amerika Serikat.
Zen Noh berdiri pada 30 Maret 1972 merupakan penggabungan dua koperasi
pertanian sekunder level nasional, yaitu Zenkoren (bergerak dalam pengadaan
kebutuhan pertanian) dan Zenhanren (bergerak di bidang pemasaran produk
pertanian). Kedua koperasi sekunder ini berdiri pada 1948.
Secara keseluruhan, Zen Noh
menghimpun 1.173 koperasi pertanian, 1.010 di antaranya merupakan koperasi
primer pertanian. Sisanya merupakan koperasi sekunder pertanian tingkat
provinsi, gabungan koperasi yang terkait dengan bidang pertanian dan
peternakan.
Hampir semua kebutuhan petani
Jepang, dipenuhi melalui koperasi yang umumnya disebut JA. Mulai dari pengadaan
berbagai peralatan dan input pertanian, permodalan, sampai pemasaran produk
pertanian. Bahkan, kebutuhan barang sehari-hari pun, diperoleh lewat koperasinya.
Dengan jaringannya, koperasi
pertanian Jepang menangani sektor pertanian dari hulu sampai hilir, termasuk
sektor pendukungnya seperti keuangan dan asuransi. Pada awalnya, komoditi
pertanian yang menjadi perhatian adalah padi. Upaya para petani Jepang telah
berhasil meningkatkan produksinya, total produksi beras yang dihasilkan,
rata-rata mencapai 1,58 juta ton per tahun.
Untuk menstabilkan pasokan dan
permintaan, secara sistematis, Zen Noh mengatur sistem produksi dengan
memverifikasi lahan budidaya yang dapat dikonfirmasi. Mereka juga ketat
mengurangi biaya distribusi. Mengoptimalkan sawah, selain memenuhi permintaan
beras, Zen Noh mengkreasi usaha bisnis makanan olahan berbahan beras.
Namun, pada perkembangan
selanjutnya, koperasi juga mengarahkan petani untuk melakukan diversivikasi
tanaman. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi over supply beras sehingga
harganya jatuh. Koperasi selalu mengupayakan agar harga setiap komoditi di
tingkat petani tetap tinggi, sesuai dengan standar hidup di Jepang, yang
termasuk paling tinggi di dunia.
Tidak seperti negara berkembang yang pada umumnya mengorbankan sektor pertanian
untuk membangun industri, yaitu dengan memperkecil nilai tukar hasil pertanian
berhadapan dengan barang produk industri. Di Jepang nilai tukar keduanya selalu
diusahakan seimbang. Dengan begitu, tingkat kesejahteraan para petani, setara
dengan masyarakat yang bekerja di sektor industri.
Strategi tersebut, bukan tanpa
risiko. Semula, Jepang memang bisa menerapkan kebijakan untuk melarang impor
komoditi pertanian yang banyak dihasilkan petaninya, kendati harganya jauh
lebih mahal di banding pasar dunia.
Namun, pada 1993, Jepang dipaksa
membuka keran impor, melalui Kesepakatan Umum tentang Tarif dan Perdagangan
(GATT). Berdasarkan kesepakatan itu, mulai 1995 Jepang membuka impor beras,
meskipun dibatasi hanya 4 persen dari kebutuhan beras dalam negeri. Memasuki
tahun 2000, batasan itu diberbesar menjadi 4,8 persen.
Namun, Pemerintah Jepang tetap
melindungi petaninya, antara lain dengan menetapkan bea masuk cukup tinggi, di
samping tetap memberikan subsidi pada input pertanian. Melalui koperasi, petani
Jepang memang mempunyai lobi yang kuat di pemerintahan.
Bahkan di partai besar, banyak
orang koperasi yang berkiprah di sana. Mereka mampu meyakinkan pemerintah,
bahwa membatasi impor komoditi pertanian dalam jangka panjang bakal menimbulkan
ketergantungan yang bisa berakibat fatal. Dalam jangka pendek, melindungi
pertanian di dalam negeri, juga terkait dengan stabilitas politik nasional.
Kebanggaan Petani Jepang
Lalu, apakah pertanian Jepang
menjadi pasif berlindung di balik proteksi pemerintah? Tentu saja, tidak.
Koperasi pertanian Jepang aktif melakukan kampanye mengusung tema “Produk Lokal
untuk Konsumen Lokal”. Upaya menjaga loyalitas penduduk Jepang pada produk
pertanian dalam negeri ini, tidaklah semata-mata mengandalkan unsur emosional,
tapi juga rasional.
Petani Jepang bangga dapat
memproduksi hasil pertaniannya seperti beras, buah, sayur dan daging dengan
kwalitas premium sehingga diburu oleh pelanggan dan dapat dieksport dengan
harga tinggi. Dilain pihak masyarakat Jepang sadar betul bahwa meskipun
harganya relatif lebih mahal namun mereka lebih memilih produk pangan petani
dalam negeri karena mutunya baik termasuk cita-rasanya.
Meskipun harganya relatif lebih tinggi, koperasi pertanian menjamin bahwa
seluruh komoditi pertanian yang dihasilkan anggotanya, memenuhi standar
higienis tinggi. Dengan label sistem bar-code di setiap kemasan pertanian yang
dibeli di toko koperasi, konsumen dengan jelas mengetahui siapa petani yang
menanam produk yang mereka beli. Maka, jika terjadi sesuatu, komplain lebih
mudah di lakukan. Agar produk pertanian itu bisa dijual lebih murah, koperasi
membangun jaringan toko sendiri, sehingga bisa memotong rantai distribusi.
Zen Noh telah beranggotakan 1.032
koperasi. Perkembangan bisnis setiap koperasi pertanian di Jepang telah
mendorong Zen Noh terus melebarkan sayap bisnisnya, dengan jaringan yang
tersebar di 26 negara, termasuk Indonesia, dan memiliki afiliasi dengan 249
perusahaan. Jumlah karyawannya mencapai 12,5 ribu orang lebih.
Produktivitas Ketahanan Pangan
Berkelanjutan
Sehubungan tuntutan perlindungan
lingkungan hidup secara global untuk meningkatkan “Produktivitas ketahanan
pangan berkelanjutan” maka dibuat kebijakan menjaga kelestarian lingkungan
hidup.
Kerangka Kerja “Produktivitas
ketahanan pangan berkelanjutan” mencakup seluruh rantai pasokan pangan dengan
meningkatkan koherensi dan transparansi kebijakan. Ini sangat penting untuk
membangun kepercayaan, meningkatkan efektivitas dan efisiensi produksi pangan.
Langkah pertama untuk memperbaiki
kebijakan lingkungan hidup yaitu membalik kebijakan yang mempertahankan petani
dalam kegiatan yang tidak kompetitif dan berpenghasilan rendah, merusak
lingkungan, menghambat inovasi, memperlambat perubahan struktural dan generasi
dan melemahkan ketahanan. Sehingga kebijakan pertanian difokuskan pada tindakan
meningkatkan produktivitas dan berkelanjutan jangka panjang, seperti investasi
modal sumber daya manusia (SDM), infrastruktur, dan akses petani ke pasar.
Peraturan dan kebijakan mendukung
kelestarian lingkungan hidup yang baik disertai dengan kelancaran akses pasar,
telah mendorong terlaksananya praktik bisnis yang baik bagi produsen industri
pertanian. Pada saat ini produsen didorong berinovasi untuk merespons tantangan
peningkatan produktivitas pangan beserta sistem pengelolaannya.
Membangun sistem inovasi
pertanian lebih kuat dengan meningkatkan kolaborasi semua pelaku jaringan untuk
menghasilkan inovasi tepat guna yang dibutuhkan oleh sektor pertanian. Dengan
tata kelola yang baik dapat membantu terbentuknya tujuan strategis yang jelas
melalui (a) konsultasi dengan pemangku kepentingan; (b) mekanisme dan prosedur
evaluasi yang komprehensif; dan (c) penerapan metode baru serta membantu
peningkatan keterampilan petani sesuai dengan kebutuhan.
Sebagai kesimpulan sudah saatnya petani Indonesia didukung dan didorong untuk
membangun dan mengembangkan Koperasi Nasional menuju koperasi kelas dunia.
Pemerintah didukung DPR segera membuat program korporatisasi koperasi pertanian
dan pangan untuk menuju masyarakat petani Indonesia yang tangguh dan berdaya
saing
SUMBER:
Pudjiatmoko. Belajar
dari Koperasi Pertanian Zen Noh Jepang. Indopos.co.id. 4 Oktober 2022.