Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Showing posts with label Dakwah. Show all posts
Showing posts with label Dakwah. Show all posts

Monday, 17 March 2025

Lima Masjid di Kansai, Jepang

 

Kansai adalah salah satu jantung dari Jepang dan berisi beberapa kota wisata paling terkenal dan populer di seluruh negeri. Berdasarkan sejarah, Kansai telah menjadi dua ibukota nasional termasuk Nara dan Kyoto.

 

Untuk mengimbangi wisatawan dan penduduk muslim yang semakin meningkat, jumlah fasilitas yang menawarkan makanan halal, ruang sholat, dan layanan lainnya untuk wisatawan muslim juga meningkat. Di Kansai banyak fasilitas masjid dan ruang sholat bagi umat Islam di Jepang. Walaupun sebagian besar dari fasilitas itu terletak relatif jauh dari daerah wisata. Karena tempat-tempat ini dibuat hanya untuk penggunaan sehari-hari komunitas Muslim lokal, biasanya terletak di daerah perumahan dan agak jauh untuk menjangkaunya dari pusat kota.

 

Smiles akan memberikan para sobat keterangan mengenai Masjid – Masjid yang terletak di area Kansai. Karena walaupun sibuk jangan sampai lupa beribadah ya sobat Smiles. Berikut merupakan 5 masjid di Kansai yang terletak di dekat area populer seperti Osaka, Kyoto dan sekitarnya.

 

1. Kyoto Islamic Cultural Center



(Sumber: http://muncity.blogspot.com/2017/12/kyoto-mosque-islamic-cultural-center.html)

 

Kyoto Muslem Community (KMC) Ippan Shadan Houjin adalah organisasi terdaftar di Jepang dengan No. 1130005015442 sejak 2018, bertujuan untuk menjadi salah satu organisasi keagamaan yang terbesar di Jepang. KMC mendukung pembangunan dan pengembangan Masjid untuk masa depan komunitas Muslim di Kyoto, menyelenggarakan berbagai acara Islam untuk dakwah, dan pertukaran kegiatan budaya antara Muslim dan orang Jepang.

 

Cocok nih buat teman teman yang lagi belanja di Kawaramachi bisa mampir!

Alamat

Kyoto-fu Kyoto-shi Kamigyo-ku Miyagaki-cho 92

TEL

+81-75-231-3499

WEB Site

http://www.islamjapan.net/ibc/index.html

 

2. Osaka Ibaraki Mosque



(Sumber: http://jhtv.jp/blog/osaka-ibaraki-mosque-the-home-of-muslim-in-osaka/)

 

Masjid Osaka Ibaraki yang dikenal juga sebagai Islamic Cultural Center Osaka (大阪茨木モスクの) adalah sebuah masjid dan pusat kultural yang berlokasi di pusat kota Ibaraki, Osaka. Kantor regristrasi Prefektur Osaka telah menetapkan statusnya sebagai Shyukyo Hojin (organisasi keagaaman) sementara dan berada dibawah komite perwakilan dan penasihat di Islam Cultural Center Osaka (ICCO). Masjid ini melayani ibadah bagi warga lokal secara umum juga kepada ekspatriat, wisatawan, maupun pelajar yang menuntut ilmu di Universitas Osaka atau Japan International Cooperation Agency (JICA).

Jika berkunjung ke Osaka jangan cuma ke Namba sama Umeda aja ya teman teman!

Alamat

Osaka-fu Ibaraki-shi Toyokawa 4-6-13

TEL

+81-72-643-7420

WEB Site

http://osakamosque.org

 

3. Shiga Mosque



(Sumber:http://shigamosque.com/)

 

Masjid pertama yang di dirikan di prefektur Shiga pada Juni 2018. Masjid ini dikelilingi oleh mahasiswa Universitas Ritsumeikan, Universitas Kedokteran Shiga serta beberapa penduduk tetap Muslim setempat. Buka 24 jam untuk melakukan doa harian.

 

Paling asik sih ke Shiga habis jalan jalan ke Biwako, sekalian ibadah kesini. 24 jam loh!

Alamat

Shiga-ken Kusatsu-shi Higashiyagura 3-4-4

TEL

+81-77-567-8511

WEB Site

http://shigamosque.com/

 

4. Mie Islamic Culture Center (MIE MASJID)



(Sumber:http://islam-in-japan.over-blog.com/article-mie-masjid-82504264.html)

MICC adalah organisasi keagamaan dan budaya yang didirikan pada awal abad ke-21 dan direncanakan sebagai lembaga Islam yang terdiri dari Masjid, Dapur, Rumah, dan tempat tinggal para Imamnya.

Misi MICC di Jepang adalah:

(1) Melayani Komunitas Muslim tetangga Mie-Ken pada khususnya, dan Komunitas Muslim Jepang yang lebih besar pada umumnya.

(2) Mencerahkan opini publik Jepang dengan pengetahuan yang benar tentang Islam.

(3) Memberikan bimbingan agama kepada Komunitas Muslim di Jepang

(4) Mempromosikan pemahaman yang baik dan hubungan persahabatan antara Muslim dan non-Muslim.

Serukan ternyata di Mie gak cuma ada sirkuit aja loh!


Alamat

Mie-ken Tsu-shi Kurimamachiya-cho 1426-1

TEL

+81-59-233-0499

WEB Site

https://miemasjid.wordpress.com/

 

5. Kobe Mosque (Masjid Kobe)



(Sumber: https://fooddiversity.today/en/article_91805.html)

Masjid Kobe, juga disebut dengan Masjid Muslim Kobe, merupakan masjid pertama dan tertua di Jepang yang dibangun pada 1935. Masjid tersebut dibangun melalui donasi yang dikumpulkan oleh Islamic Committee of Kobe dari tahun 1928 hingga 1935.

 

Gaya arsitektur masjid pertama dan tertua di Jepang tersebut terbilang cukup unik. Masjid Kobe dibangun dengan gaya tradisional India oleh arsitek asal Ceko bernama Jan Josef Svagr. Dia juga dikenal karena membangun beberapa bangunan keagamaan lain di Jepang. Bagian luar masjid tersebut mungkin akan mengingatkanmu pada menara masjid (minaret) tua dan tradisional.

 

Sementara bagian dalam masjid pun tidak kalah indahnya. Kita akan dikelilingi oleh dinding marmer putih dan lukisan-lukisan emas. Masjid Kobe merupakan masjid tiga tingkat yang dibangun dengan cara asitektur yang terdiri dari bagian dasar, poros, dan sebuah galeri.

 

Didekat sini juga banyak toko-toko halal loh! Bagi Sobat Smiles yang mau sholat jumat sambal belanja bisa banget ke Kobe.

Alamat

Hyogo-ken Kobe-shi Nakayamatedori 2-25-14

TEL

+81-78-231-6060

WEB Site

http://kobe-muslim-mosque.com/

 

Sekarang kalau jalan-jalan di Jepang tidak hanya bisa nikmati kuliner dan pemandangan saja yang indah. Tetapi sobat juga bisa kunjungi masjid-masjid indah yang tersebar luas di seluruh Jepang. Untuk para wisatawan juga tidak khawatir lagi jika mencari tempat untuk beribadah, bisa dilihat daftar masjid diatas dan semoga bermanfaat ya!

Sunday, 16 March 2025

Dakwah Islam di Jepang dengan Damai

 

Dakwah Islam di Jepang: Menyebar dengan Damai dan Berkah

 

Pada akhir Maret lalu, Ahmad Rozali berkesempatan mengunjungi Tokyo selama lima hari. Tanpa agenda khusus, dia pun leluasa merasakan langsung atmosfer kehidupan di ibu kota Jepang yang berpenduduk 37 juta orang. Dari kesibukan perempatan Shibuya yang ikonik, hingga pesona Istana Kekaisaran Tokyo dan pusat perbelanjaan Akihabara, semuanya menyuguhkan pesona tersendiri. Tak ketinggalan, kemajuan infrastruktur transportasi publik yang memudahkan mobilitas menjadi salah satu daya tarik utama. Namun, di balik pesona itu, Ahmad Rozali juga menyadari bahwa fasilitas ibadah untuk umat Islam sangat terbatas.

 

Hal ini memang tidak mengherankan, mengingat jumlah pemeluk agama Islam di Jepang terbilang kecil. Berdasarkan data, mayoritas penduduk Jepang memeluk Shintoisme (48%), disusul Buddhisme (46%), dan Kristen (1,1%). Agama Islam bersama agama minoritas lainnya (Baha’i, Hindu, dan Yudaisme) hanya dianut sekitar 4% dari total populasi (O'Neill, 2024). Meski demikian, Islam mulai berkembang pesat di negara ini dalam dua dekade terakhir. Berdasarkan penelitian Prof. Hirofumi Tanada dari Waseda University, pada tahun 2020 tercatat ada 230.000 umat Islam di Jepang, dengan angka ini diprediksi terus meningkat (Otaki & Takai, 2023).

 

Salah satu indikator pesatnya perkembangan Islam adalah jumlah masjid yang terus bertambah. Pada tahun 1999, jumlah masjid di Jepang hanya 15 buah, namun pada 2020 sudah mencapai 113 buah (Otaki & Takai, 2023). Salah satu masjid terbaru adalah Masjid Istiqlal Osaka yang sebagian besar dibiayai melalui sumbangan masyarakat Indonesia.

 

Peningkatan populasi umat Islam di Jepang tidak hanya disebabkan oleh imigrasi dari negara-negara dengan mayoritas Muslim, tetapi juga oleh pernikahan antara warga Jepang dan Muslim dari berbagai belahan dunia. Tak heran, industri halal di Jepang semakin berkembang untuk memenuhi kebutuhan turis Muslim. Pemerintah Jepang semakin menyadari potensi besar ini dan mulai membangun berbagai fasilitas halal, seperti hotel, restoran, dan pusat perbelanjaan yang ramah Muslim (Pratama, 2022).

 

Peran Indonesia dalam Dakwah Islam di Jepang

 

Indonesia, sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, memainkan peran penting dalam perkembangan Islam di Jepang. Selama kunjungannya, Ahmad Rozali sering mendengar percakapan dalam bahasa Indonesia dan bahkan bahasa Jawa, yang menunjukkan adanya komunitas Indonesia yang cukup besar di Jepang. Berdasarkan data dari Katadata, pada periode 2018-2022, Jepang menerima lebih dari 71 juta wisatawan asing, dengan 1,01 juta di antaranya berasal dari Indonesia. Angka ini menunjukkan potensi pasar turis Muslim yang besar bagi Jepang.

 

Selain itu, Indonesia turut aktif mendonasikan dana untuk pembangunan masjid di Jepang, salah satunya adalah Masjid Indonesia Tokyo yang terletak di kawasan sekolah milik pemerintah Indonesia di Tokyo. Indonesia juga memiliki peran penting dalam mendukung dakwah Islam, terutama melalui Nahdlatul Ulama (NU), sebuah organisasi sosial keagamaan yang turut berkontribusi dalam pengembangan Islam di Jepang.

 

Aktivitas Dakwah NU di Jepang

 

Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Jepang memiliki banyak peran dalam penyebaran dakwah Islam. Dengan mengelola 14 Majelis Wakil Cabang (MWC) di berbagai wilayah di Jepang, NU turut memfasilitasi kebutuhan keagamaan umat Islam, khususnya yang berasal dari Indonesia. Tidak hanya sebagai tempat ibadah, masjid yang dikelola NU juga menjadi pusat kegiatan sosial dan keagamaan, seperti shalat Idul Fitri dan Idul Adha, shalat tarawih, serta tahlilan bersama. Masjid Nusantara yang terletak di kawasan Akihabara, Tokyo, misalnya, rutin mengadakan tahlilan setiap Kamis malam diikuti dengan makan bersama.

 

Muallaf Center: Menyambut Pemeluk Islam Baru

 

Salah satu lembaga yang menarik perhatian adalah Muallaf Center yang dikelola oleh PCINU Jepang. Organisasi ini memiliki misi untuk memfasilitasi orang-orang yang tertarik untuk memeluk Islam. Ketua Muallaf Center, Muhammad Zaki Tazuke, seorang warga asli Jepang, menyatakan bahwa sejak berdiri dua tahun lalu, mereka telah berhasil memfasilitasi konversi agama bagi 24 orang, mayoritasnya adalah warga Jepang. Selain memfasilitasi masuk Islam, Muallaf Center juga menyediakan pengajaran tentang ibadah dan menerbitkan sertifikat yang diakui oleh negara untuk memudahkan pengurusan haji bagi muallaf.

 

Pondok Pesantren At-Taqwa: Pendidikan Islam untuk Anak-Anak di Jepang

 

Selain masjid dan Muallaf Center, PCINU Jepang juga mendirikan pondok pesantren bernama At-Taqwa, yang bertujuan untuk memberikan pendidikan agama bagi anak-anak Indonesia yang menikah dengan orang Jepang. Menurut Achmad Ghazali, Ketua PCINU Jepang, pondok pesantren ini hadir untuk mengisi kekosongan pendidikan agama bagi anak-anak yang tumbuh di negara dengan mayoritas non-Muslim. Dengan menyediakan pendidikan agama yang layak, diharapkan generasi muda Indonesia di Jepang dapat tumbuh dengan pemahaman Islam yang kuat.

 

Masa Depan Islam di Jepang: Harapan dan Tantangan

 

Meskipun jumlah pemeluk Islam di Jepang masih kecil dibandingkan dengan negara-negara mayoritas Muslim, perkembangan Islam di Jepang menunjukkan arah yang positif. Prediksi dari Pew Research Center menyebutkan bahwa Islam akan menjadi agama terbesar di dunia pada tahun 2075, berkat faktor tingkat kelahiran yang tinggi di keluarga Muslim (Cooperman, McClendon, Martinez, Kramer, & Shi, 2017). Tren ini tentu juga berlaku di Jepang, yang semakin menerima Islam dengan cara yang damai dan penuh berkah.

 

Peran aktif organisasi seperti NU, Muallaf Center, serta dukungan dari pemerintah Indonesia dan komunitas Indonesia di Jepang, diharapkan akan semakin mempercepat perkembangan Islam di Jepang. Dakwah yang dilakukan dengan pendekatan ramah dan moderat akan membawa pesan kedamaian, yang semakin relevan di tengah dunia yang semakin terhubung.

 

Dengan prediksi pertumbuhan jumlah umat Islam global yang signifikan dalam beberapa dekade mendatang, Islam di Jepang diprediksi akan terus berkembang. Ini bukan hanya soal jumlah, tetapi juga soal kedamaian, toleransi, dan saling memahami antarbudaya yang akan memperkaya masyarakat Jepang di masa depan.

 

SUMBER REFERENSI

 

Ahmad Rozali. Dakwah Islam di Jepang.Nuonline.14 Mei 2024.

Kehidupan Sosial dan Keagamaan di Jepang

 

A. Letak Geografis Jepang dan Pengaruhnya

 

Jepang, sebuah negara kepulauan yang terletak di lepas pantai timur Asia, terdiri dari empat pulau utama—Kyushu, Shikoku, Honshu, dan Hokkaido—serta ribuan pulau kecil. Kepulauan ini membentang sepanjang 3.800 kilometer dari utara ke selatan, dengan total luas sekitar 337.748 kilometer persegi, kurang dari 0,3% dari luas daratan bumi. Negara ini terletak di zona yang rawan aktivitas geologis, dengan 71% daratannya berupa pegunungan yang membentuk garis alami pemisah antara sisi Pasifik dan Laut Jepang. Selain itu, Jepang juga dikenal dengan banyaknya gunung berapi aktif, termasuk Gunung Fuji, yang meskipun sudah tidak aktif, tetap menjadi simbol negara.

 

Jepang terletak di atas Lingkaran Api Pasifik, menyebabkan negara ini sering dilanda gempa bumi dan letusan gunung berapi. Salah satu bencana besar yang paling dikenang adalah Gempa Hanshin pada tahun 1995. Keadaan geografis ini juga mengakibatkan banyaknya mata air panas yang digunakan sebagai tujuan wisata. Selain gempa, Jepang juga rutin menghadapi taifu (angin taufan), terutama di daerah Ryukyu dan Kyushu. Meskipun menimbulkan kerusakan, taifu juga membawa manfaat berupa curah hujan yang melimpah, yang penting bagi sektor pertanian dan industri.

 

Musim di Jepang cukup variatif, dengan musim panas yang lembap dan musim dingin yang bersalju di sisi Laut Jepang. Hal ini memberikan dampak besar pada kehidupan sehari-hari, termasuk pola konsumsi dan pertanian. Keberagaman kondisi cuaca dan geografi menjadikan Jepang sebagai negara dengan ekonomi yang kuat, terutama berkat pelabuhan-pelabuhan alami di sepanjang pantai, yang mempermudah transportasi bahan mentah dan energi.

 

B. KEADAAN SOSIAL KEAGAMAAN MASYARAKAT JEPANG

 

Masyarakat Jepang memiliki keyakinan agama yang kuat meskipun tidak bersifat dogmatis. Kepercayaan terhadap amakudari—rahmat yang turun dari surga—mencerminkan keyakinan mereka bahwa bangsa Jepang akan selalu bertahan dan berkembang. Selain itu, agama Shinto, yang berasal dari alam, menjadi bagian inti dari kehidupan masyarakat Jepang. Shinto menghormati berbagai elemen alam seperti gunung, batu, dan air terjun, serta menghargai leluhur. Dalam praktiknya, ajaran Shinto bersifat terbuka dan fleksibel, memungkinkan pengikutnya untuk menerima kepercayaan lain, seperti agama Budha yang masuk ke Jepang pada abad ke-6 melalui Cina dan Korea.

 

Kehidupan keagamaan di Jepang sangat menarik karena masyarakat umumnya menganut lebih dari satu agama. Banyak orang Jepang yang mempraktikkan kedua agama Shinto dan Budha secara bersamaan. Misalnya, pernikahan biasanya dilakukan dengan upacara Shinto, sementara upacara kematian mengikuti tradisi Budha. Bahkan di rumah-rumah, terutama di daerah pedesaan, sering ditemukan altar untuk Shinto dan Budha bersama-sama. Selain itu, agama Kristen mulai dikenal di Jepang setelah Perang Dunia II, meskipun pengaruhnya tidak sebesar Shinto atau Budha.

 

Menurut Dr. Hisanori Kato, kehidupan agama di Jepang lebih berfokus pada niat dan perbuatan baik daripada formalitas agama. Banyak orang Jepang percaya bahwa yang terpenting dalam kehidupan adalah bertindak baik terhadap sesama, daripada sekadar pergi ke tempat ibadah. Dalam pandangan mereka, agama bukan hanya soal ritual, melainkan bagaimana seseorang menjalani kehidupan dengan baik dan benar.

 

Fenomena unik dalam kehidupan keagamaan Jepang adalah perpaduan antara Shinto dan Budha, yang dikenal dengan istilah Shinbutsu Shuugo. Shinto, yang percaya pada banyak dewa atau "kami", berfokus pada kekuatan alam dan leluhur, sementara agama Budha mengajarkan tentang pemahaman diri dan pencapaian spiritual. Di banyak tempat di Jepang, kuil Shinto dan Budha sering kali berdampingan, dan masyarakat mengunjungi keduanya sesuai dengan kebutuhan spiritual mereka.

 

Meskipun agama-agama ini memiliki akar yang kuat dalam kehidupan masyarakat Jepang, tidak semua orang Jepang memegang teguh tradisi agama. Di kota-kota besar, generasi muda cenderung lebih mengabaikan agama dan lebih fokus pada kehidupan modern dan industrialisasi. Namun, masyarakat Jepang tetap menunjukkan toleransi tinggi terhadap agama-agama lain, termasuk Islam, meskipun pengaruh agama-agama besar seperti Budha dan Shinto masih dominan.

 

Selain agama Shinto dan Budha, Jepang juga memiliki sejumlah agama lain yang mempengaruhi masyarakatnya. Salah satu agama yang berkembang adalah agama-agama baru, yang sering disebut sebagai "agama rakyat" atau "agama baru". Agama-agama ini muncul terutama pada abad ke-19 dan ke-20, mengusung ajaran yang sering kali menggabungkan elemen-elemen dari agama tradisional Jepang dengan pemikiran modern. Beberapa di antaranya berkembang pesat, meskipun jumlah pengikutnya tidak sebesar agama-agama utama.

 

Selain itu, meskipun jumlahnya tidak besar, Islam juga memiliki pengikut di Jepang. Islam pertama kali diperkenalkan ke Jepang melalui hubungan perdagangan dengan dunia Timur Tengah pada abad ke-8, tetapi perkembangan yang lebih signifikan baru terjadi pada abad ke-20, seiring dengan meningkatnya jumlah pekerja migran dan interaksi internasional. Di kota-kota besar seperti Tokyo dan Osaka, terdapat beberapa masjid yang menjadi pusat kegiatan bagi umat Muslim. Meskipun demikian, umat Islam di Jepang masih merupakan kelompok minoritas yang relatif kecil.

 

Keberadaan agama-agama baru dan Islam di Jepang menunjukkan bagaimana masyarakat Jepang terus beradaptasi dengan berbagai ajaran agama yang masuk, sambil tetap mempertahankan kepercayaan tradisional mereka seperti Shinto dan Budha. Agama-agama baru sering kali menggabungkan nilai-nilai Shinto dan Budha dengan ajaran-ajaran yang lebih berorientasi pada kehidupan sehari-hari, memperkuat pandangan bahwa agama di Jepang lebih berkaitan dengan tindakan nyata dan hubungan sosial daripada doktrin atau ajaran yang ketat.

 

Secara umum, masyarakat Jepang memiliki sikap yang sangat toleran terhadap agama-agama lain, termasuk Islam. Hal ini terlihat dalam kehidupan sehari-hari, di mana umat Islam dapat menjalankan ibadah mereka dengan damai di masjid-masjid yang ada, sementara masyarakat Jepang yang tidak beragama juga menunjukkan rasa hormat terhadap keberagaman ini. Meskipun agama bukanlah aspek utama dalam kehidupan sosial mereka, nilai-nilai seperti kedamaian, kesopanan, dan saling menghormati tetap menjadi bagian penting dari budaya Jepang.

 

Kehidupan beragama di Jepang menunjukkan bahwa meskipun agama tidak lagi menjadi fokus utama dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, keberagaman agama tetap diterima dan dihormati. Orang Jepang cenderung menggabungkan berbagai pengaruh agama dalam kehidupan mereka, menciptakan suatu dinamika sosial yang unik dan penuh toleransi. Sikap ini dipengaruhi oleh filosofi hidup Jepang yang lebih menekankan pada perbuatan baik dan keharmonisan sosial daripada pemahaman dogmatis terhadap agama tertentu.

 

C. Sikap Pemerintahan terhadap Agama-agama

 

Sejak zaman kuno, agama Shinto telah memainkan peran penting dalam struktur kekaisaran Jepang. Shinto mengajarkan bahwa bangsa Jepang berasal dari Dewi Matahari, Amaterasu Omikami, yang merupakan leluhur Kaisar Jepang. Pemujaan terhadap leluhur dan dewa-dewa alam menjadi bagian dari kehidupan sosial dan politik Jepang. Ajaran Konfusius juga memperkuat sistem kekaisaran Jepang dengan menekankan hubungan antara pemimpin dan rakyat yang seperti hubungan keluarga besar.

 

Pada era Meiji (1868-1912), pemerintahan Jepang berusaha memperkuat identitas nasional dengan mengaitkan agama Shinto dengan negara. Shinto dipromosikan sebagai agama negara, dan upacara-upacara keagamaan, seperti pemujaan terhadap Kaisar, menjadi bagian dari ritual negara. Pemerintah Meiji juga mengatur tempat-tempat suci Shinto dan menciptakan sistem administratif yang terorganisir untuk mengelola kuil-kuil. Upacara Shinto digunakan untuk memperkuat semangat nasionalisme, terutama selama Perang Dunia II, ketika Shinto menjadi simbol kekuatan militer Jepang.

 

Pemerintahan Jepang telah lama mengakui pentingnya agama dalam kehidupan masyarakat, meskipun tidak mengizinkan agama untuk mengganggu tatanan politik negara. Sebagai contoh, Konstitusi Jepang yang disusun setelah Perang Dunia II tidak membahas agama secara khusus, tetapi lebih menekankan pada kebebasan beragama dan menghormati keragaman. Kebijakan ini menciptakan atmosfer yang lebih toleran terhadap agama-agama lain, termasuk Islam, di Jepang.

 

Secara keseluruhan, kehidupan keagamaan di Jepang sangat dipengaruhi oleh sejarah panjang interaksi antara agama Shinto, Budha, dan agama-agama lain. Meskipun agama tidak lagi menjadi pusat kehidupan sehari-hari bagi banyak orang Jepang, nilai-nilai spiritual dan budaya yang terkandung dalam agama-agama ini tetap memengaruhi cara hidup mereka, baik dalam hubungan sosial maupun dalam kehidupan politik negara.