Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Saturday, 11 October 2025

Membersihkan Jiwa dari Kesombongan yang Halus

 

 

Belajar Tawadhu dari Para Sahabat dan Kehidupan Modern

 

“Kesombongan yang halus sering bersembunyi di balik amal yang tampak ikhlas. Membersihkannya adalah kunci agar hati tetap hidup dan amal tetap murni.”

Renungan Islami tentang cara membersihkan hati dari kesombongan halus, disertai teladan para sahabat, dalil Al-Qur’an dan hadits, serta penerapan di kehidupan modern.

 

Kesombongan yang Tak Terlihat, Tapi Berbahaya

 

Kesombongan tidak selalu muncul dalam bentuk yang mencolok. Ia tidak selalu tampak dari ucapan yang tinggi hati atau sikap yang merendahkan orang lain. Kadang, kesombongan justru bersembunyi di balik kebaikan—dalam hati yang merasa lebih beriman, lebih ikhlas, atau lebih paham daripada sesama.

 

Kesombongan jenis ini sering tak disadari karena halus dan samar, namun dampaknya besar: ia bisa menghapus nilai keikhlasan. Rasulullah bersabda: “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan seberat biji zarrah.”(HR. Muslim)

Hadis ini memperingatkan bahwa sekecil apa pun rasa ingin diakui atau merasa paling benar, bisa menjadi penghalang bagi masuknya rahmat Allah.

 

Teladan Kerendahan Hati dari Para Sahabat

 

Para sahabat Nabi memberikan contoh nyata bagaimana seorang mukmin menjaga hatinya dari kesombongan. Umar bin Khattab r.a., seorang khalifah yang disegani, dikenal sangat tawadhu’. Ia sering memanggul sendiri karung gandum untuk rakyat miskin. Ketika ditegur, beliau menjawab, “Aku takut jika di hari kiamat nanti Allah bertanya tentang rakyatku, dan aku tidak punya jawaban.”

 

Abu Bakar ash-Shiddiq r.a., sahabat yang dijamin surga, juga pernah berkata, “Aku berharap menjadi sehelai rambut di kepala seorang mukmin.” Begitu dalam rasa rendah hatinya, karena ia sadar kemuliaan sejati hanya milik Allah.

 

Allah pun menegaskan dalam firman-Nya:

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia karena sombong, dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman [31]:18)

 

Kesombongan Halus di Zaman Modern


Kesombongan di masa kini sering muncul dalam bentuk yang lebih lembut, namun tetap berbahaya.

Ada yang merasa lebih baik karena lebih sering hadir di majelis ilmu, lebih aktif berdakwah, atau lebih disiplin beribadah. Ada pula yang merasa lebih “ikhlas” dari yang lain, hingga menilai rendah sesama yang belum sejalan.

Di dunia kerja, kesombongan bisa muncul dari rasa bangga atas jabatan tinggi. Seseorang lupa bahwa keberhasilan tim tidak lepas dari peran-peran orang lain yang mungkin jarang terlihat.

 

Di media sosial, kesombongan bisa menyusup di balik unggahan dakwah atau kebaikan, ketika niat mulai bergeser demi pujian dan pengakuan.

Padahal Allah berfirman: “Dan kamu tidak berkehendak (melakukan sesuatu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. At-Takwir [81]:29)

 

Kesadaran ini menumbuhkan kerendahan hati sejati. Saat berhasil, seorang mukmin berkata, “Alhamdulillah, Allah yang memampukan aku.” Saat gagal, ia tetap tenang karena yakin, “Inilah ketetapan terbaik dari-Nya.”

 

Rendah Hati, Tanda Kekuatan Jiwa


Rendah hati bukan tanda kelemahan, melainkan kekuatan jiwa yang sesungguhnya. Rasulullah bersabda:

“Barang siapa merendahkan diri karena Allah, niscaya Allah akan mengangkat derajatnya.” (HR. Muslim)

Orang yang tawadhu’ tidak sibuk membandingkan diri dengan orang lain. Ia sibuk memperbaiki dirinya dan bersyukur atas karunia yang Allah beri. Saat melihat kebaikan orang lain, ia gembira karena tahu itu juga tanda kebesaran Allah. Saat melihat kekurangan orang lain, ia berdoa agar Allah menutupi aibnya sendiri.

 

Maka, ketika muncul rasa “lebih baik” dari seseorang, ingatlah: bisa jadi ia lebih mulia di sisi Allah karena amal yang tidak kita lihat. Jiwa yang bersih bukan berarti rendah diri, tapi tahu siapa yang paling tinggi—yaitu Allah semata.

 

Renungan Penutup

 

Membersihkan jiwa dari kesombongan adalah perjalanan seumur hidup. Ia dimulai dari kejujuran hati untuk mengakui bahwa semua yang kita miliki hanyalah titipan. Semakin kita mengenal kebesaran Allah, semakin kecil diri ini terasa, dan semakin luas pula kasih kita kepada sesama.

“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.” (QS. An-Nisa [4]:36)

Semoga Allah menjadikan hati kita lembut, lapang, dan bersih dari kesombongan yang halus, agar setiap amal diterima dan setiap langkah diridhai-Nya. Wallahu a‘lam.

No comments: