
Belajar Tawadhu dari Para Sahabat dan Kehidupan Modern
“Kesombongan
yang halus sering bersembunyi di balik amal yang tampak ikhlas. Membersihkannya
adalah kunci agar hati tetap hidup dan amal tetap murni.”
Renungan
Islami tentang cara membersihkan hati dari kesombongan halus, disertai teladan
para sahabat, dalil Al-Qur’an dan hadits, serta penerapan di kehidupan modern.
Kesombongan
yang Tak Terlihat, Tapi Berbahaya
Kesombongan
tidak selalu muncul dalam bentuk yang mencolok. Ia tidak selalu tampak dari
ucapan yang tinggi hati atau sikap yang merendahkan orang lain. Kadang,
kesombongan justru bersembunyi di balik kebaikan—dalam hati yang merasa lebih
beriman, lebih ikhlas, atau lebih paham daripada sesama.
Kesombongan jenis ini sering tak disadari karena halus dan samar, namun dampaknya besar: ia bisa menghapus nilai keikhlasan. Rasulullah ﷺ bersabda: “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan seberat biji zarrah.”(HR. Muslim)
Hadis ini memperingatkan bahwa sekecil apa pun rasa ingin diakui atau
merasa paling benar, bisa menjadi penghalang bagi masuknya rahmat Allah.
Teladan Kerendahan Hati dari Para Sahabat
Para sahabat Nabi ﷺ memberikan contoh nyata bagaimana
seorang mukmin menjaga hatinya dari kesombongan. Umar bin Khattab r.a., seorang
khalifah yang disegani, dikenal sangat tawadhu’. Ia sering memanggul sendiri
karung gandum untuk rakyat miskin. Ketika ditegur, beliau menjawab, “Aku
takut jika di hari kiamat nanti Allah bertanya tentang rakyatku, dan aku tidak
punya jawaban.”
Abu Bakar ash-Shiddiq r.a., sahabat yang dijamin surga, juga pernah
berkata, “Aku berharap menjadi sehelai rambut di kepala seorang mukmin.”
Begitu dalam rasa rendah hatinya, karena ia sadar kemuliaan sejati hanya milik
Allah.
Allah pun menegaskan dalam firman-Nya:
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia karena sombong, dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS.
Luqman [31]:18)
Kesombongan
Halus di Zaman Modern
Kesombongan
di masa kini sering muncul dalam bentuk yang lebih lembut, namun tetap
berbahaya.
Ada yang
merasa lebih baik karena lebih sering hadir di majelis ilmu, lebih aktif
berdakwah, atau lebih disiplin beribadah. Ada pula yang merasa lebih “ikhlas”
dari yang lain, hingga menilai rendah sesama yang belum sejalan.
Di dunia kerja, kesombongan bisa muncul dari rasa bangga atas jabatan
tinggi. Seseorang lupa bahwa keberhasilan tim tidak lepas dari peran-peran orang lain yang mungkin jarang terlihat.
Di media sosial, kesombongan bisa menyusup di balik unggahan dakwah atau
kebaikan, ketika niat mulai bergeser demi pujian dan pengakuan.
Padahal Allah berfirman: “Dan kamu tidak berkehendak (melakukan sesuatu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. At-Takwir [81]:29)
Kesadaran ini menumbuhkan kerendahan hati sejati. Saat berhasil, seorang
mukmin berkata, “Alhamdulillah, Allah yang memampukan aku.” Saat gagal,
ia tetap tenang karena yakin, “Inilah ketetapan terbaik dari-Nya.”
Rendah Hati, Tanda Kekuatan Jiwa
Rendah hati bukan tanda kelemahan, melainkan kekuatan jiwa yang
sesungguhnya. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barang siapa merendahkan diri karena Allah, niscaya Allah akan mengangkat
derajatnya.” (HR. Muslim)
Orang yang
tawadhu’ tidak sibuk membandingkan diri dengan orang lain. Ia sibuk memperbaiki
dirinya dan bersyukur atas karunia yang Allah beri. Saat melihat kebaikan orang lain, ia gembira karena tahu itu juga tanda
kebesaran Allah. Saat melihat kekurangan orang lain, ia berdoa agar Allah
menutupi aibnya sendiri.
Maka, ketika muncul rasa “lebih baik” dari seseorang, ingatlah: bisa jadi
ia lebih mulia di sisi Allah karena amal yang tidak kita lihat. Jiwa yang
bersih bukan berarti rendah diri, tapi tahu siapa yang paling tinggi—yaitu
Allah semata.
Renungan
Penutup
Membersihkan jiwa dari kesombongan adalah perjalanan seumur hidup. Ia dimulai
dari kejujuran hati untuk mengakui bahwa semua yang kita miliki hanyalah
titipan. Semakin kita mengenal kebesaran
Allah, semakin kecil diri ini terasa, dan semakin luas pula kasih kita kepada
sesama.
“Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.” (QS. An-Nisa
[4]:36)
Semoga Allah
menjadikan hati kita lembut, lapang, dan bersih dari kesombongan yang halus,
agar setiap amal diterima dan setiap langkah diridhai-Nya. Wallahu a‘lam.
No comments:
Post a Comment