Remdesivir dalam
percobaan untuk pengobatan COVID-19 yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2. Penelitian sebelumnya dalam kultur sel dan
model hewan menunjukkan bahwa remdesivir dapat memblokir replikasi berbagai
coronavirus, tetapi sampai sekarang belum jelas bagaimana cara kerjanya. Para
peneliti, dari University of Alberta,
AS, dan Gilead, mempelajari efek obat pada coronavirus yang menyebabkan Middle East Respiratory Syndrome (MERS).
Mereka menemukan bahwa remdesivir memblokir
enzim tertentu yang diperlukan untuk replikasi virus. Coronavirus mereplikasi dengan menyalin
materi genetik mereka menggunakan enzim yang dikenal sebagai RNA polimerase.
Menggunakan enzim polimerase dari coronavirus yang menyebabkan MERS, para
ilmuwan di laboratorium menemukan bahwa enzim tersebut dapat menggabungkan
remdesivir, yang menyerupai blok pembangun RNA, ke dalam untaian RNA baru. Tak
lama setelah menambahkan remdesivir, enzim berhenti kemamampuannya menambahkan
lebih banyak subunit RNA. Hal ini akan menghentikan replikasi genom.
Para ilmuwan berhipotesis bahwa hal ini terjadi mungkin karena RNA yang
mengandung remdesivir mengambil bentuk aneh yang tidak cocok dengan enzim.
Untuk mengetahui secara pasti, mereka perlu mengumpulkan data struktural pada
enzim dan RNA yang baru disintesis. Data tersebut juga dapat membantu para
peneliti merancang obat di masa mendatang untuk memiliki aktivitas lebih banyak
ditujukan pada polimerase. Mereka menyarankan RNA polimerase virus dari
coronavirus sebagai target.
Remdesivir (kode
pengembangan "GS-5734") adalah obat antivirus, sebuah prodrug analog
nukleotida baru, yang dikembangkan oleh perusahaan bioteknologi Gilead Sciences
sebagai pengobatan untuk infeksi penyakit virus Ebola dan virus Marburg, meskipun ditemukan juga aktivitas antivirus
yang wajar terhadap virus yang terkait seperti virus pernapasan respirasi, virus Junin, virus demam
Lassa, dan virus korona-MERS.[1]
Ketika Wabah virus Ebola di Afrika
Barat merebak tahun 2013-2016, Remdesivir
segera didorong untuk dilakukan uji klinis, yang akhirnya digunakan setidaknya
kepada satu pasien manusia, meskipun Remdesivir
baru dalam tahap awal pengembangan pada saat itu. Hasilnya cukup menjanjikan,
dan digunakan secara darurat ketika merebak Wabah Ebola Kivu 2018–2019
sambil dilakukan uji klinis lebih lanjut, hingga Agustus 2019. Obat lain yang
mungkin efektif seperti mAb114 dan obat dari
Regeneron Pharmaceuticals yang memproduksi
REGN3470-3471-3479 (kemudian disebut REGN-EB3).[2][3][4][5][6][7][8][9] Remdesivir
dapat membantu melindungi terjadinya infeksi akibat virus Nipah dan
Hendra,[10][11] demikian juga terhadap koronavirus, SARS,[12] dan diperkirakan terhadap infeksi 2019-nCoV.[13]
Daftar Pustaka
1.Agostini ML,
Andres EL, Sims AC, Graham RL, Sheahan TP, Lu X, et al. (March 2018). "Coronavirus Susceptibility to the Antiviral Remdesivir (GS-5734) Is
Mediated by the Viral Polymerase and the Proofreading Exoribonuclease".
mBio. 9 (2). doi:10.1128/mBio.00221-18.
PMC 5844999. PMID 29511076.
2.Preidt R (June
29, 2017)."Experimental Drug Shows Promise Against Dangerous Viruses: Medicine
worked in lab tests against germs that cause SARS and MERS infections".
Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 July 2017.
3.Cihlar T (20
October 2015). "Discovery and Development of GS-5734, a Novel Nucleotide Prodrug
with Broad Spectrum Anti-Filovirus Activity". FANG-WHO
Workshop, Fort Detrick, MD. Gilead Sciences.
4.Warren T,
Jordan R, Lo M, Soloveva V, Ray A, Bannister R, et al. (Fall 2015).
"Nucleotide Prodrug GS-5734 Is a Broad-Spectrum Filovirus Inhibitor That
Provides Complete Therapeutic Protection Against the Development of Ebola Virus
Disease (EVD) in Infected Non-human Primates". Open Forum Infect Dis.
2. doi:10.1093/ofid/ofv130.02.
5.Warren TK,
Jordan R, Lo MK, Ray AS, Mackman RL, Soloveva V, et al. (March 2016)."Therapeutic efficacy of the small molecule GS-5734 against Ebola
virus in rhesus monkeys". Nature. 531(7594): 381–5. Bibcode:2016Natur.531..381W. doi:10.1038/nature17180.
PMC 5551389. PMID 26934220.
6.Jacobs M,
Rodger A, Bell DJ, Bhagani S, Cropley I, Filipe A, et al. (July 2016). "Late Ebola virus relapse causing meningoencephalitis: a case
report". Lancet. 388
(10043): 498–503. doi:10.1016/S0140-6736(16)30386-5. PMC 4967715. PMID 27209148.
7."Ebola Treatment Trials Launched In Democratic Republic Of The Congo
Amid Outbreak". NPR.org (dalam bahasa Inggris). Diakses
tanggal 2019-05-28.
8.McNeil, Jr.,
Donald G. (12 August 2019). "A Cure for Ebola? Two New Treatments Prove Highly Effective in
Congo". The New York Times. Diakses tanggal 13 August 2019.
9.Molteni M (12
August 2019). "Ebola is Now Curable. Here's How The New Treatments Work".Wired.
Diakses tanggal 13 August2019.
10."Experimental Ebola drug 'remdesivir' may help protect against Nipah
virus, say scientists". 3 June 2019.
11."Scientists Claim Drug Designed to Beat Ebola Also Fights Off
Nipah". 2 June 2019.
12.Sheahan TP, Sims AC, Graham RL,
Menachery VD, Gralinski LE, Case JB, Leist SR, Pyrc K, Feng JY, Trantcheva I,
Bannister R, Park Y, Babusis D, Clarke MO, Mackman RL, Spahn JE, Palmiotti CA,
Siegel D, Ray AS, Cihlar T, Jordan R, Denison MR, Baric RS (June 2017). "Broad-spectrum antiviral GS-5734 inhibits both epidemic and
zoonotic coronaviruses". Science Translational Medicine.
9 (396). doi:10.1126/scitranslmed.aal3653.
PMC 5567817. PMID 28659436.
13."Coronavirus Vaccine Candidate Eyed for Human Trials by April".
22 January 2020. Diakses tanggal 23 January 2020.
No comments:
Post a Comment