Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Thursday 18 February 2016

Regulasi Terkait Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner di Indonesia




PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN 

PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 108/PERMENTAN/PD.410/9/2014 TENTANG PEMASUKAN SAPI BAKALAN, SAPI INDUKAN, DAN SAPI SIAP POTONG KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA 

PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 139/PERMENTAN/PD.410/12/2014 TENTANG PEMASUKAN KARKAS, DAGING, DAN/ATAU OLAHANNYA KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA 

PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN 

PEMASUKAN SAPI BAKALAN, SAPI INDUKAN, DAN SAPI SIAP POTONG KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA 

PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN 

TINDAKAN KARANTINA HEWAN TERHADAP PEMASUKAN DAN PENGELUARAN UNGGAS 

TARIF LAYANAN BADAN LAYANAN UMUM PUSAT VETERINARIA FARMA PADA KEMENTERIAN PERTANIAN 

KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN 

PENGENDALIAN TERNAK RUMINANSIA BETINA PRODUKTIF 

PENGHENTIAN PEMASUKAN UNGGAS DAN PRODUK UNGGAS DARI NEGARA JEPANG DAN KOREA SELATAN KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA 

PEMASUKAN HEWAN BABI DAN PRODUKNYA KE DALAM WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA 

PEDOMAN IDENTIFIKASI DAN PENGAWASAN TERNAK RUMINANSIA BESAR 

PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN 

PEDOMAN PELAYANAN JASA MEDIK VETERINER 

PEDOMAN PELAYANAN PUSAT KESEHATAN HEWAN 

PEDOMAN KLASIFIKASI LABORATORIUM KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER 

PEDOMAN BERLABORATORIUM VETERINER YANG BAIK (GOOD VETERINARY LABORATORY PRACTICE)

PELAKSANAAN PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS 

PEMBENTUKAN UNIT PENGENDALI PENYAKIT AVIAN INFLUENZA REGIONAL 

PEDOMAN SERTIFIKASI KONTROL VETERINER UNIT USAHA PANGAN ASAL HEWAN 

Wednesday 17 February 2016

Mengenal Sentra Peternakan Rakyat


Latar Belakang

 
Sejak jaman dahulu sampai saat ini dan ke depan, pola pemeliharaan ternak di Indonesia akan tetap didominasi oleh usaha peternakan berskala kecil dengan karakteristik sebagai berikut:
1. Rata-rata kepemilikan ternak rendah;
2. Ternak digunakan sebagai tabungan hidup;
3. Dipelihara dalam pemukiman padat penduduk dan dikandangkan di belakang rumah;
4. Terbatas lahan pemeliharaannya sehingga pakan harus dicari di kawasan yang seringkali jauh dari rumahnya;
5. Usaha beternak dilakukan secara turun temurun; dan
6. Jika tidak ada modal untuk membeli ternak, mereka menggaduh dengan pola bagi hasil.

Peternak berskala kecil yang berjumlah 4.204.213 orang pada tahun 2011 menguasai lebih dari 98% ternak di Indonesia dengan jumlahnya masing-masing sebagai berikut: sapi pedaging 14.8 juta ekor, sapi perah 0.597 juta ekor, kerbau 1.305 juta ekor, kambing 16.946 juta ekor, domba 11.791 juta ekor, kuda 0.409 juta ekor, babi 7.525 juta ekor, ayam lokal 264.340 juta ekor, dan itik 43.488 juta ekor. Jutaan peternak dan ratusan juta ternak tersebut merupakan aset penting dalam membantu program pemerintah menyediakan produk ternak bagi bangsa Indonesia.

Prosedur dan Mekanisme SPR
Prosedur pembentukan Sentra Peternakan Rakyat (SPR) sangat ditentukan berbagai pihak, tidak hanya Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH).  Partisipasi dalam bentuk usulan calon lokasi SPR dari masyarakat menjadi penting dalam keberlanjutan SPR. Persetujuan dari Pemerintah Daerah menjadi pondasi dan dukungan atas pembentukan SPR di daerah. Keterlibatan Perguruan Tinggi dan lembaga penelitian pertanian atau lembaga sejenisnya menjadi penting untuk mendampingi SPR dalam melakukan transfer pengetahuan dan teknologi, serta penguatan kapasitas peternak berskala kecil. Demikian halnya dengan keberadaan Gugus Perwakilan Pemilik Ternak (GPPT) sangat menentukan dalam hal membangun kesadaran untuk bertindak secara kolektif dari peternak rakyat yang menjadi sasaran dalam pelaksanaan SPR.  Sebagai “perpanjangan tangan” Dirjen PKH, keberadaan manajer penting untuk menyampaikan laporan terkait segala hal yang terjadi di lapangan.
Sementara itu, GPPT bersama Manajer dan Perguruang Tinggi menyusun rencana aksi yang difasilitasi oleh pemerintah daerah (kabupaten/kota) untuk merumuskan kegiatan/aktivitas, rencana waktu, kurikulum pembelajaran, lokasi dan target, serta sasaran dari setiap kegiatan yang akan dilaksanakan.
Untuk pembentukan lokasi SPR dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu:
1. Lokasi SPR yang saat ini sebagai lokasi Sarjana Membangun Desa Wirausahawan Pendamping (SMD WP) dan daerah terpilih perbibitan yang masuk di dalam kawasan;
2. Lokasi SPR yang saat ini sebagai lokasi SMDWP dan daerah terpilih perbibitan yang berada di luar kawasan; dan
3. Lokasi SPR yang berasal dari inisiatif lokal yang diinisiasi oleh pemerintah daerah, perguruan tinggi, kepala desa, organisasi kemasyarakatan, dan lain-lain.

Visi SPR
 
Peternak Mandiri dan Berdaulat. 

SPR dibangun dengan menjalankan 10 strategi. 

Kegiatannya menerapkan:
1. Teknologi Produksi;
2. Teknologi Pakan;
3. Pemuliaan dan Pembibitan;
4. Riset dan Pengembangan;
5. Pengembangan Jejaring;
6. Sosial Ekonomi;
7. Manajemen dan Bisnis.

Dalam Satu SPR minimal terdapat 1000 ekor induk dan maksimal 100 ekor pejantan.

Tujuan

SPR-1111 IPB didirikan dengan tujuan memberi ilmu pengetahuan kepada peternak berskala kecil tentang berbagai aspek teknis peternakan dan nonteknis yang melandasi terwujudnya perusahaan kolektif dalam satu manajemen yang dikelola oleh satu manajer dalam rangka meningkatkan daya saing usahanya untuk meningkatkan pendapatannya serta kesejahteraannya.

Hasil Yang Diharapkan:

1. Berdirinya perusahaan kolektif peternakan berbadan hukum milik peternak berskala kecil yang dikelola secara profesional dan proporsional;
2. Ternak pedaging atau ternak perah atau ternak unggas yang berkualitas dalam memenuhi kebutuhan bahan pangan bagi masyarakat Indonesia;
3. Ternak bibit bersertifikat (pedaging, perah, atau unggas) untuk memenuhi kebutuhan peternak lainnya; dan
4. Kedaulatan peternak berskala kecil dan posisi tawar yang lebih tinggi.

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan

Tuesday 16 February 2016

Pertanian Berbasis Robot

Sebuah perusahaan Jepang mengaku siap membuat pertanian yang nyaris tanpa melibatkan tenaga manusia. Perusahaan bernama Spread itu berambisi menciptakan pertanian yang berbasis robot, sehingga proses awal sampai akhir pertanian itu tak melibatkan tenaga petani.  Proses yang masih melibatkan tangan manusia hanya pada tahapan penanaman benih.

Spread memilih penerapan pertanian berbasis robot ini yaitu penanaman selada. Diharapkan jika pertanian otonom ini nantinya sudah penuh beroperasi, maka akan lebih efektif, sebab diperkirakan cara ini bisa menghasilkan 30 ribu selada per hari.  Tidak itu saja, perusahaan yang kini menjadi sorotan media Jepang itu punya rencana jangka panjang untuk meningkatkan angka itu menjadi setengah juta selada setiap hari dalam lima tahun. 

Guna mewujudkan gagasan pertanian robot, Spread akan menggunakan lahan seluas 4.400 meter persegi. Dijadwalkan terobosan teknologi pertanian ini bisa diterapkan dalam dua tahun ke depan. Nanti pada 2017 diperkirakan, benar-benar terwujud.

Perwakilan Spread, Koji Morisada mengatakan gagasan pertanian otonom berbasis robot ini memang mengusung efektivitas.

Salah satu keuntungan sistem ini, kata Morisada, yaitu robot bisa bekerja tanpa kenal waktu dan saat itu juga, dan tidak ada tuntutan pembayaran lembur seperti saat pada lahan dikerjakan pada petani konvensional. Robot juga fleksibel misalnya dalam menjalankan pekerjaan yang tergolong berisiko dan melelahkan.

Keuntungan lainnya, sistem ini tak butuh area lahan yang makan tempat, sebab pertanian selada ini dirancang menggunakan model lahan bertingkat, pada rak-rak tertentu.

Spread berharap pertanian yang dijalankan robot akan memangkas penggunaan energi serta biaya untuk tenaga manusia.

Diketahui saat ini, sejumlah bisnis di Jepang yang menggunakan robot dalam lingkungan kerja sudah kian tumbuh dan tentunya mendongkrak ekonomi bisnis tersebut.

Selain soal efektivitas, sistem pertanian berbasis robot ini juga mempertimbangkan hasil tanaman atau pertanian yang bebas dari residu bahan kimia. Perusahaan itu menyebutkan akan menjalankan pertanian selada yang bebas pestisida. Selada yang dihasilkan diharapkan punya lebih banyak beta karoten dibanding pertanian selada yang menjalankan sistem pertanian konvensional.

"Di masa depan, akan menjadi susah untuk terus (mendapatkan) makanan yang aman hanya dengan menggunakan pertanian konvensional, karena pertumbuhan cepat populasi dan perubahan lain," kata Chief Executive Officer (CEO) Spread, Shinji Inada.

Diketahui beta karoten merupakan antioksidan yang sudah banyak dikenal dan membantu tumbuh memproduksi vitamin A.

Inada mengatakan perusahaan yakin misi mereka untuk menciptakan inovasi itu bisa mengatasi perubahan pada teknologi dan keahlian pertanian bagi generasi masa depan.


Sumber : TRIBUNNEWS.COM, TOKYO dan VIVA.co.id