1. SEJARAH SINGKAT
Jambu mete merupakan tanamnan buah
berupa pohon yang berasal dari Brasil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut
Portugis ke India 425 tahun yang lalu, kemudian menyebar ke daerah tropis dan
subtropis lainnya seperti Bahana, Senegal, Kenya, Madagaskar, Mozambik,
Srilangka, Thailand, Malaysia, Filipina, dan Indonesia. Di antara
sekian banyak negara produsen, Brasil, Kenya, dan India merupakan negara
pemasok utama jambu mete dunia. Jambu mete tersebar di seluruh Nusantara dengan
nama berbeda-beda (di Sumatera Barat: jambu erang/jambu monye, di Lampung
dijuluki gayu, di daerah Jawa Barat dijuluki jambu mede, di Jawa Tengah dan
Jawa Timur diberi nama jambu monyet, di Bali jambu jipang atau jambu dwipa, dan
di Sulawesi Utara disebut buah yaki.
2.
JENIS TANAMAN
Jambu mete
mempunyai puluhan varietas, di antaranya ada yang berkulit putih, merah, merah
muda, kuning, hijau kekuningan dan hijau.
3.
MANFAAT TANAMAN
Tanaman jambu
mete merupakan komoditi ekspor yang banyak manfaatnya, mulai dari akar, batang,
daun, dan buahnya. Selain itu juga biji mete (kacang mete) dapat digoreng untuk
makanan bergizi tinggi. Buah mete semu dapat diolah menjadi beberapa bentuk
olahan seperti sari buah mete, anggur mete, manisan kering, selai mete, buah
kalengan, dan jem jambu mete.
Kulit kayu jambu mete mengandung
cairan berwarna coklat. Apabila terkena udara, cairan tersebut berubah menjadi
hitam. Cairan ini dapat digunakan untuk bahan tinta, bahan
pencelup, atau bahan pewarna. Selain itu, kulit batang pohon jambu mete juga
berkhasiat sebagai obat kumur atau obat sariawan. Batang pohon mete
menghasilkan gum atau blendok untuk bahan perekat buku. Selain daya rekatnya baik, gum juga
berfungsi sebagai anti gengat yang sering menggerogoti buku. Akar jambu mete
berkhasiat sebagai pencuci perut. Daun Jambu mete yang masih muda dimanfaatkan
sebagai lalap, terutama di daerah Jawa Barat. Daun yang tua dapat digunakan
untuk obat luka bakar.
4. SENTRA PENANAMAN
Tanaman jambu mete banyak tumbuh di
Jawa Tengah (Jepara, Wonogiri), Jawa Timur (Bangkalan, Sampang, Sumenep,
Pasuruan, dan Ponorogo), dan di Yogyakarta (Gunung Kidul, Bantul, dan Sleman).
Di luar Pulau Jawa, Jambu mete banyak ditanam di Bali (Karangasem), Sulawesi
Selatan (Kepulauan Pangkajene, Sidenreng, Soppeng, Wajo, Maros, Sinjai, Bone,
dan Barru), Sulawesi Tenggara (Muna). dan NTB (Sumbawa Besar, Dompu, dan Bima).
5.
SYARAT TUMBUH
5.1.
Iklim
1) Tanaman
jambu mete sangat menyukai sinar matahari. Apabila tanaman jambu mete
kekurangan sinar matahari, maka produktivitasnya akan menurun atau tidak akan
berbuah bila dinaungi tanaman lain.
2) Suhu harian
di sentra penghasil jambu mete minimun antara 15-25 derajat C dan maksimun
antara 25-35 derajat C. Tanaman ini akan tumbuh baik dan produktif bila ditanam
pada suhu harian rata-rata 27 derajat C.
3) Jambu mete paling cocok
dibudidayakan di daerah-daerah dengan kelembaban nisbi antara 70-80%. Akan
tetapi tanaman jambu mete masih dapat bertoleransi pada tingkat kelembaban
60-70%.
4) Angin
kurang berperan dalam proses penyerbukan putik tanaman jambu mete. Dalam
penyerbukan bunga jambu mete, yang lebih berperan adalah serangga karena serbuk
sari jambu mete pekat dan berbau sangat harum.
5) Daerah yang
paling sesuai untuk budi daya jambu mete ialah di daerah yang mempunyai jumlah
curah hujan antara 1.000-2.000 mm/tahun dengan 4-6 bulan kering.
6.
PEDOMAN BUDIDAYA
6.1.
Pembibitan
Budidaya jambu
mete dapat diperbanyak secara generatif melalui biji dan secara vegetatif
dengan cara pencangkokan, okulasi, dan penyambungan. Biji yang akan ditanam
harus berasal dari pohon induk pilihan. Cara penanganan biji mete untuk benih
adalah :
a) Buah
mete/calon bibit dipanen pada pertengahan musim panen.
b) Buah mete
tersebut harus sudah matang dan tidak cacat.
c) Biji mete segera dikeluarkan
dari buah semu lalu dicuci bersih, kemudian disortir.
d) Biji mete dijemur sampai kadar
air 8-10%.
e) Bila
dikemas dalam kantong plastik, aliran udara di ruang penyimpanan harus
lancar dengan
suhu antara 25-30 derajat C dan kelembaban: 70 -80%.
f) Lama
penyimpanan bibit ± 6
bulan, paling lama 8 bulan.
g) Sebelum
ditanam, benih (biji mete) harus disemai dahulu.
6.2.
Pengolahan Media Tanam
1) Persiapan
Sebelum
ditanami lahan harus dibersihkan dahulu, pH harus 4-6, tanah tanaman jambu mete
sangat toleran terhadap lingkungan yang kering ataupun lembab, juga terhadap
tanah yang kurang subur. Daerah dengan tanah liat pun jambu mete dapat tetap
bisa hidup dan berproduksi dengan baik. saat tanam jambu mete adalah awal musim
hujan, pengolahan tanah sudah dimulai di musim kemarau.
2) Pembukaan
lahan
Lahan yang
akan ditanami jambu mete harus terbuka atau terkena sinar matahari dan
disiapkan sebaik-baiknya.Tanah dibajak/dicangkul sebelum musim hujan.
Batang-batang pohon disingkirkan dan dibakar, untuk tanah yang pembuangan
airnya kurang baik dibuatkan parit-parit drainase.
3) Pemupukan
Pemberian
pupuk kandang dimulai sejak sebelum penanaman. Sebaiknya disaat tanaman masih
kecil, pemupukan dengan pupuk kandang itu diulangi barang dua kali setahun.
Caranya dengan menggali lubang sekitar batang, sedikit diluar lingkaran daun.
pupuk atau kompos dimasukkan kedalam lubang galian itu. Pemupukan berikutnya
dilakukan dengan menggali lubang, diluar lubang sebelumnya. Pemberian pupuk
kandang dan kompos, kecuali dimaksudkan untuk memperbaiki keadaan fisik tanah.
6.3.
Teknik Penanaman
1) Penentuan
Pola dan Jarak Tanam
Pada budi daya
monokultur jarak tanam dianjurkan 12 x 12 m. Maka dalam setiap satu ha lahan
jumlah total tanaman yang dibutuhkan sebanyak 69 batang. Jarak tanam dapat
dibuat dengan ukuran 6 X 6 m sehingga jumlah total tanaman yang dibutuhkan
adalah 276 batang/ha. Kerapatan tanaman kemudian dijarangkan pada umur 6-10
tahun. Untuk efisiensi lahan, dapat diterapkan budidaya polikultur. Beberapa
jenis tanaman bernilai ekonomis dapat dimanfaatkan sebagai tanaman sela.
Sebagai contoh adalah tanaman palawija, rumput setaria, dan jambu mete. Bibit
jambu mete yang berasal dari pencangkokan dapat ditanam dengan jarak 5 x 5 m,
bila jarak tanam jambu mete 10 x 10 m. Kedua bentuk ini hanya dapat diterapkan
di lahan datar. Di
lahan miring harus disesuaikan dengan garis kontur.
2) Pembuatan Lubang Tanam
Cara membuat lubang tanam:
a) Tanah digali dengan ukuran : 30
x 30 x 30 cm. Bila jenis tanahnya sangat liat, ukuran lubang tanam
dibuat: 50 x 50 x 50 cm. Bila di lubang tanam terdapat lapisan cadas, harus
ditembus, agar akar dapat tumbuh sempurna dan terhindar dari genangan air.
b) Pada waktu
penggalian lubang, lapisan tanah bagian atas dipisahkan ke arah Utara dan
Selatan serta lapisan bawah ke arah Timur dan Barat.
d) Lubang
tanam dibiarkan terbuka 4 minggu. Pada waktu penutupan lubang, tanah lapisan
bawah dikembalikan ke tempat semula, disusul lapisan atas yang telah bercampur
dengan pupuk kandang 1 pikul.
e) Di lubang
tanam yang telah ditimbun dibuat ajir agar lubang tanam mudah
ditemukan
kembali.
3) Cara
Penanaman
Penanaman
dapat dilakukan 4–6 minggu setelah lubang tanam disiapkan. Untuk mengurangi
keasaman tanah, pembuatan lubang tanam sebaiknya dilakukan pada musim
kemarau.Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
a) Bibit yang akan ditanam dilepas
dari polybag. Tanah yang melekat pada akar dijaga jangan sampai berantakan agar
perakaran bibit tidak rusak.
b) Penanaman dilakukan sampai
sebatas leher akar atau sama dalamnya seperti sewaktu masih dalam persemaian.
Bila menggunakan bibit dari okulasi dan sambung, diusahakan akar tunggangnya
tetap lurus. Letak akar cabang diusahakan tersebar kesegala arah. Ujung-ujungnya
yang patah/rusak sebaiknya dipotong.
c) Tanah disekitar batang
dipadatkan dan diratakan agar tidak dapat terdapat rongga-rongga udara diantara
akar dan tidak terjadi genangan air. Tanaman perlu diberi penyangga dari bambu
agar dapat tumbuh tegak.
6.4. Pemeliharaan Tanaman
1) Penyiraman
Bibit yang baru ditanam memerlukan
banyak air. Oleh karena itu tanaman perlu disiram pada pagi dan sore
hari. Penyiraman dilakukan secukupnya dan air siraman jangan sampai menggenangi
tanaman.
2)
Penyulaman
Penyulaman
dilakukan setalah tanaman berumur 2-3 tahun. Apabila tanaman berumur ≥3 tahun
maka pertumbuhan tanaman sulaman umumnya kurang baik atau akan terhambat.
3) Penyiangan dan Penggemburan
Bibit jambu mete mulai berdaun dan
bertunas setelah 2-3 bulan ditanam. Pembasmian gulma sebaiknya dilakukan sekali
dalam 45 hari. Tanah yang disiram setiap hari tentu semakin padat dan udara di
dalamnya semakin sedikit. Akibatnya, akar tanaman tidak leluasa menyerap unsur
hara. Untuk itu tanah di sekitar tanaman perlu digemburkan.
4) Pemupukan
Tanaman jambu mete dipupuk dengan
pupuk kandang, kompos, atau pupuk buatan. Pemberian pupuk kandang/ kompos
dilakukan dengan cara menggali parit melingkar, di luar tajuk sebanyak 2 blek
minyak tanah (20 kg). Pupuk dituangkan ke dalam parit dan ditutup dengan tanah.
Pemupukan berikutnya dilakukan dengan pupuk buatan.
5)
Pemangkasan
Cara
pemangkasan tanaman jambu mete dilakukan sebagai berikut:
a) Tunas-tunas
samping pada bibit terus-menerus dipangkas sampai tinggi cabang mencapai 1 -
1,5 m dari tanah.
b) Pilih 3 - 5 cabang sehat dan
baik posisinya terhadap batang pokok .
c) Pemangkasan ini dilakukan
sebelum tanaman berbunga. Pemangkasan untuk pemeliharaan dilakukan setelah
tanaman berbuah.
6)
Penjarangan
Penjarangan
dilakukan bertahap pada saat tajuk tanaman saling menutupi. Apabila jarak
tanaman 6 x 6 m dan ditanam secara monokultur maka tajuk tanaman diperkirakan
sudah bersentuhan pada tahun 6 - 10 tahun. Pada saat itu penjarangan mulai
dilakukan.
7.
HAMA DAN PENYAKIT
7.1.
Hama
Hama yang
sering menyerang tanaman jambu mete adalah hama pengisap daun, nyamuk daun,
penggerek daun, penggulung daun, ulat kipat, ulat hijau, dan ulat perusak
bunga. Insektisida
yang dianjurkan antara lain: Tamaron, Folidol, Lamnate, Basudin dan Dimecron dengan
dosis 2cc atau 2 gram/liter air.
1) Ulat kipat (Cricula
trisfenestrata Helf)
Pada tanaman terlihat kepompong
bergelantungan. Ulat berwarna hitam bercak- bercak putih, kepala dan ekor warna
merah nyala, seluruh tubuhnya ditumbuhi rambut putih. Telurnya berwarna putih,
oval. Fase pupa berlangsung 4 minggu, fase kepompong 3-5 minggu. Gejala:
daun-daun tidak utuh dan terdapat bekas gigitan; pada serangan yang hebat, daun
dapat habis sama sekali, tetapi tanaman tidak mati; tanaman tidak akan
menghasilkan buah, dan baru pulih setelah 18 bulan. Pengendalian: dengan
menyemprotkan insektisida Symbush 50 EC atau Pumicidin dengan
dosis 1,0 - 1,5 ml/liter air.
2) Helopeltis sp.
Tubuh imago berwarna hitam, kecuali
abdomen bagian belakang sebelah bawah berwarna putih. Gejala: pada tunas-tunas
daun muda, tangkai daun terdapat bercak-bercak hitam tidak merata; daun dan
ranting segera mengering dan diikuti dengan gugurnya daun. Pengendalian: (1)
melalui teknik bercocok tanam, misalnya dengan mengurangi tanaman inang atau
tanaman peneduh; (2) dengan insektisida Agroline dengan dosis 0,2 % atau
Thiodan dengan dosis 0,02 %.
3) Ulat penggerek batang (Plocaederus
feeeugineus L)
Gejala:
mula-mula daun berubah warna menjadi kuning; lama-kelamaan daun akan
gugur/rontok dan tanaman dapat mati. Pengendalian:
(1) dengan menangkap ulat penggerek tersebut; (2) dengan mengolesi sekitar
permukaan batang/akar dengan larutan BMC 1-2% (20 gram/liter air).
4) Hama penggerek buah dan biji (Nephoteryx
sp.)
Gejala: buah muda yang diserang
hama ini akan berjatuhan dan kering, sedang buah tua isinya belum penuh.
Pengendalian: belum didapatkan cara yang tepat, sebab larva instar yang jatuh
terakhir dan menjadi pupa di tanah, maka hama dapat diberantas secara mekanis
atau kimiawi, yaitu dengan menggunakan Karbaril 0,15%.
7.2. Penyakit
Penyakit yang sering menyerang
adalah penyakit busuk batang dan akar, penyakit bunga dan putik, dan Antracnossis.
Penyakit ini dapat dibasmi dengan Fungisida Zinc Carmamate,
Captacol dan Theophanatea.
1) Penyakit layu
Penyakit ini muncul bila tempat
pembibitan terlalu lembab dan jenuh air. Penyebab: jamur Phytophthora
palmivora, Fusarium sp. dan Phytium sp. Gejala:
bila tanaman tiba-tiba menjadi layu. Pengendalian: (1) dengan memperbaiki
lingkungan pembibitan, seperti memperdalam parit pembuangan air dan mengurangi
naungan yang terlalu rapat; (2) dengan penyemprotan Dithane M 45 secara teratur
dan terencana.
2) Daun layu dan kering
Penyebab: bakteri Phytophthora
solanacearum. Gejala: secara mencolok daun-daun berubah warna dari hijau
menjadi kuning lalu gugur; beberapa cabang meranggas dan tanaman akhirnya mati;
jaringan kayu pada batang yang terserang di bawah kulit berwarna hitam atau
biru tua dan berbau busuk.
Pengendalian: tanaman yang
terserang penyakit ini harus dibongkar sampai ke akar-akarnya supaya penyakit
tidak menular ke tanaman lain; pencegahan harus secara terpadu; bibit dan
alat-alat pertanian harus bebas dari kontaminasi bakteri dan karantina tanaman
dilakukan secara konsekuen.
3) Bunga dan buah busuk
(1) Penyebab: Colletrichum
sp., Botryodiplodia sp., Pestalotiopsis sp. Gejala: kulit buah hitam
dan busuk.
(2) Penyebab: Pestalotiopsis
sp, Colletrichum sp, Pestalotiopsis sp., Botryodiplodia sp., Fusarium sp. Gejala:
permukaan kulit buah & kulit biji, kering kecoklatan & pecah-pecah,
bunga & tangkainya busuk.
(3)Penyebab : Botryodiplodia
sp. , Fusarium sp., Pestalotiopsis sp. Gejala: kulit biji busuk dan
hitam. Pengendalian: (1) perlu dilakukan secara terpadu; (2) untuk memberantas
jamur parasit ini beberapa fungisida yang efektif adalah Dithane M- 45,
Delsene MX 200, Difolan 4F, Cobox, dan Cuproxy Chloride.
8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen
Ciri-ciri buah jambu mete yang
sudah tua adalah sebagai berikut:
a) Warna kulit buah semu menjadi
kuning, oranye, atau merah tergantung pada jenisnya.
b) Ukuran buah semu lebih besar
dari buah sejati.
c) Tekstur daging semu lunak,
rasanya asam agak manis, berair, dan aroma buahnya mirip aroma stroberi.
d) Warna kulit
bijinya menjadi putih keabu-abuan dan mengilat.
Ketepatan masa
panen dan penanganan buah mete selama masa pemanenan merupakan faktor penting.
Tanaman jambu mete dapat dipanen untuk pertama kali pada umur 3-4 tahun. Buah
mete biasanya telah dapat dipetik pada umur 60-70 hari sejak munculnya bunga.
Masa panen berlangsung selama 4 bulan, yaitu pada bulan November sampai bulan
Februari tahun berikutnya. Agar mutu gelondong/kacang mete baik, buah yang
dipetik harus telah tua.
8.2.
Cara Panen
Sampai saat
ini ada dua cara panen yang lazim dilakukan di berbagai sentra jambu mete di
dunia, yaitu cara lelesan dan cara selektif.
a) Cara
lelesan
Dilakukan
dengan membiarkan buah jambu mete yang telah tua tetap di pohon dan jatuh
sendiri atau para petani menggoyang-goyangkan pohon agar buah yang tua
berjatuhan.
b) Cara
selektif
Dilakukan
secara selektif (buah langsung dipilih dan dipetik dari pohon). Apabila
buah tidak
memungkinkan dipetik secara langsung, pemanenan dapat dibantu
dengan galah
dan tangga berkaki tiga.
8.3.
Prakiraan Produksi
Banyaknya
hasil panen tergantung dari umur tanam. Jambu
mete yang berumur 3-4 tahun dapat menghasilkan gelondong kering 2-3 kg/pohon.
Hasil ini meningkat menjadi 15-20 kg/pohon pada umur 20-30 tahun. Tanaman jambu
mete sebenarnya masih dapat berproduksi sampai umur 50 tahun, tetapi masa
paling produktifnya adalah pada umur 25-30 tahun.
9. PASCAPANEN
9.1. Pengumpulan
Mutu kacang mete di pasaran cukup
bervariasi. Variasi mutu kacang mete tersebut
antara lain dipengaruhi oleh
varietas tanaman jambu mete yang berbeda dan
perlakuan
serta pengawasan selama proses pengolahan berlangsung. Banyaknya
varietas
tanaman jambu mete yang ditanam oleh para petani indonesia
menyebabkan
mutu mete yang dihasilkan sangat beragam baik mengenai ukuran
gelondong, warna, rasa, maupun
rendamen kacang metenya.
9.2. Pengolahan Gelondong Mete
Pengolahan gelondong mete dapat
dilakukan melalui tahapan berikut ini:
a) Pemisahan gelondong dengan buah
semu
b) Pencucian
c) Sortasi dan
pengelasan mutu
d) Pengeringan
e) Penyimpanan
9.3. Pengolahan Kacang Mete
Urutan pengolahan kacang mete
adalah:
a) Pelembaban gelondong mete
b) Penyangraian gelondong mete
c) Pengupasan kulit gelondong mete
d) Pelepasan
kulit ari
e) Sortasi dan
pengelasan mutu
f) Pengemasan
10.
ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN
10.1. Gambaran Peluang Agribisnis
Jambu mete
mulai berbuah pada umur 5 tahun. Panen setiap tahun, hasilnya meningkat mulai
umur 8 - 10 tahun. Setelah itu berbuah lebat hingga lebih dari 20 tahun. Dengan
menanam jambu mete, disamping menjaga kelestarian tanah dan air, setiap hektar
akan diperoleh 100 pohon x 5 kg/pohon x Rp. 500,- = Rp. 250.000,- (tahun 1988)
11. STANDAR PRODUKSI
11.1. Ruang Lingkup
Mutu kacang mete dinilai dari
bentuk, ukuran biji, bobot biji dan warna. Selain itu juga faktor rasa, bau,
dan tekstur ikut mem-pengaruhi mutu kacang mete, terutama dalam hubungannya
dengan penerimaan konsumen. Rasa kacang mete dipengaruhi oleh faktor intrinsik
alami, varietas tanaman dan faktor ekstrinsik seperti tumbuhnya jamur pada
kacang dan proses pengolahannya.
11.2. Diskripsi
Biji Mete kupas (Cashew Kernels)
adalah biji dari buah tanaman jambu mete yang telah dikupas kulitnya dan telah
dikeringkan. Standar mutu kacang mete di Indonesia tercantum dalam Standar
Nasional Indonesia SNI 01-2906-1992.
11.3.Klasifikasi
dan Standar Mutu
Jenis/kelas
mutu kacang mete terbagi menjadi 4 kelas (I, II, III dan IV). Adapun
standar atau
syarat mutu kacang mete dilihat dari:
a) Kulit ari
b) Biji
terkena CNSL
c) Serangga
c) Biji berulat
d) Biji busuk
e) Biji bercendawan/jamur
f) Benda-benda asing
g) Warna (Kelas I:
ke-putih-putihan)
h) Bobot maksimum dalam gram/biji:
I = 5 gram/biji; II = 5 gram/biji; III = 10 gram/biji.
h) Kadar air dalam maksimum %: I =
16%; II = 15% ; III = 15%.
i) Keutuhan biji mete ( utuh,
belah, pecah, tidak termasuk biji utuh)
11.4.Pengambilan Contoh
Contoh diambil secara acak sebanyak
akar pangkat dua dari jumlah peti/karton dengan maksimum 30 peti/karton dari
tiap partai barang, kemudian tiap peti/karton diambil contoh kurang lebih 500
gram Contoh-contoh tersebut diaduk/dicampur sehingga merata, kemudian dibagi
empat dan dua bagian diambil secara diagonal. Cara ini dilakukan beberapa kali
sampai mencapai contoh seberat 1000 gram. Contoh kemudian disegel dan diberi
label.
11.5.Pengemasan
Pengemasan
tidak dapat meningkatkan atau memperbaiki mutu, tetapi hanya mempertahankan
atau melindungi mutu produk yang dikemas. Oleh karena itu hanya produk yang
baik yang perlu dikemas. Produk yang rusak atau busuk yang ada dalam kemasan
akan menjadi kontaminasi dan infeksi bagi produk yang masih sehat. Akibatnya
produk tidak akan laku di pasaran. Kacang mete yang diekspor biasanya dalam
bentuk mentah dengan kadar air antara 4-6%, yang dikemas dalam kaleng hampa
udara dan diisi dengan karbondioksida. Kaleng kemasan yang digunakan sama
dengan kaleng minyak tanah atau minyak goreng, tetapi sebaiknya yang masih
baru, bersih, kering, kedap udara dan tidak bocor, serta harus bebas dari
infeksi serangga dan jamur serta tidak karatan.
Bagian luar
peti/karton pembungkus ditulis dengan cat yang tidak mudah luntur dan jelas
terbaca antara lain:
a) Produksi Indonesia.
b) Nama barang.
c) Nama
perusahaan/eksportir.
d) Jenis mutu.
e) Nomor kemasan.
f) Berat kotor.
g) Berat bersih.
h)
Negara/tempat tujuan.
12.
DAFTAR PUSTAKA
1) Liptan
(1988). Jambu Mete Sebagai tanaman penghijauan. Balai Informasi
Pertanian
Banjarbaru. Hal. 12/ 12
2) Liptan. (1990). Budidaya Jambu
Mete. Lembar Informasi Pertanian. Proyek
Informasi
Pertanian Kalimantan Tengah. 2 hal.
3) Saragih, Yan Pieter; Haryadi,
Yadi. (1994). METE. Budidaya Jambu Mete.
Pengupasan Gelondong. Bogor,
Penebar Swadaya. 86 halaman
Jakarta,
Februari 2000
SUMBER:
Sistim Informasi Manajemen
Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS
Editor: Kemal Prihatman
#BudidayaJambuMete
#AgribisnisMete
#KacangMete
#TanamanPerkebunan
#PeluangEkspor