Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Sunday, 27 October 2019

Dampak Potensial Demam Babi Afrika terhadap Peternak Kecil di Timor-Leste

Pulau Timor bagian Barat Provinsi Nua Tenggara Timur mempunyai kedekatan baik wilayah maupun kekerabatan penduduk di sepanjang perbatasan dengan Timor-Leste. Pada September 2019, Timor-Leste telah melaporkan Wabah Demam Babi Afrika (African Swine Fever/ASF) di negaranya.

Untuk langkah pencegagan masuknya ASF dari Timor Leste ke Indonesia maka perlu mempelajari perkembangan kondisi dan situasi ASF di Timor-Leste. Di sini disampaikan hasil kajian yang dilaporkan oleh Dominic Smitha dan kawan-kawan.

Ringkasan
Timor-Leste merupakan negara dimana babi dipelihara oleh lebih dari 70 persen rumah tangga. Pada September 2019 negara tersebut menjadi negara Asia kesebelas yang melaporkan Demam Babi Afrika (African Swine Fever/ASF). Pada penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa di Timor-Leste konsumsi daging babi nasional rendah, terapi babi memiliki nilai moneter yang luar biasa untuk peternak kecil. Nilai populasi babi hidup secara nasional sekitar USD160 juta - lebih yang terkumpul dari USD 1.000 per rumah tangga pemelihara babi. Karenanya, babi berfungsi untuk melindungi keluarga dari tekanan ekonomi, terutama untuk biaya kesehatan dan pendidikan. Meskipun bukan penyakit zoonosis (yang dapat ditularkan ke manusia), potensi ASF menimbulkan dampak negatif yang besar bagi peternak kecil di Timor-Leste tidak dapat diremehkan. Disimpulkan bahwa Timor-Leste menghadapi tantangan yang sangat berat dalam merespon wabah ASF sehingga mempunyai alasan yang kuat untuk memperoleh dukungan dan bantuan internasional.

1. Pendahuluan

Ketika kematian babi massal terdeteksi di Timor-Leste selama September 2019, akhirnya dikonfirmasi dengan uji laboratorium bahwa kematian massal tersebut disebabkan oleh Demam Babi Afrika (African Swine Fever/ASF). Respon cepat telah dilakukan oleh Kementerian Pertanian dan Perikanan (MAF) Timor-Leste yaitu memberitahukan kepada Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) pada tanggal 27 September, yang dilakukan dalam waktu 24 jam setelah positif ASF. Setelah itu OIE mencatat hasil laporan terdapat 100 wabah di dalam kota Dili yang terdiri dari 405 kasus dengan tingkat fatalitas kasus 100%, meskipun sebuah sumber berita pemerintah melaporkan 2145 kasus di kota Dili, Ermera, Lautein dan Manatutu. Penyebaran ASF yang cepat dan konsisten dengan gambaran epidemiologis di wilayah tersebut.

ASF pertama kali dilaporkan di Tiongkok pada Agustus 2018 dan sekarang di beberapa negara Asia. ASF adalah penyakit virus sangat menular, belum ada vaksin, disebarkan oleh babi hidup atau mati, daging babi mentah dan matang, vektor dan fomites. ASF menempatkan 50% dari kawanan babi global dalam risiko di China saja dan meskipun bukan zoonosis, dampak ASF pada kehidupan dan mata pencaharian peternak babi dan rantai nilai babi baik di dalam maupun di luar negara-negara Asia yang terkena dampak tidak dapat diremehkan.

Pada bulan September 2019, ketika Kementerian Pertanian dan Perikanan (MAF) memulai investigasi awal, sedang dilakukan pekerjaan lapangan putaran ketiga untuk tahun 2019, mengumpulkan data untuk mengevaluasi peluang terkena ASF bagi peternak kecil di negara tersebut. Sehubungan dengan kemunculan ASF dan permintaan untuk memberikan tanggapan, di sini digambarkan dampak ASF yang potensial dan sangat merugiÄ·an peternak kecil di Timor-Leste. Untuk memberikan analisis ini tepat waktu, digunakan literatur yang ada dan temuan terbaru dari penelitian observasional, partisipatif dan kualitatif lainnya di empat kota.

2. Peternakan babi di Timor-Leste merupakan peternakan skala kecil dimana lebih dari 70% rumah tangga memelihara babi

Di seluruh China dan sebagian besar Asia Tenggara, usaha peternakan babi skala menengah hingga besar menyumbang setidaknya 20% dari total populasi babi [6], dengan kecenderungan umum menuju komersialisasi sektor yang telah dipercepat oleh efek ASF di seluruh sebagian besar wilayah.

Timor-Leste secara signifikan berbeda dengan semua negara Asia yang terkena dampak lainnya di mana hampir seluruh kawanan babi nasional dipelihara oleh peternak kecil; rata-rata jumlah babi yang dipelihara per rumah tangga adalah kurang dari tiga ekor. Gambaran lain yang relatif unik dari sektor babi di Timor-Leste adalah bahwa babi dipelihara oleh sejumlah besar rumah tangga baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Sektor pemeliharaan babi terdiri dari sekitar 142.000 (72%) rumah tangga di negara ini. Di sebagian besar masyarakat pedesaan, setidaknya 75% rumah tangga memelihara babi. Di Timor-Leste, lebih dari di banyak negara lain, bahwa kematian akibat ASF akan menimpa pada peternak kecil baik di lingkungan perkotaan maupun pedesaan.

3. Babi mahal dan nilai peternakan babi nasional adalah sekitar USD 160 juta  

Bagi keluarga peternak kecil mengganti babi baru dari luar memerlukan biaya yang cukup banyak. Berdasarkan data lapangan serta informasi yang dikumpulkan oleh Cargill, hewan hidup berharga sekitar USD 150 per babi, USD 600 per babi penggemukan (dengan asumsi berat rata-rata 60 kg) dan USD 500 per babi. Pada sensus terakhir, populasi babi nasional hampir 420.000 dengan ukuran rata-rata jumlah babi per rumah tangga 2,86 ekor. Dengan asumsi distribusi jenis babi dalam kawanan khas sistem produksi berbasis peternakan kecil di Asia, dapat diasumsikan data : 15% merupakan ternak induk, 45% anak babi dan sisanya 40% adalah babi penyapih dan babi penggemukan. Berdasarkan nilai-nilai unit ini, nilai ternak babi nasional lebih dari USD 160 juta. Ini menyiratkan nilai rumah tangga per pemeliharaan babi lebih dari USD 1.000, yang merupakan stok tabungan yang sangat penting mengingat PDB per kapita adalah sekitar USD 1.200 dan lebih dari 70% populasi hidup dengan kurang dari USD 3,20 per hari.

4. Babi bernilai ekonomi dalam upacara adat

Babi terutama digunakan untuk tujuan sosiokultural dan seremonial, babi tidak hanya bernilai simbolis bagi petani kecil di Timor-Leste. Sementara konsumsi daging babi di Timor-Leste di luar upacara adat dilaporkan sangat rendah, fokus pada data konsumsi terlalu sederhana; dampak kematian babi pada mata pencaharian peternak kecil di negara ini sangat tinggi. Ini dijelaskan dengan nilai babi hidup dan tak tergantikannya babi hidup untuk upacara adat utama.

Temuan baru-baru ini mengungkapkan bahwa ketika rumah tangga mereka tidak dapat menyediakan babi hidup mereka sendiri untuk upacara adat, mereka harus membelinya dengan uang dari anggaran pendidikan, makanan, dan kesehatan mereka. Akibatnya, meskipun ASF bukan zoonosis, ASF menimbulkan tantangan One Health di Timor-Leste. Di antara dampak lainnya, kematian babi menimbulkan dampak tidak langsung terhadap ketahanan pangan dan gizi rumah tangga. Di sebuah negara dengan tingkat kekerdilan anak melebihi 50%, masalah ini menjadi perhatian serius.

5. Peternakan Babi _back yard_ menyangga keluarga dari tekanan ekonomi

Telah diperoleh data juga yang menggambarkan babi sebagai tabungan ternak yang penting, yang dapat dijual untuk menutupi kebutuhan darurat keluarga atau untuk menutupi pengeluaran yang tidak terduga terutama biaya yang terkait dengan pendidikan anak-anak. Babi secara signifikan lebih berharga daripada ternak ayam atau kambing karena babi beranak lebih cepat daripada sapi, jadi sering kali merupakan komoditas ternak pilihan pertama untuk memperbaiki tekanan keuangan.

Membangun kembali peternakan babi secara nasional setelah wabah ASF bisa dikendalikan akan membutuhkan waktu yang lama. Karena peternak babi kemungkinan akan memerlukan pengadaan babi untuk tujuan restocking, kenaikan harga anak babi dan pengadaan babi dalam jangka pendek-menengah dapat menambah dan memperpanjang dampak negatif ASF terhadap mata pencaharian para peternak kecil. Sebagian besar pembahasan internasional tentang wabah ASF di Timor-Leste telah fokus pada kedekatan jarak, dan potensi penularan kepada peternakan babi komersial di negara tetangga Australia dan Indonesia. Ini tentu saja merupakan keprihatinan yang wajar. Telah disoroti di sini kemungkinan ASF sangat nyata berdampak besar dan negatif pada mata pencaharian dan keamanan pangan bagi kelompok menengah ke bawah..

6. Timor-Leste menghadapi banyak tantangan dalam merespon Demam Babi Afrika

Banyak tantangan bagi Timor-Leste dalam merespon ASF.

Pertama, ASF bisa sulit dibedakan dari Classical Swine Fever (CSF), yang endemik di Timor-Leste. Sementara kematian babi yang memicu penyelidikan wabah pada bulan September jauh lebih tinggi dalam jumlah dan tingkat daripada MAF telah melihat dengan CSF, tanda-tanda klinis yang tumpang tindih dapat menjelaskan mengapa hanya 41% dari sampel yang awalnya diuji untuk ASF adalah positif.

Langkah-langkah tindak lanjut akan mencakup identifikasi genotipe virus ASF dan pengembangan definisi kasus lokal, terutama menyoroti setiap titik perbedaan antara ASF dan genotipe khusus CSF yang beredar di Timor-Leste.

Kedua, Timor-Leste tidak memiliki kapasitas untuk melakukan tes definitif untuk ASF sehingga sampel harus dikirim ke laboratorium Australia.

Ketiga, penularan ASF akan didorong oleh karakteristik peternakan babi nasional. Ini termasuk kepadatan ternak babi di seluruh negeri, dominasi sistem _freerange_ dan ketergantungan yang besar pada pemberian makan dengan sampah rumah tangga.

Menurut Kinerja OIE dari Analisis Kesenjangan Layanan Veteriner, seluruh layanan veteriner di Timor-Leste sangat kekurangan sumber daya dalam semua hal: keuangan, fisik dan manusia, baik dalam jumlah staf maupun kapasitas teknis mereka.

Faktor-faktor di atas dikombinasikan dengan karakteristik patogen dan nilai babi untuk Timor-Leste menggambarkan potensi kehancuran peternakan babi.

Terdapat alasan kuat untuk dukungan yang tepat waktu dan tepat sasaran bagi Pemerintah Timor-Leste dari Komunitas Internasional, tidak hanya untuk melindungi negara dari ancaman ASF, tetapi juga untuk mencegah potensi krisis di seluruh negara.

Sumber:

Dominic Smitha, Tarni Cooper, Abrao Pereirac, Joanita Bendita da Costa Jong. 2019. Counting the cost: The potential impact of African Swine Fever on smallholders in Timor-Leste. One Health 8 (2019) 100109.

United Against Rabies’ collaboration celebrates one year of progress towards zero human rabies deaths by 2030

Since the launch of ‘Zero by 30’ in 2018, the United Against Rabies collaboration has made progress to empower, engage and enable countries to reach the rabies elimination goal by 2030. Released today on World Rabies Day, the first annual progress report describes the incremental, collaborative impact of the four partners1 in promoting the One Health approach2 and achieving the three objectives of the Global Strategic Plan.

In just the past sixteen months, over 2 million doses of quality-assured dog rabies vaccines were delivered to 133 countries in Asia and Africa; more than 450 health professionals were trained in 70 out of 89 countries where human rabies occurs and more than 200 education and awareness events were held in 62 countries.

Facilitating access to vaccines, medicines and education

In addressing the first objective of the Plan: Eliminate rabies by effective use of vaccines, medicines, tools and technologies, the UAR collaboration enabled the implementation of concrete actions in countries aimed at tackling rabies at its source: infected dogs. In 2018, these efforts included:

Increasing access to high-quality dog rabies vaccines, by delivering more than 2 million doses to 13 countries in Asia and Africa, through the OIE Rabies Vaccine Bank;

Improving care for dog bite cases with potential human rabies exposure, by convening training for more than 450 health professionals in 70 of the 89 countries in which human rabies occurs, delivered by WHO and other UAR partners.

Enhancing rabies education and awareness through World Rabies Day webinars organized by FAO and other UAR partners, as well as almost 200 events on World Rabies Day registered on the GARC website from 62 countries, attracting significant exposure through printed, digital and social media channels. Capacity-building workshops in communications were also delivered by the OIE.

Providing countries with clear guidance, policies and monitoring tools

To escalate the scope of actions, the group provides policy guidance for effective governance frameworks for rabies elimination. Over the past sixteen months, this work included:

updating technical manuals and standards by OIE and WHO to harmonize guidance across the animal and human health sectors;

conducting an assessment of progress towards rabies elimination by regional rabies networks in more than 67 countries. The result of which shows that 12 countries have already generated comprehensive/revised national action plans; and

facilitating uptake of in-country training activities in 14 countries along with other training and FAO proficiency testing, which led to 80 countries reporting a nationally endorsed framework for rabies elimination.

The UAR collaboration is supporting harmonization of data to improve global monitoring with plans to connect WHO, OIE and GARC data platforms. In addition, a new tool for evaluating rabies activities is being developed for in-depth and detailed data analysis.

Sustaining countries’ commitment and resources

Community engagement, political commitment and coordination among the main actors are essential to eliminate rabies as evidenced by recent progress.

Since 2018, the UAR collaboration has advanced its engagement with the global rabies community and individual countries and commitment to ‘Zero by 30’ has steadily increased; this effort must continue.

The UAR collaboration has identified 60 development partners and is striving to engage all stakeholders in the rabies community, including government institutions, non-state actors, academia, international organizations and individual countries. Coordinated efforts in global and national advocacy and investment have already

The progress achieved since 2018 is encouraging. The challenge is to continue strengthening grassroot community support at subnational and national levels and sustain political commitment to free every country from human deaths due to dog-mediated rabies.

About « Zero by 30 »

Rabies is entirely preventable, and vaccines, medicines, tools and technologies have long been available to prevent people from dying of dog-mediated rabies. Nevertheless, rabies still kills about 60 000 people a year, of whom over 40% are children, mainly in rural areas of economically disadvantaged countries in Africa and Asia. Of all human cases, up to 99% are acquired from the bite of an infected dog.

The Global Strategic Plan, launched in June 2018, targets rabies reservoir in dogs and aligns efforts to prevent human rabies and to strengthen animal and human health systems. The Plan puts countries at the centre, with renewed international support to make the social changes required, through a pragmatic approach with three objectives:

Objective 1: Eliminate rabies by effective use of vaccines, medicines, tools and technologies;

Objective 2: Generate, innovate and measure the impact of rabies control measures, provide guidance, effective policies and governance, and generate reliable data for effective decision-making;

Objective 3: Sustain countries’ commitment and resources.

By implementing the Plan, affected countries will move a step closer to Sustainable Development Goal (SDG) 3.3, “By 2030, end the epidemics of neglected tropical diseases”, and make progress towards meeting SDG 3.8 on achieving universal health coverage.

1.  The World Health Organization (WHO); the World Organisation for Animal Health (OIE); the Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO) and the Global Alliance for Rabies Control (GARC).

2.  The tripartite (FAO, OIE, WHO) recognizes in the “One Health” approach, that the health of people is connected to the health of animals and the environment. They have identified rabies as one of the three priorities to showcase the importance of multi-sectoral collaboration for effective risk management.

3. Benin, Eritrea, Indonesia, Kenya, Lesotho, Malaysia, Myanmar, Namibia, Philippines, Singapore, Togo, Tunisia and Zimbabwe.

Resource:
WHO International

Kementan Apresiasi INDOHUN Atas Kontribusi ImplementasiKementan Apresiasi INDOHUN Atas Kontribusi Implementasi Kementan Apresiasi INDOHUN Atas Kontribusi Implementasi One Health

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementan mengapresiasi Indonesia One Health University Network (INDOHUN) atas kepedulian khususnya terhadap kondisi kesehatan hewan di Indonesia dengan memfasilitasi kolaborasi multidisiplin dalam menanggulangi penyakit menular dan tantangan kesehatan pada manusia, hewan, dan lingkungan. Hal ini disampaikan oleh Pudjiatmoko yang mewakili Direktur Kesehatan Hewan saat menghadiri Diseminasi Hasil Penelitian Disease Emergence and Economic Evaluation of Altered Landscape (DEAL) di JS Luwansa Hotel Jakarta (22/7).

"Kami mengapresiasi diseminasi nasional terhadap hasil penelitian yang telah dilakukan dan hal ini akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan kebijakan bagi pemerintah" ungkap Puji pada pertemuan yang dihadiri perwakilan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Koordinasi PMK, Kementerian Riset, teknologi dan PT, Bappenas, Kementerian Pertanian, Badan Informasi Geospasial, BPS, dan Para Ahli serta Tim peneliti DEAL di Provinsi Riau, Kalimantan Timur, dan Papua Barat tersebut.

Lanjut Puji, menambahkan Kementan telah berkomitmen untuk mencapai ketahanan kesehatan nasional dalam mencegah, mendeteksi, dan merespons cepat berbagai penyakit yang bersifat zoonosis dan berpotensi wabah.

“Kementan terus melakukan berbagai terobosan untuk menjaga hewan di seluruh nusantara dari ancaman penyakit menular,’’ tegas Puji.

Puji menjelaskan upaya Kementan untuk mengendalikan dan memusnahkan penyakit hewan menular harus menyeluruh terhadap pembangunan pertanian dari Sabang sampai Merauke termasuk salah satu daerah perhatian adalah Papua dengan melakukan penerapan fungsi laboratorium yang signifikan dalam menjaga kesehatan hewan, manusia, serta lingkungan. Pudji menyampaikan bahwa saat ini sedang dibangun Unit Pelaksana Teknis (UPT) Veteriner di bawah Kementan yang merupakan laboratorium layanan penyidikan penyakit hewan dan pemeriksaan kesehatan hewan untuk wilayah Papua dan Papua Barat.

Menurutnya, tantangan besar dalam peternakan dan kesehatan hewan yakni meningkatnya kepedulian global terhadap penyakit hewan lintas batas / penyakit menular yang muncul sehingga laboratorium kesehatan hewan memiliki peran yang sangat penting dalam sistem kesehatan.

Rencana pembangunan UPT Veteriner di Papua, untuk wilayah Indonesia bagian Timur sebagai solusi agar dapat memperpendek rentang kendali penangangan penyakit hewan dimana selama ini di bawah Balai Besar Veteriner Maros, Sulawesi Selatan sehingga denagan adanya Balai Veteriner di Papua diharapkan respon untuk penangangan penyakit hewan lintas batas / penyakit menular akan lebih cepat apalagi posisi Papua berhadapan langsung dengan Papua New Guenia.

Penelitian Lintas Sektor

Pertemuan Diseminasi hasil penelitian DEAL ini difasilitasi oleh Indohun yakni sebuah organisasi non-profit yang berdiri sejak 2012 dimana kalangan akademisi, peneliti, kaum profesional, dan para stakeholders bersatu untuk mengatasi masalah kesehatan baik secara regional maupun global. Terkait penelitian ini, Indohun menggandeng University of Minesota dan Ecohealth Alliance untuk bekerjasama dalam melakukan penelitian di 3 Provinsi untuk menganalisis dampak kesehatan dan ekonomi dari Tata Guna Lahan dan Hutan.

Wiku Adisasmito, selaku koordinator Indohun mengungkapkan pentingnya hubungan perubahan lahan dengan ancaman penyakit zoonosa. Menurutnya perlu adanya penguatan koordinasi dan kerjasama lintas Kementerian sehingga mampu menciptakan sistem informasi terintegrasi yang mampu menyediakan data lintas sektoral.

“Pemerintah perlu mempertimbangkan dampak perubahan lahan terhadap penyakit dan nilai ekosistem serta dampak ekonomi yang timbul dalam membuat kebijakan” tutur Wiku.

Sementara itu, Senior Infectious Disease Advisor, USAID Indonesia Tim Meinke menyampaikan bahwa perubahan pemanfaatan lahan berpotensi menjadi faktor pendorong terbesar yang berkontribusi terhadapnya meningkatnya resiko munculnya penyakit meskipun secara luas dipahami bahwa presentasi penyakit yang muncul pada manusia berasal dari hewan memiliki angka yang signifikan.

“Perlunya peningkatan pemahaman kita bersama terhadap peran pemanfaatan lahan secara tepat” ujarnya.

Untuk melindungi kesehatan masyarakat, hewan, dan lingkungan, Puji menekankan perlunya komitmen Pemerintah Daerah untuk membuat kebijakan yang mendorong pencegahan penularan penyakit zoonosa sehingga akan memperkuat kesiapsiagaan Indonesia terhadap ancaman wabah penyakit.

Sumber:
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan.

Saturday, 26 October 2019

Baterai Mobil Listrik Kini Bisa Bertahan 2.400 KM, Revolusi Industri Mulai

Revolusi mobil listrik masa depan kemungkinan bisa dimulai pada tahun 2020. Hal itu karena seorang ilmuwan berhasil menemukan baterai mobil listrik yang bisa bertahan hingga 1.500 mil atau sekitar 2.414 kilometer dalam sekali pengisian daya.

Ilmuwan sekaligus penemu jenius tersebut bernama Trevor Jackson, mantan perwira dari Angkatan Laut Britania Raya (Royal Navy).

Trevor Jackson dapat menemukan baterai mobil listrik yang kemampuannya bahkan 4 kali lipat kemampuan baterai top industri saat ini.

Berkat penemuan dan inovasinya, Jackson telah membuat kesepakatan dengan perusahaan swasta untuk memproduksi perangkat penemuannya dalam skala besar di Inggris.

Masih belum jelas berapa nilai kontrak awalnya, namun analis memperkirakan bahwa Jackson bisa mendapatkan kontrak bernilai jutaan poundsterling atau puluhan miliar rupiah.

Baterai tidak hanya dapat menggerakkan mobil listrik dalam skala yang tidak mungkin dilakukan oleh baterai listrik konvensional, namun baterai juga bisa digunakan untuk menggerakkan bus, truk, bahkan pesawat.

Setelah bekerja sama dengan Jackson dan memanfaatkan patennya, Austin Electric akan mulai memasukkan teknologi tersebut ke dalam kendaraan mereka mulai tahun 2020.

Kepala Eksekutif Austin Electric, Danny Corcoran menjelaskan bahwa penemuan dari Jackson dapat membuat revolusi industri mobil listrik.

"Ini dapat membantu memicu revolusi industri berikutnya. Kemampuan dibandingkan baterai kendaraan listrik konvensional sangat besar dan itu sangat menguntungkan," kata Corcoran dikutip dari Daily Mail.

Hal yang membuat Jackson diacungi jempol adalah perjuangannya mengembangkan baterai tersebut.

Ternyata, Trevor Jackson telah menemukan teknologi ini lebih dari satu dekade lalu dan ia mendapatkan perlawanan dari industri mobil konvensional.

Trevor Jackson mengklaim dirinya pernah dihambat oleh produsen besar ketika perusahaan mereka mencoba melobi Kantor Luar Negeri Inggris.

Jackson menceritakan bahwa lobi yang dilakukan bertujuan untuk melarang penemuannya dari acara resmi yang membahas potensi mobil listrik masa depan.

Ia mulai mempelajari kemampuan benda memproduksi listrik dengan mencelupkan aluminium ke dalam larutan kimia yang dikenal sebagai elektrolit.

Meskipun teknologi tersebut pertama kali ditemukan pada tahun 1960-an, masalahnya adalah bahwa elektrolit itu, sampai saat ini, sangat berbahaya dan beracun.

Dari situlah penemuan datang karena Jackson berhasil menciptakan solusi yang aman.

Inovasinya membuat elektrolit menjadi tidak beracun dan bahkan ia telah mendemonstrasikan dengan meminumnya di depan para investor.

Apabila berhasil di Inggris dan Eropa, inovasi teknologi baterai mobil listrik milik Trevor Jackson diharapakan juga akan dikenalkan ke pasar Asia.

Sumber: Hitekno.com 

Tim Olimpiade Kimia Indonesia Persembahkan Empat Medali

Tim Indonesia berhasil mempersembahkan empat medali yaitu dua medali perak dan dua perunggu pada ajang bergengsi Olimpiade Kimia Internasional ke-51 atau 51st International Chemistry Olympiad (IChO) di Paris, Prancis. Medali perak diraih Bakuh Danang Setyo Budi (SMA Semesta BBS Semarang) dan Winston Cahya (SMAK Petra 2 Surabaya), sedangkan medali perunggu dipersembahkan Jessica Marry Listijo (SMAK BPK Penabur Gading Serpong Tangerang Selatan) dan Bayu Dwi Putra (SMAN 2 Tangerang Selatan).

Olimpiade Kimia Internasional berlangsung dari tanggal 21 hingga 30 Juli 2019 di The National School of Physical Chemistry and Biology (NSPCB) - Pierre-Gilles de Gennes High School,  Paris, Prancis. Tim Indonesia dipimpin oleh Riwandi Sihombing Ph.D, Prof. Dr. Djulia Onggo, Dr. Deana Wahyuningrum dan Dr. rer. nat Agustino Zulys

Kompetisi bergengsi di bidang kimia ini menguji kemampuan peserta olimpiade kimia dalam penguasaan teori kimia dan keterampilan praktikal di laboratorium. Kompetisi IChO tahun 2019 ini dikuti oleh 300 siswa dari 80 negara dari seluruh dunia, ditambah 6 negara sebagai observer (tanpa mengikutsertakan siswa). Setiap negara peserta paling banyak dapat mengirimkan empat siswa terbaik bidang kimia di negaranya.

Keempat siswa Indonesia yang berkompetisi di olimpiade kimia ini terpilih melalui proses seleksi berjenjang yang ketat. Dari dari 30 siswa hasil Olimpiade Sains Nasional (OSN) tahun 2018 di kota Padang, dilakukan tiga tahapan proses seleksi. Tahapan yang meliputi pelatihan, pembinaan dan seleksi berlangsung selama delapan minggu.

Dalam proses pelatihan, mereka dibimbing oleh staf pengajar dari Departemen Kimia FMIPA Institut Teknologi Bandung dan Departemen Kimia FMIPA Universitas Indonesia. Program pelatihan yang dilakukan disesuaikan dengan materi dalam silabus IChO serta silabus teori dan praktik yang disusun oleh steering Committe IChO. Sebagian besar materi tersebut belum atau bahkan tidak pernah diberikan di tingkat SMA di Indonesia. (Nur Widiyanto)

Sumber : Kemendikbud.go.id/main/blog

Friday, 25 October 2019

Japanese envoy bids "sayonara" to Malaysia with glowing tribute to Dr. Makio Miyagawa

Dr Makio Miyagawa is bidding sayonara to Malaysia after five and a half years here as the Japanese ambassador while paying a glowing tribute to Prime Minister Tun Dr Mahathir Mohamad.

He said Dr Mahathir is a leader that the Japanese government, people, politicians and business leaders like, love, respect and admire.

"If Tun Dr Mahathir had (remained) a medical doctor, he would have cured many patients but he became a political leader and he has been curing the nation. I studied a lot of things from him. He is a very good leader and I hope he will continue to be a good leader.

"Everyone in Japan feels happy to have such a leader in Asia," he told Bernama in a farewell interview at his official residence here Thursday (Oct 24).

Dr Miyagawa, 68, a PhD holder in International Relations and Law from Oxford University, said he would miss Malaysia a lot after he leaves for home next Tuesday (Oct 29).

But he vowed that he would return to live in this country on a part-time basis in the coming years as he prepares for his retirement from the diplomatic service.

Following is the transcript of the Q&A:

Q: You have had the privilege of serving in Malaysia on two occasions in your diplomatic career. After serving five and a half years as ambassador, what are some of the impressions that you will take home about Malaysia which might have made your stint here perhaps satisfying and fruitful?

A: I am very glad and pleased to have been sent to Malaysia twice. Malaysia is a nice country. My impression of Malaysia is that there are very nice people (here). When I was first posted to Malaysia in the middle of the 1990s, I was very impressed with the compassionate nature of its citizens.

They are very warm and very kind. Before I was posted to Malaysia for the first time in the middle of the 1990s (as a counsellor), I had had negotiations and contacts with Russians, Americans and Europeans. It was my first time coming to any country in Asia.

I realised that although Malaysia is a foreign country, I didn’t think of it as being a foreign country. People are very close to us, not just the figures and faces, but the feelings and hearts were very close. Surprisingly, I was pleased.

Secondly, the economy is yet another (thing) that had a strong impact on me. Malaysia is moving towards developed-nation status. Malaysia has already exceeded US$10,000 (RM41,865) per capita; I think Number 2 within Asean nations.

Malaysia used to be natural resource dependent country in its economic development, but is already gradually moving towards being technology-driven and services-centred.

I think this developmental status and stages of the Malaysian economy have been very impressive to me. Therefore, I am convinced that Japanese industries and also the Japanese government would like to create a good partnership with Malaysian industries so as to lift the level of economic management development in East Asia.

Thirdly, politics ... well, people may sometimes comment that Malaysian politics is very colourful but my impression is that Malaysian politicians are very hardworking, very serious in discussing (things) among themselves for the betterment of the country.

I think though the debates are sometimes harsh and confrontational, it sounds as if they are debating and I think they are in fact debating for the benefit of the whole nation.

So, I really appreciate in a way their engagement in debates, not just in Parliament but also in the Cabinet. The ministers get-together, I heard, they debate and discuss three hours to four and a half hours among themselves without any bureaucratic assistance, to discuss how they should create policies and implement their new projects and how to decide on government policies.

Fourthly, education. (The) Malaysian government and Malaysian people have been emphasising education, and this is very promising and a very good thing to me. Looks to be very firm and solid, and a sound orientation for the future.

We Japanese, in our country, have placed emphasis on education for many years, creating new robust human resources that should be the foundation of our nation and this should also apply to Malaysia. (The) Malaysian government and people’s serious attitude and policies to reintegrate education is very impressive to me. I am very much encouraged by their straightforward attitude towards education.

We are also pleased that the prime minister emphasised the need to rejuvenate and resuscitate the Look East policy. We are very happy to learn of his new determination to reintegrate educational policies, happy to assist and collaborate with his sincere engagements in strengthening educational policies.

As you know, we have been requested by Dr Mahathir to set up a new branch campus of our university, Tsukuba University, for the first time. Tomorrow (Oct 25), the president of the university is coming to Malaysia to have final discussions on the location and modalities of the establishment of the branch campus.

Next year, I predict they are going to make a pre-opening of the university. The first campus of a Japanese university outside Japan. I am, in fact, very much delighted to see this happen because, without the request of Dr Mahathir, our government wouldn’t have considered (it) so seriously. It happened just in time (when I was the ambassador).

My impression of this country ... Malaysia is multi-racial and multi-religious. Of course, for this reason, your government and people have been mobilising wisdom to maintain stability and robust activities of a mix of a variety of races and religions.

Japan is a very unique country, very homogenous. But our people, particularly the youth, feel uncomfortable once they go abroad for the first time. And because of this uncomfortableness, they may not be able to adapt themselves to a new environment besides Japan.

This has restricted our youth activities abroad and, to a certain extent, weakens our engagement overseas, especially (among the young). Malaysia doesn’t need to suffer from such problems as it is already a multi-religious country. Once they (Malaysians) go outside the country, they don’t have to worry about the different environment and can adapt themselves quite easily. So, I feel envious on this aspect and for this, Malaysia is already a globalised nation and Malaysians are already globalised citizens.

Q: You also witnessed the historic change of government from the Barisan Nasional to Pakatan Harapan, the first change of government in over 60 years. What are your hopes for Malaysia moving forward?

A: This region has been developing very rapidly. Well, many years ago, Asia was not very strong economically or politically, and we Asians have tended to learn from other parts of the world. Asia tended to rely upon some technological developments of some other regions.

But now the situation has changed as we have been strengthening our economy and educational level and industrial production. But again, we have faced some dangers and risks in this region and one of them is naturally in the development of the economy and risks of accumulation of debts, and this accumulation of debts would destabilise a grown-up economy easily.

Therefore, during the change of administration, the Prime Minister and government have been emphasising the need for transparency, good governance and equality, reducing corruption; this would make society (founded) on a very sound basis which would be for the further development of a robust economy without which it would be difficult for Asians to lead the world.

I think this is a good opportunity for the new government to take the lead and I think this has already been sending very good signals to other nations in Asean and beyond. The change of administration in Malaysia has also started to give a good influence, and (also a) promising influence for other nations in Asean and beyond.

Q: What is your personal view of Dr Mahathir, who is a great admirer of Japan and frequent visitor to your country, for making history by becoming prime minister for the second time?

A: Dr Mahathir very kindly has been expressing positive affiliations with our country. Therefore, we have been in a way in favourable circumstances to give a good appraisal and admiration to Dr Mahathir. Even without such circumstances, I admire his strict policy to control himself.

He said to me in order to maintain good health and enjoy longevity, his mother advised him that he should restrict the amount of food even though the food is very tasty. To stop eating delicious food, you need a certain discipline, and this discipline he seems to be applying in his daily life, including his political life. This discipline also influenced colleagues and politicians and the whole government.

I think Dr Mahathir is a very good leader on this score. Besides this favourable and strong discipline, he has been innovative in a variety of new ideas and at the age of 94, he still maintains a keen interest in new technology, new devices, and new types of services.

Every time he meets new innovative technology, he would like to learn and study it whether it is useful for his country and people. I think this is a very admirable attitude and nature as a politician.

Q: Generally, what is the Japanese government's impression of Dr Mahathir?

A: Our government and politicians, business leaders, local people, everyone likes him, loves him and they respect and admire him and I think all of them feel happy to have such a leader in Asia.

Q: On the state of bilateral relations, especially during the last five and a half years you were here, are you confident with Dr Mahathir’s comeback as prime minister and rejuvenating the Look East policy ... Malaysia and Japan are well on the way in bringing their ties to new heights in the next few years?

A: As you know, since Dr Mahathir returned to power, we have created a variety of policies and joint undertakings, and there will be more to come. For instance, on the financial side, Japan has been assisting Malaysia to issue yen-denominated bonds so as to reduce its debt.

We are establishing a Japanese university branch campus here ... also trying to give good advice as much as possible to increase the usability of Malaysia's rail transportation. We have already sent researchers and the result of (a) comprehensive study on transportation in a variety of modes.

There are a number of discussions on the collaboration in the defence equipment field and I think our government and its industries would be very happy to collaborate with the Malaysian government and industries. Bilateral relations have been reinvigorated for months after months, weeks after weeks, I suppose.

Q: What is the latest development on Japan’s offer of Samurai bonds to Malaysia?

A: I think our government has already decided to offer it to the Finance Ministry to issue Samurai bonds. The first tranche was issued in March this year, very successful. (The) Malaysian government wants to issue bonds of about 200 billion yen (about RM7.7bil) but the applications exceeded by 320 billion yen (RM12.3bil).

This demonstrates the confidence in the Malaysian market and demonstrates confidence in the Malaysian government. On the second tranche, we have also almost agreed to (the) specific conditions. I think the details are under discussion between our two governments.

Q: In your observation, in which area or sector does Malaysia need to focus more in order to be on track to becoming a developed country?

A: Well, for Malaysia not to fall into the middle-income country trap, I think it still needs to have robust infrastructure like electricity, water supply, transportation, housing, and telecommunications.

I still think that although Malaysia needs to reduce the debt at the moment, caused by the previous administration, at some point in the future, I think, Malaysia would again try to develop infrastructure so as to push up the economy and give economic opportunities to a variety of industries, as well as (boost) the level of growth so as to lead the whole nation and create balanced and robust economic growth and prosperity.

Q: What are some of the things which you will miss when you leave Malaysia?

A: Well, I will miss a lot. First, I will miss my friends in Malaysia. I will miss the very nice, comfortable climate. Malaysia has almost no natural disasters, not like our country. I thank the Malaysian government and people for their sympathy expressed on casualties caused by the recent typhoon in Japan.

I will the nice, predictable climate, and particularly Kuala Lumpur, full of green trees, grass. I think Malaysia has been maintaining a nice environment. I would like to return to Malaysia, if you don’t mind.

Source: Bernama, 25 October 2019.

Thursday, 24 October 2019

RESMI DILANTIK, MENTERI PERTANIAN SYAHRUL YASIN LIMPO TIBA DI KANTORNYA

Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (jas hitam), didampingi para Pejabat Eselon I Kementan dikantornya. (Foto: Infovet/Ridwan)
Setelah dilantik oleh Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Rabu (23/10/2019), Menteri Pertanian (Mentan) baru periode 2019-2024, Syahrul Yasin Limpo, langsung mengunjungi kantor Kementerian Pertanian (Kementan), yang beralamat di Jl. Harsono RM, Ragunan, Jakarta Selatan.

Dari pantauan Infovet, Mentan Syahrul yang tiba sekitar pukul 14:00 WIB mengenakan setelan jas berwarna hitam, langsung disambut oleh para Pejabat Eselon I Kementan. Terlihat dalam sambutan tersebut Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita.

Setelah sambutan, Mentan beserta jajarannya langsung memasuki ruang rapat yang dilanjutkan dengan menunaikan ibadah shalat Dzuhur. Seusai ibadah, Mentan Syahrul langsung menemui awak media yang sudah sejak sebelum kedatangannya menunggu di Gedung F Kementan.

Dalam konferensi persnya, Syahrul menyampaikan kebahagiaannya dilantik menjadi Menteri Pertanian. “Saya merasa bahagai, merasa tenang, hari ini sudah bisa menginjak kantor, dimana Bapak Presiden dan Negara meletakkan amanah kepada saya. Bagi saya amanah ini adalah sebuah kepercayaan yang tidak boleh disia-siakan,” ujar Mentan Syahrul didampingi Sekjend Kementan dan seluruh Pejabat Eselon I Kementan.

Syahrul yang juga mantan Gubernur Sulawesi Selatan ini mengaku sudah terbiasa mengemban jabatan sebagai pemimpin. “Saya pernah mendapat Bintang Mahaputera Utama dari Negara di bidang pertanian pada saat memberi makan 17 provinsi pada zaman Presiden SBY. Hari ini saya hadir di sini (Kementan) sekaligus meminta izin menjadi pimpinan dan saya yakin hati kita bisa kerja sama-sama. Ini menjadi bagian dari ibadah, karena tidak ada kelelahan yang tak terbayar dengan prestasi,” katanya.

Mengambil tugas sebagai Menteri Pertanian, Syahrul langsung meminta jajarannya untuk membuat pemetaan sektor pertanian. “Saya sudah bilang kepada Pak Sekjend hari ini saya mau dibuatkan pemetaan apa saja, laporkan apa yang harus saya tangani. Kemudian dalam 100 hari ini pemetaan data yang ada dari seluruh Indonesia harus menjadi satu data pertanian yang disepakati seluruhnya. Tidak boleh ada kementerian lain punya data mengenai pertanian, cuma ada satu data. Saya akan meminta presiden mempertegas itu sehingga data kita jelas,” tegasnya.

Karena menurutnya, dengan ketahanan pangan yang baik akan membuat ketahanan suatu negara menjadi baik pula. “Indonesia punya kelebihan yang sangat besar di sektor pertanian, itu menjadi soko guru bagi negara ini, dan itu hanya bisa dilakukan apabila kehadiran negara, aparat dan unit kerja departemental bekerjasama secara fokus dan maksimal. Karena ada 367 juta jiwa yang harus kita jamin pangannya tersedia dengan baik,” tandasnya.

Profil Mentan
Syahrul Yasin Limpo, merupakan pria kelahiran Makassar, Sulawesi Selatan, 16 Maret 1955. Ia menjabat Menteri Pertanian ke-28 sejak 23 Oktober 2019, di Kabinet Indonesia Maju Periode 2019-2024 menggantikan Andi Amran Sulaiman.

Syahrul  memulai karier di lingkungan pemerintahan ketika dia diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil pada 1980. Jabatan penting yang pernah dia pegang antara lain Sekretaris Wilayah Daerah Tingkat II Kabupaten Gowa (1991), maupun Kepala Biro Humas Setwilda Tingkat I (1993).

Syahrul yang merupakan lulusan S3 Universitas Hasanuddin ini meniti kariernya politiknya menjadi kader partai Golkar dan dipercaya sebagai Bupati di Kabupaten Gowa (1994-2002). Kemudian Syahrul naik menjadi Wakil Gubernur Sulawesi Selatan (2003-2008), sebelum akhirnya memenangkan pertarungan dalam Pilkada Sulsel pada 2007 dan 2013. Syahrul menjabat sebagai Gubernur Sulsel selama dua periode berturut-turut (2008-2018). Dan sejak 2018, Syahrul berpindah dari partai Golkar ke Nasdem.

Sumber
Infovet 23 Oktober 2019

Wednesday, 23 October 2019

Anggota ASEAN Bahas Penyakit Hewan Prioritas di Bali

Perwakilan negara-negara anggota ASEAN berkumpul di Bali untuk membahas penyakit hewan yang akan menjadi prioritas untuk pengendalian dan penanggulangan di kawasan Asia Tenggara. Pertemuan ini berlangsung selama 3 (tiga) hari dimulai tanggal 22 Oktober 2019. Fadjar Sumping Tjatur Rasa, Direktur Kesehatan Hewan yang hadir dan membacakan sambutan mewakili Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan menyampaikan bahwa pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari hasil pertemuan ASEAN Sectoral Working Group on Livestock (ASWGL) di Bali, 24-26 April 2019.

Menurut Fadjar, pada saat ini ASEAN sudah mempunyai daftar penyakit hewan prioritas yakni Avian Influenza (AI), Rabies, Newcastle Disease (ND), Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), serta Clasical Swine Fever (CSF). Daftar penyakit tersebut dirasakan sudah tidak mengakomodasi situasi penyakit hewan di Asia Tenggara dan kepentingan kawasan untuk kerjasama pengendaliannya.

"Oleh karena itu Indonesia dan Malaysia diberikan kepercayaan untuk memimpin negara-negara ASEAN dalam proses penetapan ini" ujarnya.

James McGrane, Team Leader FAO ECTAD Indonesia menyampaikan bahwa proses yang dilakukan ini diharapkan dapat meningkatkan komunikasi, kolaborasi, dan keterlibatan seluruh Negara Anggota ASEAN dalam pengendalian penyakit hewan di kawasan. Menurutnya dalam proses ini perlu digunakan pendekatan multisektor dan one health karena nantinya daftar penyakit hewan prioritas tersebut harus dikendalikan dan tanggulangi bersama oleh semua sektor.

Sementara itu, Pham Quang Minh, Head of Food, Agriculture and Forestry Division of the ASEAN Secretariat menyambut baik proses penetapan penyakit hewan prioritas di Asia Tenggara ini, dan berharap setelah dibahas dapat segera disampaikan kepada ASEAN Veterinary Epidemiology Group (AVEG) untuk kemudian di laporkan kepada ASWGL.

Lanjut Fadjar menjelaskan bahwa kegiatan ini sangat strategis, mengingat Indonesia pada saat ini merupakan merupakan Ketua ASWGL sampai 2020 nanti. Pemutakhiran daftar penyakit hewan prioritas ini nantinya akan tercatat sebagai salah satu keberhasilan Indonesia selama masa kepemimpinannya.

"Adanya perbaikan daftar penyakit hewan menular prioritas di ASEAN akan meningkatkan kerjasama dan kolaborasi dalam pengendalian penanggulangannya ke depan. Hal ini sejalan juga dengan rencana ASEAN membangun ASEAN Coordinating Centre for Animal Health and Zoonosis yang rencananya akan beroperasi tahun 2020" pungkas Fadjar.

Sumber:
Direkturat Kesehatan Hewan, Ditjen PKH, Kementan

Monday, 21 October 2019

Harapan Hidup Orang Jepang Terpanjang di Dunia


1. Pada saat ini sebanyak 2 juta orang Jepang berumur lebih dari 90 tahun.

2. Pada saat ini terdapat 68.785 orang Jepang berumur lebih dari 100 tahun.


3. Harapan hidup orang Jepang terpanjang di dunia yaitu 84,2 tahun.  Angka ini berasal dari angka rata-rata 87,1 tahun harapan hidup bagi wanita, dan 81,1 tahun bagi pria.


4. Panjangnya harapan hidup orang Jepang bukan karena faktor genetik atau keturunan.


5. Harapan hidup orang Jepang panjang karena mereka pintar memilih makanannya dengan pola hidup yang sehat.


6. Angka obesitas orang Jepang hanya 3,6%, angka ini terendah di dunia.


7. Orang Jepang lebih suka makanan yang alami seperti sayuran segar, buah musiman segar dan makanan yang tidak dimasak.


8. Orang Jepang lebih suka makan ikan dari pada daging berwarna merah.  
Jepang termasuk 6 negara teratas yang penduduknya banyak mengkonsumsi ikan.  Dibandingkan dengan daging, ikan mengadung sedikit cholesterol dan lemak jenuh sehingga dapat menurunkan risiko kematian serangan penyakit jantung sebanyak 36%.

9. Orang Jepang banyak minum teh.  Teh lebih banyak mengandung antioksidan divanding kopi.  
Teh bisa meningkatkan sistem kekebalan tubuh, dapat mencegah kanker dan menurunkan cholesterol.

10. Orang Jepang juga suka makan rumput laut. Secara keseluruhan mereka makan 100.000 ton rumput laut per tahun. Rumput laut mengandung protein cukup banyak.  Rumput laut mengandung Yodium alami yang berguna untuk pengaturan thyroid.  Pemerintah Jepang mengatur efisiensi budidaya rumput laut.


11. Pemerintah Jepang memberikan bantuan sebanyak 70% biaya pelayanan kesehatan masyarakat.  Pemerintah Jepang membantu sampai dengan 90% kepada penduduk yang berpendapatan rendah.

12. Sebab lain orang Jepang berumur panjang adalah porsi makanan yang dikonsumsi penduduk Jepang jauh lebih sedikit dibanding negara lain.


13. Mereka mempunyai kebiasaan mengendalikan berat badan masing-masing.


14. Orang Jepang sering menggerakan anggota tubuhnya secara aktif, ke tempat kerja dengan berjalan jaki dan bersepeda.  Orang tua Jepang berusaha beraktifitas menggerakkan badannya sekuat mungkin.


15. Sebanyak 85% orang Jepang mengakhiri harinya dengan berendam air bangat. Berendam di air hangat bagus untuk detoksikasi, menurunkan inflamasi dan menghilangkan stres, memperbaiki peredaran darah dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh.


16. Orang Jepang mempunyai kebiasaan yang masih melekat di masyarakat menghormati kepada orang yang sudah tua.


Sumber:Natural Science Page.

Sunday, 20 October 2019

Mencegah Masuknya African Swine Fever dari Timor Leste

Kunci untuk Melindungi NTT dan Indonesia dari Masuknya ASF dari Luar Negeri

  1. Hentikan atau kurangi lalu-lintas babi dan produknya antar pulau
  2. Gunakan biosekuriti yang ketat terhadap barang yang dizinkan masuk
  3. Lakukan desinfeksi roda kendaraan yang masuk very dari Timor Barat atau pulau lainnya jika memungkinkan
  4. Lakukan pencucian truck pada saat dikeluarkan dari pelabuhan pengeluaran dan pemasukan
  5. Beri peringatan dan awasi barang bawaan penumpang kapal laut dan kapal udara.
  6. Dilarang membawa daging babi yang dilalu-lintaskan antar pulau bagi penumpang kapal laut dan udara
  7. Laksanakan surveilans secara intensif di: (a) sepanjang perbatasan; (b) sekitar fasilitas penanganan babi; (c) peternakan komersial dan peternakan kecil; (d) daerah babi liar
  8. Perbaiki metode surveilans : (a) gunakan iSIKHNAS untuk pelaporan ASF; (b) Lakukan pengambilan sampel dari babi mati, sakit dan suspect serta babi yang tidak kontak; (c) Gunakan metoda PCR untuk Uji yang dilakukan di BBVet Denpasar.

Langkah yang harus dilakukan di Timor Barat dan NTT
  1. Hentikan lalu-lintas babi dan produknya baik masuk maupun keluar dari NTT di : (a) pintu masuk di perbatasan resmi; (b) Pelabuhan udara dan laut; (c) Hentikan lalu-lintas babi di dekat perbatasan dan kurangi populasi babi di sekitar perbatasan.
  2. Disiapkan protokol Desinfeksi yang efektif beserta perlengkapannya: (a) sebanyak mungkin pada titik-titik perbatasan Timor Leste dan Indonesia; (b) untuk semua kendaraan yang masuk dari Timor Leste masuk ke Indonesia; (c) untuk kendaraan dan orang yang mengangkut babi di dalam Timor Barat; (d) semua petugas yang melakukan surveilans dan kegiatan pencegahan penyakit; (e) pada tempat pengepul dan pemotongan babi.

Strategi Nasional dengan asumsi ASF akan segera masuk ke Indonesia

Sasarannya adalah untuk meminimalkan kerugian ekonomi dan dampak sosial di Indonesia: (a) mencegah penyebaran ASF ke luar pula Timor; (b) melindungi pulau-pulau lain selain Timor seperti Pulau Bali dan Pulau Bulan; (c) melakuan surveilan secara intensif dan membuat rencana strategi respon di wilayah Timor Barat dan Sumut dll; (d) Penerapan biosekuriti pada peternakan komersial besar.

Langkah yang dilakukan oleh penentu kebijakan tingkat atas
  1. Mengembangkan strategi Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk mengidentifikasi masalah dengan menggunakan asesmen risiko secepat mungkin.
  2. Penganggaran kesiagaan darurat secepat mungkin.
  3. Membentuk Taskforce dan Pusat pengendalian ASF tingkat Nasional dan Provinsi
  4. Mengembangkan SOP untuk strategi yang disepakati.


Saturday, 19 October 2019

By 2100, Five of the World’s 10 Largest Countries are Projected to be in Africa


By 2100, Five of the World’s 10 Largest Countries are Projected to be in Africa



Stop, think, choose wisely antibiotic used in dogs and cats


Stop, think, choose wisely antibiotic used in dogs & cats


Friday, 18 October 2019

Amankan Makanan Umat Manusia Sedunia

Sebanyak 1,3 miliar ton makanan terbuang sia-sia setiap tahun. Namun, 1 dari 9 orang tertidur dengan rasa lapar setiap hari.

Stop membuang makanan secara sia-sia:
1. Belilah porsi makanan yang lebih kecil
2. Jangan sisakan makanan di piring kita
3. Berbagilah makanan dengan orang lain

Sumber: PBB.

Thursday, 17 October 2019

Antisipasi Penyakit ASF

 

Antisipasi Penyakit Demam Babi Afrika, Kementan Siapkan Kebijakan Strategis


Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) terus berupaya mengantisipasi potensi penyebaran wabah penyakit hewan Demam Babi Afrika atau African Swine Fever (ASF) ke Indonesia. Tindakan kewaspadaan dini ASF telah dimulai sejak adanya notifikasi kejadian wabah ASF di Tiongkok pada September 2018. Hal tersebut diwujudkan dalam bentuk tindakan teknis yang meliputi deteksi cepat, pelaporan sigap dan penanganan tepat. Hal tersebut disampaikan oleh Dirjen PKH, I Ketut Diarmita saat membuka Rapat Koordinasi Penyakit Hewan Menular Strategis (PHMS) di Yogyakarta, Senin (14/10/2019).

“Hal yang mengkhawatirkan dari penyebaran penyakit ASF ini adalah belum ditemukannya vaksin untuk pencegahan penyakit dan virusnya sangat tahan hidup di lingkungan serta relatif lebih tahan terhadap disinfektan. Hal tersebut yang menyebabkan penyebaran ASF sulit ditahan dibanyak negara, bahkan bagi negara-negara maju seperti di kawasan Eropa. Penyakit ini merupakan ancaman bagi populasi babi di Indonesia yang mencapai kurang lebih 8,5 juta ekor,” ujar Ketut.

Menurut Ketut, Asia Tenggara dinilai rawan tertular ASF. Kerugian akibat ASF ini akan dirasakan oleh semua pemangku kepentingan, oleh karena itu perlu upaya bersama untuk mencegah sedini mungkin, melakukan kerjasama dengan berbagai pihak terkait, baik di tingkat pemerintah pusat, pemerintah daerah, stakeholder tekait dan masyarakat. 

“Harapannya rapat koordinasi ini menghasilkan kebijakan yang cepat dan tepat, serta untuk menyamakan pola pandang kita terkait ancaman dan langkah-langkah strategis yang harus dilakukan untuk mencegah masuk, dan kemungkinan menyebarnya penyakit ini,” terang Ketut dihadapan peserta rapat yang berasal dari perwakilan dari Eselon II Lingkup Ditjen PKH, Barantan Kementan, Ditjen Bea Cukai Kemenkeu, Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub, UPT lingkup Ditjen PKH, Dinas yang membidangi fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan seluruh Indonesia, PT. Pelabuhan Indonesia, PT. Angkasa Pura, Asosiasi Obat Hewan (ASOHI), Asosiasi Dokter Hewan Monogastrik Indonesia (ADHMI), Ketua Asosiasi Monogastrik Indonesia (AMI), Asosiasi Peternak Babi, PRISMA, dan FAO.

Lanjut Ketut menjelaskan bahwa dalam rangka melindungi sumberdaya kita dari ancaman ASF, diperlukan adanya kebijakan ketat terhadap importasi babi hidup dan produk-produk daging babi, terutama dari negara-negara yang tertular ASF. “Saya menyadari bahwa mempertahankan status bebas ASF merupakan tantangan yang sangat besar, namun kita harus tetap optimis dan berkontribusi seoptimal mungkin sesuai dengan peran kita masing-masing, sehingga Indonesia dapat benar-benar tetap bebas dari ancaman ASF” jelasnya.

*Kesiapsiagaan Kementan Menghadapi ASF*

Ketut menyampaikan Kementan telah menyusun pedoman kesiapsiagaan darurat veteriner ASF (Kiatvetindo ASF), dimana terdapat empat tahapan pengendalian dan penanggulangan apabila terjadi kasus ASF yakni Tahap Investigasi, Tahap Siaga, Tahap Operasional, dan Tahap pemulihan. Berdasarkan kajian analisa risiko, ada beberapa faktor yang menyebabkan masuknya ASF ke Indonesia diantaranya melalui pemasukan daging babi dan produk babi lainnya, sisa-sisa katering transportasi intersional baik dari laut maupun udara, serta orang yang terkontaminasi virus ASF dan kontak dengan babi di lingkungannya. 

Lanjut Ketut menjelaskan langkah strategis utama dalam mencegah terjadi ASF adalah melalui penerapan biosekuriti dan manajemen peternakan babi yang baik. Ketut juga meminta daerah yang berisiko tinggi untuk dapat segera dilakukan pengawasan yang ketat dan intensif.

“Penerapan biosekuriti yang benar perlu dipahami oleh seluruh peternak khususnya peternak babi sehingga menjadi tanggung jawab kita semua untuk memotivasi peternak dengan memberikan informasi dan edukasi” ungkap Ketut.

Sementara itu, Direktur Kesehatan Hewan, Ditjen PKH, Fadjar Sumping Tjatur Rasa menyampaikan Kementan telah memperkuat penyidikan dan pengawasan penyakit hewan untuk mengantisipasi penyebaran ASF masuk ke wilayah Indonesia, dan menegaskan bahwa laboratorium Indonesia sudah siap untuk pelaksanaan deteksi penyakit ini. “Upaya deteksi cepat melalui kapasitasi petugas dan penyediaan reagen untuk mendiagnosa ASF ini telah dilakukan oleh laboratorium Kementan yakni Balai Veteriner dan Balai Besar Veteriner di seluruh Indonesia yang mampu melakukan uji dengan standar internasional”ungkap Fadjar. 

Pada kesempatan itu, Anak Agung Gde Putra, salah satu anggota Komisi Ahli Kesehatan Hewan, Kesmavet, dan karantina Hewan menyampaikan pencegahan di negara-negara yang belum terinfeksi dapat dilakukan apabila petugas dan masyarakat mempunyai pengetahuan yang baik tentang ASF dan menerapkan manajemen populasi babi liar dengan tepat. Selanjutnya diperlukan juga koordinasi antar-instansi atau lembaga yang bertanggung jawab atas hewan ternak serta memperkuat sistem biosekuriti.

“Untuk mencegah masuk dan menyebarnya ASF, diperlukan kebijakan pemerintah dalam memastikan bahwa tidak ada babi hidup atau olahannya dari wilayah tertular yang masuk ke wilayah bebas, dan memastikan peternak babi tidak melakukan pemberian pakan yang bersumber dari sisa-sisa makanan (swill feed) yang tidak diolah/ dipanaskan terlebih dahulu," pungkasnya.

Sumber : Kementerian Pertanian

Asal Usul Orang Indonesia

Pameran Asal Usul Orang Indonesia (ASOI) yang diselenggarakan oleh Historia bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, resmi dibuka oleh Dirjen Kebudayaan, Hilmar Farid, di Museum Nasional, 15 Oktober 2019. Pameran yang hendak memberikan perspektif baru tentang siapa leluhur orang Indonesia ini akan berlangsung hingga 10 November 2019.

Pameran ini menampilkan hasil tes DNA sukarelawan seperti Najwa Shihab, Hasto Kristiyanto, Grace Natalie, Budiman Sudjatmiko, Mira Lesmana, Ayu Utami, Riri Riza, dan Ariel Noah, serta hasil tes DNA dari peserta umum terpilih yang mendaftar di microsite Historia yaitu Sultan Syahrir, Esthi Swastika, Irfan Nugraha, Farida Yuniar, Aryatama Nurhasyim, Solikhin, dan Zaenin Natib.

Pameran ASOI ini, juga menampilkan peta penyebaran manusia di dunia dan Indonesia, serta sejarah manusia dari sudut pandang arkeologis dan antropologis.

Gelombang Migrasi
Homo Sapiens telah mengembara selama ratusan ribu tahun dari benua Afrika. Kemudian sekitar 50.000 tahun yang lalu, sampailah gelombang migrasi pertama di kepulauan Nusantara.

“Jadi dari 150.000 tahun, 100.000 tahun berjalan mengembara melewati lingkungan yang berbeda. Ada hutan yang lebat sekali, orangnya pasti akan mengecil. Karena untuk mencegah penguapan. Rambut juga mungkin lebih keriting. Jadi semua itu yang menyebabkan kita menjadi berbeda dalam perjalanannya. Beragam, bukan berbeda,” ungkap Prof. Dr. Herawati Supolo Sudoyo, Deputi Penelitian Fundamental Eijkman Institute dalam pembukaan pameran ini.

Kepulauan Nusantara menjadi menarik bagi para peneliti genetika karena keberagaman genetika. Lokasi Kepulauan Nusantara yang strategis mengalami empat gelombang migrasi manusia modern. Gelombang pertama yang datang ke Nusantara, berasal dari Afrika secara langsung melewati pantai selatan.

“Dekat laut, dekat daratan juga. Jalan aja. Waktu mereka datang ke Nusantara, Kalimantan, Sumatera, dan Jawa masih jadi satu. Lautnya pendek,” kata Herawati.

Menurut Herawati, sebagian manusia pada gelombang pertama itu pergi lagi ke satu daratan besar bernama Sahul. Sahul pada zaman itu, atau 50.000 tahun yang lalu, merupakan Papua dan Australia yang sekarang. Gelombang kedua, datang dari mereka yang sebelumnya telah sampai ke Asia daratan.

“Ini biasanya pertanyaan. Oh kalau yang gelombang kedua itu mengahabiskan yang pertama ya? Karena perang, kompetisi lahan dan sebagainya. Jawabannya tidak. Karena kita melihat semua DNA yang kita periksa ada campurannya. Jadi itu berarti ada kawin-mawin,” kata Herawati.

Gelombang ketiga datang dari Taiwan atau Pulau Formosa. Orang dari Taiwan ini awalnya juga datang dari Asia daratan. Mereka menyebar ke Filipina, Sulawesi, Kalimantan, membawa Bahasa Austronesia. Diaspora Austronesia ini juga sampai ke Madagaskar hingga Pulau Paskah.

Sementara itu, gelombang keempat datang melalui jalur perdagangan dan pengenalan keagamaan sekitar tahun 700-1300. Orang-orang dari Eropa, India hingga Timur Tengah masuk melalui pelabuhan-pelabuhan di Nusantara.

“Jadi kalau diperiksa itu, teman-teman yang lahir dan besar di Jepara, Rembang, Semarang, Tuban dan sebagainya, campur seperti gado-gado,” ujar Herawati.

Gelombang-gelombang migrasi manusia ke Kepulauan Nusantara, kemudian menyebabkan terjadinya pencampuran gen orang Indonesia. Berangkat dari hal itu, menurut Herawati, toleransi bisa dibuktikan dari hasil penelitian genetika.

Menolak Intoleransi
Melalui tes DNA dalam proyek ini, yang hasilnya menunjukan keberagaman gen, dapat menjadi pengetahuan yang mencerahkan terkait permasalahan ‘pribumi’ dan ‘non pribumi’ maupun sentimen ras, etnis, serta agama yang belakangan muncul lagi.

Perihal itu, Hamid Basyaib, dari Balai Pustaka, yang juga menjadi pembicara, menyebut bahwa etnisitas, yang seringkali memicu intoleransi hanyalah konstruksi sosial.

“Etnisitas ini kan yang dipandang paling core. Itu konstruksi sosial. Maka konsekuensinya sikap rasisme misalnya, tidak punya dasar ilmiah sama sekali,” sebutnya.

Menurutnya, sumber-sumber konflik terkait etnis merupakan politik belaka dan bahkan bukan agama. Ia mencontohkan sentimen anti-Semit yang semakin massif pasca didirikannya negara Israel.

“Sebelum Israel berdiri itu tidak pernah jadi isu besar. Baru setelah Israel berdiri, baru kemudian dikait-kaitkan dengan hal-hal teologis yang lebih mendasar, yang lebih sakral dan sebagainya,” ungkapnya.

Di Indonesia, yang menurutnya merupakan melting pot berbagai ras maupun etnis, sebenarnya telah memiliki sikap toleran sejak dulu.

“Sekarang masalahnya, apakah benar bangsa ini juga seperti yang tercermin dipermukaan bahwa intoleran. Saya nggak yakin. Saya kira anda sangat terlalu terpengaruh oleh medsos, pada ujaran-ujaran kebencian pada orang yang kebetulan sangat menonjol,” sebutnya.

Hamid menekankan agar masyarakat tidak membenarkan atau kesan-kesan intoleransi tersebut. “Kita nggak perlu memperteguh image bahwa terjadi atau muncul sikap intoleransi yang luar biasa akhir-akhir ini, 10 tahun terakhir, 5 tahun terakhir, atau terkait pilpres. Saya kira itu bukan gejala yang permanen,” katanya.

Hasto Kristiyanto, Sekjen DPP PDI Perjuangan yang juga merupakan sukarelawan proyek DNA ini menyebut bahwa hasil penelitian DNA dapat membuktikan bahwa manusia Indonesia terbentuk dari pembauran multietnis dan tidak ada yang bisa mengklaim paling asli Indonesia.

“Realitas uji coba DNA tersebut semakin mengukuhkan prinsip kebangsaan dan moto Bhinneka Tunggal Ika sebagai realitas yang hidup, menjadi nilai, dan kesadaran bahwa Indonesia adalah satu kesatuan bangsa yang berkesadaran dan berkehendak menyatukan diri dalam satu kesatuan wilayah Nusantara. Heterogenitas inilah yang menjadi alasan mengapa sila persatuan Indonesia begitu relevan,” sebutnya.

Amankah Pengawet Lilin Pada Buah-buahan?

Mungkin tak banyak orang tahu bahwa apel, pir dan buah-buahan impor lainnya di supermarket dilapisi lilin untuk membuatnya tetap segar, licin dan bagus.

Buah yang dilapisi lilin akan terasa kesat dan perlu digosok-gosok di air agar lapisan lilinnya hilang. Bahkan sebagian orang memilih menguliti kulit buah agar lilinnya hilang.

Bagaimana kalau lilin tersebut ikut kemakan? Amankah buah-buahan yang diberi lilin tersebut jika dikonsumsi?

Secara alami sebenarnya buah mengeluarkan lapisan lilin atau wax untuk melapisi permukaan kulitnya. Lilin atau wax pada buah ini bermanfaat untuk melindungi dan menjaga kesegaran dari buah itu sendiri.

Namun lilin alami ini akan hilang pada saat buah dipanen dan dicuci oleh petani. Untuk melindungi buah dan menjaga kesegaran buah, pengusaha biasanya melapisi kembali buah tersebut dengan wax atau lilin buatan.

Wax atau lilin buatan ini mempunyai struktur yang mirip dengan lilin yang dikeluarkan secara alami oleh tanaman. Dengan adanya lapisan lilin, maka penguapan air dapat dicegah, sehingga kesegaran buah dapat terjaga sekaligus melindungi buah dari parasit dan jamur yang dapat membuat buah cepat busuk dan rusak.

Menurut Food and Drug Administration (FDA) Amerika, seperti dikutip dari Go Ask Alice, Senin (8/2/2010), lapisan lilin yang banyak dipakai pada buah-buahan berasal dari bahan alami (non petroleum-based) dan aman dipakai untuk semua jenis makanan.

FDA mengatakan bahwa lapisan lilin ditujukan untuk membuat buah tetap terlindungi selama masa transportasi, penyimpanan, penjualan, memperbaiki penampilan dan meningkatkan selera, menjaga kelembaban buah, mencegah tumbuhnya jamur serta menjaga buah tersebut dari benturan fisik.

Satu pon lilin bisa digunakan untuk melapisi sekitar 160.000 buah. Namun tak perlu khawatir, lapisan lilin tersebut bisa hilang dengan mencucinya lagi dengan air mengalir sebelum dikonsumsi atau dimasak.

Untuk mengetahui apakah suatu bahan makanan mengandung wax atau tidak, bisa dicari tulisan pada kemasan berupa 'Coated with food-grade vegetable-, petroleum-, beeswax-, atau shellac- based wax atau resin to maintain freshness'.

Wax yang digunakan untuk melapisi buah dan sayur adalah wax jenis food grade (khusus untuk makanan), terbuat dari madu atau yang terbuat dari tanaman. Wax bersifat 'indegistible' maka wax tidak akan dapat hancur oleh enzim pencernaan dan tidak dapat diserap oleh tubuh tapi aman apabila termakan oleh manusia.

Namun jika Anda masih merasa khawatir mengonsumsi buah-buahan yang mengandung lapisan lilin, sebaiknya:
1. Cuci buah terlebih dahulu sebelum dihidangkan tapi jangan cuci jika akan disimpan karena akan cepat rusak.
2. Karena wax adalah lemak, maka cucilah menggunakan air hangat agar wax dapat cepat larut dalam air atau gunakan cairan khusus untuk mencuci sayur dan buah.
3. Jika Anda masih ragu, sebaiknya konsumsi buah yang sudah dikupas karena wax tidak akan dapat menembus hingga ke daging buah.

Wednesday, 16 October 2019

Dinas KPKP DKI Jakarta Gelar Peringatan Hari Rabies Sedunia


Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta, Saefullah membuka kegiatan peringatan Hari Rabies Sedunia yang digelar oleh Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (KPKP) DKI Jakarta di halaman Gedung Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Gambir, Jakarta Pusat.


"Apresiasi terhadap seluruh pihak yang selama ini membantu dan bekerja sama dengan pemerintah dalam penanggulangan rabies di DKI Jakarta, "

"Melalui kegiatan ini dan kegiatan vaksinasi secara rutin serta langkah-langkah penanggulangan rabies lainnya diharapkan Jakarta tetap menjadi kota yang terbebas dari rabies," ujar Saefullah, di Balai Kota, Selasa (15/10).
Dalam kesempatan itu, ia juga mengimbau agar masyarakat yang memiliki hewan peliharaan, baik kucing, anjing, kera dan musang harus rutin melakukan vaksinasi hewannya ke dokter hewan atau Dinas KPKP DKI Jakarta.
"Saya juga mengucapkan terima kasih dan apresiasi terhadap seluruh pihak yang selama ini membantu dan bekerja sama dengan pemerintah dalam penanggulangan rabies di DKI Jakarta," jelasnya.
Kepala Dinas KPKP DKI Jakarta, Darjamuni menuturkan, peringatan Hari Rabies Sedunia ini terlaksana atas kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk dengan Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) yang senantiasa bersama Pemprov melakukan vaksinasi dan sterilisasi.
"Selain itu, Dinas KPKP dan PDHI juga kerap melakukan sosialisasi dan edukasi pada pelajar, pecinta hewan dan warga pada umumnya," tuturnya.
Ia menambahkan, untuk mempertahankan Jakarta sebagai kota yang bebas rabies sejak 2004, pihaknya setiap tahun memvaksin dan melakukan sterilisasi sebanyak 35.000 hewan. Untuk bulan ini dari tanggal 1-9 Oktober pihaknya sudah memvaksin sebanyak 2.283 dan sterilisasi pada kucing sebanyak 1.503.
"Ke depan kami juga akan lebih meningkatkan pengawasan pada hewan yang masuk dari daerah tetangga yang memang belum bebas rabies," tandasnya.

Sumber :