Mewabahnya
virus avian influenza (AI) strain baru membuat peternak resah. Akibat faktor
psikologis ini membuat harga itik terjerembab hingga 35%.
"Harga
itik dijual menjadi Rp 30.000 per ekor saja. Padahal, harga jual di tingkat
peternak bisa dihargai Rp 40.000 per ekor," ujar Ketua Umum Himpunan
Peternak Unggul Lokal Indonesia (Himpuli) Ade M.Zulkarnaen kepada kabarbisnis.com
di Jakarta, Kamis (13/12/2012).
Tidak
hanya harga itik yang jatuh, menurut Ade, rerata penjualan itik juga
terjerembab hingga 50%.
Ade
menambahkan, keluarnya surat edaran ditjen peternakan dan kesehatan hewan awal
Desember lalu kepada seluruh dinas di daerah tidak memberi solusi. Isi surat
edaran tersebut di antaranya meminta dinas di daerah segera melakukan
depopulasi terbatas di wilayah yang terkena wabah virus AI Clade 2.3.2.
Menurut
Ade, peternak itu lebih memilih memotong sendiri itik peliharaannya ketimbang
mengukuti ajakan pemerintah melakukan depopulasi terbatas. "Meski harga
itik jatuh, peternak masih memegang uang. Tapi, kalau itik dimusnahkan,lalu
peternak mendapat kompensasi?"
Informasi
sikap reaktif peternak itik itu ditemukan di Kediri, Tulungagung, dan Pasuruan.
Ditanya apakah ternak itik yang dipotong para peternak tersebut dapat dijamin
tidak terkena virus AI, Ahmad juga tidak dapat menjawabnya.
Prinsipnya,
depopulasi terbatas dilakukan terhadap itik yang masih sehat. Namun, lokasi
peternakannnya berada zonasi 1 kilometer dengan pertenakan yang terkena wabah
AI.
Sebelumnya,
Direktur Kesehatan Hewan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Pudjiatmoko
mengatakan, virus AI baru ini berbeda dengan virus AI yang selama ini endemis
di Indonesia sejak 2003 yakni Clade 2.1 sub Clade. 2.1.3 Virus tersebut hanya
patogen pada unggas golongan ayam layer, broiler, kampung dan puyuh.
"Kalau
virus AI sekarang sub Clade 2.3.2 menyebabkan tingkat kesaktian dan kematian
cukup tinggi pada itik. Jenisnya asal virus masih sama H5N1 tergolong Highly
Pathogenic Avian Influenza(HPAI)," ujar Pujiatmoko. kbc11
Sumber:
kabarbisnis.com : http://www.kabarbisnis.com/read/2835301
No comments:
Post a Comment