Produksi Sapi Dalam Negeri dan Tantangan Swasembada Daging Sapi
Indonesia hingga kini masih bergantung pada impor daging sapi dan sapi hidup, baik untuk penggemukan maupun pengembangbiakan. Kebutuhan daging sapi yang terus meningkat, terutama saat hari-hari besar seperti Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, menjadikan impor sebagai solusi cepat untuk menutupi kekurangan pasokan dalam negeri. Di sisi lain, berbagai program swasembada sapi yang dicanangkan sejak puluhan tahun lalu belum juga membuahkan hasil.
Mengapa Konsumsi Daging Terus Naik?
Gaya hidup masyarakat Indonesia yang semakin modern dan meningkatnya daya beli menjadi faktor utama naiknya konsumsi daging sapi. Data dari Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa pada tahun 2022, konsumsi daging sapi nasional diperkirakan mencapai 2,62 kg per kapita per tahun. Angka ini memang masih di bawah rata-rata konsumsi dunia yang mencapai 6,4 kg per kapita, tetapi jika dikalikan dengan jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 270 juta jiwa, maka kebutuhan daging sapi nasional bisa mencapai lebih dari 800 ribu ton setiap tahunnya.
Sayangnya, produksi dalam negeri belum mampu mengejar angka tersebut. Tahun 2023, produksi daging sapi dan kerbau hanya mencapai sekitar 442 ribu ton—jauh di bawah kebutuhan nasional yang mencapai 816 ribu ton. Akibatnya, Indonesia harus mengimpor sisanya dari negara-negara seperti Australia, India, Amerika Serikat, dan Selandia Baru.
Gagalnya Swasembada, Di Mana Masalahnya?
Program swasembada sapi bukan hal baru. Pemerintah sudah berkali-kali mencanangkannya, mulai dari era Presiden Soeharto, Susilo Bambang Yudhoyono, hingga Presiden Jokowi. Namun, target swasembada tersebut berkali-kali meleset. Salah satu penyebab utama adalah perencanaan yang tidak realistis—termasuk penggunaan data populasi sapi yang tidak akurat dan perkiraan produksi daging per ekor yang terlalu tinggi.
Selain itu, lemahnya pengawasan terhadap pemotongan sapi betina produktif juga menghambat peningkatan populasi sapi. Padahal, betina produktif adalah kunci dalam regenerasi ternak. Jika terus-menerus dipotong, maka populasi sapi sulit bertambah.
Strategi Baru: Dari Teknologi hingga Pola Kemitraan
Meski demikian, peluang untuk mencapai swasembada sebenarnya masih terbuka lebar jika pemerintah dan semua pemangku kepentingan mau serius melakukan pembenahan. Beberapa strategi penting yang perlu dilakukan antara lain:
1.Pemuliaan Genetik: Pemerintah harus mendorong penggunaan bibit unggul melalui teknologi reproduksi modern dan seleksi genetik agar sapi lebih cepat tumbuh dan lebih produktif.
2.Pakan Berkualitas: Ketersediaan pakan yang bergizi sepanjang tahun sangat penting agar produktivitas ternak meningkat.
3.Penguatan SDM dan Kemitraan Peternak: Peternak rakyat harus diberdayakan melalui pelatihan, akses pembiayaan, serta pola kemitraan inti-plasma. Minimal 25% dari sapi impor sebaiknya diberikan kepada peternak rakyat untuk digemukkan dan dikembangbiakkan.
4.Perbaikan Data dan Pengawasan: Pemerintah harus mulai dengan basis data populasi ternak yang benar. Tanpa data akurat, kebijakan yang diambil akan salah arah dan berdampak pada pemborosan anggaran.
5.Regulasi Tegas: Pemerintah harus menerapkan larangan tegas terhadap pemotongan sapi betina produktif. Penegakan hukum yang konsisten bisa menjadi langkah penting untuk mempercepat pertumbuhan populasi sapi.
Menatap Swasembada 2026: Mimpi atau Realita?
Presiden Jokowi pernah menargetkan Indonesia dapat swasembada daging sapi pada tahun 2026. Target ini tentu harus disambut dengan optimisme, tetapi juga disertai langkah konkret dan terukur. Jika strategi yang tepat diterapkan, mulai dari penguatan hulu hingga hilir, bukan tidak mungkin ketergantungan impor bisa ditekan secara bertahap.
Salah satu peluang besar yang dapat dimanfaatkan adalah diversifikasi sumber impor dari negara-negara seperti Brasil yang memiliki surplus sapi dan mampu mengekspor dalam jumlah besar. Namun, impor seharusnya hanya menjadi jembatan sementara. Fokus utama tetap harus pada pembangunan industri peternakan dalam negeri yang tangguh, efisien, dan berkelanjutan.
Kesimpulan: Saatnya Serius dan Konsisten
Swasembada daging sapi bukan hanya soal ambisi, tetapi soal ketahanan pangan dan kedaulatan negara. Gagalnya program swasembada selama ini seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah dan DPR RI. Penataan ulang kebijakan, penguatan data, edukasi peternak, serta pengawasan program secara ketat menjadi kunci agar impian swasembada tidak sekadar menjadi slogan tahunan.
Kini saatnya pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan berkomitmen secara serius agar produksi sapi dalam negeri mampu memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat. Jika langkah-langkah strategis dilakukan dengan konsisten dan berkelanjutan, bukan tidak mungkin pada masa depan Indonesia benar-benar mampu berdiri di atas kaki sendiri dalam urusan daging sapi.
REFERENSI
1.Juli Panglima Saragih. 2023. Produksi Sapi Dalam Negeri dan Kebijakan Swasembada Sapi. Info Singkat. Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis. Vol. XV, No. 12/II/Pusaka/Juni/2023. Bidang Ekonomi, Keuangan, Industri, dan Pembangunan. Pusat Analisis Keparlemenan Badan Keahlian DPR RI.
2.“Mencari Alternatif Impor Sapi Hidup”, Kompas, 19 Juni 2023, hal. 10.
3.“Menggugat Rantai Impor Daging Sapi”, Kompas, 19 Juni 2023, hal. 11.
4.“Oulook Komoditas Peternakan: Daging Sapi (2022)”, satudata. pertanian.go.id, 1 Desember 2022, https://satudata. pertanian.go.id/details/ publikasi/356, diakses 20 Juni 2023.
5.“Swasembada Daging Sapi Tahun 2026”, ispi.org., 28 Oktober 2021, https://pb-ispi.org/ swasembada-daging-sapitahun-2026/, diakses 21 Juni 2023.
6.“Tujuh Saran Kebijakan Wujudkan Swasembada Daging Nasional”, lipi.go.id., 7 Oktober 2020, http://lipi.go.id/berita/ Tujuh-Saran-KebijakanWujudkan-SwasembadaDaging-Nasional/22175LIPI, diakses 20 Juni 2023.
No comments:
Post a Comment