Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Saturday 20 December 2008

Tahun 2008 Indonesia swasembada Beras

Lebih dari 24 tahun menunggu, akhirnya swasembada beras tercapai juga. Swasembada tahun 2008 ini berbeda dibandingkan tahun 1984 karena swasembada kali ini tanpa sedikit pun dibarengi impor beras. Lain cerita pada 1984, di mana swasembada masih dibarengi dengan impor beras 414.300 ton. Mengapa kita bisa swasembada beras?

Pertanyaan ini penting diajukan sebagai refleksi sekaligus pijakan dalam upaya mempertahankan swasembada beras 2009 dan pada tahun-tahun yang akan datang.

Perlu diingatkan bahwa sejak munculnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, tidak ada lagi kemampuan pemerintah mengontrol budidaya pertanian. Petani bebas memilih komoditas apa yang akan mereka tanam tanpa ada tekanan atau paksaan untuk menanam komoditas tertentu yang diinginkan pemerintah.
Sejak itu, impor beras terus meningkat dan puncaknya tahun 1999, di mana impor beras mencapai 4,7 juta ton atau tertinggi sepanjang sejarah Indonesia. Melalui UU itu pula, era ”liberalisasi” budidaya pertanian dimulai karena tidak ada kendali pemerintah atas usaha tani. Satu-satunya faktor yang menjadi acuan petani memilih komoditas yang akan mereka tanam adalah faktor keuntungan.

Mudah diingat bahwa tahun 2007/2008 terjadi lonjakan harga komodita, baik di pasar domestik maupun internasional. Harga beras di Thailand bahkan melambung hingga 800 dollar AS per ton, beras Vietnam mencapai 600 dollar AS per ton. Begitu pula harga beras China, India, dan Pakistan melonjak. Lonjakan harga komoditas memicu ketakutan di antara negara-negara pengekspor beras.

China, India, dan Pakistan bahkan menghentikan ekspor sementara waktu. Akibatnya, suplai beras ke pasar dunia merosot. Melihat gejala buruk itu, Pemerintah Indonesia berkomitmen meningkatkan produksi tanaman pangan, di antaranya beras, jagung, dan kedelai.

Peningkatan produktivitas

Salah satu insentif yang diberikan pemerintah adalah menaikkan harga pembelian pemerintah untuk gabah dan beras, baik di tingkat petani maupun usaha penggilingan. Dengan begitu, diharapkan keuntungan petani meningkat dan muncul kegairahan untuk menanam padi. Luas tanam padi musim hujan periode Oktober 2007-Maret 2008 mencapai 7,86 juta hektar atau 3,4 persen di atas pencapaian luas tanam pada periode sama 2006/2007.

Ada beberapa faktor penting dalam mendukung peningkatan produktivitas, antara lain iklim kondusif, benih unggul, pupuk, suplai air, serangan hama penyakit, dan pengelolaan pascapanen.

Beberapa hal yang telah pemerintah lakukan sehingga swasembada beras tercapai adalah sebagai berikut:

1. Pemberian bantuan penggunaan benih varietas unggul menjadi salah satu pilihan melalui program Program Peningkatan Produksi Beras (P2BN),. Pada musim tanam 2008 pemerintah mengalokasikan bantuan benih padi dalam APBN sebanyak 37.500 ton dengan sasaran areal tanam 1,5 juta hektar. Disediakan juga bantuan benih dalam bentuk Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU), cadangan benih nasional, dan bantuan benih dalam bentuk subsidi harga kepada petani.

2. Peningkatan luas tanam padi hibrida ditingkatkan dengan memberikan bantuan benih hibrida sebanyak 1.285 ton dengan sasaran luas tanam 86.000 ton untuk tahun ini.

3. Perbaikan distribusi pupuk untuk mengurangi akibat kelangkaan suplai pupuk tahun 2007/2008. Dari 5,8 juta ton kebutuhan pupuk urea, pemerintah hanya mampu mengalokasikan 4,3 juta ton pada musim tanam tahun 2008.

4. Perbaikan system irigasi sehingga stabilitas suplai air cukup baik. Musim tanam padi Oktober 2007-September 2008 yang menjadi basis penghitungan produksi padi 2008 nyaris tanpa ada gangguan suplai air yang berarti.

5. Melakukan usaha perbaikan pasca panen. Musim panen 2008, Departemen Pertanian memperbaiki kualitas panen dengan memperkecil potensi kehilangan hasil. Deptan mengalokasikan dana Rp 80 miliar untuk meningkatkan kualitas gabah petani dalam program gerakan pengamanan pascapanen. Dana itu untuk pembelian peralatan pertanian pascapanen, pendampingan, dan pengawalan. Alat-alat itu berupa sabit bergerigi (103.000 buah), alat perontok padi manual (1.000), alat perontok padi mekanik (400), dan 40.000 terpal ukuran 8 meter x 8 meter.

6. Jaminan pasar oleh Perum Bulog semakin memantapkan petani untuk menanam padi. Peningkatan pembelian beras Bulog tahun 2007 yang mencapai 1,76 juta ton dan tahun 2008 sebanyak 3,1 juta ton. Hal ini membuat petani bersemangat untuk menanam padi. Maka dari itu untuk masa mendatang perlu diperhatikan jaminan pasar oleh Bulog untuk mendorong stabilisasi harga beras di tingkat petani, pada level yang stabil tinggi.

7. Pemerintah dapat melakukan penanggulangan hama dan penyakit. Pada musim tanam di musim hujan 2007/2008, ada serangan tikus, hama penggerak batang, tungro, kresek, dan blas yang terjadi pada 208.931 ha atau di atas serangan hama yang terjadi pada musim tanam di musim hujan 2006/2007 yang hanya 143.312 ha.

8. Bencana banjir 2007/2008 lebih banyak terjadi pada tanaman padi muda sehingga replanting bisa segera dilakukan dan luas lahan puso dapat diminimalkan. Data Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Deptan menunjukkan, bencana banjir dan kekeringan musim tanam Oktober 2007-Maret 2008 hanya merendam tanaman padi seluas 335.056 hektar. Bandingkan dengan musim tanam 2006/2007 yang mencapai 485.868 ha.

9. Untuk masa mendatang pemerintah harus melakukan pengendalian laju konversi lahan. Tanpa menghentikan itu, swasembada beras hanya akan berlangsung sesaat karena lahan untuk penanaman padi semakin menyempit sementara jumlah penduduk semakin besar. Sehingga impor beras menjadi tak terelakan lagi.

Sumber : Kompas Selasa, 16 Desember 2008

No comments: