Badai sitokin merupakan salah satu komplikasi yang bisa dialami oleh penderita COVID-19. Kondisi ini perlu diwaspadai dan perlu segera ditangani secara intensif. Bila dibiarkan tanpa penanganan, badai sitokin dapat menyebabkan dari kegagalan fungsi organ hingga kematian.
Sitokin merupakan salah satu protein yang berperan dalam sistem
kekebalan tubuh. Dalam kondisi normal, sitokin membantu sistem imun
berkoordinasi dengan baik dalam melawan bakteri atau virus penyebab infeksi.
Namun, jika diproduksi secara berlebihan, sitokin justru dapat
menyebabkan kerusakan di dalam tubuh. Inilah yang disebut sebagai badai
sitokin.
Proses Terjadinya Badai Sitokin
Badai sitokin (cytokine storm)
terjadi ketika tubuh melepaskan terlalu banyak sitokin ke dalam darah dalam
jangka waktu yang sangat cepat. Kondisi ini membuat sel imun justru menyerang
jaringan dan sel tubuh yang sehat, sehingga menyebabkan
peradangan. Kondisi ini diketahui dengan pemeriksaan
D-dimer dan CRP pada penderita COVID-19. Pemeriksaan
D-dimer dilakukan untuk mendeteksi keberadaan protein D-dimer dalam
darah. Protein ini berfungsi untuk memecah darah yang membeku di pembuluh
darah. Dalam kondisi normal, D-dimer tidak akan terdeteksi.
Pemeriksaan D-dimer
dan CRP pada pasien COVID-19 dilakukan untuk mengetahui
peningkatan kadar protein dalam darah. Pengukuran kadar protein tersebut dapat
dijadikan parameter untuk mengetahui apakah ada gumpalan atau bekuan darah dan
mendeteksi infeksi atau peradangan dalam tubuh.
Tak jarang peradangan tersebut membuat organ-organ di dalam tubuh
menjadi rusak atau gagal berfungsi. Hal inilah yang membuat badai sitokin perlu
diwaspadai, karena bisa sampai menyebabkan kematian.
Pada penderita COVID-19,
badai sitokin menyasar ke jaringan paru-paru dan pembuluh darah. Alveoli atau
kantung udara kecil di paru-paru akan dipenuhi oleh cairan, sehingga tidak
memungkinkan terjadinya pertukaran oksigen. Itulah sebabnya mengapa penderita
COVID-19 kerap mengalami sesak napas.
Gejala Badai Sitokin pada Penderita COVID-19
Sebagian besar penderita COVID-19 yang terkena badai sitokin mengalami dari
demam dan sesak napas hingga membutuhkan alat batu napas atau ventilator.
Kondisi ini biasanya terjadi sekitar 6–7 hari setelah gejala COVID-19 timbul.
Selain gejala tersebut, badai sitokin juga menyebabkan berbagai gejala,
seperti:
·
Merasa
kedinginan terlihat menggigil
·
Kelelahan
·
Pembengkakan
di tungkai
·
Mual
dan muntah
·
Nyeri
otot dan persendian
·
Sakit
kepala
·
Ruam
kulit
·
Batuk
·
Napas
cepat
·
Kejang
·
Sulit
mengendalikan gerakan
·
Kebingungan
dan halusinasi
·
Tekanan
darah sangat rendah
·
Penggumpalan
darah
Perawatan Badai Sitokin
Penderita COVID-19 yang mengalami badai sitokin memerlukan perawatan
di unit perawatan
intensif (ICU). Beberapa langkah penanganan yang akan dilakukan
dokter, meliputi:
·
Pemantauan
tanda-tanda vital, yang meliputi tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, dan
suhu tubuh, secara intensif
·
Pemasangan
mesin ventilator
·
Pemberian
cairan melalui infus
·
Pemantauan
kadar elektrolit
·
Cuci
darah (hemodialisis)
·
Pemberian
obat anakinra atau tocilizumab (actemra)
untuk menghambat aktivitas sitokin
Meski demikian, masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui penanganan yang tepat terhadap penderita COVID-19 yang mengalami
badai sitokin.
Pada penderita COVID-19, badai sitokin dapat menyebabkan kerusakan organ
yang bisa mengancam nyawa. Agar terhindar dari kondisi serius ini, disarankan
untuk selalu mematuhi protokol kesehatan kapan saja dan di mana saja.
Bila terdapat anggota keluarga mengalami gejala COVID-19, seperti batuk,
demam, pilek, lemas, sesak napas, anosmia, atau gangguan pencernaan, segera
lakukan isolasi mandiri dan hubungi hotline COVID-19 di 119 Ext. 9
untuk mendapatkan pengarahan lebih lanjut.
Sumber:
Alodokter.https://www.alodokter.com/mengenal-badai-sitokin-pada-penderita-covid-19
No comments:
Post a Comment