Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Tuesday, 30 June 2020

G4 EA H1N1

G4 EA H1N1 adalah virus influenza yang ditemukan di Cina, dengan bukti infeksi awal telah ditemukan pada orang yang bekerja di rumah pemotongan hewan dan industri babi.  Sebuah reassortment dari virus unggas dan dua jenis H1N1, itu terkait dengan A / H1N1pdm09 , virus yang bertanggung jawab atas pandemi flu babi 2009[1] [2] [3] Ini terutama menyerang babi, tetapi dua kasus telah diidentifikasi pada manusia[1] Juni 2020, tidak mudah menular antar manusia, [1] tetapi memiliki "potensi pandemi". [4] [1]
Sekelompok ilmuwan menulis dalam sebuah artikel PNAS: "Virus G4 EA H1N1 memiliki semua ciri penting yang sangat disesuaikan untuk menginfeksi manusia.   Mengontrol virus G4 EA H1N1 pada babi dan memonitor pekerja babi harus segera diimplementasikan dengan baik."
Referensi:
1.  Cohen, Jon (29 June 2020). "Swine flu strain with human pandemic potential increasingly found in Chinese pigs. Science. Retrieved 29 June 2020.
4.     Roberts, Michelle (29 Juni 2020). Flu virus with 'pandemic potential' found in China" BBC News. Retrieved 29 June 2020.
Sumber:
Wikipedia
https://en.m.wikipedia.org/wiki/G4_EA_H1N1

Flu Babi Berpotensi Pandemi Manusia


Virus Flu dengan 'Potensi Pandemi Manusia' Ditemukan pada Babi di Cina

 
 
Para ilmuwan mengidentifikasi varian G4 terkait dengan strain H1N1 di belakang wabah mematikan tahun 2009.  Jenis flu babi dengan potensi untuk melompat ke manusia dan menyebabkan pandemi lain telah diidentifikasi oleh para ilmuwan.  Virus ini, yang oleh peneliti disebut G4 EA H1N1, terdeteksi melalui analisis 30.000 usap hidung yang diambil dari babi di rumah jagal di Cina.  Virus ini digambarkan sebagai campuran influenza yang ditemukan pada burung-burung Eropa dan Asia dan virus H1N1, yang diyakini telah membunuh hingga setengah juta orang di seluruh dunia pada tahun 2009.

Dimasukkannya gen H1N1 menunjukkan virus dapat beradaptasi untuk menyebar dari manusia ke manusia, menurut sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah peer-review Prosiding National Academy of Science (PNAS) pada hari Senin.
 "Virus G4 memiliki semua ciri penting dari virus pandemi kandidat," tulis para peneliti dari China Agricultural University.  Menyusul peningkatan tajam dalam prevalensi sejak 2016, strain baru sekarang "genotipe dominan dalam sirkulasi pada babi yang terdeteksi di setidaknya 10 provinsi," mereka menambahkan.

Tes terhadap pekerja babi juga mengungkapkan bahwa lebih dari 10 persen yang dites positif mengandung antibodi terhadap G4. "Infektivitas seperti itu sangat meningkatkan peluang adaptasi virus pada manusia dan meningkatkan kekhawatiran terhadap kemungkinan generasi virus pandemi," tambah surat kabar itu.

“Mengontrol virus G4 EA H1N1 pada babi dan memonitor pada manusia, terutama yang bekerja di industri babi, harus segera diimplementasikan.”

Para ahli mengatakan bahwa strain ini kemungkinannya rendah menyebabkan pandemi yang lain tetapi memperingatkan bahwa kewaspadaan masih diperlukan.  "Influenza dapat mengejutkan kita," kata ahli biologi evolusi Martha Nelson kepada majalah Science. "Dan ada risiko bahwa kita mengabaikan influenza dan ancaman lainnya saat ini."

Prof Kin-Chow Chang, yang telah mempelajari virus dan berbasis di Universitas Nottingham, mengatakan kepada BBC bahwa G4 belum menjadi masalah, tetapi dia menambahkan: "Kita tidak boleh lupa akan virus baru yang berpotensi berbahaya."

Sumber:

Independent
diunduh tanggal 30 Juni 2020 jam 09:30.



Friday, 26 June 2020

Mengenal Bakteri Listeria monocytogenes


Listeria monocytogenes (L. monocytogenes)
Saat ini (27 Januari 2015) sedang hangat diperbincangkan mengenai buah apel impor yang mengandung bakteri Listeria. Namun, apakah bakteri Listeria itu? Mari simak informasi yang disampaikan oleh Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemenkes RI, dr. H. M. Subuh, MPPM, berikut:
Karaktristik Umum
Bakteri Listeria monocytogenes (L. monocytogenes) diklasifikasikan sebagai bakteri gram-positif, dan bergerak menggunakan flagella. Penelitian menunjukkan bahwa 1-10% manusia mungkin memiliki L. monocytogenes  di dalam ususnya. Bakteri ini juga telah ditemukan pada setidaknya 37 spesies mamalia, baik hewan piaraan maupun hewan liar, serta pada setidaknya 17 spesies burung, dan mungkin pada beberapa spesies ikan dan kerang.

“Bakteri ini terdistribusi luas dilingkungan, dapat ditemukan di tanah, pakan ternak yang dibuat dari daun-daunan hijau yang diawetkan dengan fermentasi (silage), dan sumber-sumber alami lainnya seperti feses ternak”, terang dr. Subuh.

Sebagai bakteri yang tidak membentuk spora, L. monocytogenes sangat kuat dan tahan terhadap panas, asam, dan garam. Bakteri ini juga tahan pembekuan dan dapat tetap tumbuh pada suhu 4oC, khususnya pada makanan yang disimpan di lemari pendingin. Bakteri L. monocytogenes juga membentuk biofilm, yakni terbentuknya lapisan lendir pada permukaan makanan.

Epidemiologi Bakteri Listeria
Listeria monocytogenes adalah suatu bakteri yang dapat menyebabkan infeksi serius dan fatal pada bayi, anak-anak, orang sakit dan lanjut usia, serta orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah. Orang sehat juga dapat terinfeksi bakteri Listeria, dengan gejala jangka pendek yang muncul seperti demam tinggi, sakit kepala parah, pegal, mual, sakit perut dan diare. Listeriosis merupakan nama penyakit yang disebabkan oleh bakteri L. monocytogenes.

“Infeksi Listeria dapat menyebabkan keguguran pada perempuan hamil”, ujar dr. Subuh.
L. monocytogenes merupakan salah satu penyebab penyakit yang serius dengan tingkat kematian sekitar 20-30 persen. Tingkat kematian di antara bayi yang baru lahir yang terinfeksi L. monocytogenes adalah 25-50 persen.

Di Spanyol, kasus listeriosis pada manusia jarang terjadi, sekitar 1 kasus per 100.000 penduduk. Tahun 1981 di Kanada, pernah terjadi wabah listeriosis yang menyebabkan kematian beberapa domba akibat memakan kubis yang terkontaminasi L. monocytogenes. Dua tahun kemudian, lebih kurang 14 orang meninggal dunia dari sejumlah 49 orang yang dirawat di rumah sakit di Massachusetts dengan gejala klinis berupa septikemia dan meningitis karena mengkonsumsi susu pasteurisasi yang terkontaminasi. Tahun 1985, terjadi wabah listeriosis di Los Angeles dan California. Dilaporkan sejumlah 29 orang meninggal akibat mengkonsumsi keju yang terkontaminasi. Selanjutnya, antara tahun 1991-2002 di Eropa juga pernah dilaporkan 19 kasus listeriosis invasif. Kasus Listeriosis juga dilaporkan 9 negara lainnya  dengan  total  wabah  listeriosis  sebanyak  526 kasus. Sejak    tahun 1998, Perancis telah mengembangkan sistem untuk melaksanakan kegiatan monitoring listeriosis pada manusia dan dilakukan investigasi pada sumber foodborne listeriosis.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC) memperkirakan bahwa telah terjadi sekitar 1600 kasus dengan 260 kematian karena listeriosis setiap tahunnya di Amerika Serikat. Data tahun 2013 menyebutkan bahwa rata-rata kejadian listeriosis di Amerika Serikat setiap tahunnya adalah 0,26 kasus per 100.000 penduduk. Trend kejadian listeriosis dibandingkan dengan 1996-1998, kejadian listeriosis telah menurun sekitar 42% tahun 2012. Wabah listeriosis terbesar dalam sejarah AS terjadi pada tahun 2011, ketika terjadi 147 penyakit, 33 kematian, dan 1 keguguran pada penduduk di 28 negara bagian yang mana wabah dikaitkan dengan konsumsi blewah dari sebuah pertanian.

Gejala Listeriosis
Gejala Listeriosis dapat muncul kapan saja antara 3-70 hari pasca infeksi bakteri Listeria, rata-rata biasanya sekitar 21 hari. Gejala umumnya, yaitu demam, nyeri otot, disertai mual atau diare (kurang umum). Jika infeksi menyebar ke sistem saraf pusat (SSP), gejala dapat mencakup sakit kepala, kaku pada leher, bingung, kehilangan keseimbangan, dan terkadang mengalami kejang.
“Bagi mereka yang memiliki sistem kekebalan yang lemah, bakteri Listeria dapat menyerang sistem saraf pusat dan menyebabkan meningitis atau infeksi otak”, tutur dr. Subuh.
Pada wanita hamil yang terinfeksi, muncul gejala seperti flu ringan. Namun, infeksi selama kehamilan dapat menyebabkan keguguran, infeksi pada bayi yang baru lahir, atau bayi lahir mati. Gejala juga biasanya muncul pada bayi baru lahir di minggu pertama kehidupan, tetapi juga dapat terjadi di kemudian hari. Gejala pada bayi baru lahir sering tidak terlihat, namun dapat berupa tanda seperti lekas marah, demam, dan tidak mau makan.
Sumber Penularan
Sumber penularan L. monocytogenes dapat terjadi pada beberapa aspek mulai dari pemilihan makanan, pengolahan, hingga penyajian. Pada pemilihan makanan penularan biasanya terjadi pada produk seperti susu mentah, susu yang proses pasteurisasinya kurang benar, keju (terutama jenis keju yang dimatangkan secara lunak), es krim, sayuran mentah, sosis dari daging mentah yang difermentasi, daging unggas mentah dan yang sudah dimasak, semua jenis daging mentah, dan ikan mentah atau ikan asap. Pada saat pengolahan makanan, juga dapat terjadi penularan jika menggunakan alat masak yang telah terkontaminasi L. monocytogenes.

“Selain itu, bayi bisa lahir dengan Listeria jika ibu hamil memakan makanan yang terkontaminasi bakteri selama kehamilan”, ujar dr. Subuh.
Populasi yang rentan terinfeksi listeriosis, yaitu wanita hamil atau janin dalam kandungan; infeksi perinatal yaitu sesaat sebelum dan sesudah kelahiran; neonatal yaitu setelah kelahiran; orang yang system kekebalannya lemah karena perawatan dengan corticosteroid (salah satu jenis hormon), obat-obat anti kanker, graft suppression therapy (perawatan setelah pencangkokan bagian tubuh, dengan obat-obat yang menekan sistem kekebalan tubuh); orang dengan HIV-AIDS (ODHA); pasien kanker, terutama pasien leukemia; serta beberapa dilaporkan meskipun jarang pada pasien penderita diabetes, pengecilan hati (cirrhotic), asma, dan radang kronis pada usus besar (ulcerative colitis); orang-orang tua (status imun mulai menurun); beberapa laporan menunjukkan bahwa orang normal yang sehat juga dapat menjadi rentan, walaupun penggunaan antasida atau cimetidine mungkin berpengaruh.

“Kasus listeriosis yang pernah terjadi di Swiss, yang melibatkan keju, menunjukkan bahwa orang sehat dapat terserang penyakit ini, terutama bila makanan terkontaminasi organisme ini dalam jumlah besar”, imbuh dr. Subuh.
Diagnosis dan Pencegahan
Listeriosis hanya dapat didiagnosis secara pasti dengan cara membiakkan organisme ini dari darah, cairan cerebrospinal yaitu cairan otak dan sumsum tulang belakang, atau kotoran (sulit dilakukan dan terbatas kegunaannya).
Untuk pencegahan, ada beberapa langkah pencegahan agar terhindar dari infeksi bakteri Listeria, yaitu:
1) Bilas bahan mentah dengan air mengalir, seperti buah-buahan dan sayuran, sebelum dimakan, dipotong, atau dimasak. Bahkan jika hasil tersebut sudah dikupas, tetap harus dicuci terlebih dahulu;
2) Menggosok produk hasil pertanian, seperti melon dan mentimun, dengan menggunakan sikat bersih sebelum disimpan, dan keringkan produk dengan kain bersih atau kertas;
3) Pisahkan daging mentah dan unggas dari sayuran, makanan matang, dan makanan siap-saji;
4) Cuci peralatan masak, berupa alat atau alas pemotong, yang telah digunakan untuk daging mentah, unggas, produk-produk hewani sebelum digunakan pada produk makanan lainnya; serta
5) Cuci tangan menggunakan sabun sebelum mengolah makanan, dan saat akan makan.
“Pencegahan secara total mungkin tidak dapat dilakukan, namun makanan yang dimasak, dipanaskan dan disimpan dengan benar umumnya aman dikonsumsi karena bakteri ini akan mati pada temperatur 75°C”, tandas dr. Subuh.
Untuk informasi lebih lanjut, masyarakat dapat menghubungi fasilitas pelayanan kesehatan terdekat.
Sumber:
Sehat Negeriku ROKOM PADA .
Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI.

Wednesday, 24 June 2020

Dampak Global Warming dan Upaya Pengendaliannya


Fakta Global
 
Meningkatnya pemanasan: Dua dasa warsa terakhir merupakan tahun-tahun terhangat dalam temperatur permukaan global sejak 1850. Tingkat pemanasan rata-rata selama 50 tahun terakhir hampir dua kali lipat dari rata-rata 100 tahun terakhir. Temperatur rata-rata global naik sebesar 0,74 °C selama abad ke-20, dimana pemanasan lebih dirasakan pada daerah daratan daripada lautan.  Pada saat ini dilaporkan tengah terjadi kenaikan muka laut dari abad ke-19 hingga abad ke-20, dan kenaikannya pada abad ke-20 adalah sebesar 0,17 meter.  Jumlah karbondioksida (CO2) meningkat di atmosfer.  CO2 merupakan penyebab paling dominan timbulnya perubahan iklim saat ini dan konsentrasinya di atmosfer telah naik dari masa pra-industri yaitu 278 ppm menjadi 379 ppm pada 2005.
 
Indikasikan percepatan pemanasan
 
Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang kontinyu pada kecepatannya saat ini atau di atasnya akan menyebabkan pemanasan lebih lanjut dan memicu perubahan iklim global selama abad ke-21 yang dampaknya lebih besar daripada yang diamati pada abad ke-20.  Tingkat pemanasan bergantung kepada tingkat emisi GRK: Jika konsentrasi CO2 stabil pada 550 ppm – dua kali lipat dari masa pra-industri – pemanasan rata-rata diperkirakan mencapai 2,0 – 4,5 °C. Selama dua dekade ke depan diperkirakan tingkat pemanasan sebesar 0,2 °C per dekade dengan skenario tidak memasukkan pengurangan emisi GRK.  Proyeksi terjadinya pemanasan bergantung kepada beberapa faktor seperti pertumbuhan ekonomi, populasi, teknologi dan faktor lainnya.

Dampak negatif
 
Peningkatan Suhu 3 °C selama abad ini akan memberikan dampak negatif bagi keanekaragaman hayati, berdampak pada kehidupan manusia seperti penyediaan makanan dan air.  Suhu yang lebih tinggi menyebabkan musim semi datang lebih awal; peningkatan limpahan dan debit air sungai yang bersumber dari gletser; dan terjadi migrasi burung-burung.  Peningkatan presipitasi lebih banyak terjadi pada daerah lintang tinggi sedangkan pengurangan presipitasi banyak terjadi di daratan-daratan subtropis.  Kenaikan muka laut akibat perluasan lautan dan lelehnya gletser abad lalu setinggi 18 – 58 cm.  Pengurangan lapisan es di Greenland berkontribusi terhadap naiknya muka laut.

Penyebab terjadinya perubahan iklim
 
“Selubung alami GRK” di atmosfer menjaga bumi cukup hangat untuk kehidupan – saat ini dalam taraf nyaman sebesar 15°C.  Emisi GRK yang disebabkan oleh kegiatan manusia telah mengakibatkan adanya penebalan selubung tersebut, sehingga banyak panas yang terperangkap dan memicu pemanasan global. Bahan bakar fosil adalah sumber emisi GRK terbesar dari aktivitas manusia. Temperatur bumi cukup stabil dalam 10.000 tahun terakhir dan bervariasi kurang dari 1 °C, sehingga peradaban manusia dapat berkembang pesat hingga saat ini dengan temperatur nyaman sebesar 15 oC. Tetapi kesuksesan perkembangan peradaban manusia menimbulkan risiko keseimbangan iklim bumi. “Selubung alami GRK” yang terbentuk secara alami di lapisan troposfer - kurang lebih 1% dari komposisi atmosfer keseluruhan – memiliki fungsi yang vital untuk iklim di bumi. Ketika energi matahari dalam bentuk gelombang tampak masuk dan menghangatkan permukaan bumi, bumi yang jauh lebih dingin daripada matahari kemudian mengemisikan energi tersebut kembali ke angkasa dalam bentuk gelombang inframerah atau thermal, radiasi. GRK akan menghalangi radiasi inframerah tersebut agar tidak kembali ke angkasa. 
 
“Efek GRK alami” ini menyebabkan temperatur bumi lebih panas 30 oC daripada temperatur bumi seharusnya, hal ini tentu saja sangat penting bagi kehidupan manusia.  Masalah yang kini dihadapi manusia adalah sejak dimulainya revolusi industri 250 tahun yang lalu, emisi GRK semakin meningkat dan menebalkan selubung GRK di atmosfer dengan laju peningkatan yang signifikan. Iklim global akan terus mengalami pemanasan dengan laju yang cepat dalam dekade yang akan datang kecuali jika ada usaha mengurangi emisi GRK ke atmosfer.

Efek gas rumah kaca yang semakin besar
 
Hal yang menyebabkan emisi GRK menjadi masalah yang besar adalah karena dalam jangka panjang, bumi harus melepaskan energi dengan laju yang sama ketika bumi menerima energi dari matahari. Selubung GRK yang lebih tebal akan membantu untuk mengurangi hilangnya energi ke angkasa, sehingga sistem iklim harus menyesuaikan diri untuk mengembalikan keseimbangan antara energi yang masuk dan energi yang keluar. Proses ini disebut sebagai “efek GRK yang semakin besar”.  Iklim menyesuaikan diri terhadap selubung GRK yang lebih tebal dengan “pemanasan global” pada permukaan bumi dan pada atmosfer bagian bawah. Kenaikan temperatur tersebut diikuti oleh perubahan-perubahan lain, seperti tutupan awan dan pola angin. Beberapa perubahan ini dapat mendukung terjadinya pemanasan (timbal balik positif), sedangkan yang lainnya melakukan hal yang berlawanan (timbal balik negatif). Berbagai interaksi tersebut sangat menyulitkan para ahli untuk menentukan secara tepat bagaimana iklim akan berubah dalam beberapa dekade ke depan.

Perubahan Iklim di bumi
 
Pemanasan yang terjadi pada sistem iklim bumi merupakan hal yang jelas terasa, seiring dengan banyaknya bukti dari pengamatan kenaikan temperatur udara dan laut, pencairan salju dan es di berbagai tempat di dunia, dan naiknya permukaan laut global.  Tingkat pemanasan pada temperatur permukaan bumi rata-rata pada 50 tahun terakhir hampir mendekati dua kali lipat dari rata-ratanya pada 100 tahun terakhir. Selama 100 tahun terakhir, temperatur permukaan bumi rata-rata naik sekitar 0,74 °C. Jika konsentrasi GRK dominan di atmosfer, karbondioksida, meningkat dua kali lipat dari masa pra-industri, hal ini akan memacu pemanasan rata-rata mencapai 3 °C. Akhir 1990an dan awal abad 21 merupakan tahun-tahun terpanas sejak adanya data modern. Lapisan es pada Benua Arktik rata-rata telah berkurang sebanyak 2,7% per dekade. Perubahan yang telah diukur oleh para ilmuwan pada atmosfer, lautan, permukaan es dan gletser menunjukkan bahwa bumi telah mengalami pemanasan akibat dari adanya emisi GRK di masa lalu. Perubahan-perubahan tersebut merupakan bagian dari pola yang konsisten dan bukti dari adanya gelombang panas yang lebih besar, pola angin baru, kekeringan yang lebih parah di beberapa daerah, bertambahnya presipitasi di daerah lainnya, melelehnya gletser dan es di Arktik serta naiknya muka laut. Jika konsentrasi GRK dominan di atmosfer, karbondioksida, bertambah hingga dua kali lipat dibandingkan konsntrasinya pada masa pra-industri maka pemanasan rata-rata akan meningkat mencapai 2,0 – 4,5 °C. GRK lainnya turut pula berperan dalam pemanasan tersebut dan menurut beberapa skenario, kombinasi dampak dari gas-gas ini akan menjadi dua kali lipat pada paruh kedua abad ini.  Konsentrasi karbondioksida di atmosfer saat ini, menurut pengukuran pada udara yang terperangkap pada inti es, jauh lebih besar dibandingkan dengan 650.000 tahun terakhir.  Salah satu dampak terbesar pemanasan global adalah permukaan naik laut 17 cm pada abad ke-20. Abad ke-20, luasan maksimum daerah yang tertutup salju pada musim dingin/semi telah berkurang sekitar 7% pada Belahan Bumi Utara. Waktu pembekuan sungai dan danau melambat menjadi 5,8 hari per abad dan mencair lebih cepat 6,5 hari per abad.

Dampak di masa depan
 
Masyarakat kurang mampu merupakan masyarakat yang paling rentan terhadap dampak dari perubahan iklim.  Sekitar 20-30% spesies makhluk hidup akan menghadapi resiko kepunahan lebih besar.  Akan terjadi gelombang panas yang lebih kuat, pola angin baru, kekeringan yang semakin parah di beberapa daerah dan bertambahnya presipitasi di daerah lainnya.  Kenaikan temperatur telah mempercepat siklus hidrologi. Atmosfer yang lebih hangat akan menyimpan lebih banyak uap air, sehingga menjadi kurang stabil dan menghasilkan lebih banyak presipitasi, terutama dalam bentuk hujan lebat. Panas yang lebih tinggi juga mempercepat proses evaporasi. Dampak dari perubahan-perubahan tersebut dalam siklus air adalah menurunnya kuantitas dan kualitas air bersih di dunia. Sementara itu, pola angin dan jejak badai juga akan berubah. Intensitas siklon tropis akan semakin meningkat (namun tidak berpengaruh terhadap frekuensi siklon tropis), dengan kecepatan angin maksimum yang bertambah dan hujan yang semakin lebat.

Meningkatnya risiko kesehatan
 
Perubahan iklim akan mengubah distribusi nyamuk-nyamuk malaria dan penyakit-penyakit menular lainnya, sehingga mempengaruhi distribusi musiman penyakit alergi akibat serbuk sari dan meningkatkan resiko penyakit-penyakit pada saat gelombang panas. Tentu saja seharusnya akan lebih sedikit kematian yang disebabkan oleh udara dingin.

PENGGUNAAN ENERGI
 
- Energi terbarukan
 
Berdasarkan UNEP and new energy finance, investasi dalam bidang energi terbarukan, khususnya investasi pada angin, solar, dan biofuel. Hal ini mempeMaka perlu adanya kedewasaan teknologi, insentifitas kebijakan dan kesadaran investor bahwa energi terbarukan ikut andil dalam keamanan pemanfaatan energi global.
 
- Pemerintah mempromosikan pilihan energi
 
Pemerintah mendorong penggunaan teknologi dengan bahan bakar gas alam lebih daripada penggunaan bahan bakar fosil.  Pemerintah mendukung penggunaan teknologi berbasis energi terbarukan, seperti penggunaan pembangkit air, pembakaran biomassa, dan geothermal. Sumber terbarukan lainnya seperti penggunaan solar pada pendingin udara, penggunaan energi gelombang dan nanotechnology pada solar sel. Pilihan lainnya adalah penggunaan teknologi penangkap dan penyimpan karbon, teknologi ini ikut terlibat dalam penangkapan CO2 sebelum dilepaskan ke atmosfer, memindahkannya ke tempat yang lebih aman dan mengisolasinya dari atmosfer, contohnya adalah menyimpannya dalam lapisan formasi batuan.

TRANSPORTASI
 
Dengan teknologi, emisi dari injeksi langsung dari turbocharge diesel dapat dikurangi dan meningkatkan baterai pada kendaraan, untuk meningkatkan pengereman regeneratif dan meningkatkan efisiensi pada sistem penggerak kereta, dan untuk menyeimbangkan bodi sayap dan unducted turbofan pada sistem pendorong pesawat. Biofuel juga mempunyai potensi untuk menggantikan sebagian besar proporsi dari minyak bumi pada alat transportasi. Menyediakan sistem transportas publik dan mempromosikan transportasi tak bermotor juga dapat mengurangi emisi. Strategi manajemen untuk mengurangi kemacetan jalan raya dan polusi udara juga sangat efektif dalam mengurangi perjalanan dengan menggunakan kendaraan sendiri.

INDUSTRI
 
Potensi terbesar untuk mengurangi emisi industri ada pada industri baja, semen, pulp dan kertas, dan pengawasan pada gas-gas non-CO2 seperti HFC-23 dari pembentukan HCFC-22, PFCS dari proses peleburan alumunium dan semikonduktor, sulfur heksaklorida dari penggunaan switchgear listrik dan proses pembentukan magnesium, dan metana dan nitrogen oksida dari industri kimia dan makanan.

PERTANIAN
 
Penyitaan karbon di dalam tanah mempunyai nilai potensi mitigasi sebesar 89 persen di bidang pertanian. Sisanya adalah peningkatan manajemen daerah pertanian dan peternakan (misalnya meningkatkan praktek agronomi, penggunaan pupuk, waktu tanam dan manajemen limbah pertanian), mengembalikan kondisi tanah organik yang digunakan sebagai lahan produksi dan mengembalikan kondisi tanah yang rusak menjadi lahan yang produktif, peningkatkan manajemen pengairan dan persawahan, walaupun nilainya rendah tapi merupakan pengurangan karbon yang signifikan, perubahan tata guna lahan (misalnya mengganti daerah pertanian menjadi daerah padang rumput) dan agro-forestry, serta meningkatkan peternakan dan manajemen pemupukan.

KEHUTANAN
 
Saat ini hal yang menarik dari sektor ini adalah tingginya tingkat deforestasi. Dengan melakukan penanaman hutan baru, pengurangan GRK secara pasti dapat dilakukan dengan biaya yang lebih murah, sekitar 65 persen dari total mitigasi tertuju pada hutan-hutan tropis dan 50 persen dapat dilakukan dengan menghindari deforestasi. Dalam Jangka waktu yang lama, cara terbaik untuk mempertahankan atau meningkatkan kemampuan hutan dalam mengikat karbon yaitu dengan menerapkan manajemen hutan yang berkelanjutan, yang juga dapat memberikan keuntungan sosial dan lingkungan. Pendekatan yang komprehensif pada manajemen kehutanan dapat menjamin hasil hutan tahunan, serat atau energi yang sesuai dengan isu perubahan iklim, mempertahankan biodiversity dan memajukan pembangunan yang berkelanjutan.

SAMPAH
 
Pembuangan sampah memberikan andil sekitar 5 % dari total emisi GRK. Dengan teknologi, pengurangan emsisi secara langsung dapat dilakukan dengan menggunakan gas yang dihasilkan dari pembuangan sampah, dan juga meningkatkan penerapan dan perencanaan manajemen air sampah pada tempat pembuangan akhir. Melakukan pengontrolan terhadap sampah-sampah organik, teknologi insenerasi dan memperluas daerah sanitasi dapat menghindari terbentuknya gas-gas ini di lokasi pertama. Dengan melakukan hal ini diperkirakan 20 – 30 % proyeksi emisi dari sampah pada tahun 2030 dapat dikurangi dengan biaya yang negatif dan 30 – 50 % nya dengan biaya yang rendah.

PERAN POLITIK
 
Pemerintah, otoritas negara mempunyai peran utama dalam memotivasi sektor swasta untuk berinvestasi dalam mengembangkan inovasi teknologi dengan memfasilitasi perusahaan-perusahaan berupa rangsangan yang jelas, dapat diramalkan, jangka panjang dan sehat.

Kebijakan-kebijakan pemerintah dapat juga menjadi kontra produktif. Pemberian subsidi secara langsung dan tidak langsung pada penggunaan bahan bakar fosil dan pertanian menjadi hal yang terus berlangsung, meskipun penggunaan bahan bakar batubara mengalami penurunan pada beberapa dekade yang dilakukan oleh negara-negara industri.

Kebijakan dengan cakupan yang luas, kesuksesan pemerintah dalam menerapkan kebijakan yang mempunyai cakupan luas dalam isu perubahan iklim dilihat dari standarisasi dan regulasi, pajak dan denda, ijin perdagangan, perjanjian hibah, subsidi, rangsangan pendanaan, penelitian dan pengembangan program serta instrumen informasi.

Kebijakan-kebijakan untuk memandu investasi, kebijakan-kebijakan pemerintah dan keputusan investasi di sektor swasta sangatlah diperlukan untuk mendapatkan nilai cukup yang harus di investasikan dalam pembangunan infrastruktur energi dari sekarang hingga tahun 2030, sehingga berpengaruh terhadap emisi GRK.
Menghilangkan pembatas dalam berinovasi, untuk menjadikan kebijakan-kebijakan tersebut menjadi efektif, pemerintah perlu memberikan perhatian khusus dalam mengidentifikasi dan menghilangkan batasan dalam berinovasi. Hal ini dapat berupa harga pasar yang tidak sesuai seperti tingkat polusi, rangsangan yang salah sasaran, keuntungan pihak-pihak tertentu, ketidak efektifan pada agen-agen regulator dan tidak benarnya informasi.

Pendekatan Holistik, karena tidak ada satu pun sektor ataupun teknologi yang dapat memenuhi seluruh tantangan mitigasi perubahan iklim, pendekatan yang terbaik adalah memakai portofolio kebijakan yang beragam untuk seluruh sektor.

PERAN EKONOMI
 
Berdasarkan studi yang dilakukan terdapat indikasi bahwa ekonomi memberikan pengaruh besar terhadap mitigasi emisi GRK pada beberapa dekade mendatang.

Model ekonomi memberikan estimasi biaya yang rendah ketika menggunakan dasar dengan peningkatan emisi secara perlahan dan mekanisme yang fleksibel dari aturan internasional secara penuh diterapkan. Selain itu, jika adanya penambahan pendapatan dari pajak emisi atau skema emisi, biaya akan menjadi lebih rendah. Dan jika penambahan pendapatan tersebut digunakan untuk mendorong teknologi berkarbon rendah dan menghilangkan batasan mitigasi, biaya tersebut akan semakin rendah lagi.

Para pakar ekonomi menggunakan analisis cost-benefit untuk mebandingkan biaya tindakan dengan biaya tanpa tindakan (yaitu, kerusakan yang ditimbulkan oleh perubahan iklim). Mereka mengkuantifikasi kerusakan oleh perubahan iklim sebagai biaya sosial dari karbon dan potongannya hingga akhir. Biaya sosial tersebut merupakan biaya-biaya yang tidak dikenali dalam ekonomi, misalnya biaya karena peningkatan kekeringan, badai dan banjir yang tidak termasuk ke dalam harga yang harus dibayarkan untuk membakar bahan bakar fosil tetapi mereka memasukkannya ke dalam biaya sosial.

Dengan membandingkan estimasi biaya sosial karbon dengan harga karbon pada level mitigasi yang berbeda memperlihatkan bahwa biaya dalam menstabilkan konsentrasi emisi GRK cenderung sebanding atau bahkan lebih rendah dari biaya tanpa tindakan.

Perlu diingat bahwa kebijakan mengenai iklim dapat membawa bermacam-macam keuntungan bagi banyak pihak yang mungkin tidak termasuk ke dalam estimasi biaya. Hal ini seperti inovasi teknologi, pembaharuan pajak, penambahan pekerja, peningkatan keamanan energi dan keuntungan dari kesehatan karena adanya pengurangan polusi. Sebagai hasilnya, kebijakan iklim menawarkan co-benefit yang besar, sehingga dapat menawarkan kebijakan pengurangan emisi GRK tanpa adanya penyesalan, dengan pertambahan keuntungan yang besar walaupun bila pengaruh manusia terhadap perubahan iklim berubah menjadi lebih kecil dari hasil proyeksi.