Kemakmuran naik, Kesenjangan Menurun
Indonesia, menurut Bank Dunia, merupakan negara dengan produk domestik bruto (PDB) terbesar ke 10 di dunia berdasarkan paritas daya beli. Negara Asia lain yang masuk kelompok 10 besar adalah Tiongkok, India dan Jepang.
Secara rata-rata kemakmuran Indonesia meningkat 4,87 persen, tetapi distribusinya tak merata. Pada kelompok 40 persen masyarakat berpenghasilan rendah, peningkatan kesejahteraan hanya sekitar 2 persen. Adapun 20 persen kelompok yang berpenghasilan tinggi, kenaikan kesejahteraan di atas 8 persen. Artinya kelompok miskin menerima lebih sedikit manfaat pembangunan dibandingkan kelompok tidak miskin.
Berdasarkan pengeluaran rumah tangga, menurut badan pusat statistik (BPS), angka rasio gini meningkat dari 0,33 pada 2002 menjadi 0,41 pada 2011 - 2013.
Di perkotaan ketimpangan lebih tinggi dari pada di pedesaan, yaitu 0,43 persen pada tahun 2013, dengan kecenderungan semakin senjang. Di pedesaan besarnya 0,32 pada tahun 2013, menurun dibandingkan pada tahun 2011 (0.34 persen) dan pada tahun 2012 ( 0,33).
Ketimpangan kesempatan dianggap sebagai penyebab mendasar yang harus diatasi, misalnya dengan memberikan kesempatan yang sama untuk mengakses pendidikan dan kesehatan antara desa dan kota di seluruh penjuru tanah air.
Ketimpangan kemakmuran disebabkan pilihan kebijakan. Subsidi BBM misalnya mengurangi kemampuan pemerintah membangun infrastruktur serta membbuat cakupan dan manfaat program bantuan sosial relatif rendah.
Terlalu mengandalkan pada ekspor berbasis sumber daya alam, terutama di kawasan timur Indonesia, ketika harga komoditas terus menurun sejak dua tahun terakhir.
Ketimpangan antara Jawa-Sumatera dan kawasan timur, terlihat dari aliran uang kartal dari non-Jawa menuju Jawa. Padahal selama lima tahun terakhir penyaluran transfer ke dareah dari total APBN dan terhadap PDB relatif stabil, yaitu 30 persen dan 5 persen.
Ketimpangan tingkat kesejahteraan antarkabupaten/kota memang menurun karena otonomi daerah, tetapi ketimpangan di kabupaten / kota meningkat.
Jalan Keluar
Upaya pemetintah untuk mengerem ekspor komoditas berbahan sumber daya alam harus konsisten dilaksanakan untuk meningkatkan nilai tambah dan menciptakan lapangan kerja.
Lapangan kerja harus diciptakan untuk memindahkan sebanyak mungkin tenaga kerja dati sektor pertanian ke non-pertanian. Artinya membangun industri mafaktur, termaduk agroindustri, berbasis pedesaan.
Reforma agraria, yaitu memberikan petani akses lebih adil, atas tanah, menjadi syarat mengurangi ketimpangan dan kemiskinan.
Subsiidi energi perlu dikurangi dan dialihkan untuk membangun infrastruktur vital serta program perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan. Negara-negara Amerika Latin berhasil menurunkan kesenjangan karena melaksanakan program sosial secara progresif.
Meningkatkan inklusi keuangan akan menambah jumlah orang yang bethubungan formal dengan perbankan dan meningkatkan akses UMKM tehadap permodalan.
Setelah permasalahan diidentifikasi dan jalan keluarnya dipetakan, perlu dilanjutkan komitmen bersama untuk bekerja secara fokus dan berkelanjutan.
Sumber: Kompas 13 Juni 2014.
Saturday, 14 June 2014
Kemakmuran naik, Kesenjangan Menurun
Posted by
Drh.Pudjiatmoko,PhD
at
11:18
0
comments
Labels: Kemakmuran
Sunday, 8 June 2014
Pekan KTNA XIV Tahun 2014 di Malang
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membuka acara Pekan
Nasional Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) XIV yang digelar di Stadion
Kanjuruhan, Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang, Jawa Timur, Sabtu 7 Juni 2014. Penas KTNA digelar selama sepekan, 7-12 Juni
2014.
Penas KTNA merupakan wahana petani dan nelayan
Indonesia untuk membangkitkan semangat, tanggung jawab dan melakukan
konsulidasi organisasi dalam rangka meningkatkan peran serta dalam pembangunan
sistem dan usaha agribisnis (Berdasarkan SK. Menteri Pertanian no.
4748/Kpts/OT.160/10/2014).
Penas KTNA 2014 dihadiri oleh wakil dari petani dan nelayan
dari seluruh Tanah Air dan juga dihadiri oleh perwakilan petani dan nelayan
dari negara-negara Asean, Jepang, Asia Pasifik, dan duta besar negara-negara
sahabat.
Presiden SBY didampingi tiga Menteri Kabinet Indonesia
Bersatu Jilid II. Ketiganya adalah Menteri Pertanian Suswono, Menteri Kelautan
dan Perikanan Sharif Cicip Sutarjo serta Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan.
Dalam sambutanya Presiden SBY berharap sektor
pertanian dan dua sektor penting lainnya, yakni perikanan, kelautan dan
kehutanan menjadi ujung tombak kemajuan bangsa Indonesia ke depan.
Presiden SBY mengakui jasa petani dan nelayan di Tanah
Air sangat besar. Sumbangan mereka untuk meningkatkan produktivitas dan dalam
upaya mewujudkan swasembada dan ketahanan pangan di Indonesia harus diapresiasi
dan dijunjung tinggi.
Presiden SBY mengajak kita menyatukan tekad yaitu memajukan
ketiga sektor di negeri tercinta ini agar mampu menjadi ujung tombak kemajuan
bangsa.
Menurut Presiden SBY, perkembangan penduduk dunia dewasa
ini terus meningkat, sehingga kebutuhan pangan dunia juga akan meningkat,
termasuk di Indonesia. Jadi swasembada pangan di Indonesia harus terus
ditingkatkan.
Pada saat membuka Penas KTNA XIV, Presiden SBY juga
meluncurkan Strategi Induk Pembangunan Pertanian (SIPP).
Presiden SBY memaparkan, untuk meningkatkan kemakmuran
Indonesia, untuk meningkatkan kemakmuran ada tiga sasaran yang harus ditetapkan
yaitu:
1. Negara Indonesia dapat mengusahakan
kecukupan pangan bahkan lebih.
2. Penghasilan petani, nelayan, dan
petani hutan meningkat.
3. Rakyat Indonesia dapat membeli
pangan dengan harga terjangkau.
Ada lima pihak yang dilibatkan untuk mencapai sasaran
tersebut yaitu:
1. Pemerintah Pusat dan Daerah menusun
kebijakan dan membuat regulasi yang tepat termasuk menciptakan iklim investasi
yang tepat untuk melindungi petani.
2. Kelompok pakar atau peneliti atau
motivator bidang pertanian harus bekerja keras untuk meningkatkan produksi
pertanian.
3. Para pengusaha bidang hasil
pertanian dan bidang perindustrian harus melakukan secara adil agar petani dan
nelayan memperoleh keuntungan yang cukup.
4. Komunitas petani harus tetap rajin
dan terampil serta menguasai teknologi usaha tani.
5. Semua masyarakat tidak boros pangan,
dan harus efisien dalam pemanfaatan bahan pangan pokok.
Presiden juga mengingatkan bahwa Koperasi Usaha Kecil dan Menengah yang melayani petani dan nelayan harus berkembang.
Posted by
Drh.Pudjiatmoko,PhD
at
09:36
1 comments
Labels: Penas KTNA
Wednesday, 2 April 2014
Pilihan Peningkatan Industri Pertanian
Agar perekonomian Indonesia
bisa terus berkembang secara berkelanjutan, perlu perubahan arah pembangunan
ekonomi, terutama pembangunan pertanian dan manufaktur nasional.
Berbagai Usaha yang perlu
dilakukan antara lain :
Pertama, melakukan kebijakan
desentralisasi perencanaan dan kebijakan ekonomi nasuional. Setiap daerah punya kemampuan berbeda yang
harus dikembangkan secara optimal.
Kedua, meningkatkan
produktivitas petani kecil yang seiring dengan pengembangan
industrialisasiberbasis pertanian. Masih
ada peluang besar bagi peningkatan produktivitas tanaman oleh petani kecil dari pada korporasi. Cara ini dilakukan agar ada keterkaitan
antara petani kecil dan Industri.
Tiongkok, misalnya, mulai berkembang ekonominya karena membangun unit
produksidi pedesaan dalam jumlah banyak.
Ketiga, perlunya investasi
di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mendukung industrialisasiagar
transfer tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri bisa berjalan
dengan baik, seperti halnya dilakukan Thailand dan Korea Selatan.
Keempat, pentingnya
penyesuaian kebijakan harga ditingkat makro, seperti nilai tukar dan suku
bunga, untuk mendukung investasi dan pengurangan subsidi untuk konsumsi,
seperti subsidi BBM.
Kelima, menghitung dengan
cermat ekspansi lahan untuk perkebunan besar, seiring dengan meningkatkan
produktivitas lahan yang ada. Perluasan lahan diharapkan bisa bersinergi untuk
bisa memberikan insentif bagi peningkatan produktivitas.
Keenam,
membentuk Koperasi Pertanian Nasional yang tangguh. Pemerintah membentuk Kopersi
Pertanian Nasional yang kuat beranggotakan petani-petani di seluruh Indonesia.
Pembentukan Koperasi Pertanian Nasional ini bertujuan untuk membantu mengurangi kemiskinan dan meningkatkan
pendapatan petani. Perlu adanya usaha mobilisasi massa petani, mengatur usaha
pertanian dan aktivitas mereka, serta memperkuat perekonomian mereka. Contohnya
JA Cooperative koperasi pertanian di
Jepang mempunyai posisi tawar yang sangat kuat termasuk dalam menentukan harga
produk pertanian para petani mereka.
1. Memberikan nasehat dalam mengelola usaha tani, penguasaan teknologi, dan penyebaran informasi pertanian,
2. Mengumpulkan, mengangkut, dan mendistribusikan serta menjual produk pertanian,
3. Penyediaan sarana produksi,
4. Mengatur pengolahan produk pertanian dan penyimpanan produk,
5. Sebagai Bank, dan
6. Sebagai badan asuransi.
Daftar bacaan:
1.
Kompas
2 April 2014, hal 15.
2.
http://atanitokyo.blogspot.com/2009/02/zen-noh-koperasi-terbesar-di-dunia.html
Posted by
Drh.Pudjiatmoko,PhD
at
11:26
0
comments
Labels: Koperasi Pertanian
Friday, 28 March 2014
Country Report in 17th Meeting of SEACFMD
Country
Report of Indonesia in 17th Meeting of the OIE Sub-Commissi on for
Foot and Mouth Disease Control in South East Asia and China (SEACFMD)
Bali,
Indonesia, 7-11 March 2011
Abstract
Indonesia
declared its freedom from FMD in 1986 and it was recognised by OIE in 1990. In
order to maintain the free status of FMD, control programme implemented is
mainly focused on surveillance, emergency preparedness (simulation exercise)
and public awareness.
FMD status
Indonesian
freedom from FMD was recognised by OIE in 1990. The program to maintain the
free status of FMD is
mainly focused on surveillance, emergency preparedness (simulation exercise)
and public awareness.
Report on achievement of objectives of the SEAFMD Campaign
Eight components of SEACFMD strategic plan implemented by Indonesia are summarized as follows :
Report on achievement of objectives of the SEAFMD Campaign
Eight components of SEACFMD strategic plan implemented by Indonesia are summarized as follows :
Component 1:
International co-ordination and support
Indonesia
has been participating in a number of meetings of FMD as well as other
Transboundary Animal Diseases in South-East Asia
Component 2:
Programme Management, Resources and Funding
Indonesia
has agreed to contribute a total amount of US$ 300,000.00 to be paid for 6
years at US$ 50,000.00 starting from 2006.
Component 3:
Public Awareness and Communications
Internally,
Indonesia has prepared a Guideline of FMD, namely IndoVetPlan on FMD and has
been distributed to the
target persons/institutions. The implementation of the IndoVetPlan is through
the simulation exercise on FMD outbreak, which has been started in 2010.
However, since there is a limited budget to cover the whole participants from
all over Indonesia, the simulation exercise is conducted separately every year
for participants from each big island in Indonesia. The roadmap of the simulation
exercise is as follows:
a. 2010:
Java Island (3-5 August 2010)
b. 2011:
Sumatera Island
c. 2012:
Kalimantan Island
d. 2013:
Sulawesi Island
e. 2014:
Bali, NTB, NTT, Maluku and Papua
Besides
conducting a simulation exercise, brochures, stickers and leaflet are also produced
to increase the public awareness and communication. Externally, Indonesia has attended Communications
Workshop, and the communication person has been choosen.
Component 4:
Disease surveillance, diagnosis, reporting and control
Every year
the National Centre for Veterinary Biologics (Pusvetma) Surabaya is conducting
a routine surveilans for FMD, and
supported by 8 regional Disease Investigation Center (DIC).
Component 5:
Policy, legislation and standards to support disease control and zone
establishment
A new law
has been established, namely Law number 18 year 2009 on Animal Husbandry and
Animal Health. This law is replacing the Law number 6 year 1967.
Component 6:
Regional research and technology transfer
Applied
research was initiated by The Indonesian Research Centre for Veterinary Science
(BBALITVET). Other
research activity is conducted as part of degree studies in collaboration with
Australia.
Component 7:
Livestock sector development including private sector integration
The
involvement of private sectors sectors for disease control is obvious. A number
of private companies have been
participating on HPAI controls. It shoud also be working for FMD.
Component 8:
Monitoring and evaluation
Internally,
monitoring and evaluation (MONEV) of over all animal health program are mainly
conducted by routine MONEV activities by Directorate General of Livestock and
Animal Health Services (DGLAHS) and Provincial District Livestock Services. Externally,
assessment of veterinary services in Indonesia has been conducted by OIE on the
PVS programme.
Author and
date:
Pudjiatmoko,
DVM, PhD,
Director of
Animal Health, Directorate of Animal Health,
Directorate
General of Livestock and Animal Health Services (DGLAHS),
Ministry of
Agriculture, Indonesia,
7 March 2011
Source :
SEACFMD 17th OIE Sub-Commission Meeting, Bali, Indonesia
SEACFMD 17th OIE Sub-Commission Meeting, Bali, Indonesia
Posted by
Drh.Pudjiatmoko,PhD
at
10:18
0
comments
Labels: Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
Subscribe to:
Posts (Atom)