Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Tuesday, 31 May 2011

79th Annual General Session of OIE

79th Annual General Session of the world Assembly of the World Organization for Animal Health (OIE)

22 – 27 May 2011

The World is Free from Rinderpest: OIE Completed Global Free Status Recognition

Resolution 18/2011 recognizes all 198 countries with Rinderpest - Susceptible Animal Population in the World are Free of the Disease

Paris, 27 May 2011

The OIE national delegates used the OIE Rinderpest Pathway to complete the recognition of the last handful of OIE member and non-member countries’ free status, based on a strict control of their epidemiological situation.

Resolution 18/2011, officially recognizing all 198 countries of the world with Rinderpest-susceptible animal populations are free of the disease, was unanimously adopted.

Official recognition of members disease status

The delegates also approved the new list of countries and zones that had applied for official OIE recognition of their status with respect to the other priority diseases: bovine spongiform encephalopathy (BSE), foot and mouth disease (FMD) and contagious bovine pleuropneumonia (CBPP).

With regard to BSE, the OIE newly recognized Denmark and Panama as having a “negligible risk” status, both countries were until now recognized as having a “controlled BSE risk status”.
Japan, Bostwana, the Philippines, Argentine, Bolivia, Brazil, Paraguay were recognized as being “free of foot and mouth disease, with or without vaccination, for all or a part of their territory”.
Finally China (People’s Republic of) was recognized as free of CBPP.

Countinuously developing, reviewing and updating international standards on animal health, food safety and animal welfare

Within the framework of its annual standard-setting work, the Assembly adopted and/or updated different chapters of the OIE Terrestrial and Aquatic Animal Health Code among which:
- The Reconition pathway for official FMD control programmes implemented by Members;
- Inclusion of some relevant wildlife species in the disease chapters of the Code,
- The first Code chapter on communication.

At the request of OIE Members key animal health and welfare issues were debated in view of future addition to the OIE Terrestrial Animal Health Code:
- All Chapters on diseases of bees and;
- (A first chapter on animal welfare in broiler chicken production systems);
- They also addressed the chapter on the canine strain of rabies wich is responsible for most of human cases of the disease, so as to give greater consideration to public health concerns in the OIE Code.

A global review of the world animal health situation

The world wide animal health situation concerning 118 diseases of terrestrial or aquatic animals was examined in detail with OIE Members during the Session. Outbreaks of foot and mouth disease, avian influenza, rabies, oyster diseases, African swine fewer have topped discussions.

Technical Items

Two technical items on key issues of interest for the international community in the field of animal health and welfare were debated during the session:
- Contribution of veterinary activities to global food security for food derived from terrestrial animals.

The study showed that veterinarians play a pivotal role in all stages of the food chain namely production, processing, transport, and distribution of products of animal origin, therefore representing major contributors to world food security and safety.
- Implementation of a global strategy for FMD control
Discussions led OIE national delegates endorsing a global strategy for FMD control that would soon be officially launched. Resolutions have been discussed and adopted in order to address the concerns to be solved.

The OIE is all about science and capacity building

The delegates welcomed the north-south or south-south twinning of 38 laboratories within the framework of OIE’s Twinning Programme. The programme encourages the exchange of competencies and experience between existing OIE Reference Laboratories and Collaborating Centres, and candidate laboratories in in-transition or developing countries with the ultimate objective to build a veterinary scientific community in developing and in-transition countries, the benefit being better diagnostic of animal diseases and better participation by Members in the standard-setting procedures.

The delegates also accredited 3 new Collaborating Centres and 11 new Reference Laboratories, bringing the number of official centres of scientific excellence within the OIE woldwide network to 263.

Furthermore in line with OIE’s continuous engagement to support Veterinary Services comply with OIE standards on quality, 102 PVS (Performance of Veterinary Services) independent evolutions made by OIE accredited experts have been implemented worldwide to date, as well as 37 PVS Gap analysis missions and 20 missions supporting the modernization of legislation.

Other notable events marked the proceedings of the Assembly, including the nomination of Myanmar for the world Veterinary Day Award 2011 for its successful celebration of world Veterinary Day under the theme: “Rabies”. The prize will be presented at the World Veterinary Congress to be held in South Africa in October 2011.

The OIE Gold Medal was given to Dr. Barry O’Neil from New Zealand and past President of the OIE Council.

Cooperation agreements aimed at strengthening collaboration on topics of mutual interest were signed during the meeting between the OIE and several other international, regional or private-sector organizations.

Around 600 participants, representing OIE members and intergovernmental (FAO, WHO, world Bank, WTO, etc.), regional and national organizations took part in the event. High-ranking authorities including the President of the Republic of Paraguay and nomerous Ministers of OIE Members and leaders from international organizations honoured the Assembly with their presence.

Source: World Oragnisation for Animal Health, OIE

Thursday, 26 May 2011

Planet Bumi Resmi Bebas Rinderpest pada 25 Mei 2011

Bumi kita ini telah diresmikan bebas dari penyakit hewan yang ganas Rinderpest yang diumumkan secara resmi pada jam 12:30 waktu Prancis hari Rabu tanggal 25 Mei 2011 pada sidang Umum OIE yang ke 79 di Paris.

Pengumuman Resmi ini dicatat pada Resolusi OIE, tahun 2011 pada Sidang Umum Organisasi Kesehatan Hewan Dunia OIE ke 79.

Pembebasan Rinderpest ini atas hasil kerja sama yang keras yang berlangsung lama antara OIE dan FAO dengan peran aktif para anggota OIE serta dukungan seluruh negara di permukaan bumi ini.

Joint Scientific Committee FAO-OIE telah menjalin kerjasama dengan saling penuh kepercayaan dan semangat persahabatan.

Kerja keras yang dilakukan terus menerus menggunakan jalan yang menjadi kunci sukses yang selalu dipegang teguh oleh ke dua organisasi dunia tersebut:

1) melakukan dialog terbuka untuk memperoleh masukan dari berbagai kalangan,
2) menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan melibatkan para ahli penyakit hewan di seluruh dunia,
3) membuat kesepakatan bersama melalui kongres,
4) melakukan kerjasama dengan para penyandang dana secara terprogram,
5) melaksanakan program vaksinasi, monitoring dan evaluasi yang ketat dan berkesinambungan,
6) melibatkan peran aktif Pemerintah, Laboratorium Veteriner, organisasi internasional, regional dan nasional serta berbagai komponen masyarakat termasuk para peternak.

Selamat......Selamat......Selamat........atas keberhasilan kerjasamanya.
Semoga kerjasama makhluk manusia di muka bumi ini akan terjalin dengan baik dan berkelanjutan untuk menghandapi tantangan Keamanan Pangan dan Ketahanan Pangan dunia.

Sumber: Laporan Langsung peserta Sidang Umum OIE ke 79 di Paris.

Friday, 20 May 2011

Limbah Cair Pati Kasava sebagai Substrat Nata De Cassava

Pendahuluan

Nata de Cassava bisa dijadikan makanan desert (pencuci mulut) karena selain rasanya enak juga mengandung serat tinggi yang dapat membantu pencernaan. Nata de Cassava dengan kandungan kalori yang rendah sehingga dapat menjadi pilihan dijadikan makanan diet.

Penampilan makanan ini sangat menarik dengan nilai estetika tinggi berwarna putih agak bening, tekstur kenyal, dan aroma segar. Sehingga Nata de Cassava menjadi makanan desert memiliki daya tarik yang tinggi.

Pembuatan nata yang diperkaya dengan vitamin dan mineral akan mempertinggi nilai gizi dari produk ini.

Apabila diproduksi dengan serius, Nata de Cassava menjanjikan nilai tambah yang tinggi.

Nata dibentuk oleh bakteri asam asetat yang mengubah cairan yang mengandung gula, sari buah atau ekstak tanaman. Terdapat beberapa spesies bakteri asam asetat yang dapat membentuk selulosa antara lain A. Xylinum. Bakteri ini masuk dalam genus Acetobacter dengan sifat Gram negatif, aerob, berbentuk batang pendek atau kokus.

Nata de Cassava dibuat dengan menggunakan limbah kasava. Adanya gula dalam limbah cair kasava akan dimanfaatkan oleh A. Xylinum sebagai sumber energi dan sumber carbon untuk membentuk senyawa metabolit selulose yang membentuk Nata de Cassava. Senyawa mineral dalam substrat akan membantu meningkatkan aktifitas enzim Kinase dalam metabolisme di dalam sel A. Xylinum untuk menghasilkan selulosa.

Dengan pertimbangan di atas maka pemanfaatan limbah padat/onggok dan limbah cair merupakan upaya pemanfaatan limbah menjadi produk yang memiliki nilai tambah.

Fermentasi Nata de Cassava dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:

1. Peralatan yang diperlukan

a. Kompor
b. Panci
c. Gelas ukur 1 l dan 250 ml
d. Pengaduk
e. Pisau
f. Plastik kemasan ½ kg dan 1 kg
g. Saringan air kelapa/ayakan tepung
h. Nampan
i. Tali karet
j. Ember
k. Timbangan Kue
l. Sealer

2. Bahan yang diperlukan

a. Limbah cair 25 liter
b. Asam cuka (asam asetat 25%) / Asam cukla dapur
c. ZA 50 g
d. Sirup
e. Kap gelas 200 ml
f. Sendok plastik

3. Pemeliharaan Biakan murni A. Xylinum

Biakan murni A. Xylinum ditumbuhkan pada suhu kamar selama 2-3 hari dalam media agar miring Hassid Barker Agar (HBA) dengan komposisi sukrosa 10%, (NH4)2SO4 0,6 g/L, K2HPO4 5,0 g/L, ekstak Khamir 2,5 g/L 2% asam asetat glasial, agar Difco 15 g/L.

Biakan yang telah ditumbuhkan siap untuk kerja dan sebagian disimpan untuk stok dalam bentuk kering beku.

4. Persiapan Substrat dari Limbah cair Produksi Tapioka

a. 25 L limbah cair tapioka disaring
b. Ditambahkan gula pasir 2,5% (25 g setiap liter limbah cair tapioka)
c. Diaduk hingga merata
d. Didihkan
e. Ditambahkan asam asetat glasial 25% (cuka makan) sebanyak 20 ml/Liter (2,0 % (V/V).
f. Disaring dengan saringan kelapa / ayakan
g. Filtrat digunakan sebagai substrat
h. Tambahkan ZA sebanyak 2 g untuk setiap 1 liter substrat
i. Diaduk sambil dididihkan selama 15 menit.

5. Penyiapan Starter

a. Substrat didihkan selama 15 menit
b. Dinginkan hingga suhu 40 C
c. 300 ml substrat masukan dalam botol streril ukuran botol 500 ml
d. Inokulasikan 2 ose Bakteri A. Xylinum
e. Substrat digojog menggunakan shaker dengan kecepatan 140 rpm. Atau manual diguncang setiap 2-4 jam.
f. Diinkubasikan pada suhu kamar selama 2 hari.

6. Fermentasi

a. Substrat didihkan selama 15 menit
b. Tuangkan substrat dalam nampan yang steril dengan kedalaman 1,5 cm
c. Tambahkan starter sebanyak 10% (V/V)
d. Diaduk hingga mesra / rata
e. Ditutup dengan kertas koran / kain kasa
f. Ditutup dengan menggunakan kain bersih untuk menghindari kontaminasi
g. Diinkubasi / diperam tanpa diguncang pada suhu kamar selama 7 – 8 hari

7. Pengolahanan Nata de Cassava

a. Nata de Cassava dipanen, dipotong-potong seperti kubus dengan sisi 1 – 1,5 cm.
b. Dicuci dengan air bersih
c. Direndam dalam air bersih selama 30 – 60 menit.
d. Dibilas 3 – 4 kali hingga bau hilang
e. Direbus selama 10 menit
f. Rebus selama 15 menit dengan air bergula (500 g gula pasir dalam 5 liter air ditambah vanili atau flavour agent lain)
g. Nata de Cassava didiinginkan

8. Pengemasan

Tujuan pengemasan adalah :
a. Mengawetkan produk sehingga tahan lama dan tidak mudah rusak
b. Memberikan sentuhan nilai estetika sehingga mumpunyai daya tarik
c. Meningkatkan nilai tambah secara ekonomi terhadap produk
d. Memudahkan penyimpanan dan distribusi produk

Tahapan Pengemasan

a. Masukan Nata de Cassava ketika suhu 40 C dalam kemasan plastik secara aseptik
b. Usahakan tidak ada udara tersisa dalam kemasan untuk menghindari tumbuhnya mikroba kontaminan
c. Kemasan ditutup menggunakan sealer
d. Produk dimasukan dalam air dingin hingga menjadi dingin
e. Segera ditiriskan
f. Simpan dalam penyimpanan berpendingin

Sumber : Agro Inovasi, Sinar Tani Edisi 18-24 Mei 2011 no 3406 Tahun XLI

Tuesday, 17 May 2011

Konsorsium Penyewa Lahan Sawah

Satu langkah terobosan diambil pemerintah untuk memenuhi kebutuhan cadangan beras nasional dengan kebijakan menyewa lahan sawah untuk memproduksi padi. Dengan terobosan ini pemerintah sedikit lebih maju dengan langsung terlibat dalam proses produksi beras. Kebijakan ini diberi nama Gerakan Peningkatan Produksi Pangan Berbasis Koorporasi. Pemerintah melalui BUMN akan menyewa lahan sawah untuk ditanami padi.

Konsorsium terdiri dari PT. Pertani, PT. Sang Hyang Seri, PT. Pusri, PT. Perhutani dan Perum Bulog. Konsorsium tersebut akan menyewa 500.000 hektar lahan sawah berpengairan teknis dan 70.000 hektar lahan kering. Melalui program ini ditargetkan akan diperoleh pengadaan beras sebanyak 3 juta ton.

Sementara ini disepakati akan ada tiga model kerjasama antara petani dan konsorsium BUMN , yaitu pemberian bantuan sarana produksi yang dibayar sesudah panen, pemberian bantuan langsung, atau menyewa lahan.

Tampaknya dari ketiga model itu pihak konsorsium lebih cenderung memilih model sewa karena pengelolaannya lebih mudah dikontrol. Langkah terobosan ini menjadi alternatif pamungkas setelah Bulog bertahun-tahun Bulog selalu kerepotan memenuhi stok cadangan beras nasional. Langkah ini bisa menjadi jawaban keresahan pemerintah dan masyarakat ketika menyaksikan gudang-gudang beras Bulog kosong. Langkah ini tentu akan berdampak positif, bukan saja ketahanan pangan nasional namun juga pada stabilitas harga beras.

Kita patut menghargai langkah ini karena bisa menjadi bukti bahwa pemerintah masih memiliki komitmen dan kesungguhan untuk tidak lagi bergantung pada beras impor.

Sumber: Sinar Tani Edisi 18-24 Mei 2011 hal. 2.