Monday, 30 June 2008
Mangga Mini Jepun
Posted by
Drh.Pudjiatmoko,PhD
at
18:32
0
comments
Labels: Pasar Produk Pertanian
Symposium on Agriculture, Science and Technology (SAST) 2008
Symposium on Agriculture, Science and Technology 2008 diselenggarakan atas kerjasama antara Indonesian Agricultural Science Association (IASA) dan Pehimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Kanto yang didukung KBRI Tokyo pada hari Sabtu tanggal 21 Juni 2008 bertempat di Tokyo University of Agriculture - Tokyo, Jepang. Symposium ini merupakan salah satu kegiatan yang termasuk dalam program peringatan hubungan diplomasi Indonesia – Jepang ke 50. Simposium mengangkat tema Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJ-EPA) dan Peran ASEAN Economic Community (AEC) dalam Memperkuat Ekonomi dan Ketahanan Pangan Indonesia.
Symposium dibuka oleh Bapak Ronny Prasetyo Yuliantoro Wakil Kepala Perwakilan Republik Indonesia KBRI Tokyo. Beliau membacakan sambutan pembukaan Dubes RI untuk Jepang, isinya menekankan bahwa dengan JI-EPA diharapkan Indonesia dapat meningkatkan ekspor berbagai macam produk termasuk produk pertanian, perikanan dan kehutanan ke Jepang, IJ-EPA juga diharapkan akan mendorong menguatnya hubungan bilateral Indonesia-Jepang.Kesepakatan kemitraan ekonomi Indonesia-Jepang IJ-EPA yang telah ditandatangani tanggal 20 Agustus 2007 tahun lalu oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Jepang saat itu, Shinzo Abe, diharapkan akan mampu meningkatkan perekonomian kedua negara. Di pihak Indonesia, IJ-EPA ini diharapkan dapat meningkatkan ekspor Indonesia ke Jepang, meningkatkan investasi Jepang ke Indonesia, serta meningkatkan kapasitas dan kemampuan kompetitif industri Indonesia.
Harapan-harapan ini telah disampaikan oleh Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Iklim Usaha Perdagangan - Badan Litbang Departemen Perdagangan, Dr. Andin Hadiyanto, dalam makalah utama dalam Symposium kali ini. Dalam pemaparan makalahnya, Dr. Andin mengemukakan rincian yang merupakan hasil analisis simulasi model ekonomi bahwa penghapusan atau pengurangan tarif perdagangan dalam kesepakatan yang tertuang IJ-EPA akan memberikan peningkatan GDP bagi Indonesia sebesar 3,01 persen dan Jepang sebesar 0,06 persen. Di samping itu diperhitungkan bahwa ekspor Indonesia akan meningkat sebesar 4,68 persen dan ekspor Jepang meningkat sebesar 0,41 persen. Sementara dari aktivitas bursa saham, Indonesia akan memperoleh peningkatan sebesar 5,38 persen dan Jepang memperoleh peningkatan sebesar 0,05 persen. Pemaparan dari Dr. Andin ini memberikan suasana persiapan menjelang diberlakukannya IJ-EPA tanggal 1 Juli 2008 atau tepatnya 10 hari yang akan datang.Profesor Dr. Keishiro Itagaki, profesor Bidang Pembangunan Pertanian Internasional pada Tokyo University of Agriculture dalam presentasinya mengemukakan sebuah kasus tentang kebijakan reformasi pangan beras pada masa transisi di Asia umumnya dan ASEAN khususnya. Berangkat dari keprihatinan meningkatnya harga pangan dunia termasuk beras yang berimplikasi pada instabilitas perekonomian di berbagai negara, Profesor Itagaki memaparkan pentingnya rencana aksi bersama negara-negara anggota komunitas ekonomi AEC untuk menyeimbangkan permintaan dan penawaran pangan sekaligus stabilisasi harga pangan beras di wilayah regional ini. Dalam paparan makalahnya ini Profesor Itagaki memberikan tiga perspektif terkait kebijakan reformasi pangan beras AEC yaitu: 1) fitur-fitur perbandingan kebijakan pangan di negara-negara produsen beras AEC ; 2) kecenderungan umum kebijakan pangan beras AEC ; dan 3) kerjasama saling menguntungkan yang diperlukan dalam AEC. Di samping itu juga Profesor Itagaki juga menyampaikan usulan agar AEC mempelajari sejarah kebijakan pangan Jepang yang mampu menjaga stabilitas swasembada beras selama ini.
Dr. Taro Adati dan Ryoji Sakamoto melengkapi pembicaraan di dalam symposium ini dengan mengemukakan kasus yang dilakukan dalam pekerjaannya masing-masing. Dr. Adati, yang merupakan Asisten Profesor bidang perlindungan tanaman tropis Tokyo University of Agriculture, mengungkapkan studi kasus di Indonesia tentang perlindungan sumberdaya alam dalam perspektif ilmu pengetahuan alam, sedangkan Mr. Sakamoto, yang merupakan Kepala Divisi Operasional JAEC (Japan Agriculture Exchange Council) menyampaikan uraian tentang program pelatihan pemuda tani di Jepang sebagai bentuk kerjasama bilateral yang melibatkan pemuda-pemudi dari berbagai negara khususnya dari negara-negara ASEAN.
Kegiatan simposium SAST 2008 ini merupakan agenda pertemuan ilmiah rutin yang diselenggarakan oleh IASA, sebuah wadah ilmiah pelajar dan peneliti pertanian Indonesia dalam pengertian luas di Jepang, dan pada kesempatan kali ini bekerja sama dengan Persatuan Pelajar Indonesia di Jepang - Koordinator Daerah Kanto (PPI Jepang-Korda Kanto) serta kelompok pelajar internasional dari Tokyo University of Agriculture.
Hadir dalam kegiatan ini dari pihak Indonesia yaitu KUAI Duta Besar RI untuk Negara Jepang beserta Atase Pertanian, Atase Perdagangan, dan Koordinator Fungsi Ekonomi KBRI Tokyo, Pimpinan dan Staf Bank Indonesia serta BUMN Perwakilan di Jepang, sedangkan dari pihak tuan rumah di Jepang yaitu Rektor Tokyo University of Agriculture beserta para profesor dari Fakultas Studi Pertanian dan Pangan Internasional Tokyo University of Agriculture, dan juga para undangan yang terdiri dari pejabat-pejabat kedutaan besar negara-negara ASEAN untuk Negara Jepang.
Sumber: Laporan Panitia SAST 2008
Posted by
Drh.Pudjiatmoko,PhD
at
17:56
1 comments
Labels: Seminar Pertanian
Tuesday, 24 June 2008
Terapi hormon Estradiol-17β dan Tiroksin untuk Peningkatan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) Induk Ikan Patin (Pangasius pangasius) Sebagai Plasma Nutfah
Oleh: MUHAMMAD FIQRIE RAHMAN (B04104108)
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
Sumberdaya Alam Hayati dan Plasma Nutfah Indonesia
Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang tinggi. Pemanfaatan keanekaragaman hayati telah digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan, papan, sandang, dan obat-obatan. Kecukupan pangan akan tergantung pada ketersediaan varietas unggul yang berproduksi tinggi dan tahan cekaman biotik dan abiotik. Pada dasarnya varietas unggul itu adalah kumpulan dari keanekaragaman genetik spesifik yang diinginkan dan dapat diekspresikan. Keanekaragaman genetik spesifik tersebut ada pada plasma nutfah komoditi yang bersangkutan. Jadi plasma nutfah adalah keanekaragaman genetik di dalam jenis. Keanekaragaman genetik tersebut harus dipertahankan keberadaannya, bahkan harus diperluas agar selalu tersedia bahan untuk pembentukan varietas unggul (Somantri 2005).
Pemanfaatan Plasma Nutfah
Plasma nutfah yang kita miliki tidaklah berarti tanpa pemanfaatan untuk kesejahteraan. Pemanfaatan plasma nutfah dapat dilakukan dengan berbagai cara, tergantung pada tujuan yang ingin dicapai. Pemanfaatan plasma nutfah bisa secara langsung atau melalui proses pemuliaan. Pemanfaatan plasma nutfah melalui pemuliaan lebih membutuhkan dasar-dasar ilmiah daripada pemanfaatan plasma nutfah secara langsung. Di dalam teknik pemuliaan saat ini dikenal dengan istilah pemuliaan secara konvensional dan pemuliaan secara in-konvensional melalui bioteknologi (Somantri 2005).
Potensi Sumberdaya Ikan
Sebagai sumber plasma nutfah dan genetik, perairan umum daratan Indonesia memiliki keanekaragaman jenis ikan yang tinggi, sehingga tercatat sebagai salah satu perairan dengan ”mega biodiversity” di dunia. Komisi Nasional Plasma Nutfah Indonesia melaporkan bahwa perairan umum daratan Indonesia mengandung kekayaan plasma nutfah ikan yang jenisnya sangat banyak mencapai 25% dari jumlah jenis ikan yang ada di dunia. Di perairan umum daratan Indonesia yang meliputi Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi saja, dihuni oleh lebih dari 1000 jenis ikan, bahkan menurut FAO, perairan umum daratan Indonesia dihuni oleh sekitar 2000 jenis ikan. Banyak diantara jenis ikan yang ada belum tercatat atau belum teridentifikasi sehingga jumah jenisnya dari tahun ke tahun selalu bertambah (Kartamihardja et al 2008).
Peran Sektor Perikanan Darat
Ditinjau dari sektor perikanan, perairan umum daratan sebagai salah satu wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia berperanan penting dalam hal sebagai berikut: (1) sumber protein dan ketahanan pangan; (2) sumber ekonomi masyarakat; (3) sumber lapangan kerja; (4) sumber plasma nutfah dan genetik, (5) sumber devisa dan pendapatan asli daerah, dan (6) obyek wisata alam (eco-turism).
Dewasa ini, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi identifikasi dengan menggunakan DNA telah menambah catatan kekayaan jenis ikan di Indonesia. Sebagai contoh, jenis ikan yang termasuk famili Pangasidae (jenis-jenis patin/catfish) yang semula hanya dikenal 6 jenis, kini dengan menggunakan identifikasi DNA ternyata jenis-jenis ikan patin tersebut diketahui menjadi 12 jenis (Kartamihardja et al 2008).
Budidaya Ikan Patin
Banyak cara untuk memanfaatkan plasma nutfah yang begitu berlimpah di negeri ini. Salah satu cara pemanfaatannya adalah melalui budidaya ikan patin. Ikan patin djambal (Pangasius pangasius) merupakan ikan asli Indonesia yang berhasil didomestikasikan dan dipijahkan secara buatan pada tahun 1999. (Anonim 2008)
Ikan patin merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, berbadan panjang berwarna putih perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Ikan patin dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena memiliki harga jual yang tinggi. Hal inilah yang menyebabkan ikan patin mendapat perhatian dan diminati oleh para pengusaha untuk membudidayakannya. Ikan ini cukup responsif terhadap pemberian makanan tambahan. Pada pembudidayaan, dalam usia enam bulan ikan patin bisa mencapai panjang 35-40 cm (Susanto 1997).
Pedoman Teknis Budidaya Ikan Patin
Budidaya ikan patin meliputi beberapa kegiatan, secara garis besar dibagi menjadi 2 kegiatan yaitu pembenihan dan pembesaran. Kegiatan pembenihan merupakan upaya untuk menghasilkan benih pada ukuran tertentu. Produk akhirnya berupa benih berukuran tertentu, yang umumnya adalah benih selepas masa pendederan.
Secara garis besar kegiatan usaha pembenihan ikan patin secara berurutan meliputi: Pemilihan calon induk siap pijah, persiapan hormon perangsang/kelenjar hipofise dari ikan donor, kawin suntik (induce breeding), pengurutan (stripping), penetasan telur, dan perawatan larva (Hernowo 2005).
Setelah dilakukan pemanenan pada usaha pembenihan, kegiatan budidaya dilanjutkan dengan pemeliharaan pembesaran. Secara garis besar, usaha pembesaran ikan patin meliputi empat hal mendasar, yaitu: pemupukan, pemberian pakan, pemeliharaan kolam, dan pemanenan. (Anonim 2008).
Permasalahan yang Dihadapi Petani Ikan Patin
Suatu kegiatan usaha pastinya tidak akan terlepas dari adanya berbagai permasalahan. Jika ditinjau berdasarkan tingkat perkembangan ikan patin, permasalahan yang timbul diantaranya adalah permasalahan mengenai induk, telur dan larva. Sedangkan berdasakan penyebabnya, permasalahan dapat timbul akibat hama dan penyakit.
Menurut salah satu petani pembenihan patin di daerah Cikampak, Ciampea Bogor, permasalahan yang kerap kali muncul adalah Lambatnya Tingkat Kematangan Gonad (TKG) pada indukan. Masalah yang satu ini tidak dapat dianggap sepele karena posisi TKG berada pada bagian hulu dari usaha budidaya. Manajemen budidaya merupakan kegiatan yang dilakukan secara berurutan sehingga segala aspek yang berada pada bagian hulu akan mempengaruhi kualitas produk di bagian hilir usaha.
Solusi
Ikan adalah biota yang tidak terlepas dari berbagai proses fisiologis tubuh. Kondisi lingkungan yang buruk di sekitar tempat budidaya menyebabkan perubahan kondisi fisiologis tubuh menjadi tidak seimbang (physiological imbalanced). Kondisi yang tidak seimbang ini berpengaruh pada seluruh sistem fisiologis tubuh, tak terkecuali sistem reproduksi. Permasalahan yang dihadapi petani ikan adalah lambatnya TKG yang dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yang salah satunya adalah hormon reproduksi. Hormon reproduksi yang berperan pada TKG adalah Estradiol-17β (E2) dan Tiroksin (T4).
E2 merupakan hormon yang sangat penting yang dihasilkan oleh ovarium terutama pada ikan betina yang sedang mengalami vitelogenesis. E2 mengalami peningkatan secara bertahap pada fase vitelogenesis sejalan dengan meningkatnya ukuran diameter oosit. Adanya peningkatan konsentrasi E2 dalam darah akan memacu hati melakukan proses vitelogenesis dan selanjutnya akan mempercepat proses pematangan gonad.
T4 adalah hormon yang diproduksi oleh kelenjar tiroid. Hormon T4 membantu proses penyerapan vitelogenin oleh telur. Selain itu T4 juga berperan dalam meningkatkan sintesa protein melalui peningkatan transkripsi RNA. Interaksi hormon tiroid dan reseptor pada inti akan menyebabkan peningkatan aktifitas enzim polymerase sehingga aktifitas pembentukan RNA pun meningkat. Dengan meningkatnya proses transkripsi RNA yang dilanjutkan dengan sintesis protein, berarti dengan penyuntikan hormon T4 juga akan meningkatkan protein vitelogenin.
Implantasi E2 dapat meningkatkan kadar hormone dalam plasma darah. Beberapa penelitian melaporkan bahwa pemberian hormone E2 dapat secara efektif meningkatkan kadar E2 plasma darah ikan. Peningkatan kadar E2 darah pada induk patin/djambal siam terjadi pada hari ke-14 post injeksi LHRH dan E2 (Sularto 2002, diacu dalam Utiah 2006).
Menurut penelitian yang telah dilakukan pada ikan baung, tinggiya kadar E2 plasma dapat memperepat proses pematangan gonad. Pada kondisi seperti ini, lama waktu matang gonad dan ukuran diameter sel telur menunjukkan hasil yang terbaik (maksimum), akan tetapi derajat tetas telur yang dihasilkan rendah.
Pemberian hormon T4 pada dosis yang tinggi bersifat katabolic. Pengaruh T4 terhadap sintesis protein bersifat biphasic yaitu pada dosis yang rendah bersifat anabolic sedangkan pada dosis yang tinggi bersifat katabolic (Matty 1985, diacu dalam Utiah 2006). Adanya sifat biphasic T4 ini, dapat menyebabkan turunnya kadar protein vitelogenin yang diserap oleh telur dan pengaruhnya berlanjut pada proses embryogenesis. Selain menghambat sintesis protein, T4 yang terlalu tinggi dapat menyebabkan cepatnya turnover lemak dan karbohidrat (shahib 1989, diacu dalam Utiah 2006). Penelitian Nacario (1983) menunjukkan bahwa pemberian dosis T4 yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya perkembangan yang tidak normal dari larva seperti kerusakan jaringan punggung (bengkok) dan pada bagian perut terjadi sklerosis.
Pemberian hormon T4 yang dikombinasikan dengan hormone E2 dapat mempercepat tingkat kematangan gonad (TKG). Selain mempengaruhi TKG, pemberian kombinasi hormon ini juga dapat meningkatkan derajat tetas telur dan total larva yang dihasilkan. Adanya fungsi T4 yang dapat meningkatkan sintesis protein menyebabkan jumlah protein pada vitelogenin lebih baik (Utiah 2006).
Kesimpulan
• Ikan patin merupakan plasma nutfah Indonesia yang harus dimanfaatkan sebagai basis pembangunan Negara dari sektor perikanan, karena ikan patin dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah.
• Pada proses budidaya pembenihan, rendahnya Tingkat Kematangan Gonad (TKG) induk ikan patin merupakan kendala utama budidaya.
• Pemberian hormon Tiroksin (T4) yang dikombinasikan dengan hormon Estradiol-17β (E2) dapat mempercepat TKG induk. Selain mempengaruhi TKG, pemberian kombinasi hormon ini juga dapat meningkatkan derajat tetas telur dan total larva yang dihasilkan.
Saran
• Krisis multidimensi yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh melemahnya daya produksi bangsa. Sebagai salah satu upaya pengentasan krisis adalah melakukan kegiatan usaha yang bergerak pada sector real seperti pembudidayaan ikan patin.
• Untuk mendapatkan hasil produk yang baik, diperlukan sistem manajemen budidaya yang baik pula.
• Dengan diterapkannya terapi hormonal, harapannya para petani budidaya pembenihan ikan patin dapat mengatasi permasalahan rendahnya TKG. Dengan demikian satu permasalahan terpecahkan yang akan meningkatkan produksi para petani patin, dan akan berpengaruh pada peningkatan perekonomian bangsa dan negara melalui sektor perikanan darat.
Daftar Pustaka
Anonim. 2008. Budidaya Ikan Patin (Pangasius pangasius). http://www.iptek.net.id/ind/warintek/Bu ... hp?doc=3a7. [19 April 2008].
Hernowo. 2005. Pembenihan Patin. Jakarta : PT. Penebar Swadaya.
Kartamihardja ES, Purnomo K, Umar C. 2008. Sumberdaya Ikan Perairan Umum Daratan di Indonesia-Terabaikan. http://www.apsordkp.com/files/sumber_da ... baikan.pdf.
Somantri IH, Hasanah M, Kurniawan H. 2005. Teknik Konservasi Ex-Situ, Rejuvenasi, Karakterisasi, Evaluasi, Dokumentasi, dan Pemanfaatan Plasma Nutfah. http://indoplasma.or.id/artikel/artikel ... ervasi.htm. [19 April 2008]
Susanto H, Amri K. 1997. Budi Daya Ikan Patin. Jakarta : PT. Penebar Swadaya.
Utiah H. 2006. Penampilan Reproduksi Induk Ikan Baung(Hemibagrus nemurus blkr) dengan Pemberian Pakan Buatan yang Ditambahkan Asam LemakN-6 dan N-3 dan dengan Implantasi Estradiol-17 dan Tiroksin [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertaian Bogor.
Posted by
Drh.Pudjiatmoko,PhD
at
13:11
0
comments
Labels: Tulisan Ilmiah
Thursday, 19 June 2008
Training Executive Group Sustainable Indonesian Fisheries Product Competitiveness Japan, 7 - 14 June 2008
Participants of Training Executive Group Sustainable Indonesian Fisheries Product Competitiveness:
1. Prof. Dr. Martani Huseini, Director General of Fisheries Product Processing and Marketing, Ministry of Marine Affairs and Fisheries (MMAF).
2. Ir. Sahut Parulian Hutagalung, M.Sc. Director of Foreign market Development, Directorate General of Fisheries Product Processing and Marketing, MMAF
3. Ir. Sadullah Muhdi, MBA, Director of Domestic marketing,Directorate General of Fisheries Product Processing and Marketing, MMAF
4. Ir. Nazori Djazuli, M.Sc. Director of Standardization and Accreditation, Directorate General of Fisheries Product Processing and Marketing, MMAF
5. Ir. Saifuddin, M.M.A. Director of Planning Bureau, Secretariat General of MMAF
6. Dr. Soen'an Hadipoernomo, M.Ed., Director of Data, Statistic, and Information Center, Secretariat General of MMAF
7. Ir. Soenaryanto, M.Sc., Director of Aquaculture Business and Services, Directorate General of Aquaculture, MMAF
8. Ir. Ibrahim Ismail, Director of Fishing Business enterprise, Directorate General of Cupture Fisheries
9. Wahyu Widayat, M.Sc., Deputy Director for Export Development, Directorate of Foreign Market Development, Directorate General of Fisheries Product Processing and Marketing, MMAF
Posted by
Drh.Pudjiatmoko,PhD
at
09:35
0
comments
Labels: Kerjasama Luar Negeri