Obat herbal semakin banyak digunakan dalam pengobatan baik untuk manusia maupun hewan dalam mencegah dan menyembuhkan penyakit. Obat herbal sangat mendukung pengobatan konvensional dan modern. Telah banyak ditemukan senyawa aktif yang terdapat pada tanaman. Ini memberi peluang khasiat tanaman obat digunakan untuk pengobatan herbal. Seringkali kemanjuran terapeutik senyawa aktif dari tanaman setara dengan obat sintetik. Dengan demikian, obat herbal jenis ini dapat digunakan sebagai antibakteri, antimikotik, antiparasit, desinfektan, dan imunostimulan.
Standar kualitas farmasi, keamanan, kemurnian dan konsistensinya harus ditetapkan. Standar ini diberlakukan terhadap seluruh proses produksi dan formulasi obat. Hasil dari penelitian bentuk sediaan alami menunjukkan harapan besar bagi masa depan sistem penghantaran obat herbal untuk hewan. Sistem penghantaran obat merupakan suatu sistem untuk mengirimkan zat terapeutik atau obat yang telah digunakan secara klinis dan pra-klinis dalam pengobatan suatu penyakit.
Untuk mengenali obat herbal untuk hewan disarikan dari studi Yedi Herdiana dkk dari Universitas Pajajaran dan IPB University berjudul Veterinary Drug Development from Indonesian Herbal Origin: Challenges and Opportunities, IDJP (2021), dan studi Erlia Anggrainy Sianipar dari Universitas Katolik Atmajaya berjudul The potential of Indonesian traditional herbal medicine as immunomodulatory agents: a review, IJPSR (2021).
Tujuan penggunaan obat herbal
Sama seperti manusia, hewan diberi obat herbal juga untuk menjaga kesehatan. Tujuan menggunakan obat herbal untuk hewan sama dengan untuk manusia, yaitu memberikan tindakan pengobatan yang efektif dan aman. Selain itu peternak atau pemilik hewan mampu menggunakannya dengan mudah.
Implementasi pengobatan hewan di masyarakat pedesaan didasarkan pada praktik etnomedisin kedokteran hewan. Studi etnomedisin merupakan salah satu cara ilmiah untuk mendokumentasikan pemanfaatan tanaman sebagai bahan obat oleh berbagai etnis dengan kearifan lokalnya. Terutama ketika memperoleh produk kedokteran hewan modern sulit atau terlalu mahal.
Biaya penggunaan obat hewan menyumbangkan lebih dari 50% dari seluruh biaya pengobatan untuk kesehatan. Selain itu obat hewan sintetik dapat menimbulkan efek samping yang merugikan, seperti resistensi obat dan peningkatan toksisitas pada hewan akibat dosis yang berlebihan.
Efek samping obat sintetik, seperti residu antibiotik dapat menimbulkan resistensi antibiotik pada manusia. Selain itu hasil zat berbahaya tetap ada di dalam daging. Produk samping obat sintetik ini menjadi perhatian penggunaannya dalam jangka panjang. Permasalahan seperti ini mendorong pencarian alternatif seperti obat herbal, karena murah dan aman dibandingkan dengan cara pengobatan modern.
Secara farmakologis obat herbal mengandung berbagai senyawa aktif, dan setiap ramuan mempunyai kombinasi dan khasiat yang unik. Obat herbal hewan dapat digunakan untuk terapi, profilaksis, atau diagnostik dalam pelayanan kesehatan hewan. Penggunaan obat herbal dinilai tidak menimbulkan efek samping atau efek samping ringan; produk non-narkotika; tersedia cepat dan harga terjangkau.
Ilmu kedokteran hewan tradisional terdiri dari keyakinan dan praktik tentang kesehatan hewan yang memanfaatkan sumber daya alam. Permintaan obat herbal meningkat baik untuk pengobatan manusia maupun hewan. Pengobatan alternatif menjadi populer di seluruh dunia. Pengobatan herbal telah menjadi salah satu bentuk terapi alternatif dan terapi komplementer. Obat herbal dapat menjadi suplemen yang paling umum untuk mendukung pengobatan modern.
Potensi sumber daya alam
Indonesia memiliki tidak kurang dari 30.000 spesies tumbuhan yang terdapat di hutan tropis. Dari jumlah tersebut sekitar 9.600 spesies yang diketahui memiliki khasiat obat. Dalam bidang etnofarmakologi, banyak tumbuhan yang umum dimanfaatkan sebagai obat pada hewan. Peluang pengembangan herbal di bidang kedokteran hewan sangat terbuka lebar, sebagaimana diatur dalam regulasi obat alami untuk Hewan. Regulasi pemerintah mengatur bahwa pengobatan hewan dengan menggunakan obat herbal harus terstandar melalui suatu penelitian. Setelah lolos penelitian dan pengujian ilmiah, obat herbal harus mendapat persetujuan Kementerian Pertanian untuk mendapatkan nomor registrasi.
Penyakit ternak merupakan salah satu kendala terbesar dalam peningkatan mutu produksi ternak. Peternak membutuhkan obat terbaik untuk mengobati penyakit yang menyerang ternaknya. Seperti halnya obat pada manusia, dokter hewan dan apoteker diharapkan menegakkan sistem dalam merancang, memproduksi, dan menghantarkan obat hewan. Perancangan dan penyiapan sistem penghantaran obat hewan memerlukan pertimbangan lebih cermat dibandingkan penyiapan untuk obat manusia.
Tanaman obat herbal
Obat herbal yang biasa digunakan dalam praktek manusia seringkali dimanfaatkan pada hewan miliknya, terutama oleh pemilik yang menggunakan pengobatan tersebut untuk dirinya sendiri. Obat herbal tersebut diberikan kepada hewan miliknya untuk mengobati gangguan pernapasan, kulit, saluran kemih, pencernaan, dan kardiovaskular serta untuk mengurangi stres.
Selain itu, obat ini juga digunakan untuk mengobati beberapa penyakit kronis untuk menghindari efek samping obat konvensional yang terkadang dapat terjadi akibat penggunaan obat sintetik dalam jangka panjang. Dan fitoterapi (proses pencegahan, pemeliharaan kesehatan dan pengobatan penyakit menggunakan tanaman obat) dapat memberikan dukungan cukup berharga terhadap terapi konvensional pada kasus penyakit parah. Meskipun masih sedikit penelitian yang telah dilakukan untuk mengevaluasi kemanjuran terapeutik pengobatan herbal pada hewan kesayangan, banyak penelitian telah menemukan penggunaan bahan tanaman untuk obat hewan ternak.
Prinsip umum sediaan obat hewan
Sifat umum suatu obat hewan yaitu tidak mudah diprediksi respon positif setelah tubuh berinteraksi dengan obat hewan. Dampak lanjutan dari sifat ini pada akhirnya akan mempunyai implikasi seperti: (1) menimbulkan respon yang baik seperti yang diharapkan; (2) munculnya penyakit baru pada hewan yang terinfeksi akibat pemberian obat hewan; (3) menimbulkan bahaya sisa obat pada produk olahan asal hewan; dan (4) menimbulkan pencemaran pada habitat hewan yang tertular.
Jika dampaknya berupa respon yang menguntungkan sesuai rencana, ini yang menjadi harapan kita semua. Namun apabila berdampak negatif seperti timbul penyakit baru akibat obat-obatan, dan/atau residu obat hewan dan pencemaran habitat hewan, ini akan merugikan bagi kehidupan manusia. Sebagai jalan keluar dari permasalahan ini, sudah saatnya kita mengubah orientasi strategi pengelolaan ke arah yang logis dan bertanggung jawab.
Beberapa tanaman herbal untuk obat hewan
(1) daun serai dapur dimanfaatkan untuk antelmintik (obat cacing) unggas; (2) rimpang jahe untuk antibakterial dan fitobiotik pada unggas serta pengobatan luka pada tikus; (3) rimpang lengkuas sebagai antibakterial dan fitobiotik pada unggas serta antifungal untuk anjing; (4) daun sambiloto sebagai antibakterial dan imunomodulator untuk unggas serta antibakterial untuk sapi, juga untuk hepatoprotektor (melindungi hati) tikus; (5) rimpang temulawak sebagai antelmintik untuk kambing dan hepatoprotektor unggas; (6) rimpang kencur membantu peningkatan berat badan sapi; (7) buah cabe jawa untuk meningkatkan libido tikus; (8) rempah kumis kucing sebagai antiinflamasi dan diuretik pada sapi; (9) umbi bawang putih membantu peningkatan berat badan unggas dan antibakterial sapi; (10) biji buah pepaya untuk antelmintik unggas; (11) daun tapak dara untuk pengobatan luka pada tikus; (12) daun rosela untuk immunostimulan tikus; (13) buah mengkudu untuk meningkatkan respon imun humoral dan seluler; (14) buah asam jawa untuk meningkatkan fagositik, penghambatan proliferasi sel dan penghambatan migrasi leukosit; (15) batang brotowali untuk merangsang aktivasi makrofag dan meningkatkan fagositosis.
Bentuk sediaan obat hewan herbal
Pertimbangan dalam pembuatan bentuk sediaan pada hewan, mempunyai beberapa prinsip farmasi yang sama. Faktor yang sama memengaruhi proses pengembangan bentuk sediaan dan pertimbangan pengendalian mutu obat. Faktor-faktor ini meliputi: (1) Sifat fisika, kimia, dan farmasi senyawa aktif; (2) Tujuan penggunaan bentuk sediaan; (3) Formulasi mencakup senyawa aktif dan bahan tambahan obat yang dilakukan oleh ahli farmakologi atau ahli klinis; dan (4) Cara pembuatan berdasarkan karakteristik obat dan bentuk sediaan yang diinginkan.
Prinsip farmasi menekankan perspektif desain sistem penghantaran dan formulasi obat serta variabel manufaktur yang memengaruhi kinerja produk in vivo dan in vitro, dan pemahaman dalam memastikan bentuk sediaan obat efektif, aman, dan stabil.
Kesimpulan
Kemajuan obat herbal untuk hewan akan menjadi solusi baru untuk mengatasi tantangan resistensi antibiotik untuk meningkatkan hasil produksi dan reproduksi ternak secara berkelanjutan. Dalam beberapa kasus, obat herbal untuk hewan juga dapat meningkatkan profitabilitas produksi daging dan memenuhi kriteria keamanan terkait residu obat hewan.
Kedokteran hewan berperan dalam meningkatkan status kesehatan hewan akan berdampak pada kesejahteraan manusia. Untuk mengembangkan sediaan obat tradisional diperlukan ilmu kefarmasian terkini, agar dapat membuat sediaan obat herbal untuk hewan yang efektif dan efisien.
Pengembangan obat herbal untuk hewan memerlukan pertimbangan bijak dalam melakukan penerapan ilmu kedokteran hewan mutakhir. Untuk mendukung kemajuan dan pengembangan aplikasi obat herbal hewan diperlukan upaya kerjasama pemerintah, peneliti, dan dunia usaha.
SUMBER:
Pudnjiatmoko. Peluang Pengembangan Obat Herbal untuk Hewan di Indonesia PanganNews. 25 Desember 2024.
https://pangannews.id/berita/1703521185/peluang-pengembangan-obat-herbal-untuk-hewan-di-indonesia.
No comments:
Post a Comment