Pulau Flores dan Lembata, Nusa Tenggara Timur, telah membuktikan bahwa
vaksinasi anjing tidak hanya memberikan solusi bagi pengendalian rabies yang
efektif dan tepat guna, tetapi juga membantu memulihkan nilai-nilai sosial,
budaya dan ekonomi anjing dalam masyarakat mereka. Ini adalah salah satu
capaian penting dari kerjasama yang baru saja berakhir antara Kementerian
Pertanian dan Food and Agriculture Organization (FAO), dengan
dukungan dana dari World Animal Protection (WAP).
Proyek pengendalian rabies di Pulau Flores dan Pulau Lembata
dilaksanakan mulai September 2013, dan lebih dari 400.000 anjing telah divaksin
sepanjang tahun 2014 dan 2015 di 1.300 desa. Sejak dimulainya proyek tersebut,
jumlah kasus rabies juga mengalami penurunan yang signifikan pada pertengahan
2016. Selain itu, lebih dari 300 petugas kesehatan hewan (medik veteriner dan
paramedik veteriner) telah dilatih untuk meningkatkan kompetensinya dalam
pengendalian rabies. Lima laboratorium di Flores juga mendapat penguatan
kapasitas, yang diharapkan dapat memberikan pelayanan yang efektif dan efisien
untuk kegiatan pemberantasan rabies.
“Peningkatan kapasitas petugas dan laboratorium kesehatan hewan dalam
pelaksanaan pengendalian dan pemberantasan rabies di Flores serta Lembata ini
sangat penting dalam upaya mengendalikan penyakit di daerah tersebut,” ungkap
Drh. I Ketut Diarmita, MP., Direktur Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal
Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian.“Dengan adanya petugas
yang kompeten ini, terbukti vaksinasi rabies di Flores dan Lembata mampu
mengendalikan kasus rabies,” lanjutnya.
Kasus rabies pertama di Flores dilaporkan di Larantuka di Kabupaten Flores
Timur pada tahun 1997. Kejadian kasus rabies pertama pada manusia tercatat pada
Maret 1998. Wabah rabies merupakan pukulan yang berat bagi penduduk setempat,
karena anjing dianggap sebagai aset yang memiliki nilai sosial, budaya, dan
ekonomi. Anjing memainkan sejumlah peran penting dalam masyarakat; mereka
digunakan untuk perlindungan dari rumah dan properti lainnya, ladang dan
tanaman. Mereka juga memainkan peran penting dalam budaya lokal dan acara
seremonial. Sebagai hewan peliharaan di dalam sebuah keluarga, anjing dianggap
sebagai bagian dari status sosial mereka. Dalam pelaksanaannya, upaya pengendalian
rabies di Flores dan Lembata mengalami beberapa tantangan berupa kurangnya
tenaga vaksinator, luasnya wilayah, dan belum fokusnya strategi yang
diimplementasikan.
Dalam rangka mengoptimalkan upaya pengendalian dan pemberantasan,
Direktorat Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, FAO Indonesia
dan pemerintah daerah Nusa Tenggara Timur bekerja sama dalam mengendalikan dan
memberantas rabies menggunakan pendekatan yang tepat guna, dengan
memprioritaskan vaksinasi sebagai strategi utama untuk mengurangi kasus rabies
pada hewan. Kerjasama ini didukung penuh oleh World Animal Protection.
Dengan pertimbangan bahwa mayoritas penduduk Flores beragama Katolik,
keterlibatan paroki secara aktif dalam kampanye vaksinasi untuk pengendalian
dan pemberantasan rabies ini sangat penting.
“Ini adalah salah satu contoh yang baik di mana para pemimpin agama daerah
dapat berperan dalam meningkatkan kesadaran dan memobilisasi masyarakat untuk
berpartisipasi dalam upaya pengendalian rabies,” kata Dr. James McGrane, Team
Leader dari FAO Emergency Centre for Transboundary Animal
Diseases (ECTAD) Indonesia. “Pembelajaran dari Flores dapat digunakan
di daerah lain di Indonesia, dan dapat memberikan kontribusi pada pengembangan
kerangka kerja global untuk pengendalian dan pemberantasan rabies dengan
pendekatan progresif yang saat ini sedang disempurnakan,” tambahnya.
Sejak 2014, Roadmap Nasional untuk Pengendalian dan Pemberantasan Rabies di
Indonesia juga telah dikembangkan bersama Kementerian Pertanian, FAO dan World
Animal Protection. Roadmap yang mengedepankan pendekatan
yang efektif dan tepat guna tersebut saat ini sedang difinalisasi.
“Selama tiga tahun, kami terus membangun kesadaran bahwa vasinasi anjing
adalah cara yang paling efektif untuk mengendalikan rabies,” kata Joanna
Tuckwell, Campaign Manager, Asia-Pacific, World
Animal Protection. “Harapan kami saat ini, vaksinasi rabies yang
dibarengi dengan pengelolaan populasi anjing yang tepat guna dan
edukasi masyarakat lokal tentang kepemilikan yang bertanggungjawab dapat terus
didukung di Indonesia – sehingga anjing dan manusia dapat hidup harmonis, dan
pada akhirnya Indonesia akan mencapai sasarannya untuk bebas dari rabies.”
Lebih lanjut, Drh. I Ketut Diarmita, MP., menekankan bahwa dalam upaya
meraih suksesnya program pengendalian dan pemberantasan rabies, diperlukan
adanya komitmen seluruh pemangku kepentingan dalam melaksanakan program yang
telah disepakati. Upaya vaksinasi merupakan prioritas utama diikuti dengan
strategi lain berupa tata laksana kasus gigitan terpadu yang memungkinkan
penanganan korban gigitan pada manusia dan penanganan pada hewan melalui
vaksinasi darurat dan euthanasia hewan suspek.
Sumber:
FAO ECTAD Indonesia News Letter, Edisi 01, Aug – Nov
2016.
No comments:
Post a Comment