Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Thursday 8 January 2009

Persyaratan dan Prosedur Karantina Hewan Republik Indonesia

Untuk Hewan dan Produk Hewan

A.Persyaratan Umum Karantina Hewan

1. Dilengkapi dengan Surat Keterangan Kesehatan/Sanitasi oleh pejabat yang berwenang dari negara asal/daerah asal.

2. Melalui tempat pemasukan dan pengeluaran yang telah ditetapkan.

3. Dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina hewan di tempat pemasukan atau tempat pengeluaran untuk keperluan tindakan karantina.

B. Persyaratan Teknis impor dan ekspor hewan dan produk hewan

Selain persyaratan karantina yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No.82/2000 sebagaimana tersebut diatas, diperlukan kewajiban tambahan berupa persyaratan teknis impor/ekspor hewan dan produk hewan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia, sebagai berikut :

Negara yang belum melakukan kerjasama bilateral perdagangan.

a. Negara pengekspor harus bebas dari penyakit hewan menular atau berbahaya tertentu yang tidak terdapat di negara pengimpor

b. Mendapatkan persetujuan impor/ekspor dari pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri dengan mempersyaratkan ketentuan-ketentuan teknis yang harus dilakukan terhadap komoditi impor di negara pengekspor sebelum dikapalkan/diangkut menuju negara pengimpor.

c. Perlakuan tindakan karantina di negara pengimpor bertujuan untuk memastikan bahwa ketentuan-ketentuan teknis yang dipersyaratkan tersebut benar telah dilakukan sesuai ketentuan internasional.

d. Melengkapi komoditi tersebut dengan Surat Keterangan Kesehatan atau Sanitasi dan surat keterangan lainnya yang menerangkan bahwa komoditi tersebut bebas dari hama penyakit yang dapat mengganggu kesehatan manusia, hewan dan lingkungan hidup, disamping menerangkan pemenuhan persyaratan ketentuan teknis seperti tersebut di atas.

e. Negara pengimpor berhak melakukan penelitian dan pengamatan secara epidimilogy terhadap situasi dan kondisi penyakit hewan menular dan berbahaya yang ada di negara pengekspor secara tidak langsung melalui data-data yang ada dan tersedia.

f. Pengangkutan komoditi impor tersebut harus langsung ke negara tujuan pengimpor tanpa melakukan transit di negara lain.

g. Negara pengimpor berhak melakukan tindakan-tindakan penolakan dan pencegahan masuknya penyakit hewan menular dan berbahaya, jika dijumpai hal yang mencurigakan, dilaporkan tidak benar atau ada kemungkinan bahwa komoditi tersebut dapat bertindak sebagai media pembawa hama penyakit hewan menular dan berbahaya.

Negara yang telah melakukan kerjasama bilateral perdagangan.

a. Negara pengekspor harus bebas dari penyakit hewan menular dan berbahaya tertentu yang dipersyaratkan negara pengimpor

b. Melakukan perjanjian kerjasama perdagangan dengan mempersyaratkan ketentuan-ketentuan teknis yang harus dilakukan terhadap komoditi impor tersebut di negara pengekspor sebelum dikapalkan/diangkut menuju negara pengimpor.

c. Mendapatkan persetujuan impor/ekspor dari pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri (Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan/ Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam) dengan mempersyaratkan ketentuan-ketentuan teknis yang harus dilakukan terhadap komoditi impor di negara pengekspor sebelum dikapalkan/diangkut menuju negara pengimpor.

d. Perlakuan tindakan karantina di negara pengekspor dengan tujuan untuk memenuhi ketentuan-ketentuan teknis yang dipersyaratkan dalam perjanjian bilateral tersebut telah dilakukan sesuai ketentuan internasional.

e. Negara pengimpor berhak melakukan penelitian dan pengamatan secara langsung terhadap situasi dan kondisi penyakit hewan menular dan berbahaya yang ada di negara pengekspor (approval and accreditation).

f. Melengkapi komoditi tersebut dengan Surat Keterangan Kesehatan atau Sanitasi dan surat keterangan lainnya yang menerangkan bahwa komoditi tersebut bebas dari hama dan penyakit yang dapat mengganggu kesehatan manusia, hewan dan lingkungan hidup, disamping menerangkan pemenuhan persyaratan ketentuan teknis seperti tersebut di atas.

g. Pengangkutan komoditi impor tersebut harus langsung ke negara tujuan pengimpor tanpa transit di negara lain, kecuali telah disetujui oleh ke dua negara dalam perjanjian bilateral atau trilateral dengan ketentuan negara transit minimal mempunyai situasi dan kondisi penyakit hewan yang sama dengan negara pengimpor.

h. Negara pengimpor berhak melakukan tindakan-tindakan penolakan dan pencegahan masuknya penyakit hewan menular dan berbahaya, jika dijumpai hal yang mencurigakan, dilaporkan tidak benar atau ada kemungkinan bahwa komoditi tersebut dapat bertindak sebagai media pembawa hama penyakit hewan menular dan berbahaya.

i. Tindakan karantina diutamakan terhadap hewan yang tidak atau belum sempat dilaksanakan di negara pengekspor sesuai dengan persyaratan teknis yang telah disepakati.

Prosedur Tindakan Karantina Hewan

1. Pemohon mengajukan permohonan pemeriksaan dan tindakan karantina kepada pimpinan UPT Karantina Hewan tempat pemasukan atau pengeluaran.

2. UPT Karantina Hewan memproses secara administrasi permohonan tersebut, untuk selanjutnya menugaskan pejabat fungsional karantina hewan untuk melakukan tindakan karantina tahap I yaitu pemeriksaan (P1). Dari hasil pemeriksaan selanjutnya dapat dilakukan beberapa tindakan karantina lainnya.

3. Untuk media pembawa yang menurut hasil pemeriksaan memerlukan tindakan pengasingan (P2) dan pengamatan (P3), segera dimasukkan ke dalam instalasi karantina untuk selama masa karantina yang dapat diperpanjang menurut pertimbangan dokter hewan karantina.

4. Untuk media pembawa yang sehat dan tidak menunjukkan gejala penyakit hewan karantina, tidak menunjukkan perubahan fisik dan tidak memerlukan masa pengasingan untuk pengamatan, dapat langsung dilakukan tindakan pembebasan (P8).

5. Sebaliknya, untuk media pembawa yang menunjukkan gejala penyakit hewan karantina atau perubahan fisik yang mengarah kepada penyakit hewan golongan I, dapat langsung dilakukan tindakan penolakan (P6).

6. Media pembawa yang mempunyai dokumen tidak benar dan tidak lengkap atau menurut hasil pemeriksaan menunjukkan gejala penyakit hewan golongan II, dilakukan tindakan penahanan (P5) untuk selanjutnya dapat dikembalikan ke proses tahap II yaitu pengasingan dan pengamatan.

7. Hasil tindakan pengasingan dan pengamatan, dapat dilanjutkan ke proses tahap III yaitu tindakan perlakuan (P4) untuk meyakinkan kembali bahwa media pembawa bebas dari hama penyakit hewan karantina dan tidak dapat lagi menularkan atau menyebarkan hama penyakit hewan ke media pembawa lainnya.

8. Jika dari hasil tindakan pemeriksaan, pengasingan, pengamatan dan perlakuan, media pembawa tidak dapat dibebaskan dari penyakit hewan karantina atau telah mengalami perubahan fisik, maka terhadap media pembawa tersebut lansung dilakukan tindakan pemusnahan (P7).

9. Setelah dilakukan tindakan pengasingan dan pengamatan serta perlakuan media pembawa diyakini tidak mengandung penyakit hewan karantina dan tidak dapat lagi bertindak sebagai media penular atau penyebar, maka dapat dilakukan tindakan pembebasan (P8).

10. Hasil tindakan pembebasan, penahanan, penolakan, dan pemusnahan kemudian diserahkan kembali kepada UPT Karantina Hewan yang memberi tugas untuk diproses secara administrasi termasuk memenuhi kewajiban tambahan, yang selanjutnya disampaikan kepada pemohon dan instansi terkait lainnya untuk dilaksanakan.

Prosedur Tindakan Karantina Hewan

1. Pemohon mengajukan permohonan pemeriksaan dan tindakan karantina kepada pimpinan UPT Karantina Hewan tempat pemasukan atau pengeluaran.

2. UPT Karantina Hewan memproses secara administrasi permohonan tersebut, untuk selanjutnya menugaskan pejabat fungsional karantina hewan untuk melakukan tindakan karantina tahap I yaitu pemeriksaan (P1). Dari hasil pemeriksaan selanjutnya dapat dilakukan beberapa tindakan karantina lainnya.

3. Untuk media pembawa yang menurut hasil pemeriksaan memerlukan tindakan pengasingan (P2) dan pengamatan (P3), segera dimasukkan ke dalam instalasi karantina untuk selama masa karantina yang dapat diperpanjang menurut pertimbangan dokter hewan karantina.

4. Untuk media pembawa yang sehat dan tidak menunjukkan gejala penyakit hewan karantina, tidak menunjukkan perubahan fisik dan tidak memerlukan masa pengasingan untuk pengamatan, dapat langsung dilakukan tindakan pembebasan (P8).

5. Sebaliknya, untuk media pembawa yang menunjukkan gejala penyakit hewan karantina atau perubahan fisik yang mengarah kepada penyakit hewan golongan I, dapat langsung dilakukan tindakan penolakan (P6).

6. Media pembawa yang mempunyai dokumen tidak benar dan tidak lengkap atau menurut hasil pemeriksaan menunjukkan gejala penyakit hewan golongan II, dilakukan tindakan penahanan (P5) untuk selanjutnya dapat dikembalikan ke proses tahap II yaitu pengasingan dan pengamatan.

7. Hasil tindakan pengasingan dan pengamatan, dapat dilanjutkan ke proses tahap III yaitu tindakan perlakuan (P4) untuk meyakinkan kembali bahwa media pembawa bebas dari hama penyakit hewan karantina dan tidak dapat lagi menularkan atau menyebarkan hama penyakit hewan ke media pembawa lainnya.

8. Jika dari hasil tindakan pemeriksaan, pengasingan, pengamatan dan perlakuan, media pembawa tidak dapat dibebaskan dari penyakit hewan karantina atau telah mengalami perubahan fisik, maka terhadap media pembawa tersebut lansung dilakukan tindakan pemusnahan (P7).

9. Setelah dilakukan tindakan pengasingan dan pengamatan serta perlakuan media pembawa diyakini tidak mengandung penyakit hewan karantina dan tidak dapat lagi bertindak sebagai media penular atau penyebar, maka dapat dilakukan tindakan pembebasan (P8).

10. Hasil tindakan pembebasan, penahanan, penolakan, dan pemusnahan kemudian diserahkan kembali kepada UPT Karantina Hewan yang memberi tugas untuk diproses secara administrasi termasuk memenuhi kewajiban tambahan, yang selanjutnya disampaikan kepada pemohon dan instansi terkait lainnya untuk dilaksanakan.

Sumber: Badan Karantina Pertanian, Departemen Pertanian RI

1 comment:

Setiono said...

Terima sekali postingnya pak...tapi kira-kira, dimana saya bisa mendapatkan PP No. 82 tahun 2000 mengenai karantina ini dalam bahasa jepang? apakah jurnal ini, atau mungkin JICA atau mungkin kedutaan Jepang di Indonesia? Terima kasih sekali lagi atas bantuannya.

TIO