Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan garis pantai yang terpanjang nomor dua setelah Kanada yaitu 81.000 km. Luas wilayah teritorial Indonesia yang sebesar 7,1 juta km2 didominasi oleh wilayah laut yaitu kurang lebih 5,4 juta km2. Dengan potensi fisik sebesar ini, Indonesia dikaruniai pula dengan sumberdaya perikanan dan kelautan yang besar. Dari sisi keanekaragaman hayati, Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan hayati kelautan terbesar. Dalam hal ekosistem terumbu karang (coral reefs) misalnya, Indonesia dikenal sebagai salah satu penyumbang kekayaan hayati terumbu karang terbesar di dunia. Menurut data World Resources Institute (2002), dengan luas total sebesar 50.875 km2, maka 51 % terumbu karang di kawasan Asia Tenggara dan 18 % terumbu karang di dunia, berada di wilayah perairan Indonesia.
Isu-isu rusaknya sumberdaya alam perikanan dan kelautan pun telah lama diketahui. Studi yang dilakukan oleh Burke dan kawan pada tahun 2002 menyebut bahwa kerusakan terumbu karang di Indonesia telah sampai pada tahap mengkhawatirkan. Hampir 51 % kawasan terumbu karang yang terancam di Asia Tenggara berada di Indonesia, disusul sebesar 20 % di Filipina.
Pada tanggal 6 Januari 2009 di KBRI Tokyo telah dilakukan pembahasan restorasi terumbu karang Indonesia. Pembahasan dihadiri oleh Perwakilan dari Tokyo University of Marine Science and Technology yaitu Prof. Mineo Okamoto, Ph.D (baju putih) dan Kandidat Dr. Kakaskasen A. Roeroe (baju biru), Perwakilan dari JFE Steel Corporation yaitu Mr. Jun Ogawa dan 4 orang Stafnya, sedangkan dari KBRI Tokyo diwakili oleh Atase Pertanian, Atase Perindustrian, Atase Kehutanan, Atase Pendidikan, Koordinator Fungsi Ekonomi dan Koordinator Fungsi Politik.
Isu-isu rusaknya sumberdaya alam perikanan dan kelautan pun telah lama diketahui. Studi yang dilakukan oleh Burke dan kawan pada tahun 2002 menyebut bahwa kerusakan terumbu karang di Indonesia telah sampai pada tahap mengkhawatirkan. Hampir 51 % kawasan terumbu karang yang terancam di Asia Tenggara berada di Indonesia, disusul sebesar 20 % di Filipina.
Pada tanggal 6 Januari 2009 di KBRI Tokyo telah dilakukan pembahasan restorasi terumbu karang Indonesia. Pembahasan dihadiri oleh Perwakilan dari Tokyo University of Marine Science and Technology yaitu Prof. Mineo Okamoto, Ph.D (baju putih) dan Kandidat Dr. Kakaskasen A. Roeroe (baju biru), Perwakilan dari JFE Steel Corporation yaitu Mr. Jun Ogawa dan 4 orang Stafnya, sedangkan dari KBRI Tokyo diwakili oleh Atase Pertanian, Atase Perindustrian, Atase Kehutanan, Atase Pendidikan, Koordinator Fungsi Ekonomi dan Koordinator Fungsi Politik.
Pada kesempatan pertama diawali penyampaian hasil penelitian kerjasama antara Universitas Samratulangi, Manado, Indonesia dan Tokyo University of Marine Science and Technology, yang disampaikan oleh Prof. Mineo Okamoto, Ph.D. Dalam pemaparan hasil penelitian yang berjudul kondisi dan reporoduksi terumbu karang sekitar pulau Bunaken Indonesia, Prof. Okamoto menyampaikan sebagai berikut:
1. Terumbu karang merupakan produser lingkungan hidup utama di wilayah pantai laut tropis dan sub tropis. Terumbu karang memberikan andil besar dalam pembentukan bukit karang yang berfungsi sebagai pemecah ombak laut.
2. Masalah global disebutkan bahwa terumbu karang telah rusak karena terkena dampak peningkatan suhu air laut yang ditimbulkan akibat global warming sehingga menimbulkan kerusakan terumbu karang di seluruh dunia.
3. Masalah lokal disebutkan bahwa kerusakan terumbu karang merupakan isu lama sebelum isu peningkatan suhu air laut. Kerusakan terumbu karang ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain: a) penangkapan ikan yang berlebihan (overfishing), b) terbawanya material ke perairan pantai berupa lumpur dan unsur hara seperti Nitrogen, Phospat dsb. dari sungai, dan c) akibat aktivitas pembangunan di sekitar pantai menimbulkan kerusakan habitat.
4. Teknologi Baru pemulihan terumbu karang sedang dikembangkan di Jepang. Teknologi baru ini menggunakan repuduksi sexual terumbu karang yang sedang dilakukan di pulau Sekisei Lagoon (terumbu karang terbesar di Jepang) dan pulau Miyako. Diharapkan teknologi baru ini dapat diaplikasikan di Indonesia, dan telah dilakukan penelitian di Indonesia.
5. Dalam perbaikan terumbu karang diperlukan tiga langkah. Langkah pertama melakukan penelitian tahap awal yang meliputi: a) Waktu Mass spawning Acropora coral, b) Meneliti tempat yang tepat untuk lokasi tumbuhnya larva terumbu karang, c) Pertumbuhan terumbu karang, d) Meneliti tempat yang cocok untuk pemempatan pertumbuhan terumbu karang. Sedangkan langkah kedua adalah Pengembangan program perbaikan terumbu karang. Dan langkah ketiga, menentukan rencana dan melakukan tindakan apa yang harus dikerjakan dalam Perbaikan terumbu karang.
6. Penelitian yang dilakukan peneliti dari Jepang dan Indonesia ini dilakukan di Perairan Bunaken dimulai dari awal tahun 2007. Agar dapat memperoleh banyak terumbu karang muda untuk transplantasi diperlukan penelitian penentuan waktu mass spawning. Dalam penelitian ini menggunakan Coral Settlement Device (CSD) yang terbuat dari ceramic. Penggunaan CSD bertujuan untuk : a) menyediakan permukaan yang baik untuk tempat bertumbuhnya larva, b) Melindungi larva berdiam di tempatnya dan terumbu karang dapat tumbuh di tempatnya, sehingga terhindar dari ancaman goyangan, benturan dan gangguan dari luar, c) Memfiksir terumbu karang pada tempatnya agar mudah tumbuh.
Untuk pengganti lubang-lubang yang seperti pada batu karang dipergunakan Marine Block (MB). MB terbuat dari bahan-bahan yang seperti terkandung dalam terumbu karang, shellfish, dan calcium carbonate merupakan material yang sesuai untuk membudidayakannya.
7. Metoda penelitiannya dilakukan dengan cara menempatkan rak-rak besi stainless di dasar laut perairan Bunaken. Sebuah MB dan empat buah CSD 120 disusun di dalam rak-rak tersebut pada tanggal 11 Februari 2007. Kemudian dengan jumlah yang sama MB dan CDS disusun lagi di dalam rak-rak sejenis pada tanggal 22 April 2007. Beberapa waktu kemudian dilakukan observasi pertumbuhan Acropora dan dilakukan pendataan jumlah yang tumbuh serta pencatatan ukuran Acropora dsb.
8. Penelitian ini diperoleh hasil bahwa a) Waktu Mass Spawning terumbu karang terjadi setahun dua kali, yaitu pada bulan Mei dan bulan Juli 2007, b) Acropora yang diperoleh sangat rendah, c) Pertumbuhan Acropora dalam setahun telah dapat diketahui, pertumbuhan Acropora dalam lubang-lubang MB diperoleh antara 7 – 11 bulan, d) Telah dapat dipilih tempat berkembang larva paling baik pada dinding tembok tempat reklamasi, e) Pertumbuhan Acropora pada tempat tersebut selama sampai dengan satu tahun telah dapat diketahui, f) Pertumbuhan terumbu karang Acropora di Bunaken diperkirakan tiga kali lebih cepat dari pada di perairan Sekisei Lagoon, Okinawa, Jepang. Hal ini terjadi disebabkan suhu air laut di Bunaken selama satu tahun lebih hangat dari pada di Sekisei Lagoon.
Perwakilan dari KBRI memberikan beberapa masukan untuk waktu kedepannya sebagai berikut:
1. Dalam rangka peningkatan SDM Indonesia perlu ditingkatkan transfer teknologi maka projek penelitian ini perlu diteruskan melangkah ke tahap berikutnya dengan melibatkan banyak peneliti yang berasal dari Indonesia.
2. Untuk melanjutkan penelitian di Indonesia bagi peneliti Jepang atau peneliti asing akan diberikan izin oleh Kementerian Riset dan Teknologi.
3. Untuk projek restorasi terumbu karang di Indonesia bisa dijajagi dengan melakukan kerjasama dengan bantuan JICA dan lembaga penyandang dana lainnya.
Sedangkan JFE Steel Corporation menginformasikan bahwa pihaknya telah mengembangkan Marine Block-Artificial Base for Coral Reef yang setiap unitnya berukuran sekitar 1 m kubik siap untuk diuji coba penggunaannya.
1. Terumbu karang merupakan produser lingkungan hidup utama di wilayah pantai laut tropis dan sub tropis. Terumbu karang memberikan andil besar dalam pembentukan bukit karang yang berfungsi sebagai pemecah ombak laut.
2. Masalah global disebutkan bahwa terumbu karang telah rusak karena terkena dampak peningkatan suhu air laut yang ditimbulkan akibat global warming sehingga menimbulkan kerusakan terumbu karang di seluruh dunia.
3. Masalah lokal disebutkan bahwa kerusakan terumbu karang merupakan isu lama sebelum isu peningkatan suhu air laut. Kerusakan terumbu karang ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain: a) penangkapan ikan yang berlebihan (overfishing), b) terbawanya material ke perairan pantai berupa lumpur dan unsur hara seperti Nitrogen, Phospat dsb. dari sungai, dan c) akibat aktivitas pembangunan di sekitar pantai menimbulkan kerusakan habitat.
4. Teknologi Baru pemulihan terumbu karang sedang dikembangkan di Jepang. Teknologi baru ini menggunakan repuduksi sexual terumbu karang yang sedang dilakukan di pulau Sekisei Lagoon (terumbu karang terbesar di Jepang) dan pulau Miyako. Diharapkan teknologi baru ini dapat diaplikasikan di Indonesia, dan telah dilakukan penelitian di Indonesia.
5. Dalam perbaikan terumbu karang diperlukan tiga langkah. Langkah pertama melakukan penelitian tahap awal yang meliputi: a) Waktu Mass spawning Acropora coral, b) Meneliti tempat yang tepat untuk lokasi tumbuhnya larva terumbu karang, c) Pertumbuhan terumbu karang, d) Meneliti tempat yang cocok untuk pemempatan pertumbuhan terumbu karang. Sedangkan langkah kedua adalah Pengembangan program perbaikan terumbu karang. Dan langkah ketiga, menentukan rencana dan melakukan tindakan apa yang harus dikerjakan dalam Perbaikan terumbu karang.
6. Penelitian yang dilakukan peneliti dari Jepang dan Indonesia ini dilakukan di Perairan Bunaken dimulai dari awal tahun 2007. Agar dapat memperoleh banyak terumbu karang muda untuk transplantasi diperlukan penelitian penentuan waktu mass spawning. Dalam penelitian ini menggunakan Coral Settlement Device (CSD) yang terbuat dari ceramic. Penggunaan CSD bertujuan untuk : a) menyediakan permukaan yang baik untuk tempat bertumbuhnya larva, b) Melindungi larva berdiam di tempatnya dan terumbu karang dapat tumbuh di tempatnya, sehingga terhindar dari ancaman goyangan, benturan dan gangguan dari luar, c) Memfiksir terumbu karang pada tempatnya agar mudah tumbuh.
Untuk pengganti lubang-lubang yang seperti pada batu karang dipergunakan Marine Block (MB). MB terbuat dari bahan-bahan yang seperti terkandung dalam terumbu karang, shellfish, dan calcium carbonate merupakan material yang sesuai untuk membudidayakannya.
7. Metoda penelitiannya dilakukan dengan cara menempatkan rak-rak besi stainless di dasar laut perairan Bunaken. Sebuah MB dan empat buah CSD 120 disusun di dalam rak-rak tersebut pada tanggal 11 Februari 2007. Kemudian dengan jumlah yang sama MB dan CDS disusun lagi di dalam rak-rak sejenis pada tanggal 22 April 2007. Beberapa waktu kemudian dilakukan observasi pertumbuhan Acropora dan dilakukan pendataan jumlah yang tumbuh serta pencatatan ukuran Acropora dsb.
8. Penelitian ini diperoleh hasil bahwa a) Waktu Mass Spawning terumbu karang terjadi setahun dua kali, yaitu pada bulan Mei dan bulan Juli 2007, b) Acropora yang diperoleh sangat rendah, c) Pertumbuhan Acropora dalam setahun telah dapat diketahui, pertumbuhan Acropora dalam lubang-lubang MB diperoleh antara 7 – 11 bulan, d) Telah dapat dipilih tempat berkembang larva paling baik pada dinding tembok tempat reklamasi, e) Pertumbuhan Acropora pada tempat tersebut selama sampai dengan satu tahun telah dapat diketahui, f) Pertumbuhan terumbu karang Acropora di Bunaken diperkirakan tiga kali lebih cepat dari pada di perairan Sekisei Lagoon, Okinawa, Jepang. Hal ini terjadi disebabkan suhu air laut di Bunaken selama satu tahun lebih hangat dari pada di Sekisei Lagoon.
Perwakilan dari KBRI memberikan beberapa masukan untuk waktu kedepannya sebagai berikut:
1. Dalam rangka peningkatan SDM Indonesia perlu ditingkatkan transfer teknologi maka projek penelitian ini perlu diteruskan melangkah ke tahap berikutnya dengan melibatkan banyak peneliti yang berasal dari Indonesia.
2. Untuk melanjutkan penelitian di Indonesia bagi peneliti Jepang atau peneliti asing akan diberikan izin oleh Kementerian Riset dan Teknologi.
3. Untuk projek restorasi terumbu karang di Indonesia bisa dijajagi dengan melakukan kerjasama dengan bantuan JICA dan lembaga penyandang dana lainnya.
Sedangkan JFE Steel Corporation menginformasikan bahwa pihaknya telah mengembangkan Marine Block-Artificial Base for Coral Reef yang setiap unitnya berukuran sekitar 1 m kubik siap untuk diuji coba penggunaannya.
No comments:
Post a Comment