Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Wednesday, 17 February 2016

Mengenal Sentra Peternakan Rakyat


Latar Belakang

 
Sejak jaman dahulu sampai saat ini dan ke depan, pola pemeliharaan ternak di Indonesia akan tetap didominasi oleh usaha peternakan berskala kecil dengan karakteristik sebagai berikut:
1. Rata-rata kepemilikan ternak rendah;
2. Ternak digunakan sebagai tabungan hidup;
3. Dipelihara dalam pemukiman padat penduduk dan dikandangkan di belakang rumah;
4. Terbatas lahan pemeliharaannya sehingga pakan harus dicari di kawasan yang seringkali jauh dari rumahnya;
5. Usaha beternak dilakukan secara turun temurun; dan
6. Jika tidak ada modal untuk membeli ternak, mereka menggaduh dengan pola bagi hasil.

Peternak berskala kecil yang berjumlah 4.204.213 orang pada tahun 2011 menguasai lebih dari 98% ternak di Indonesia dengan jumlahnya masing-masing sebagai berikut: sapi pedaging 14.8 juta ekor, sapi perah 0.597 juta ekor, kerbau 1.305 juta ekor, kambing 16.946 juta ekor, domba 11.791 juta ekor, kuda 0.409 juta ekor, babi 7.525 juta ekor, ayam lokal 264.340 juta ekor, dan itik 43.488 juta ekor. Jutaan peternak dan ratusan juta ternak tersebut merupakan aset penting dalam membantu program pemerintah menyediakan produk ternak bagi bangsa Indonesia.

Prosedur dan Mekanisme SPR
Prosedur pembentukan Sentra Peternakan Rakyat (SPR) sangat ditentukan berbagai pihak, tidak hanya Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH).  Partisipasi dalam bentuk usulan calon lokasi SPR dari masyarakat menjadi penting dalam keberlanjutan SPR. Persetujuan dari Pemerintah Daerah menjadi pondasi dan dukungan atas pembentukan SPR di daerah. Keterlibatan Perguruan Tinggi dan lembaga penelitian pertanian atau lembaga sejenisnya menjadi penting untuk mendampingi SPR dalam melakukan transfer pengetahuan dan teknologi, serta penguatan kapasitas peternak berskala kecil. Demikian halnya dengan keberadaan Gugus Perwakilan Pemilik Ternak (GPPT) sangat menentukan dalam hal membangun kesadaran untuk bertindak secara kolektif dari peternak rakyat yang menjadi sasaran dalam pelaksanaan SPR.  Sebagai “perpanjangan tangan” Dirjen PKH, keberadaan manajer penting untuk menyampaikan laporan terkait segala hal yang terjadi di lapangan.
Sementara itu, GPPT bersama Manajer dan Perguruang Tinggi menyusun rencana aksi yang difasilitasi oleh pemerintah daerah (kabupaten/kota) untuk merumuskan kegiatan/aktivitas, rencana waktu, kurikulum pembelajaran, lokasi dan target, serta sasaran dari setiap kegiatan yang akan dilaksanakan.
Untuk pembentukan lokasi SPR dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu:
1. Lokasi SPR yang saat ini sebagai lokasi Sarjana Membangun Desa Wirausahawan Pendamping (SMD WP) dan daerah terpilih perbibitan yang masuk di dalam kawasan;
2. Lokasi SPR yang saat ini sebagai lokasi SMDWP dan daerah terpilih perbibitan yang berada di luar kawasan; dan
3. Lokasi SPR yang berasal dari inisiatif lokal yang diinisiasi oleh pemerintah daerah, perguruan tinggi, kepala desa, organisasi kemasyarakatan, dan lain-lain.

Visi SPR
 
Peternak Mandiri dan Berdaulat. 

SPR dibangun dengan menjalankan 10 strategi. 

Kegiatannya menerapkan:
1. Teknologi Produksi;
2. Teknologi Pakan;
3. Pemuliaan dan Pembibitan;
4. Riset dan Pengembangan;
5. Pengembangan Jejaring;
6. Sosial Ekonomi;
7. Manajemen dan Bisnis.

Dalam Satu SPR minimal terdapat 1000 ekor induk dan maksimal 100 ekor pejantan.

Tujuan

SPR-1111 IPB didirikan dengan tujuan memberi ilmu pengetahuan kepada peternak berskala kecil tentang berbagai aspek teknis peternakan dan nonteknis yang melandasi terwujudnya perusahaan kolektif dalam satu manajemen yang dikelola oleh satu manajer dalam rangka meningkatkan daya saing usahanya untuk meningkatkan pendapatannya serta kesejahteraannya.

Hasil Yang Diharapkan:

1. Berdirinya perusahaan kolektif peternakan berbadan hukum milik peternak berskala kecil yang dikelola secara profesional dan proporsional;
2. Ternak pedaging atau ternak perah atau ternak unggas yang berkualitas dalam memenuhi kebutuhan bahan pangan bagi masyarakat Indonesia;
3. Ternak bibit bersertifikat (pedaging, perah, atau unggas) untuk memenuhi kebutuhan peternak lainnya; dan
4. Kedaulatan peternak berskala kecil dan posisi tawar yang lebih tinggi.

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan

No comments: